Tag: Febrio Nathan Kacaribu

  • Bukan Booming Pekerja Informal, Kemenkeu Ungkap Masalah Utama RI

    Bukan Booming Pekerja Informal, Kemenkeu Ungkap Masalah Utama RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan merespons laporan Bank Dunia atau World Bank soal maraknya pekerja sektor informal di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Menurut Bank Dunia, banjir pekerja informal ini dapat menekan produktivitas ekonomi suatu negara.

    Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF), Kementerian Keuangan Febrio N. Kacaribu mengakui adanya permasalahan ini. Namun, dia melihat sektor informal tidak selalu buruk.

    Gig economy yang arahnya cenderung informal memang lebih banyak memberi penghasilan menarik bagi teman-teman Gen Z. Saat ini, katanya, permasalahan yang serius di Tanah Air adalah tingkat pengangguran usia muda.

    “Tingkat pengangguran di umur muda lebih tinggi sekitar 15% lebih ya,” katanya saat media gathering Kementerian Keuangan, Kamis (9/10/2025).

    Menghadapi masalah ini, pemerintah tengah mendorong terobosan baru untuk mendorong anak muda segera masuk lapangan kerja dan tidak menunda kerjanya. Hal ini dimaksudkan untuk mengejar produktivitas.

    “Kita harap dia lebih cepat masuk lapangan kerja daripada ditunda sehingga usia prime-nya bisa lebih dimanfaatkan,” ujar Febrio.

    Saat ini, dia mengatakan seri stimulus pemerintah berfokus pada penciptaan lapangan kerja. Lulusan perguruan tinggi disiapkan untuk ikut program magang. Program ini dibuka untuk 20.000 lulusan perguruan tinggi. Inilah yang menjadi fokus pemerintah.

    Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo mengatakan, dalam satu dekade terakhir negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik tengah mengalami pola pergeseran struktural ketenagakerjaan, dari sektor lapangan pekerjaan produktif ke sektor informal.

    “Banyak orang meninggalkan sektor pertanian berproduktivitas rendah, bukan menuju industri berproduktivitas tinggi, melainkan ke pekerjaan berproduktivitas rendah di sektor jasa, termasuk di dalamnya pekerjaan gig economy,” kata Aaditya Matto saat konferensi pers World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025, dikutip Rabu (7/10/2025).

    Aaditya mengatakan, salah satu fenomena peralihan tenaga kerja dari sektor industri berproduktivitas tinggi seperti manufaktur, ke sektor informal itu terutama terjadi di Indonesia. “Contohnya di Indonesia, kita melihat peningkatan besar tenaga kerja informal di sektor jasa,” tuturnya.

    Risiko terbesar dari maraknya tenaga kerja di sektor informal pada sebuah negara, menurut Bank Dunia dapat memicu masyarakat kelas menengah menjadi rentan miskin, menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

    “Banyaknya individu di kawasan ini bekerja di sektor informal atau dengan produktivitas rendah. Kelompok masyarakat yang rentan jatuh miskin kini lebih besar daripada kelas menengah di sebagian besar negara,” dikutip dari laporan Bank Dunia.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tim Purbaya Ramal Ekonomi Kuartal III-2025 Bisa Tembus 5,1%

    Tim Purbaya Ramal Ekonomi Kuartal III-2025 Bisa Tembus 5,1%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2025 masih bisa tumbuh di level 5,1% meskipun banyak tekanan yang terjadi pada periode Juli-September 2025, seperti demonstrasi berdarah pada Agustus 2025.

    Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, penopang pertumbuhan pada saat itu ialah kinerja ekspor yang tumbuh cepat.

    “Kuartal III kelihatannya akan cukup resilient, sekitar 5%, 5,1%, karena ekspor kita bagus,” kata Febrio di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

    Sementara itu, untuk kuartal IV-2025, Febrio mengatakan, proyeksi pertumbuhannya masih sesuai dengan yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebesar 5,5%.

    Laju pertumbuhan ekonomi yang cepat pada akhir tahun ia sebut didukung oleh berbagai stimulus ekonomi yang telah digelontorkan pemerintah, seiring dengan kebijakan moneter longgar yang ditetapkan Bank Indonesia.

    “Sehingga kalau hitung-hitungan kami kuartal IV itu bisa akan mencapai sekitar pertumbuhannya 5,5%,” ujar Febrio.

    Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang mulai mengalami percepatan pada kuartal II-2025 dengan pertumbuhan sebesar 5,12%, jauh lebih cepat dari pertumbuhan kuartal I-2025 sebesar 4,87%.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Potret Purbaya Makan Ayam Sambel Ijo di Warung Kaki Lima Usai Rapat

    Potret Purbaya Makan Ayam Sambel Ijo di Warung Kaki Lima Usai Rapat

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa makan siang di warung kaki lima yang terletak di Jl. Widya Chandra Barat, Jakarta. Lokasi warung itu tepat berada di samping gedung Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Purbaya makan siang bersama Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Rahayu Puspasari, serta beberapa stafnya. Aksinya itu menjadi pusat perhatian sekitar.

    Terlihat Purbaya menyantap hidangan ayam sambal hijau dengan menggunakan tangan. Tampak juga menu lain berupa satai di meja makannya.

    Makan siang di kaki lima terjadi usai Purbaya menghadiri rapat koordinasi terbatas (Rakortas) di Wisma Danantara, yang berada di sebelah gedung DJP. Rapat itu membahas Paket Kebijakan dan Stimulus Ekonomi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Purbaya mengatakan rapat itu membahas mengenai sinkronisasi Kebijakan-kebijakan baru yang diarahkan Presiden Prabowo Subianto. Dalam rapat itu dibahas mengenai waktu pelaksanaan hingga mekanisme pendanaannya.

    “Hanya menentukan kapan pelaksanaannya, pendanaannya seperti apa, apa yang bisa dijalankan, apa yang enggak tahun ini dan apa yang bisa dijalankan tahun depan,” tutur Purbaya kepada wartawan, Rabu (1/10/2025).

    “Sudah lebih jelas sekarang dibanding sebelum-sebelumnya kelihatannya. Jadi aman lah,” tambahnya.

    Simak juga Video ‘Purbaya soal Cukai Rokok Tak Naik: Masyarakat Butuh Penghidupan’:

    (kil/kil)

  • Sederet Insentif Pemanis Sektor Properti: PPN DTP 100% hingga Subsidi Bunga 10%

    Sederet Insentif Pemanis Sektor Properti: PPN DTP 100% hingga Subsidi Bunga 10%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus mengeluarkan kebijakan baik itu insentif maupun subsidi kepada sektor properti kendati setoran penerimaan pajak dari konstruksi maupun real estate tidak elastis dengan kontribusinya di produk domestik bruto alias PDB.

    Kebijakan terbaru, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerbitkan aturan skema subsidi bunga perumahan untuk memperluas akses pembiayaan sekaligus mendukung program pembangunan 3 juta rumah.

    Skema itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 65/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Program Perumahan. Beleid anyar ini ditandatangani Purbaya pada 18 September dan diundangkan pada 24 September 2025

    Dalam Pasal 4 dijelaskan bahwa pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk subsidi bunga atau margin yang ditanggung negara, baik untuk pelaku usaha penyedia rumah maupun masyarakat di sisi permintaan.

    Dari sisi penyediaan rumah, pemerintah menanggung bunga sebesar 5% efektif per tahun. Jangka waktu pemberian subsidi paling lama 4 tahun untuk kredit modal kerja dan 5 tahun untuk kredit investasi (Pasal 14).

    Sementara itu, untuk sisi permintaan rumah, subsidi diberikan lebih besar. Debitur dengan plafon kredit Rp10 juta hingga Rp100 juta mendapat subsidi bunga 10%, sedangkan plafon Rp100 juta–Rp500 juta memperoleh subsidi 5,5%. Subsidi tersebut berlaku paling lama 5 tahun (Pasal 15).

    Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa penyaluran subsidi akan melalui lembaga keuangan atau koperasi penyalur kredit. Setiap penyalur wajib menyusun Rencana Target Penyaluran (RTP) tiap tahun anggaran, yang berisi target debitur, unit rumah, baki debet, hingga tingkat kredit bermasalah.

    Sementara Pasal 6 mengatur agar RTP disampaikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kredit Program Perumahan paling lambat Juni, dua tahun sebelum tahun penyaluran.

    Skema Penagihan

    Lebih lanjut dalam Pasal 17—18, disampaikan bahwa pengajuan tagihan subsidi dilakukan bulanan, maksimal tanggal 10, dengan formula: Besaran Subsidi × Baki Debet × Hari Bunga/360. Adapun tagihan bulan Desember dibebankan pada anggaran tahun berikutnya.

    PMK ini juga mengatur terkait pengawasan dan penjaminan. Pinjaman wajib dijamin oleh perusahaan penjaminan atau asuransi kredit (Pasal 24); sedangkan besaran premi ditentukan berdasarkan profil risiko debitur, namun tidak memengaruhi nilai subsidi yang diterima penyalur (Pasal 25).

    Ditegaskan bahwa subsidi tidak diberikan terhadap pinjaman macet, pinjaman yang jatuh tempo, atau pinjaman yang sudah diajukan klaim penjaminan (Pasal 20).

    Lebih lanjut, Menteri Keuangan menugaskan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melakukan pemantauan dan audit. Hasil temuan akan menjadi bahan pertimbangan Komite Kebijakan Kredit Program Perumahan dalam menentukan arah kebijakan ke depan (Pasal 27–28).

    Beleid ini juga mengatur transisi. Untuk 2025–2026, RTP masih disusun langsung oleh KPA Kredit Program Perumahan (Pasal 30). Mekanisme baru, yakni RTP oleh penyalur, akan berlaku penuh mulai Tahun Penyaluran 2028 (Pasal 29).

    “Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” jelas Pasal 31.

    Nasib PPN DTP 100%

    Pemerintah memastikan akan memperpanjang fasilitas pembebasan pajak perumahan berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi fiskal untuk mendorong sektor perumahan dan memperluas akses masyarakat terhadap hunian layak.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, fasilitas PPN DTP itu sudah berlaku 2025 dan akan diperpanjang hingga tahun depan. Target penerimanya adalah rumah tapak dengan harga maksimal Rp5 miliar. Nantinya, pemerintah akan menanggung PPN rumah tersebut sebesar maksimal Rp2 miliar. 

    “Kita berikan juga PPN DTP 100% untuk rumah komersil, rumahnya sampai Rp5 miliar, tetapi Rp2 miliar pertamanya diberikan PPN DTP 100%, dan itu sudah kita umumkan juga untuk diperpanjang sampai akhir tahun 2026,” kata Febrio usai rapat Komite Tapera di kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Jakarta, Rabu (24/9/2025) malam. 

    Febrio memastikan regulasi baru terkait perpanjangan insentif pajak ini akan diterbitkan dalam waktu dekat. Ia menegaskan proses penerbitan aturan tidak akan memakan waktu lama karena anggarannya telah tercantum dalam APBN 2026.

    “Ya dalam waktu dekat, tapi ini kan melanjutkan apa yang sudah ada, jadi nggak lama. 100% [ditanggung pemerintah],” jelasnya.

    Subsidi Bantuan Renovasi

    Selain fasilitas PPN DTP, pemerintah juga akan memperluas skema dukungan sektor perumahan melalui subsidi, bantuan renovasi, hingga berbagai program pembiayaan perumahan. Total rumah yang akan menerima berbagai bentuk bantuan diproyeksikan mencapai 770.000 unit pada 2026.

    Tahun ini, pemerintah telah menyalurkan insentif PPN DTP untuk sekitar 30.000 unit rumah komersial. Jumlah tersebut akan meningkat menjadi 40.000 unit pada 2026. Sementara itu, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ditargetkan menyasar 400.000 unit, dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 350.000 unit.

    “Tahun depan ini totalnya akan lebih tinggi, jadi sudah masuk di APBN 2026. Tahun depan [BSPS] 400.000 unit, lalu FLPP-nya 350.000, lalu rumah komersilnya [yang dapat PPN DTP] juga sekitar 40.000. Jadi tahun depan itu 770.000 [unit],” tutur Febrio

    Tetap Cermati Implikasinya

    Sementara itu, konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia memproyeksi kinerja penjualan rumah tapak di wilayah Jabodetabek bakal terakselerasi sepanjang 2025.

    Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim menjelaskan bahwa optimisme pasar itu sejalan dengan keputusan pemerintah memperpanjang implementasi insentif bebas PPN atau PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir 2025.

    “Memang dengan adanya perpanjangan insentif pajak 100% di sepanjang paruh kedua ini, diharapkan juga tetap dapat memberikan dampak positif terhadap penjualan rumah tapak di Greater Jakarta,” kata Yunus dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

    Meski demikian, JLL mengungkap terdapat tren pelemahan pasar dalam menyerap perumahan sepanjang semester I/2025. Sejalan dengan hal itu, suplai perumahan sepanjang paruh pertama juga menurun 49% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

    Yunus memperkirakan, pelemahan penjualan rumah itu terjadi di saat berakhirnya insentif PPN DTP 100% pada Juni 2025. Sehingga, terdapat gap implementasi bebas PPN yang baru kembali diimplementasikan pada Juli 2025.

    “PPN yang 100% itu sudah berakhir di bulan Juni, meskipun kita tahu di bulan Juli akhirnya kembali diperpanjang. Tapi ada gap yang akhirnya mungkin membuat pengembang juga tetap berhati-hati, memantau pergerakan pasar,” ujarnya.

  • Kurs Rupiah Terbang di Atas Asumsi Makro, APBN 2025 Aman?

    Kurs Rupiah Terbang di Atas Asumsi Makro, APBN 2025 Aman?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memastikan, tekanan kurs rupiah yang terus terjadi beberapa hari terakhir, bahkan kini sudah jauh melampaui asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam APBN 2025 akan dikelola supaya tak memberikan tekanan ke ruang fiskal.

    Mengutip data refinitiv, kurs rupiah per hari ini, Selasa (23/9/2025) pukul 14.46 WIB telah bertengger di level Rp 16.660/US$. Jauh di atas asumsi kurs dalam APBN 2025 yang sebesar Rp 16.000/US$.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, tekanan kurs saat ini yang terus bergerak dinamis masih dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global. Makanya, ia memastikan pemerintah akan terus mengelola stabilitas kurs sampai akhir tahun supaya besarannya tak melampaui asumsi.

    “Ini kan jadi dinamikanya sangat berfluktuasi kalau kurs itu, terdampak oleh kebijakan global juga, tapi kan kita jaga,” kata Febrio di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

    “Tahun ini misalnya kita muali di awal tahun cukup tinggi Rp 16.500-16.700. Pernah menguat juga ke Rp 16.200, sekarang balik lagi, ini adalah fluktuasi yang harus kita kelola,” tegasnya.

    Ia mengatakan, untuk membuat stabilitas kurs terjaga ke depan sesuai asumsi pemerintah dalam APBN dan tak berdampak pada pengelolaan fiskal secara keseluruhan, maka pemerintah akan mendorong kinerja ekspor lebih bergeliat ke depan, untuk menjaga surplus neraca perdagangan supaya pasokan dolar terjaga.

    “Kalau ekspor kita tumbuh lebih tinggi seperti sekarang, lebih besar dari impor, sehingga surplusnya tercipta, itu menyumbang pada penguatan rupiah,” papar Febrio.

    DI sisi lain, ia memastikan, aliran modal asing juga akan dijaga untuk terus masuk untuk memperkuat transaksi berjalan atau balance of payment supaya tidak mengalami tekanan yang dalam.

    “DI sisi lain kita ada capital flow, ada foreign direct investment, ada capital outflow untuk masuk ke portofolio atau keluar. Nah itu sisi financial accountnya ini yang setiap saat kita kelola, dan itu tentu bukan hanya pemerintah, kita juga koordinasi dengan kebijakan moneter. Kesimbangan itu kita kelola untuk fluktuasinya bisa cukup terjaga,” tutur Febrio.

    Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Luky Alfirman menambahkan, fluktuasi kurs tentu akan memengaruhi fiskal pemerintah, terutama dari sisi belanja subsidi energi.

    Namun, karena pengelolaan APBN masih dalam tahun berjalan, ia belum bisa mengungkapkan seberapa besar efeknya ke tekanan belanja subsidi. Luky hanya memastikan pemerintah masih sangat hati-hati dalam membelanjakan anggaran subsidi energi sampai akhir 2025.

    “Jadi kami masih ambil strategi yang hati-hati dan prudent. Pemerintah kan juga masih punya kewajiban ke BUMN penyedia listrik bersubsidi yang masih harus kita perhitungkan,” ungkap Luky.

    Sebagaimana diketahui, realisasi anggaran subsidi dan kompensasi hingga Agustus 2025 sudah senilai Rp 218 triliun, naik bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 208,6 triliun, dan jauh lebih tinggi dari 2023 senilai Rp 194,6 triliun.

    Realisasi subsidi dan kompensasi dipengaruhi oleh fluktuasi ICP, depresiasi nilai tukar rupiah, serta peningkatan volume BBM, LPG, listrik, dan pupuk bersubsidi.

    Berdasarkan rinciannya, realisasi BBM bersubsidi sudah mencapai 10,63 juta kiloliter per akhir Agustus 2025 atau lebih tinggi 3,5% dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 10,28 juta kiloliter.

    LPG 3kg bersubsidi juga telah tersalurkan 4.917,8 juta kilogram atau naik 3,6% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 4.744,7 juta kilogram.

    Adapun untuk konsumsi listrik bersubsidi sudah dimanfaatkan oleh 42,4 juta pelanggan atau naik 3,8% dibanding periode yang sama pada 2024 sebanyak 40,9 juta pelanggan.

    Subsidi pupuk mengalami peningkatan lebih tinggi mencapai 12,1% dari akhir Agustus 2024 hanya sebanyak 4,4 juta ton, menjadi 5 juta ton per 31 Agustus 2025.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • APBN 2026 Tembus Rp3.842 T, Kemenkeu: Rp2.070 T Langsung ke Rakyat

    APBN 2026 Tembus Rp3.842 T, Kemenkeu: Rp2.070 T Langsung ke Rakyat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memastikan 53,87% anggaran belanja negara akan dinikmati secara langsung oleh masyarakat, yakni senilai Rp 2.070 triliun dari total Rp 3.842,7 triliun.

    Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, belanja negara yang akan dinikmati langsung oleh masyarakat itu terdiri dari porsi yang ada di pos anggaran belanja pemerintah pusat, dan transfer ke daerah.

    Dari porsi belanja pemerintah pusat pada 2026 yang sebesar Rp 3.149,7 triliun, ia mengatakan, Rp 1.377 triliun nya akan dinikmati masyarakat melalui berbagai program prioritas pemerintah. Sisanya, berasal dari transfer ke daerah Rp 693 triliun.

    “Jadi kita punya Rp 693 triliun, tetapi kita juga punya Rp1.377 triliun yang manfaatnya langsung ke masyarakat. Jadi ini kita melihat bahwa APBN dan APBD itu adalah satu kesatuan untuk melaksanakan program-program pemerintah pusat maupun daerah,” kata Febrio di kawasan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

    Febrio memastikan, dengan gelontoran anggaran itu pemerintah ingin memastikan pertumbuhan ekonomi ke depan menjadi lebih cepat, dan bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.

    Oleh sebab itu, ia mengatakan, pemerintah mendesain lebih lebar target defisit APBN pada 2026 dari semula dirancang senilai Rp 638,8 triliun atau setara 2,48% PDB menjadi Rp 689,1 triliun yang setara 2,68% PDB.

    Pelebaran defisit itu terjadi karena target belanja negara naik dari semula hanya sebesar Rp 3.786,5 triliun menjadi Rp 3.842,7 triliun. Sementara itu, target pendapatan negara naiknya sedikit dari rancangan awal Rp 3.147,7 triliun menjadi Rp 3.153,6 triliun.

    Meski mengalami pelebaran defisit, Febrio mengingatkan bahwa angkanya masih jauh lebih rendah dari proyeksi defisit APBN 2025 yang mencapai 2,78% dari PDB atau senilai Rp 662 triliun.

    “Jadi ini justru sedikit menunjukkan lagi kehati-hatian pemerintah untuk kondisi fiskal. Tetapi kita melihat kebutuhan untuk pertumbuhan ekonomi dan juga baik di pusat maupun belanja di daerah itu tetap menjadi prioritas,” tegasnya.

    Sebagaimana diketahui, Tim Ekonom Bank Mandiri sebelumnya juga telah memperkirakan, setidaknya ada dana Rp 1.377 triliun dalam APBN 2026 yang manfaatnya bisa langsung dinikmati masyarakat.

    “Kita melihat APBN masih akan mendukung ekonomi, terutama dari sisi konsumsi dan investasi,” kata Kepala Departemen Riset Ekonomi Makro dan Pasar Keuangan Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina dalam acara Mandiri Macro and Market Brief 3Q25 Indonesia Economic Outlook, Kamis (28/8/2025).

    Dari total belanja yang langsung dinikmati masyarakat itu, tim ekonom Bank Mandiri mencatat, setidaknya terbagi ke dalam 18 program prioritas pemerintah.

    Berikut ini daftar rincian program pemerintah yang langsung ke dompet rakyat:

    1 Subsidi Energi & Kompensasi Rp 381 triliun atau 10,1% dari total belanja.

    2 Makanan Bergizi Gratis Rp 335 triliun atau 8,8% dari total belanja

    3 Subsidi Non-Energi termasuk KUR dan Subsidi Pupuk Rp 109 triliun atau setara 2,9% dari total belanja

    4 Bantuan Pendidikan (Beasiswa PIP/KIP dan lainnya) Rp 89 triliun atau setara 2,3% dari total belanja

    5 Koperasi Desa Merah Putih Rp 83 triliun atau 2,2% dari total belanja

    6 Bantuan Iuran Asuransi Kesehatan Rp 69 triliun atau 1,8% dari total belanja

    7 TPG/TPD untuk Non-PNS Rp 64 triliun atau 1,7% dari total belanja

    8 Perumahan Rp 49 triliun setara 1,3% dari total budget

    9 Kartu Sembako (BPNT) Rp 44 triliun atau setara 1,2% dari total budget

    10 Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 29 triliun atau setara 0,8% dari total budget

    11 Bulog dan Cadangan Pangan Rp 29 triliun setara 0,8% dari total budget

    12 Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggulan Garuda Rp 28 triliun atau 0,7% dari total budget

    13 Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Rp 25 triliun atau setara 0,7% dari total budget

    14 Renovasi/Rehabilitasi Sekolah Rp 23 triliun atau 0,6% dari total anggaran belanja

    15 Lumbung Pangan Rp 22 triliun atau setara 0,6% dari total belanja

    16 Bendungan & Irigasi Rp 12 triliun atau setara 0,3% dari total belanja

    17 Pemeriksaan Kesehatan Gratis & TB, Revitalisasi Rumah Sakit Rp 7 triliun atau setara 0,2$ dari total budget

    18 Kampung Nelayan Nasional & Program Garam Rp 7 triliun atau setara 0,2% dari total belanja

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Dilema Pajak Minimum Global 15%, Antara Kepentingan Investasi dan Penerimaan

    Dilema Pajak Minimum Global 15%, Antara Kepentingan Investasi dan Penerimaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih mengkaji insentif alternatif untuk menggoda perusahaan multinasional menanamkan modal di Indonesia, lantaran tax holiday/allowance menjadi tidak relevan pasca penerapan pajak minimum global 15%.

    Adapun, Indonesia resmi menerapkan pajak minimum global sejak awal tahun ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2024.

    Aturan yang sudah diterapkan puluhan negara lain itu mengharuskan penerapan pajak sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan pendapatan global tahunan di atas 750 juta euro. Dengan demikian, persaingan antarnegara untuk menetapkan tarif pajak rendah (race to the bottom) demi menarik investasi bisa ditekan. 

    Masalahnya, selama ini Indonesia merupakan negara yang memberikan insentif pengurangan pajak hingga penghapusan pajak (tax allowance dan tax holiday) kepada perusahaan yang berinvestasi ke Indonesia sehingga tarif efektif pajak penghasilan (PPh) yang dibayarkan sangat rendah atau di bawah 15%.

    Penerapan pajak minimum global 15% di Indonesia pun membuat insentif tax allowance dan tax holiday menjadi kurang menarik atau bahkan tak relevan. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya mencari jenis insentif lagi agar perusahaan multinasional tetap tertarik berinvestasi di Indonesia.

    Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menjelaskan insentif pajak yang sedang disiapkan pemerintah bertujuan untuk memperkuat yang sudah ada.

    “Jadi hilirisasinya makin bagus, makin dalam, otomatis distribusi manfaatnya juga makin oke. Kita lagi rancang itu,” ujar Bimo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    Kendati demikian, dia belum mau mendetailkan insentif pengganti tax holiday hingga tax allowance itu. Bimo meminta setiap pihak bersabar.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa pemerintahan masih memantau perkembangan negara lain. Dengan demikian, insentif pengganti yang ditawarkan Indonesia bisa tetap bersaing dibandingkan negara lain.

    “Jadi kita akan selalu membandingkan dengan negara-negara lain juga. Karena kita kan pasti harus melihat ketertarikannya dibandingkan banyak negara lain,” jelas Febrio di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa tidak semua insentif terkena dampak penerapan pajak minimum global. Menurutnya, insentif berbasis pengeluaran (expenditure-based) seperti immediate expensing maupun accelerated depreciation relatif lebih aman dibandingkan insentif berbasis penghasilan (income-based).

    Selain itu, instrumen berupa Qualified Refundable Tax Credit (QRTC) juga dinilai lebih kompatibel dengan aturan pajak minimum global. Skema ini memengaruhi besaran Adjusted Global Income alih-alih Adjusted Covered Tax sehingga tidak terlalu menekan tarif efektif perusahaan.

    “Di Asean sendiri, Singapura yang bergerak paling cepat, yang pada 2024 lalu sudah mengeluarkan kebijakan QRTC bernama Refundable Investment Credit [RIC]. Saya kira, kita bisa mengikuti langkah dari Singapura tersebut,” tutup Fajry.

    Persaingan dengan Negara Lain

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengindikasikan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan ulang penerapan pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) 15% terutama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

    Susi tidak menampik bahwa pemerintah sudah resmi menerapkan pajak minimum global mulai tahun ini seperti amanat PMK No. 136/2024. Kendati demikian, Kemenko Perekonomian masih berdiskusi lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan terkait aturan itu.

    “Terkait dengan GMT, kita sedang diskusi dengan Kemenkeu karena sudah ada PMK-nya. Cuma, kan, sama dengan negara lain, pemberlakuannya kan masih kita pertimbangkan lagi. Negara-negara lain kan juga,” ujar Susi usai konferensi pers perkembangan KEK di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

    Susi menjelaskan bahwa negara-negara pesaing Indonesia menawarkan insentif pajak yang menarik di KEK-nya. Padahal, Indonesia juga tetap ingin menarik investasi asing lewat KEK.

    Dia merincikan, KEK di Thailand menawarkan penurunan tarif pajak penghasilan badan (CIT) 20% berdasarkan usahanya; pembebasan pajak usaha; insentif pajak untuk usaha pendukung industri 4.0; insentif maksimum untuk teknologi maju, litbang (R&D), robotika; dan pengurangan pajak investasi 70%—100% selama 5—10 tahun.

    Kemudian KEK di Malaysia menawarkan pengurangan pajak investasi 70%—100% selama 5 tahun; insentif reinvestasi 60% hingga 10 tahun berturut-turut; hingga insentif khusus untuk sektor strategis seperti manufaktur, ketahanan pangan, industri hijau.

    KEK di Vietnam menawarkan pengurangan pajak penghasilan badan 10% untuk proyek investasi besar, preferensi tarif CIT (10%–17%) hingga 15 tahun, pembebasan pajak 50% hingga 4 tahun, diskon pajak untuk 9 tahun berikutnya, hingga pembebasan bea impor dan masuk.

    Lalu KEK di Filipina menawarkan perusahaan ekspor penghapusan pajak penghasilan 4—7 tahun (bisa diperpanjang); pengurangan pajak tambahan hingga 10 tahun (biaya pelatihan, riset, bahan baku); perusahaan domestik dapat penghapusan pajak penghasilan 4—7 tahun; dan pengurangan pajak tambahan selama 5 tahun.

    Sementara KEK di India menawarkan insentif untuk perusahaan ekspor berupaya penghapusan pajak penghasilan 4—7 tahun dan tarif pajak penghasilan badan khusus (diskon 5%) atau pengurangan pajak tambahan hingga 10 tahun; perusahaan domestik mendapatkan penghapusan pajak penghasilan 4—7 tahun dan pengurangan pajak tambahan selama 5 tahun.

    Sementara itu, luas kawasan KEK di Thailand yang mencapai 622.000 hektare, Malaysia yang capai 2,14 juta hektare, Vietnam yang capai 1,62 Ha, Filipina yang capai 70.476 hektare, dan India yang capai 39.205,73 hektare. Sebagai perbandingan, Indonesia baru mempunyai KEK dengan total luas wilayah 23.797,88 hektare.

    “Jadi sebenarnya kalau kita lihat potensi pengembangan KEK kita masih sangat besar, khususnya untuk mendorong pengembangan dari luasan area maupun bentuk-bentuk insentif fiskal maupun non fiskal yang masih bisa kita kembangkan lagi ke depan,” simpul Susi.

  • Menkeu Mau Suntik Perbankan Rp200 Triliun pakai Skema Penempatan SAL

    Menkeu Mau Suntik Perbankan Rp200 Triliun pakai Skema Penempatan SAL

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut dana pemerintah yang rencananya dipindahkan dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan sebesar Rp200 triliun berdasarkan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). 

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, pihaknya saat ini masih menyiapkan skema penempatan dana pemerintah itu ke perbankan guna meningkatkan likuiditas. Belum ada perbankan maupun industri keuangan yang ditentukan bakal menerima guyuran likuiditas tersebut.

    Namun, skema penempatan dana itu rencananya bakal mengikuti skema penempatan SAL sebesar Rp83 triliun dari kas di BI untuk disalurkan ke perbankan guna pembiayaan program Koperasi Desa Merah Putih. 

    “Seperti misalnya kan kami sedang menyiapkan penempatan dana untuk KDMP [Koperasi Desa Merah Putih], nah itu peraturannya kan sedang difinalisasi. Jadi itu nanti akan mirip tata kelolanya, tetapi intinya kan kami ingin mempercepat penambahan likuiditas di perekonomian, sehingga itu nanti bisa menjadi kredit yang disalurkan untuk menggerakkan perekonomian,” jelasnya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025). 

    Febrio menyebut, penempatan dana pemerintah yang disimpan di BI ke perbankan adalah keputusan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Bendahara Negara baru itu disebut memandang pemerintah masih memiliki likuiditas yang bisa disalurkan ke perbankan untuk program-program kebijakan fiskal lainnya.

    Kemenkeu pun berencana untuk membuat aturan lebih lanjut agar dana tersebut disalurkan menjadi kredit, bukan ditempatkan perbankan kepada instrumen SBN. 

    “Itu nanti kami pastikan, tapi memang betul bahwa kalau kami melakukan penempatan dana, dalam hal ini kan kami ingin supaya itu digunakan untuk menciptakan kredit. Tentunya kami enggak mau perbankannya nanti menggunakan untuk beli SBN, itu tentunya counter productive. kami siapkan peraturannya,” tegas pria yang dulu memegang jabatan sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu. 

    Saat ditanya apabila Rp200 triliun dimaksud sama dengan Rp83 triliun untuk Kopdes, Febrio menyebut semuanya adalah untuk program pemerintah. Nantinya, penggunaan dana-dana yang ditempatkan itu bakal dilakukan secara pooling. 

    “Nanti kami detailkan. Tapi ini intinya adalah kami punya SAL dan juga SILPA  yang kami simpan di Bank Indonesia, tadi diarahkan agar dialirkan ke perbankan agar bisa menciptakan kredit,” tuturnya. 

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya Sadewa menyebut pemerintah akan menyuntik sistem keuangan Tanah Air dengan dana pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia (BI). 

    “Saya sudah lapor ke Presiden, ‘Pak saya akan taruh uang ke sistem perekonomian. Berapa? Saya sekarang punya Rp425 triliun di BI, cash besok saya taruh Rp200 triliun’,”  ungkapnya. 

    Ke depan, uang yang disuntikkan ke perbankan itu diminta agar BI tidak menyerapnya lagi. Harapannya, kebijakan fiskal untuk menghidupkan sektor swasta itu bisa menghidupkan perekonomian lagi. Lalu, dia juga akan mendorong belanja pemerintah agar bisa berjalan lebih baik. 

  • Bank Indonesia: Tarif 19% Trump Bakal Dongkrak Ekspor Impor

    Bank Indonesia: Tarif 19% Trump Bakal Dongkrak Ekspor Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengungkapkan kesepakatan tarif Trump 19% antara AS dan Indonesia bakal mampu mendongkrak ekspor maupun impor Tanah Air. 

    Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) Firman Mochtar melihat terdapat potensi peningkatan perdagangan kedua negara. Terlebih terdapat beberapa komoditas impor dapat mendorong kegiatan ekonomi domestik. 

    Meski demikian, Firman tak menjelaskan lebih lanjut komoditas impor dari AS apa yang bakal mendorong ekonomi dalam negeri tersebut.

    “Jadi ekspornya akan lebih baik dari baseline kami. Impornya ini kami melihat bisa mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi domestik,” jelasnya dalam Taklimat Media, Kamis (24/7/2025). 

    Selain berdampak positif terhadap perdagangan, Firman menyampaikan dengan kesepakatan kedua negara ini semakin memberikan nuansa kepastian. Bukan hanya bagi Indonesia, tetapi secara global karena tarif bagi negara lain juga perlahan turun.

    Harapan Firman, kondisi ini berdampak positif terhadap aliran modal Indonesia. Terkini, terjadi pergeseran aliran modal keluar dari AS ke Eropa dan negara berkembang termasuk Indonesia, serta komoditas yang dianggap aman seperti emas, terus berlanjut sejalan dengan meningkatnya risiko ekonomi AS, termasuk risiko fiskal.

    Perkembangan ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY).

    Lebih jauh lagi, kondisi tersebut akan turut memberikan efek terhadap nilai tukar yang lebih baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Untuk diketahui, pengumuman kesepakatan tarif 19% dirilis pada Rabu (16/7/2025) dini hari, bertepatan dengan hari kedua Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan kebijakan moneter—termasuk suku bunga acuan atau BI Rate.

    Firman bercerita, bank sentral belum sempat melakukan kalkulasi dampak penurunan tarif dari 32% ke 19% tersebut secara menyeluruh.

    “Kita lihat nanti ya, kami masih hitung [dampaknya],” lanjut Firman.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan kesepakatan tarif impor AS sebesar 19%—yang masih berpotensi lebih rendah—serta IEU-CEPA dapat menjadi momentum untuk mengerek pertumbuhan ekonomi menuju 5%.

    Melalui tarif yang lebih rendah dari kebanyakan negara lainnya dan ditambah dengan proyeksi ekspor semester II/2025 yang lebih tangguh, Febrio meyakini ekonomi Indonesia dapat semakin mendekati outlookpemerintah yang sebesar 5% untuk tahun ini.  Untuk itu, pemerintah perlu memanfaatkan adanya kesepakatan dagang dengan AS maupun Eropa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

    “Kami melihat peluang pertumbuhan ekonomi akan menuju ke sekitar 5%, [ada] peluang untuk mendorong lebih cepat lagi karena ada momentum dengan keberhasilan tim untuk negosiasi [tarif],” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin (21/7/2025). 

  • Buka Blokir Efisiensi, Kemenkeu Harap Ekonomi Kuartal II/2025 Tumbuh Lebih dari 4,7%

    Buka Blokir Efisiensi, Kemenkeu Harap Ekonomi Kuartal II/2025 Tumbuh Lebih dari 4,7%

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mengestimasikan ekonomi kuartal II/2025 dapat tumbuh lebih dari 4,7%. Keyakinan ini setelah bendahara negara membuka tanda bintang tanda pembukaan anggaran karena efisiensi diakhiri.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa pemerintah telah berusaha untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II/2025. 

    Hal tersebut dilakukan melalui belanja pemerintah berupa penyaluran stimulus fiskal, mulai dari diskon transportasi, Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga tambahan bantuan pangan yang totalnya mencapai Rp24,4 triliun.

    “Dengan stimulus yang kita launching kemarin di kuartal kedua, kami berharap akan dapat lebih baik dari 4,7%,” ujarnya di kompleks parlemen, Selasa (15/7/2025). 

    Febrio menyampaikan dengan perlambatan global yang tengah dihadapi saat ini, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 4,7% pada 2025. Sementara dengan adanya stimulus dan peningkatan belanja tersebut, ekonomi juga dapat terungkit. 

    Meski demikian, belanja pemerintah yang diharapkan lebih baik ketimbang kuartal I/2025 yang mengalami kontraksi imbas efisiensi tetap sulit untuk mengerek naik produk domestik bruto tumbuh di atas 5%. 

    “[Konsumsi pemerintah] tentu dorong pertumbuhan ekonomi. Tujuannya kita memberikan stimulus kan untuk menjaga momentumnya. Jadi kita dorong untuk bisa lebih mendekati ke 5%,” lanjutnya. 

    Maklum, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,87% year on year (YoY) dan konsumsi pemerintah kontraksi 1,38% pada kuartal I/2025. Terlebih ada efek high base pada kuartal I/2024 karena terselenggaranya Pemilu. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan outlook pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5%. Angka tersebut lebih rendah dari asumsi APBN 2025 sebesar 5,2%. Sri Mulyani menjelaskan semua lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7% pada 2025. 

    Meski demikian, sambungnya, pemerintah akan mencoba melakukan berbagai langkah untuk memitigasi agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di 5%. 

    “Kita perlu tetap waspada terhadap risiko global sehingga outlook 5% dimaksimalkan untuk tetap bisa dicapai,” ujar Sri Mulyani dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (1/7/2025). 

    Bendahara negara itu menyatakan otoritas akan menjaga pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan instrumen fiskal yang ada untuk melakukan counter cyclical. Artinya, pemerintah akan melakukan belanja yang lebih besar ketika ekonomi sedang lesu.