Tag: Faisol Riza

  • Pertaruhan Kinerja Manufaktur Hadapi Gejolak Perang Dagang & Geopolitik

    Pertaruhan Kinerja Manufaktur Hadapi Gejolak Perang Dagang & Geopolitik

    Bisnis.com, JAKARTA — Produktivitas manufaktur nasional dipertaruhkan di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian dan geopolitik global. Sebab, industri pengolahan rentan dalam menghadapi ketegangan konflik perdagangan maupun perang di Timur Tengah.

    Kerentanan ini juga tercerminkan dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terkontraksi 3 bulan beruntun. Terbaru, pada Juni 2025, level PMI kembalii terperosok ke level 46,9 atau turun dari Mei 2025 di level 47,4 dan April di angka 46,7.

    Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, dampak tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 32% dapat menekan kinerja ekspor produk lokal hingga 2,83%.

    “Tetapi kita memiliki peluang beberapa komoditas, misalnya peralatan utilitas kendaraan bermotor, pertambangan, itu positif, tetapi tekstil, komputer, alas kaki, logam, peralatan listrik, itu negatif,” kata Tauhid dalam KTT Indef 2025, Rabu (2/7/2025).

    Komoditas yang kinerja ekspornya diproyeksi masih tumbuh tersebut lantaran memiliki daya saing yang masih kuat untuk berkompetisi dengan negara lain yang dikenai tarif jauh lebih tinggi.

    Dalam laporan Indef, ekspor komoditas peralatan transportasi dan lainnya diproyeksi masih tumbuh 12%, utilitas dan komunikasi 5%, kendaraan bermotor dan suku cadang 5%, pertambangan 4,2%, dan lainnya.

    Sementara itu, Tauhid memperkirakan ekspor logam besi dan baja terkontraksi hingga 1,47%, pengolahan makanan 2,81%, sektor kehutanan 5,41%, produk kimia 9%, tekstil dan produk pakaian 9,16%, dan peralatan listrik 13%.

    “Sedangkan porsi kita ekspor maupun impor ke kawasan Timur Tengah itu relatif kecil ya 4,6% dan 4,1%. Ini yang memberikan efek dari perang dari Iran-Israel kecil dengan asumsi harga komoditas energi tidak melampaui batas APBN,” jelasnya.

    Kendati demikian, Kementerian Perindustrian mulai mengantisipasi risiko dari kebijakan tarif Trump dan ancaman eskalasi peran Iran dan Israel terhadap industri manufaktur nasional.

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan, eskalasi konflik Timur Tengah dan ancaman penutupan Selat Hormuz sebagai jalur distribusi pasokan energi sangat memengaruhi produksi industri.

    “Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kita, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga, hingga komponen otomotif yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor,” jelasnya dalam RDP Komisi VII DPR RI, Rabu (2/7/2025).

    Tak hanya kinerja ekspor yang terganggu, sentimen pasar global dan ketidakpastian perdagangan ini juga memengaruhi keputusan investasi. Dia menyebutkan, terdapat investasi senilai Rp1 triliun yang masih tertahan, serta utilitas produksi dan stabilitas tenaga kerja yang terganggu.

    Ancaman Terhadap Pasar Domestik

    Dalam hal ini, Faisol mewanti-wanti fenomena trade diversion atau pengalihan perdagangan yang dilakukan banyak negara dari AS ke pasar yang lebih mudah diakses, termasuk Indonesia.

    Untuk diketahui, AS merupakan pasar utama dari tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki Indonesia dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS. Adapun, 95% ekspor TPT ke AS merupakan produk pakaian jadi yang merupakan industri padat karya.

    “Posisi ini mencerminkan bahwa produk TPT dan alas kaki Indonesia memiliki daya saing global. Namun, rentan karena perubahan peta pasokan global yang dipicu ketegangan geopolitik dan tarif masing-masing negara,” jelasnya.

    Di sisi lain, Faisol melihat pangsa pasar China di AS mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2020, produk TPT China masih menguasai pasar AS hingga 38,4%. Namun, pada 2024 hanya dapat mencapai 25,6%.

    Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki, di mana pangsa pasar China di AS turun dari 42% pada 2020 menjadi 36,1% pada tahun lalu. Kondisi ini yang membuat pemerintah mewaspadai adanya potensi dumping produk China ke Indonesia.

    Apalagi, terdapat kondisi peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84%, sedangkan impor produk alas kaki naik melonjak hingga 30,89% pada Januari hingga April 2025.

    Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) impor produk tekstil (HS 60-63) dari China ke Indonesia tercatat senilai US$834 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$309,7 juta.

    Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki (HS 64) yang nilai impornya dari China tercatat mencapai US$199,4 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$152,36 juta.

    “Oleh karena itu pemerintah perlu mengambil langkah strategis melindungi pasar domestik sekaligus memanfaatkan peluang expands to export yang terbuka di pasar global,” jelasnya.

    Tak hanya TPT dan alas kaki, Faisol juga menyoroti produk dari sektor industri agro, yang juga merupakan industri padat karya, saat ini terdapat indikasi adanya pengalihan pasar produk China dari Amerika.

    Pada Januari-April 2025, terlihat bahwa ekspor produk agro China ke Amerika turun sebesar US$1,17 miliar atau sekitar 7%. Sementara itu, pada saat yang sama Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$477.000 meningkat sekitar 30%.

    “Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS23 yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11%, HS03 ikan dan krustasea, dan HS18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100%. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan yaitu sekitar 105,4%,” jelasnya.

    Di sisi lain, dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika berpotensi menimbulkan efek trade diversion ataupun dumping produk baja dan aluminium dari China ke pasar lain termasuk Indonesia.

    Apalagi, AS secara khusus menetapkan tarif impor produk baja dan aluminium yang semula 25% menjadi 50% sejak 4 Juni 2025. Peningkatan tarif ini secara spesifik diterapkan terhadap produk baja yang tercakup HS 73 produk aluminium (HS 76).

    Di satu sisi, secara proporsi ekspor produk baja Indonesia ke Amerika memang hanya 0,6%, sementara ekspor aluminium 0,54%. Hal ini menunjukkan bahwa produk ini bukan merupakan produk unggulan dari Indonesia ke Amerika.

    Ekspor baja Indonesia justru lebih dominan ke Australia yang porsinya mencapai 48,20% jauh lebih tinggi dibanding ke Amerika. Sementara itu, untuk aluminium, China menjadi tujuan utama ekspor Indonesia yang share-nya mencapai 32,20% kemudian baru diikuti oleh Amerika.

    “Ini yang mengkhawatirkan kita mengingat Indonesia memiliki ketergantungan impor baja dan aluminium yang tinggi terutama dari China,” imbuhnya.

    Adapun, impor baja Indonesia dari China mencapai 51,40% dengan nilai sekitar US$2,17 miliar dan impor aluminium dari China sebesar 46,10% atau sekitar US$1 miliar.

    “Tentu, kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif perkembangan perdagangan produk baja dan aluminium di border kita. Langkah ini bertujuan untuk mengantisipasi dan merespon secara cepat jika terjadi lonjakan impor yang tidak wajar melalui mekanisme anti-dumping maupun safeguard demi melindungi industri dalam negeri,” tegasnya.

    Industri Berbenah

    Tak hanya perlindungan pasar, industri nasional perlu mempersiapkan diri menghadapi berbagai guncangan konflik geopolitik saat ini. Meski mulai mereda, risiko eskalasi perang Timur Tengah tetap harus diantisipasi.

  • Wamenperin: Investasi industri mamin Rp22,63 triliun di Triwulan I

    Wamenperin: Investasi industri mamin Rp22,63 triliun di Triwulan I

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyebutkan investasi industri makanan dan minuman mencapai Rp22,63 triliun pada Triwulan I 2025, menunjukkan minat tinggi terhadap sektor strategis tersebut.

    “Investasi di sektor ini (industri makanan dan minuman) semakin diminati. Pada Triwulan I 2025, realisasi investasi telah mencapai Rp22,63 triliun dengan rincian Rp9,03 triliun PMA (Penanaman Modal Asing) dan Rp13,6 triliun PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri),” kata Faisol dalam Pre-Event Specialty Indonesia 2025 di Jakarta, Kamis.

    Menurutnya, data tersebut menunjukkan kepercayaan investor yang semakin tinggi terhadap potensi industri makanan dan minuman di Indonesia.

    Lebih lanjut, dia mengatakan dari sisi perdagangan luar negeri, industri makanan dan minuman juga berhasil mempertahankan surplus neraca dagang sebesar 8,67 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dengan nilai ekspor mencapai 11,78 miliar dolar AS sepanjang Januari-Februari 2025.

    “Industri makanan dan minuman (mamin) terus memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,” ujarnya.

    Lebih lanjut dia mengatakan pada Triwulan I tahun 2025, kontribusi sektor tersebut mencapai 41,15 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sisi industri non-migas, dan 7,2 persen terhadap PDB nasional.

    “Sektor mamin terus menunjukkan tren pertumbuhan positif, dengan realisasi pertumbuhan sebesar 6,04 persen (yoy) pada triwulan I tahun 2025,” katanya pula.

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza (kedua kanan) memberi keterangan kepada awak media di sela Pre-Event Specialty Indonesia 2025 di Jakarta, Kamis (3/7/2025). ANTARA/Harianto

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wamenperin: Specialty Indonesia 2025 promosikan produk Mamin premium

    Wamenperin: Specialty Indonesia 2025 promosikan produk Mamin premium

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyatakan ajang Specialty Indonesia 2025 menjadi ajang strategis untuk mempromosikan produk makanan dan minuman premium karya industri nasional kepada pasar domestik dan global.

    “Ini bagian dari usaha Kementerian Perindustrian dan seluruh para pelaku usaha meningkatkan daya saing produk dalam negeri, mengenalkan produk dalam negeri yang kualitasnya tidak bisa diragukan lagi bisa bersaing dengan produk dari negara-negara luar yang sejenis,” kata Faisol dalam Pre-Event Specialty Indonesia 2025 di Jakarta, Kamis.

    Kementerian Perindustrian proaktif mengakselerasi pengembangan industri makanan dan minuman (mamin) dalam negeri sebagai salah satu sektor strategis penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

    Faisol menyatakan, perlunya pengoptimalan produk hilir susu untuk mengurangi jumlah impornya, sehingga Kemenperin fokus pada pengembangan industri domestik melalui inovasi produk fermentasi, pangan fungsional, dan diversifikasi sumber susu.

    Sebagai salah satu langkah akselerasi untuk mencapai sasaran tersebut, Kemenperin akan menyelenggarakan kegiatan Specialty Indonesia 2025 pada tanggal 4–8 Agustus 2025 di Gedung Kemenperin, Jakarta.

    Specialty Indonesia 2025 ini menjadi momentum strategis untuk semakin memperkenalkan produk-produk premium industri mamin seperti kopi, teh, kakao, dan olahan buah terbaik yang telah dikurasi.

    “Istilah specialty merujuk pada produk berkualitas terbaik dengan standar khusus yang mencakup aroma, rasa, hingga proses produksi yang berkelanjutan dan menggunakan teknologi terkini,” jelasnya.

    Apalagi, tren global mengarah pada produk premium dan sustainable. Hal ini membuat Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam kategori specialty berkat kekayaan hayati di dalam negeri.

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza (kedua kanan) memberi memberi keterangan kepada awak media di sela Pre-Event Specialty Indonesia 2025 di Jakarta, Kamis (3/7/2025). ANTARA/Harianto

    Kemenperin secara resmi telah membuka pendaftaran bagi calon peserta pameran, business matching, dan kompetisi yang akan berlangsung selama Specialty Indonesia 2025.

    “Kami mengundang seluruh pelaku industri, potential buyer, dan masyarakat luas untuk berpartisipasi. Bersama-sama kita dorong pertumbuhan industri makanan dan minuman Indonesia agar semakin berdaya saing di pasar global,” tegas Faisol.

    Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyampaikan sebelumnya menyelenggarakan kegiatan Specialty Indonesia 2024 dihadiri duta besar, perwakilan negara sahabat, kementerian, asosiasi industri, pengguna, serta menarik lebih dari 5.000 pengunjung.

    Kegiatan tersebut diikuti 42 exhibitor dan dimeriahkan oleh side events seperti Arummi Barista Challenge, Manual Brew Throwdown Competition, serta Bean to Bar Competition yang mendapat respons positif dari para pelaku industri.

    Berdasarkan evaluasi kegiatan tahun lalu, lanjutnya, Direktorat Jenderal Industri Agro akan kembali melaksanakan kegiatan Specialty Indonesia pada tahun 2025.

    Kegiatan itu akan terdiri dari beberapa agenda, antara lain pameran, business matching, talk show, workshop, dan kompetisi.

    Ia menambahkan hal itu juga merupakan wujud dari komitmen Kemenperin dalam melakukan substitusi impor, penguasaan pasar dalam negeri, pengembangan potensi ekspor serta mendorong perkembangan produk specialty.

    “Dengan cara mempertemukan pelaku usaha dengan potential buyer, serta menarik minat masyarakat luas melalui side events yang disesuaikan dengan kondisi dan selera konsumen saat ini,” kata Putu.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Industri RI di Ujung Tanduk Dilibas Produk China

    Industri RI di Ujung Tanduk Dilibas Produk China

    Jakarta

    Produk impor asal China membanjiri pasar Tanah Air. Kondisi ini terjadi di tengah pecahnya perang dagang usai Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan tarif impor baru ke sejumlah negara.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menilai gejolak perang dagang itu membuat China kehilangan pasar besarnya di Negeri Paman Sam. Barang-barang itu lalu dialihkan ke negara lain, salah satunya Indonesia.

    “Tanpa kebijakan protektif yang tepat, produk dalam negeri terdesak oleh barang-barang impor Tiongkok yang hari ini kehilangan akses, kurang mendapatkan akses ke pasar besar mereka di Amerika Serikat,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2025).

    Indonesia juga menghadapi tantangan penurunan permintaan dari luar negeri yang mempengaruhi turunnya Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia. PMI Indonesia bulan Juni tercatat berada di level 46,9.

    “Hal ini tercermin dari PMI kita pada bulan Juni 2025, ini tercatat sebesar 46,9, dimana sektor manufaktur kita masih berada dalam fase kontraksi, dikarenakan masih lemahnya permintaan baru dari pasar ekspor, sentimen pasar global dan tingginya ketidakpastian kebijakan dagang,” jelas Faisol.

    Secara umum berbagai tantangan yang berasal dari global turut mengancam kelangsungan industri nasional. Faisol mencatat beberapa sektor seperti tekstil hingga kompeten otomotif terancam menghadapi penurunan permintaan ekspor.

    “Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kita, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga, hingga komponen otomotif yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor,” tuturnya.

    Belum lagi hubungan Iran dan Israel yang sempat meningkat juga mengganggu stabilitas ekonomi global. Konflik kedua negara dikhawatirkan mengganggu pasokan energi yang dapat mengganggu rantai pasok global.

    Faisol juga mengungkap adanya lonjakan signifikan impor produk agro dari China. Hal itu berbarengan dengan turunnya jumlah ekspor produk serupa dari China ke AS.

    “Di saat yang sama Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$ 477 ribu (sekitar Rp 7,72 miliar) atau meningkat 30%,” kata Faisol dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2025).

    Data yang dihimpun menunjukkan ekspor produk agro China ke AS turun US$ 1,17 miliar atau sekitar Rp 18,95 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun justru ke Indonesia, tren ekspornya meningkat.

    7 Komoditas China yang Impornya Melonjak ke RI:

    HS 23 (limbah industri makanan dan pakan ternak olahan) naik 11,17%
    HS 03 (ikan dan krustasea) naik lebih dari 100%
    HS 18 (produk kakao dan olahannya) naik lebih dari 100%
    HS 09 (kopi, teh, mate, dan rempah-rempah) naik 53,42%
    HS 48 (kertas dan karton) naik 28,52%
    HS 19 (sereal, tepung, pati, susu, dan pastry) naik 24,91%
    HS 44 (produk kayu dan arang kayu) naik 22,46%

    “Kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional, sekaligus peluang untuk memetakan potensi dan tantangan industri agro di dalam negeri,” jelas Faisol.

    Tak hanya sektor agro, Faisol juga mengaku khawatir terhadap ketergantungan tinggi Indonesia terhadap impor baja dan aluminium dari China yang dinilainya bisa menjadi masalah struktural di tengah ketidakpastian global. Pemerintah diharapkan segera merumuskan kebijakan penguatan industri dalam negeri agar tidak terjebak dalam ketergantungan jangka panjang

    Tonton juga “APINDO Sebut UMKM RI Masih Keterbatasan Akses Modal” di sini:

    (ily/hns)

  • Kemenperin waspadai lonjakan impor baja hingga TPT akibat perang tarif

    Kemenperin waspadai lonjakan impor baja hingga TPT akibat perang tarif

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza. ANTARA/HO-Kemenperin

    Kemenperin waspadai lonjakan impor baja hingga TPT akibat perang tarif
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 02 Juli 2025 – 16:15 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mewaspadai potensi lonjakan produk impor di industri baja dan aluminium, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki, industri agro, serta industri aneka akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu, menyampaikan potensi lonjakan produk tersebut akibat adanya trade diversion atau dumping dari China.

    “Dampak ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China akan berpotensi mendorong trade diversion sebagai respons atas hambatan dagang yang terus meningkat,” kata dia.

    Dirinya mencontohkan di sektor TPT dan alas kaki yang memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor manufaktur nasional, yakni pada 2024 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan pasar utama dari kedua sektor tersebut. Pangsa pasar TPT Indonesia ke AS mencapai 40,6 persen, dan alas kaki 34,2 persen. Ini menunjukkan hampir setengah dari ekspor tekstil, dan 1/3 dari ekspor alas kaki nasional bergantung pada permintaan AS.

    Melihat masih tingginya tensi ketegangan antara AS dan China, serta adanya penurunan pangsa pasar China di AS, situasi ini memunculkan tantangan, berupa meningkatnya potensi dumping produk China ke pasar domestik.

    “Ini menunjukkan adanya peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84 persen, sedangkan impor produk alas kaki melonjak hingga 30,89 persen pada Januari hingga April 2025,” katanya.

    Pada sektor industri agro, terdapat indikasi adanya trade diversion produk China dari AS. Pihaknya mencatat Januari hingga April 2025 ekspor produk agro China ke AS turun sebesar 1,17 miliar dolar AS atau sekitar 7 persen. Di saat yang sama, Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar 477 ribu dolar AS atau meningkat sekitar 30 persen.

    “Sekurang-kurangnya, terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS 23, yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11 persen, HS 03 ikan dan krustasea, dan HS 18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100 persen. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan, yaitu sekitar 105,4 persen,” katanya lagi.

    Disampaikan dia, kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan bangsa Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional, sekaligus peluang untuk memanfaatkan potensi dan tantangan industri di dalam negeri.

    “Ini tentu kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif,” ujar Wamenperin.

    Sumber : Antara

  • Komisi VII: Hormuz ditutup, tak sebegitu mengerikan industri nasional

    Komisi VII: Hormuz ditutup, tak sebegitu mengerikan industri nasional

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menilai dampak apabila Selat Hormuz ditutup oleh Iran imbas konfliknya dengan Israel tidak akan begitu mengerikan terhadap industri nasional di tanah air.

    “Menurut saya tidak terlalu mengerikan begitu dampak daripada Selat Hormuz karena industri kita sekarang sudah banyak industri yang menggunakan listrik dan gas, bukan lagi minyak,” kata Lamhot dalam rapat Komisi VII DPR RI dengan Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Sebab, menurut dia, industri nasional saat ini sudah banyak yang menggunakan energi hijau dan tidak lagi menggunakan bahan baku minyak.

    “Setahu saya industri itu sudah sangat minim pengguna minyak ya karena sekarang industri green, itu sudah jarang lah orang industri sekarang menggunakan minyak,” ucapnya.

    Meski demikian, dia meminta agar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membuat secara rinci tantangan ataupun persoalan yang dihadapi oleh industri nasional untuk dicarikan solusi agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi ketegangan global.

    Misalnya, kata dia, tantangan seperti penaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, isu penutupan Selat Hormuz oleh Iran, hingga banjirnya produk impor ke Indonesia.

    “Antara Komisi VII dan Kemenperin, kami intensifkan kira-kira regulasi apa yang kami bisa buat untuk membuat mereka survive, mereka bisa bertahan dari tekanan-tekanan yang terjadi daripada efek global ini,” tuturnya.

    Bahkan, kata dia, Komisi VII DPR bersedia untuk beraudiensi dengan industri-industri nasional yang sekiranya terkena dampak ketegangan geopolitik global.

    “Perlu juga kita undang ke sini industri-industri yang terdampak itu, jadi tidak hanya Kementerian Perindustrian, karena mereka kebingungan ke mana harus mengadu,” kata Lamhot.

    Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengkhawatirkan dampak bila Selat Hormuz ditutup oleh Iran terhadap industri nasional sebab seperlima dari suplai energi dunia melintas wilayah tersebut setiap harinya.

    Oleh sebab itu, dia meminta Kemenperin mengambil langkah mitigasi dengan membuat daftar prediksi industri nasional yang akan terdampak bila Selat Hormuz diputuskan untuk ditutup Iran.

    “Saran saya, Kementerian Perindustrian membuat perkiraan kalau Hormuz ditutup, mana dulu yang pingsan dari industri kita ini? Mana dulu? Jangan sampai begitu Hormuz-nya ditutup, baru ngitung. Jadi harus dipersiapkan kira-kira mana dulu yang terdampak dari Hormuz itu,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII: Hormuz ditutup, tak sebegitu mengerikan industri nasional

    Anggota DPR usul pembentukan sistem cadangan darurat industri nasional

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana mengusulkan agar pemerintah membentuk sistem cadangan darurat industri nasional guna memitigasi ketegangan geopolitik global terhadap industri nasional di tanah air.

    “Mendorong kepada pemerintah, mudah-mudahan juga disetujui oleh teman-teman dan pimpinan di Komisi VII, agar kita seharusnya mempunyai dan membentuk sistem cadangan darurat industri nasional,” kata Ilham di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikan Ilham pada rapat Komisi VII DPR RI dengan Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza yang membahas dampak ketegangan global terhadap perkembangan industri nasional.

    Menurut dia, sistem cadangan darurat industri nasional tersebut diperlukan sebab ketegangan geopolitik yang tak berkesudahan berpotensi menggerus ketahanan industri nasional.

    Ilham menjelaskan sistem tersebut seperti halnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), namun khusus pada sektor industri.

    Dia menuturkan sistem tersebut dapat berupa pusat pemantauan logistik; gudang cadangan bahan baku, seperti semi konduktor, pupuk dan baja; serta dana tanggap darurat industri yang bisa digunakan secara fleksibel di masa-masa krisis.

    Selain untuk mitigasi, Ilham juga memandang sistem tersebut perlu diwujudkan sebagai langkah awal sebelum menuju reformasi industri nasional guna menjaga rantai pasok yang dibutuhkan oleh industri-industri nasional.

    “Karena apa? Karena dengan terjaga rantai pasok bahan baku industri kita, mudah-mudahan industri kita, industri nasional kita masih bisa bertahan dalam situasi dan kondisi apapun,” tuturnya.

    Ilham menambahkan, “Jadi, pimpinan itu beberapa catatan yang mungkin nanti bisa menjadi kesimpulan dan bisa menjadi stimulus khusus agar industri nasional kita tetap terjaga walau di masa krisis.”

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII rapat bahas dampak ketegangan global pada industri nasional

    Komisi VII rapat bahas dampak ketegangan global pada industri nasional

    “Salah satu topik yang sangat penting berkenaan dengan situasi geopolitik dan juga sistem keamanan internasional. Dalam hal ini, tema yang akan kami angkat adalah berkenaan dengan dampak ketegangan global terhadap perkembangan industri nasional,”

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII DPR RI menggelar rapat kerja dengan Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza untuk membahas dampak ketegangan global terhadap perkembangan industri nasional di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    “Salah satu topik yang sangat penting berkenaan dengan situasi geopolitik dan juga sistem keamanan internasional. Dalam hal ini, tema yang akan kami angkat adalah berkenaan dengan dampak ketegangan global terhadap perkembangan industri nasional,” kata Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay yang memimpin jalannya rapat.

    Dia lantas berkata, “Tentu nanti akan dikaitkan dengan topik-topik lain yang berkenan dengan atau terkait dengan hal tersebut.”

    Dia lantas mempersilakan Wamenperin Faisol Riza menyampaikan paparannya, terkhusus soal bagaimana perkembangan dan pengembangan perindustrian di Indonesia.

    “Dengan tingkat kesulitan masuk bahan baku, kemudian ekspor-impor, kemudian ada tarif, ada macam-macam itu,” ujarnya.

    Sementara itu, Wamenperin Faisol Riza menuturkan bahwa konflik yang berkecamuk di Timur Tengah antara Iran dan Israel dengan keterlibatan Amerika Serikat (AS) di dalamnya sebagai peristiwa yang akan berpengaruh luas terhadap situasi politik global.

    “Lebih khusus kepada situasi ekonomi dunia, khususnya perdagangan global,” katanya.

    Peristiwa tersebut, kata dia, menambah deret panjang persoalan ekonomi global, menyusul penetapan kebijakan tarif oleh Presiden AS Donald Trump hingga ketegangan perang dagang AS-China.

    Dia pun menggarisbawahi konflik geopolitik yang terus berlangsung dan ketegangan hubungan di antara beberapa negara memicu berbagai macam persoalan di sektor ekonomi. Mulai dari, harga energi yang naik, bahan baku, dan mengganggu rantai pasok pasar global.

    Bahkan, lanjut dia, muncul ancaman nyata terhadap pasokan energi di dalam negeri setelah Iran mengancam untuk menutup Selat Hormuz.

    “Karena ada sekitar 20 juta barel per hari melewati selat itu, itu akan berpengaruh besar. Nah, energi ini menjadi sumber produksi, sumber energi untuk produksi di sektor industri,” katanya.

    Untuk itu, dia menekankan kondisi tersebut dapat mengancam kelangsungan industri nasional di Tanah Air, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga, hingga komponen otomotif, yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor.

    “Penurunan permintaan ekspor ini juga bukan karena tanpa alasan, ketegangan global pun di mana yang kita hadapi bukan hanya di sisi produksi, tetapi juga untuk ekspor mengalami tantangan besar,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenperin ungkap kondisi industri Indonesia di tengah isu global

    Kemenperin ungkap kondisi industri Indonesia di tengah isu global

    ANTARA – Komisi VII DPR RI bersama Kementerian Perindustrian melakukan rapat kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/)7). Dalam rapat tersebut, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyampaikan kondisi perindustrian nasional di tengah situasi global dan mengungkap langkah antisipasi Kementerian Perindustrian.
    (Setyanka Harviana Putri/Azhfar Muhammad Robbani/Soni Namura/Gracia Simanjuntak)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Subsidi Motor Listrik Masih Digantung, Kapan Berlakunya?

    Subsidi Motor Listrik Masih Digantung, Kapan Berlakunya?

    Jakarta

    Nasib subsidi motor listrik masih digantung. Hingga kini belum ada kejelasan mengenai waktu pemberlakuan subsidi motor listrik. Kapan berlakunya?

    Memasuki semester II tahun 2025, subsidi motor listrik belum dikeluarkan. Padahal, pemerintah sudah menjanjikan akan memberikan subsidi untuk motor listrik. Ketidakpastian subsidi motor listrik ini sempat membuat penjualan motor listrik turun. Soalnya, konsumen lebih banyak yang menunggu pemberlakuan subsidi motor listrik agar mendapatkan harga lebih murah.

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengungkapkan bahwa sudah ada pertemuan terakhir dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan beberapa Menteri lain. Faisol memperkirakan subsidi motor listrik keluar bulan depan.

    “Mungkin Agustus (diterapkan), (Nilainya 7 juta?) masih sama dengan usulan kita,” kata Faisol seperti dikutip CNBC Indonesia.

    Rencananya juga akan ada pembahasan dengan Kementerian Bidang Perekonomian dan Kementerian lain untuk pembahasan lebih lanjut. Bahkan, sudah ada anggaran yang ditetapkan untuk subsidi motor listrik.

    “Kira-kira Rp 250 miliar (anggaran yang disetujui). Kan jadi enggak besar, jadi akhirnya beliau (Menkeu) memahami,” ujar Faisol.

    Pada Mei 2025 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap saat ini masing-masing kementerian tengah menyiapkan regulasi untuk pemberian insentif. Salah satu paket yang akan diberikan berupa insentif Rp 7 juta untuk motor listrik. Insentif Rp 7 juta untuk motor listrik merupakan lanjutan dari program di 2024. Meski begitu, Airlangga belum mengungkap jumlah kuota untuk tahun ini. Sebagai gambaran, tahun lalu ada 50.000 unit kuota motor listrik subsidi yang diberikan.

    Kelanjutan dari subsidi motor listrik ini memang sempat jadi tanda tanya. Ketidakpastian itu pun sudah berdampak signifikan terhadap penurunan penjualan motor listrik. Konsumen menunda pembelian karena insentif yang tak kunjung turun.

    (rgr/din)