Tag: Febrie Adriansyah

  • Penunggak Pajak Besar Ditindak Satgas PKH, Purbaya Terima Tambahan Rp2,2 Triliun

    Penunggak Pajak Besar Ditindak Satgas PKH, Purbaya Terima Tambahan Rp2,2 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tergabung dalam Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) meraup tambahan penerimaan pajak sekitar Rp2,2 triliun dari wajib pajak (WP) korporasi berbagai provinsi. Mereka termasuk dari 201 penunggak pajak besar dengan tunggakan triliunan rupiah. 

    Untuk diketahui, satgas bentukan Presiden Prabowo Subianto itu bertugas untuk menertibkan kawasan hutan termasuk di sektor pertambangan dan melakukan penguasaan kembali kawasan dimaksud ke pangkuan negara. Para korporasi yang ditindak itu diduga melanggar aturan di kawasan hutan maupun terlibat dalam pertambangan ilegal.

    Berdasarkan penyerahan hasil penguasaan kembali kawasan hutan kepada negara pada tahap I-IV, terdapat 1,53 juta hektare lahan yang diserahkan ke BUMN Agrinas. 

    Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto memaparkan dari 1,53 hektare yang sudah diserahkan ke Agrinas, otoritas fiskal turut menindak sebanyak 352 WP yang selama ini tidak patuh menunaikan kewajiban pajaknya.

    Pada media gathering yang digelar di Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Bali, Selasa (25/11/2025), Bimo menyebut pihaknya menerima pembayaran pajak meliputi PPh, PPN, PBB dan pajak lainnya hingga Rp2,2 triliun. 

    “Ada 352 wajib pajak yang kami tindaklanjuti dari sisi PPh-nya, PPN, serta PBB, itu ada kenaikan sekitar Rp2,2 triliun dari posisi di tanggal yang sama tahun lalu,” jelasnya kepada wartawan, dikutip Kamis (27/11/2025). 

    Dia memerincikan bahwa penerimaan pajak Rp2,2 triliun tersebut berasal dari 352 WP korporasi yang ditindak oleh Satgas PKH. Terdapat peningkatan penerimaan pajak dari ratusan WP tersebut sebesar 14,79% YoY berdasarkan realisasi dari 9 Oktober 2024 ke 9 Oktober 2025. 

    Secara terperinci, PPh, PPN, dan PBB yang mereka bayarkan apabila dibandingkan sampai dengan 9 Oktober 2024, atau sebelum adanya Satgas PKH, hanya sebesar Rp15,02 triliun. 

    Setelah serangkaian penindakan yang dilakukan para WP itu telah membayarkan Rp2,2 triliun kekurangan pajak yang seharusnya mereka setorkan ke negara. 

    Bimo mengungkap bahwa setoran pajak triliunan rupiah dari penindakan Satgas PKH itu juga termasuk dari 201 penunggak pajak besar yang ditindak Kemenkeu. Sampai dengan 24 November 2025, otoritas pajak telah mencairkan Rp11,99 triliun dari penunggak pajak besar itu. 

    “Jadi, sebagian dari sini yang menyumbang ke Rp11 triliun yang kami kumpulkan dari 201 wajib pajak,” lanjut Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu. 

    Berdasarkan keterangan sebelumnya dari Satgas PKH September 2025 lalu, saat itu realisasi penguasaan kembali lahan kawasan hutan oleh negara mencapai 3,32 juta hektare atau 300% dari target awal 1 juta hektare. Seluas 1,5 juta hektare diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), dan 81.793 hektare ke Kementerian Lingkungan Hidup sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. 

    Atas penguasaan kembali lahan tahap sebelumnya, Kemenkeu disebut menaksir nilai indikasi aset mencapai Rp150 triliun. Selain itu, kontribusi terhadap penerimaan negara telah tercatat melalui 

    – Setoran escrow account: Rp325 miliar;

    – Penyetoran pajak hingga 31 Agustus 2025: Rp184,82 miliar;

    – Nilai kontrak: Rp2,34 triliun dengan laba bersih Rp1,32 triliun;

    – Tambahan penerimaan negara berupa pajak PBB dan Non-PPP sebesar Rp1,21 triliun per 8 September 2025.

    Ketua Pelaksana Satgas PKH yakni Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyampaikan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari kerja sama lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan seluruh pihak terkait.

    Dia juga menegaskan bahwa Presiden telah menandatangani perubahan PP No.24/2021, yang membuka jalan bagi perhitungan dan penagihan denda administratif kepada subjek hukum terkait penguasaan kembali kawasan hutan.

  • Prabowo Rebut 3,2 Juta Ha Kebun Sawit Ilegal, 2 Ha Diberikan per Orang

    Prabowo Rebut 3,2 Juta Ha Kebun Sawit Ilegal, 2 Ha Diberikan per Orang

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden RI Prabowo Subianto mengungkapkan keberhasilan pemerintah dalam menguasai kembali 3,2 juta hektare kebun sawit yang bermasalah.

    Prabowo menjelaskan, kebun sawit tersebut sebelumnya tidak tertib dan melanggar kewajiban. Kini, lahan-lahan itu kembali menjadi milik negara dan akan dikelola secara partisipatif untuk rakyat. 

    “Kita bagi 2 hektare per orang untuk dikelola rakyat, bukan korporasi besar. Ini bentuk ekonomi kekeluargaan, kuat tarik yang lemah, sama-sama meraih kemakmuran,” ucap Prabowo saat menghadiri Penutupan Munas Ke-6 PKS di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Senin (29/9/2025).

    Selain itu, dia juga mengumumkan rencana pembangunan tanggul laut sepanjang 535 km di Pantura Jawa untuk melindungi 50 juta warga dan kawasan industri dari ancaman rob.

    Prabowo menyebut proyek tanggul laut ini diperkirakan memakan waktu 20–25 tahun, tetapi penanganan harus dimulai segera sebagai langkah keberanian dan keputusan strategis pemerintah.

    Selain itu, dalam APBN 2026 yang baru disetujui, pemerintah mengalokasikan Rp1.377 triliun langsung ke rakyat melalui program PKH, beasiswa, sembako, bantuan iuran BPJS, renovasi sekolah, cek kesehatan, dan program lainnya.

    Prabowo menekankan bahwa langkah ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam melindungi kepentingan rakyat dan menjaga keadilan ekonomi. 

    “Pemerintah Indonesia yang sekarang tidak gentar menegakkan UUD dan semua perundangan, memastikan kekayaan negara dikelola untuk kesejahteraan rakyat,” tegas Prabowo.

    Diberitakan sebelumnya, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah menguasai kembali lahan ilegal seluas 3,31 juta hektare hingga Agustus 2025.

    Ketua Pelaksana Satgas PKH RI Febrie Adriansyah mengatakan pelaksanaan penertiban kawasan hutan itu berdasarkan perintah Presiden Prabowo Subianto melalui Perpres No.5/2025.

    “Itu telah kita kuasai seluruhnya sebesar 3.314.022,75 hektare,” ujar Febrie di Kejagung, Kamis (28/8/2025).

    Jampidsus Kejagung RI itu merincikan dari penguasaan hutan itu total lahan ilegal 915.206 telah diserahkan ke Kementerian terkait. 

    Dari ratusan ribu hektare itu, ada 833.413 hekare diserahkan ke PT Agrinas. Sisanya, 81.793 hektare lahan yang dikuasai telah dialihfungsikan menjadi kawasan hutan di Taman Nasional Teso Nilo.

    “Ini sudah kami serahkan kepada kementerian terkait seluas 915.206,46 hektare dan oleh kementerian terkait diserahkan ke PT Agrinas seluas 833.413,46 hektare,” imbuhnya.

    Adapun, sisa lahan yang sudah dikuasai oleh Satgas PKH sebesar 2,39 juta hektare masih berada perlu dilengkapi administrasinya. Setelah dinyatakan lengkap, kata Febrie, 2,39 juta lahan itu bakal diserahkan ke Kementerian terkait.

    “Sisanya penguasaan belum diserahkan seluas 2.398.816,29 hektare. Saat ini kami sedang melengkapi administrasinya,” pungkasnya.

  • Duduk Perkara Satgas PKH Tertibkan Sebagian Tambang Nikel Milik Eramet-Tsingshan

    Duduk Perkara Satgas PKH Tertibkan Sebagian Tambang Nikel Milik Eramet-Tsingshan

    Bisnis.com, JAKARTA — Satgas Perlindungan Kawasan Hutan (PKH) mengungkap duduk perkara penertiban sebagian lahan tambang milik PT Weda Bay Nickel yang berlokasi di wilayah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Maluku Utara.

    Untuk diketahui, saham PT Weda Bay Nikel dimiliki 90% oleh Strand Minerals dan 10% oleh PT Antam Tbk. Adapun, Eramet Group (Prancis) mengempit 43% saham dari Strand Minerals, sementara 57% sisanya dimiliki oleh Tsingshan Group (China).

    Berdasarkan keterangan resmi TNI, Satgas PKH menemukan bahwa perusahaan tersebut melakukan pembukaan lahan tambang di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

    PT Weda Bay Nickel terbukti membuka lahan seluas 148,25 hektare tanpa izin. Satgas PKH menetapkan areal tersebut sebagai objek yang dikuasai negara dan menjatuhkan sanksi denda administratif. Pada 11 September 2025, Satgas PKH resmi mengambil alih lahan tersebut untuk dipulihkan fungsi hutannya.

    Selain Weda Bay Nickel, Satgas juga menertibkan lahan milik PT Tonia Mitra Sejahtera yang berada di Sulawesi Tenggara.

    PT Tonia Mitra Sejahtera juga diduga melakukan pelanggaran serupa dengan luas lahan 172,82 hektare. Lahan tersebut kini ditetapkan sebagai objek yang dikuasai negara, sementara perusahaan dikenakan sanksi denda sesuai aturan yang berlaku.

    “Terhadap kedua perusahaan itu sudah kami tertibkan dan kami tindak,” kata Ketua Pelaksana Harian Satgas PKH Febrie Adriansyah di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (12/9/2025) lalu.

    Febrie juga mengemukakan total lahan tambang ilegal yang masuk radar Satgas PKH adalah seluas 4.265.376,32 hektare dan luas lahan tersebut dikuasai oleh 72 perusahaan di Indonesia

    “51 perusahaan sudah teridentifikasi dan 21 perusahaan baru tahap verifikasi,” ujarnya.

    Febrie memastikan bahwa Satgas PKH tidak akan berhenti hanya pada dua korporasi saja, tetapi akan terus dikembangkan. “Kita akan terus kembangkan dan tindaklanjuti,” tuturnya.

    Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dan TNI dalam penegakan hukum, pemulihan kawasan hutan, serta memastikan pemanfaatan sumber daya alam berjalan sesuai peraturan demi keadilan, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

  • Satgas PKH Kuasai 674.178 Ha Lahan dari 245 Korporasi

    Satgas PKH Kuasai 674.178 Ha Lahan dari 245 Korporasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) kembali menguasai 674.178,44 hektare lahan yang berasal dari 245 korporasi di 15 provinsi Indonesia.

    Ketua Satgas PKH, Febrie Adriansyah mengemukakan penguasaan lahan tersebut menambah jumlah total lahan yang dikuasai sejak Satgas PKH dibentuk delapan bulan lalu.

    Febrie membeberkan total kawasan hutan yang telah berhasil dikuasai kembali Satgas PKH sejak dibentuk mencapai 3.325.133,20 hektare atau lebih dari 300% dari target yang telah ditetapkan yaitu 1 juta hektare. 

    “Alhamdulilah pada hari ini Satgas PKH kembali kembali menyerahkan lahan hutan tahap 4 seluas 674.178,44 hektare. Jadi di tahap keempat ini akan ada tambahan luasan kebun sawit yang kita serahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara untuk dikelola,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (12/9).

    Febrie membeberkan dari total 3.325.133,20 hektare yang telah dikuasai Satgas PKH itu, 1.507.591,9 di antaranya diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara. Sementara itu menurut Febrie, 81.793 hektare diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup.

    “Nantinya lahan itu dijadikan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo,” kata Febrie.

    Febrie juga menegaskan Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan revisi peraturan pemerintah mengenai sanksi administrasi pelanggaran kawasan hutan. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2024 Tahun 2021.

    “Bahwa dari Sekretariat Negara pada 10 September 2025 perubahan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif bidang kehutanan PP 24 Tahun 2021 telah ditandatangani oleh Presiden,” ujarnya.

    Atas dasar itu, Febrie menegaskan Satgas PKH bakal menindak semua pelaku yang melakukan pelanggaran dalam penggunaan kawasan hutan baik itu pelaku perorangan maupun korporasi.

    “Sehingga, secepatnya setelah kami terima perubahan ini, Satgas PKH konsentrasi dan serius fokus untuk melakukan perhitungan dan penagihan terhadap subjek hukum yang telah dilakukan penguasaan kembali,” tuturnya.

  • Satgas PKH Kembali Serahkan 674.178,44 Hektare Penguasaan Lahan ke Negara – Page 3

    Satgas PKH Kembali Serahkan 674.178,44 Hektare Penguasaan Lahan ke Negara – Page 3

    Sebelumnya, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyatakan, penegakan hukum terhadap penguasaan kawasan hutan untuk kepentingan usaha saat ini lebih mengedepankan pendekatan administratif dan pemulihan hak negara, ketimbang langsung membawa kasus ke ranah pidana.

    “Perlu dipahami oleh seluruh masyarakat bahwa penegakan hukum dalam melakukan penertiban kawasan hutan yang digunakan untuk usaha perkebunan dan eksploitasi pertambangan bukanlah membawa penguasaan tersebut ke ranah pidana,” tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Kamis 28 Agustus 2025.

    Menurut Kepala Pelaksana Satgas Pangan itu, penertiban yang mulai dilakukan pada 1 September 2025 itu merupakan bagian dari implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025. Melalui regulasi tersebut, pelaku usaha yang selama ini mengelola kawasan hutan secara ilegal diwajibkan mengembalikan keuntungan kepada negara, tanpa terlebih dahulu dikenakan sanksi pidana.

    “Penegakan hukum berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 ini diharapkan dapat diterima dan disambut baik secara positif oleh seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan pengusaha tambang yang terkena operasi,” ucap dia.

    Namun begitu, dia menegaskan bahwa pendekatan persuasif dan administratif itu memiliki batas waktu. Jika proses penertiban melalui Perpres Nomor 5 Tahun 2025 telah selesai namun masih ada pelaku usaha yang menyalahi aturan, maka terancam penegakan hukum secara pidana.

    “Sementara apabila pelaksanaan penertipan ini dengan menggunakan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tidak kunjung selesai, maka sesuai target kerja Satgas PKH kami tetap akan melakukan proses pidana,” Febrie menandaskan.

  • Bahlil Angkat Bicara soal 4,2 Juta Hektare Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

    Bahlil Angkat Bicara soal 4,2 Juta Hektare Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia merespons temuan Satuan Tugas (Satgas) Penataan Kawasan Hutan (PKH) yang mengungkap adanya aktivitas tambang ilegal seluas 4,2 juta hektare di kawasan hutan.

    Bahlil menegaskan pihaknya sudah menyerahkan persoalan tersebut sepenuhnya kepada Satgas PKH untuk ditindaklanjuti. Ia menjelaskan, temuan tambang ilegal di kawasan hutan terbagi dalam tiga kategori.

    “Itu kan yang ditata itu adalah areal-areal yang di dalam kawasan hutan. Ada tiga kriterianya: mereka melakukan penambangan di areal hutan yang tidak ada IUP-nya, tidak ada IPPKH-nya. Jadi ini illegal mining,” katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/8/2025).

    Bahlil mengatakan penataan penambangan tersebut mencakup: pertama, tambang yang ada di dalam kawasan hutan tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Kedua, penambangan di kawasan hutan yang memiliki IUP tetapi tidak mengantongi IPPKH.

    “Yang ketiga, mereka melakukan penambangan di kawasan hutan ada IUP-nya, ada IPPKH-nya, tapi kuota IPPKH-nya dilanggar. Contoh dia mendapatkan hanya 100 hektare, tapi dia melakukan penambangan lebih dari 100 hektare, mungkin 150 hektare atau 200 hektare. Lebih teknisnya silakan tanyakan ke Satgas,” katanya.

    Sebelumnya, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menemukan ada sekitar 4,2 juta hektare lahan pertambangan ilegal. Jutaan hektare lahan tambang itu berada di dalam kawasan hutan tanpa izin.

    “Satgas PKH telah mengidentifikasi lahan seluas 4.265.376,32 hektare yang tidak memiliki IPPKH atau izin pinjam pakai kawasan hutan,” kata Ketua Pelaksana

    Satgas PKH, Febrie Adriansyah, dalam jumpa pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2025) dikutip dari detikNews.

    Febrie belum membeberkan di mana tepatnya lokasi tambang ilegal di kawasan hutan itu. Ia hanya menyatakan Satgas PKH bakal melakukan operasi penertiban awal bulan depan.

    “Kami sudah melakukan rapat beberapa kali untuk merencanakan operasi penertiban tersebut. Maka kita putuskan pada tanggal 1 bulan 9 nanti kita akan melakukan operasi tersebut,” ungkap Febrie.

    Setelah lahan tambang ilegal itu berhasil kembali dikuasai negara, pengelolaannya akan dititipkan kepada Kementerian BUMN sebelum diserahkan kepada kementerian terkait secara permanen.

    “Dan hasil penguasaan kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan ketika kita kuasai, sementara akan kami titipkan kepada

    Kementerian BUMN untuk dikelola sampai nanti secara legal dapat diberikan kepada kementerian terkait,” tutur Febrie.

    Tonton juga video “Komisi XII Soal Prabowo Peringatkan Jenderal Terlibat Tambang Ilegal” di sini:

    (rrd/rrd)

  • Ada 4,2 Juta Lahan Tambang Tanpa Izin, Satgas PKH Bakal Eksekusi

    Ada 4,2 Juta Lahan Tambang Tanpa Izin, Satgas PKH Bakal Eksekusi

    Bisnis.com, JAKARTA — Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah mengidentifikasi 4,2 juta hektare yang diduga tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan alias IPPKH.

    Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah mengatakan identifikasi itu dilakukan setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Satgas PKH untuk menertibkan tambang ilegal.

    “Untuk menindaklanjuti perintah Presiden tersebut, Satgas PKH telah mengidentifikasi lahan seluas 4.265.376,32 hektare yang kita ketahui tidak memiliki IPPKH,” ujar Febrie di Kejagung, Kamis (28/8/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya baru akan melakukan penertiban jutaan hektare lahan pertambangan itu pada awal September 2025.

    Setelah dilakukan penguasaan kembali, Satgas PKH bakal menitipkan lahan tambang yang tidak memiliki izin ke Kementerian BUMN.

    “Maka kita putuskan pada tanggal 1 nanti di bulan 9 kita akan melakukan operasi tersebut,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan saat ini setidaknya ada 1.036 tambang ilegal di Indonesia. Tambang ilegal itu berpotensi dapat menimbulkan kerugian Rp300 triliun.

    Oleh karenanya, Prabowo menyatakan bahwa dirinya bakal menindak semua tambang ilegal tersebut agar bisa menyejahterakan rakyat.

    Orang nomor satu di Indonesia itu juga tidak akan segan menindak pihak-pihak yang menghalangi penindakan ini, termasuk terhadap jenderal aktif maupun pensiunan TNI-Polri serta kader Gerindra.

    “Kami akan tertibkan tambang-tambang yang melanggar aturan, saya telah diberi laporan oleh aparat-aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal,” ujar Prabowo di Sidang Tahunan MPR, Jumat (15/8/2025).

  • Mangkir 3 Kali, Kejagung Tetapkan Status DPO Anak Surya Darmadi pada Kasus Duta Palma

    Mangkir 3 Kali, Kejagung Tetapkan Status DPO Anak Surya Darmadi pada Kasus Duta Palma

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan status buron atau daftar pencarian orang (DPO) terhadap tersangka Cheryl Darmadi.

    Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna mengatakan penetapan DPO ini merupakan upaya hukum pihaknya agar pihaknya bisa membuat terang perkara dugaan korupsi kasus TPPU Duta Palma Group.

    “Sudah [Cheryl Darmadi DPO],” ujar Anang saat dikonfirmasi, dikutip Minggu (10/8/2025).

    Dia menambahkan, anak dari terpidana Surya Darmadi telah mangkir tiga kali dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Oleh karena itu, penyidik mengambil langkah penetapan status DPO terhadap Cheryl.

    “Sejak minggu kemarin dan yang bersangkutan [Cheryl] tidak pernah hadir,” pungkas Anang.

    Sebelumnya, Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan bahwa pihaknya telah mendeteksi keberadaan Cheryl di Singapura sudah cukup lama. 

    Namun, dia tidak merincikan secara detail terkait kepentingan dan kapan Cheryl tiba di Negeri Singa itu.

    “Wah sudah cukup lama itu. Posisi dia [anak Surya Darmadi] ada di Singapura terus,” ujarnya di Kejagung, Rabu (8/1/2025).

    Adapun, Kejagung telah menetapkan Cheryl Darmadi selaku Dirut PT Asset Pacific dan ketua yayasan Darmex dalam kasus dugaan TPPU pada Kamis (2/1/2025).

    Secara total, korps Adhyaksa telah menyita total Rp6,5 triliun dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kegiatan usaha di Indragiri Hulu, Riau.

    Modusnya, uang hasil tindak pidana itu diduga dialirkan atau disamarkan ke holding perkebunan Duta Palma Group, yakni PT Darmex Plantations dan PT Asset Pacific holding yang bergerak di bidang properti.

  • Ferry Hongkiriwang di Balik Dugaan Penculikan Anggota Densus 88

    Ferry Hongkiriwang di Balik Dugaan Penculikan Anggota Densus 88

    GELORA.CO – Polda Mertro Jaya tengah melakukan penyidikan kasus dugaan penculikan terhadap personel Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) Polri, Briptu FF, yang diduga terjadi pada Jumat (25/7/2025) lalu.

    Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus ini telah diterbitkan sejak 28 Juli 2025, dan pemberitahuan pelaksanaan penyidikan telah dikirimkan kepada Kejaksaan Tinggi Jakarta. SPDP itu atas nama Ferry Yanto Hongkiriwang (FYH).

    “SPDP atas nama FYH sudah kami terima pada 30 Juli 2025,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Rans Fismy, Jumat (8/8/2025).

    Diduga didukung Jampidsus

    Ferry merupakan seorang pengelola kafe di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, yang diduga berkaitan dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. 

    “Adanya kasus penganiayaan dan penculikan yang terkait dengan saudara FYH yang dikuntit oleh Densus dan kemudian (anggota) Densusnya ditangkap oleh anggota BAIS atas permintaan FYH yang diduga didukung oleh Jampidsus ini kan tidak dibantah, laporan polisi itu ada,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, kepada wartawan, Jumat (8/7/2025).

    Sugeng menegaskan kasus ini harus diusut tuntas, sebab berdasarkan informasi yang diperolehnya, FYH adalah seorang makelar kasus.  “Karena berdasarkan informasi yang didapat oleh IPW, hasil pemeriksaan FYH telah mengungkap satu informasi penting dugaan adanya praktik makelar kasus. Nah, makelar kasus ini harus didalami,” katanya.

    Adapun menurut informasi beredar, dugaan penculikan tersebut terjadi pada 25 Juli 2025. Awalnya, Briptu FF ketahuan menguntit Ferry makan siang bersama seseorang di Bogor Cafe Hotel Borobudur, Sawah Besar, Jakarta Pusat. 

    Tidak terima, Ferry membanting ponsel Briptu FF. Kemudian dia melapor ke salah satu petinggi TNI lalu tidak selang lama anggota BAIS TNI ke lokasi membawa Briptu FF. Dua diduga disekap beberapa hari lalu dibebaskan pasca komunikasi petinggi Polri dan BAIS.

    Tentang Ferry

    Tak banyak informasi mengenai sosok Ferry Yanto Hongkiriwang. Dia merupakan seorang pengusaha kuliner dan juga pegiat otomotif.

    Ferry adalah pendiri sekaligus promotor Japan Super Touring Championshop (JSTC) yakni ajang balap mobil yang digelar di Indonesia Sentul Series of Motorsport (ISSOM).

    Suami Susan Limurty ini pernah tergabung menjadi anggota Indonesia Asian Para Games Organizing Committee (INAPGOC).

    Ferry Yanto Hongkiwirawang merupakan pengusaha muda asal kota Luwuk, Sulawesi Tengah yang merantau ke Jakarta. Di ibukota, Ferry memulai kariernya sebagai seorang salesman kipas angin. 

    Berkat kegigihannya, kini ia menjadi seorang pengusaha sukses. Dikutip dari perfourm.com, Ferry memiliki koleksi mobil mewah. Jumlahnya pun fantastis mencapai 24 mobil.

    Untuk menampung semua mobil mewahnya ini, Ferry sampai harus menyewa basement sebuah mal yang ia sulap menjadi garasi pribadinya.

    Dalam sebulan, Ferry harus merogoh kocek dalam-dalam untuk biaya sewa basement mal. Dia bisa mengeluarkan uang Rp60 juta hingga Rp80 juta sebulan untuk biaya sewa garasinya. Ini setara dengan harga sebuah BMW E36 bekas.

    Selain promotor ajang balap, Vice president Gazpoll Racing Team ini juga ikut turun ke arena balapan. Dia sangat menyukai olahraga adu kecepatan ini.

    Ferry tercatat sebagai salah satu pemilik mobil limited edition Honda Civic Type R FK8 yang merupakan generasi ke-5 dari line up keluarga Civic Type R. Di Indonesia, mobil ini hanya ada 50 unit saja.

    Dimana dia membeli Type R generasi ke-5 ini pada saat mobil ini diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada saat Gaikindo 2017 pada bulan Agustus yang lalu, dengan mahar kawinnya senilai Rp. 995.000.000 untuk sebuah mobil FWD tercepat.

    Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal ini kepada Jampidsus Kejagung Febrie Adrianyah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, dan pihak hotel Borobodur. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, belum ada respons.

  • Anggota Densus Diculik Usai Buntuti Ferry Hongkiriwang, Diduga Didukung Jampidsus

    Anggota Densus Diculik Usai Buntuti Ferry Hongkiriwang, Diduga Didukung Jampidsus

    GELORA.CO – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti kasus Anggota Densus 88 Antiteror Polri, Briptu F yang diduga menjadi korban penculikan dan penganiayaan. 

    Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, bahwa Briptu F awalnya membuntuti seorang pengusaha Ferry Hongkiriwang (FYH) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, namun ketahuan.

    Dia kemudian ditangkap BAIS TNI dan disekap beberapa hari. Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah diduga terlibat dalam kejadian ini. Setelah bebas, Briptu F melaporkan kejadian yang menimpanya.

    “Tetapi adanya kasus penganiayaan dan penculikan yang terkait dengan saudara FYH yang dikuntit oleh Densus dan kemudian (anggota) Densusnya ditangkap oleh anggota BAIS atas permintaan FYH yang diduga didukung oleh Jampidsus ini kan tidak dibantah, laporan polisi itu ada,” kata Sugeng kepada wartawan, Jumat (8/7/2025).

    Sugeng menegaskan kasus ini harus diusut tuntas, sebab berdasarkan informasi yang diperolehnya, FYH adalah seorang makelar kasus.  “Karena berdasarkan informasi yang didapat oleh IPW, hasil pemeriksaan FYH telah mengungkap satu informasi penting dugaan adanya praktik makelar kasus. Nah, makelar kasus ini harus didalami,” katanya.

    Sementara Plt Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Rans Fismy membenarkan pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus Briptu F diduga dianiaya. Namun, dia mengaku tak tahu Briptu F betul adalah anggota Densus 88 atau tidak. Pun terkait kronologi pelaporan ini, tak mau disampaikannya. “Yang jelas pelapornya itu Elis Aloisio ya, pelapornya itu. Terlapornya Ferry Yanto,” kata Rans Fismy.

    Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal ini kepada Jampidsus Kejagung Febrie Adrianyah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, dan pihak hotel Borobodur. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, belum ada respons.