Tag: Fahmy Radhi

  • Pengamat Sebut Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg Menyusahkan Masyarakat Kecil

    Pengamat Sebut Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg Menyusahkan Masyarakat Kecil

    Jakarta

    Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai kebijakan pemerintah yang melarang penjualan Liquefied Petroleum Gas 3 Kg (LPG 3 Kg) di pengecer berlaku sejak 1 Februari 2025 merupakan kebijakan blunder.

    Menurutnya, kebijakan ini dapat mematikan pengusaha akar rumput, menyusahkan konsumen, dan melabrak komitmen Presiden Prabowo yang berpihak kepada rakyat kecil.

    Pasalnya kata Fahmy selama ini banyak masyarakat yang mencari rezeki dari penjualan LPG 3Kg dengan menjadi pengecer.

    “Larangan bagi pengecer menjual LPG 3 Kg mematikan usaha mereka. Dampaknya, pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu (2/2/2025).

    Fahmy juga mengatakan menyoroti terkait pengecer yang ingin tetap menjual LPG 3 Kg harus mengubah dari pengecer menjadi pangkalan atau penyalur resmi Pertamina, yang diberi waktu 1 bulan untuk pengubahan tersebut.

    Ia menyampaikan bahwa mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina karena dibutuhkan modal yang tidak kecil untuk membayar pembelian LPG 3 dalam jumlah besar.

    Oleh karena itu, ia meminta agar kebijakan ini dibatalkan, lantaran melabrak komitmen Presiden Prabowo yang berpihak kepada rakyat kecil, baik pengusaha akar rumput maupun konsumen rakyat miskin.

    “Kebjakan pemerintah melarang pengecer menjual LPG 3 harus dibatalkan,” katanya.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengatakan tidak ada lagi pengecer Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg per tanggal 1 Februari 2025 mendatang. Ia mengatakan, para pengecer akan didorong untuk menjadi pangkalan resmi PT Pertamina (Persero).

    Langkah ini ia lakukan untuk menata kembali penjualan LPG sesuai dengan harga yang telah ditetapkan. Ke depan, para pengecer yang bertransformasi menjadi pangkalan akan mendapat nomor induk usaha.

    “Ini kita kan lagi menata, bagaimana harga yang diterima oleh masyarakat bisa sesuai dengan batasan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Jadi yang pengecar, justru kita jadikan pangkalan. Itu ada formal untuk mereka mendapatkan nomor induk perusahaan terlebih dulu,” kata Yuliot kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jum’at (31/1/2025).

    Yuliot mengatakan, peralihan pengecer menjadi pangkalan telah diberi jeda waktu selama satu bulan. Adapun para pengecer di seluruh Indonesia dapat mendaftarkan diri secara online.

    “Jadi kan perseorangan pun itu boleh. Mereka bisa mendaftarkan nomor induk kependudukannya sebagai dasar. Kemudian masuk ke sistem OSS. Itu kita juga sudah integrasikan dengan sistem yang ada di kependudukan Kementerian Dalam Negeri,” tambahnya.

    (kil/kil)

  • Wacana Perguruan Tinggi Kelola Tambang, Pengamat: Pendapatan Kecil, Risiko Besar

    Wacana Perguruan Tinggi Kelola Tambang, Pengamat: Pendapatan Kecil, Risiko Besar

    Jakarta, Beritasatu.com – Wacana pemberian izin usaha pertambangan (IUP) untuk perguruan tinggi dinilai memiliki risiko tinggi. Perguruan tinggi dinilai tidak layak mengelola tambang, terutama batu bara karena minim pengalaman dan tingginya risiko konflik sosial serta lingkungan.

    Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, dua alasan utama mengapa perguruan tinggi tidak cocok mengelola tambang. Pertama, minim kemampuan operasional.

    Perguruan tinggi tidak memiliki rekam jejak, pengalaman, peralatan, maupun permodalan yang memadai untuk menjalankan operasional tambang.

    “Perguruan tinggi tidak punya track record dan kecukupan dana. Kalau diberikan IUP, saya tidak yakin bisa melakukan penambangan,” kata Fahmy kepada Beritasatu.com, Selasa (28/1/2025).

    Kedua, risiko lebih besar dari keuntungan terkait perguruan tinggi ikut kelola tambang. Fahmy menegaskan potensi konflik sosial dan lingkungan dari kegiatan tambang sangat tinggi. Jika terjadi masalah hukum, perguruan tinggi sebagai pemegang IUP akan terseret dalam tuntutan hukum.

    “Keuntungannya kecil, tetapi risikonya besar. Perguruan tinggi bisa terkena tuduhan jika terjadi kerusakan lingkungan atau konflik dengan masyarakat,” jelasnya.

    Fahmy menyarankan agar perguruan tinggi tetap fokus pada misi utamanya, yaitu mencerdaskan bangsa, menyelamatkan lingkungan, dan mengayomi masyarakat.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan, wacana pemberian IUP eksplorasi bagi perguruan tinggi masih dalam tahap pembahasan dengan DPR.

    “Kami belum membahas secara internal. Ini inisiasi dari DPR, dan kami akan berdiskusi lebih lanjut terkait kriteria dan kebutuhan perguruan tinggi,” kata Yuliot, Jumat (24/1/2025).

    Wacana perguruan tinggi kelola tambang menuai pro dan kontra. Meski memiliki potensi pendapatan tambahan, risiko operasional, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan dianggap terlalu besar. Pemerintah diharapkan mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan.

  • Pengamat Optimistis Bauran EBT Meningkat di Era Prabowo, Ini Strateginya

    Pengamat Optimistis Bauran EBT Meningkat di Era Prabowo, Ini Strateginya

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto dinilai mampu meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) nasional yang saat ini 14%.

    Menurut pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, Indonesia memiliki sumber daya EBT yang sangat melimpah, seperti panas bumi, angin, air, surya, dan bahan bakar nabati. Namun, pemanfaatannya masih minim.

    “Saya yakin kalau pemerintah serius dan melakukannya secara terus-menerus, pasti akan bisa mengembangkan energi baru terbarukan,” ujarnya, Selasa (28/1/2025).

    Fahmy menegaskan, peningkatan bauran EBT memerlukan komitmen kuat dari pemerintah, terutama melalui kebijakan dan regulasi yang mendukung. Dia menyebut, ada dua langkah yang perlu dilakukan dari pemerintahan era Prabowo.

    Langkah pertama, yang perlu dilakukan pemerintahan era terkait bauran EBT adalah hilirisasi batu bara. Pemerintah perlu mendorong pengembangan proyek gasifikasi batu bara, seperti produksi dimethyl ether (DME) sebagai alternatif pengganti LPG.

    Kedua, pembatasan PLTU batu bara. Sistem ketenagalistrikan yang saat ini didominasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara perlu dibatasi. “PLN menggunakan sekitar 58% batu bara karena murah. Jika tidak dibatasi, akan sulit mencapai target EBT,” tegas Fahmy.

    Data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menunjukkan, potensi EBT Indonesia mencapai 3.687 gigawatt. Namun, pemanfaatannya baru mencapai 14 gigawatt.

    Fahmy menekankan, kebijakan tegas dan instrumen pendukung di era pemerintahan Prabowo sangat penting untuk mendorong pengembangan dan bauran EBT di Indonesia. “Tanpa kebijakan tegas, mustahil target ini tercapai. Prabowo harus menyiapkan instrumennya,” tutup Fahmy.

  • Pemberian Konsesi Tambang Dinilai Upaya Kooptasi Bagi Perguruan Tinggi

    Pemberian Konsesi Tambang Dinilai Upaya Kooptasi Bagi Perguruan Tinggi

    JAKARTA – Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi menilai bahwa pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi yang diatur dalam revisi UU Minerba merupakan upaya kooptasi kepada civitas akademika.

    Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) atas Perubahan Ketiga Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mendapat izin mengelola tambang mineral logam.

    Menurut Fahmy, pemberian izin pengelolaan WIUP pada perguruan tinggi patut dipertanyakan. Apalagi, revisi UU Minerba digelar secara mendadak dan terkesan terburu-buru. Pengelolaan WIUP oleh perguruan tinggi justru merugikan bagi pihak kampus yang dianggap mengamini kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang.

    “Berbisnis tambang itu bukan tugas perguruan tinggi. Domain kampus adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam aktivitas tambang itu, input dan outputnya itu pasti merusak lingkungan,” ungkapnya, Minggu 26 Januari 2025.

    “Belum lagi semisal terjadi ada konflik horizontal dengan konflik masyarakat sekitarnya. Masa perguruan tinggi akan terlibat dalam konflik tadi? Jadi, menurut saya, tidak tepat sekali. Jadi, menurut saya, harus di-drop atau digagalkan rencana ini,” sambung Fahmy.

    Dia menduga ada skenario dari pemerintah dan DPR untuk membungkam civitas akademika agar tidak lagi kritis terhadap kebijkan pemerintah yang merugikan rakyat. Karena itu, Fahmy berharap agar perguruan tinggi menolak wacana pemberian konsesi WIUP.

    “Saya yakin perguruan tinggi yang masih mengutamakan nurani dan kepentingan masyarakat akan melawan dan menolak wacana itu. Selain tidak bisa bersikap kritis, perguruan tinggi juga dituntut bertanggung jawab bila ada permasalahan yang timbul akibat aktivitas pertambangan,” kata Fahmy.

  • Kampus kelola tambang, lemahkan fungsi kontrol

    Kampus kelola tambang, lemahkan fungsi kontrol

    Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Fahmy Radhi . Foto: Istimewa

    Pengamat : Kampus kelola tambang, lemahkan fungsi kontrol
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Kamis, 23 Januari 2025 – 05:11 WIB

    Elshinta.com – Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Fahmy Radhi menduga wacana perluasan pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), pada usulan rancangan UU (RUU) Perubahan Keempat UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), sebagai upaya pembungkaman dan mematikan fungsi kontrol masyarakat sipil.

    “Ini taktiknya persis rezim Jokowi, yang memberikan tambang kepada ormas, sekarang perguruan tinggi, mungkin nanti juga media, sehingga tidak ada fungsi kontrol lagi. Dulu kan guru-guru besar saat ada penyimpangan UU, kalau sudah diberi tambang ya mereka nggak akan berperan lagi,” ujar Fahmy kepada Radio Elshinta, Rabu (22/01/2025).

    Fahmy menilai, wacana tersebut harus ditolak, karena bertentangan dengan tugas pokok perguruan tinggi. 

    “Ini berpotensi melabrak UU Pendidikan. Perguruan tinggi sama dengan ormas, tidak mempunyai kapabilitas dan pengalaman untuk mengelola tambang, yang itu tidak mudah. Nanti akan disubkontrakan lagi (seolah-olah hanya makelar saja)”. Perguruan tinggi itu domainya mencerdaskan kehidupan bangsa. Saya khawatir ada maksud dibalik itu, untuk melemahkan peran PT, untuk tidak lagi kritis kepada pemerintah. Kalau itu terjadi, maka demorkasi di Indonesia akan semakin porak poranda,” katanya.

    Menurut Fahmy, keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang akan mendatangkan dampak mudharat daripada keuntungan, di antaranya kerusakan lingkungan.

    “Tambang batu bara misalnya, prosesnya akan merusak lingkungan. Kalau perguruan tinggi masuk dalam tambang, maka dia akan memiliki kontribusi dalma merusak lingkungan. Padahal selama ini perguruan tinggi mempelopori pelestarian lingkungan. Nah ini kan bertentangan. Belum lagi ada konflik dengan masyarakat setempat, masyarkat adat, sangat ironis terlibat dalam konflik itu, maka UU ini harus dicabut,” ujarnya.

    Fahmy menduga ada maksud tidak baik dari rencana pembahasan usulan rancangan UU (RUU) Perubahan Keempat UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), menjadi inisiatif DPR. “Ini agak senyap, tiba-tiba muncul,” ucapnya

     

    Penulis: Anton Rheandra/Ter

    Sumber : Radio Elshinta

  • Batu Bara Indonesia Tetap Seksi Meski Hadapi Coal Phase-out

    Batu Bara Indonesia Tetap Seksi Meski Hadapi Coal Phase-out

    Jakarta

    Dunia kini sedang bergerak menuju pengurangan penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik melalui inisiatif coal phase-out. Negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menargetkan penghentian penggunaan batu bara pada 2030.

    Meski demikian, cadangan batu bara Indonesia yang besar tetap memiliki daya tarik dan dipandang seksi bagi sebagian besar negara yang masih bergantung pada energi fosil ini.

    Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani mengatakan bahwa batu bara Indonesia tetap menarik di pasar internasional.

    “Di tengah upaya coal phase-out global, posisi Indonesia sebagai eksportir batu bara termal terbesar sulit digantikan karena banyak negara masih bergantung pada batu bara kita,” ujar Gita saat dihubungi beberapa waktu lalu.

    Dia menjelaskan, Indonesia adalah salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, dengan produksi 625 juta ton pada 2022. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi batu bara tahun 2023 mencapai 775 juta ton, melampaui target awal 695 juta ton.

    Di samping itu, cadangan batu bara Indonesia mencapai 4% dari total cadangan dunia. Adapun, Amerika Serikat memiliki cadangan sebesar 25%, Rusia 16%, Australia 15%, China 14%, dan India 10%.

    Menurut Gita, batu bara Indonesia memiliki keunggulan karena kandungan abu dan sulfur yang rendah, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan batu bara dari negara lain. Karakteristik ini pula yang membuat banyak negara tetap tertarik menggunakan batu bara Indonesia.

    Diperkirakan cadangan yang besar dan permintaan global yang masih tinggi, Indonesia diperkirakan akan tetap menjadi pemain utama dalam industri batu bara dunia.

    “Kami optimistis dalam 10-20 tahun ke depan, batu bara tetap berperan penting dalam menjaga ketahanan energi nasional, sembari mendukung pertumbuhan energi terbarukan sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC),” jelas Gita.

    Transisi Energi Bertahap

    Gita menambahkan bahwa transisi menuju energi terbarukan perlu dilakukan secara bertahap. Mengingat kebutuhan energi dan kemampuan finansial tiap negara berbeda.

    “Pengurangan batu bara atau coal phase-down harus mempertimbangkan ketahanan energi di setiap negara,” ujarnya.

    Sementara itu, Pengamat Energi UGM, Fahmy Radhi turut mengakui cadangan batu bara yang cukup besar. Dia menilai jika cadangan tersebut ditinggalkan begitu saja berpotensi tidak menguntungkan bagi Indonesia.

    “Indonesia itu kan masih mempunyai cadangan batu bara yang masih cukup besar. Sehingga kalau ditinggalkan begitu saja Ini barangkali yang kurang menguntungkan bagi Indonesia,” jelasnya.

    Menurutnya, tantangan yang mesti dijawab Indonesia yakni bagaimana membuat batu bara menjadi sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Dia mengatakan hal dapat dilakukan karena saat ini sudah banyak teknologi yang bisa membuat batu bara menjadi lebih ramah lingkungan.

    “Ada keharusan juga bagi Indonesia tetap bisa menggunakan cadangan batu bara tadi. Tapi kemudian mengolahnya menjadi energi bersih juga banyak cara yang bisa digunakan misalnya dengan teknologi tertentu,” tutupnya.

    (akn/ega)

  • Pakar Tolak Subsidi Energi dalam Bentuk Produk, Ini Alasannya

    Pakar Tolak Subsidi Energi dalam Bentuk Produk, Ini Alasannya

    Jakarta: Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyerukan penolakan terhadap pemberian subsidi BBM dan LPG dalam bentuk produk, karena terbukti selama ini tidak tepat sasaran.
     
    “Jika pemberian subsidi masih diberikan dalam bentuk produk, pasti tidak tepat sasaran. Dan itu harus ditolak karena subsidi yang tepat sasaran harus by target. Tidak bisa lagi by product,” tegas Fahmy dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 6 November 2024.
     
    Saat ini, jelas Fahmy, sudah terbukti lebih dari 50 persen subsidi BBM dan LPG tidak tepat sasaran. Bahkan angkanya mencapai Rp100 triliun.
    “Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto bersama menteri-menterinya harus lebih berani membuat keputusan agar subsidi energi lebih tepat sasaran,” tutur dia.
     
    Fahmy memberikan contoh pada pemberian subsidi energi untuk LPG, yang seharusnya pemerintah dapat memakai data bantuan langsung tunai (BLT). “Sasaran subsidi LPG, sama dengan sasaran BLT. Jadi bisa menggunakan data itu,” ketus Fahmy.
     

     

    Hemat anggaran negara

    Selain itu, Fahmy juga menekankan pentingnya subsidi tepat sasaran sehingga menghemat penggunaan anggaran negara seperti halnya pengelolaan subsidi listrik.
     
    “Subsidi listrik sudah lebih tepat sasaran karena telah menerapkan mekanisme by name dan by address, serta berdasarkan daya yang terpasang,” tambah dia.
     
    Fahmy juga menekankan pentingnya agar subsidi yang diberikan untuk BBM, LPG, dan listrik benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat.
     
    “Jika subsidi energi tidak diberikan by target, berisiko menghambat program-program pemerintah yang lain, seperti makan siang gratis dan sebagainya,” katanya.
     
    Pernyataan Fahmy tersebut muncul setelah rapat yang diadakan oleh sejumlah anggota Kabinet Merah Putih di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
     
    Dalam rapat tersebut diputuskan pemerintah tidak mengubah skema subsidi untuk LPG. Subsidi LPG akan tetap menggunakan skema yang sama.
     
    “Nah, Menteri Bahlil ini terbukti tidak memahami pemberian subsidi untuk LPG yang seharusnya bisa diberikan sama seperti BLT,” ujar Fahmy.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Daftar Harga BBM Terbaru di SPBU Pertamina per 1 November 2024 – Page 3

    Daftar Harga BBM Terbaru di SPBU Pertamina per 1 November 2024 – Page 3

    Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai bahwa pembatasan BBM bersubsidi perlu segera diterapkan. Menurutnya, penyaluran BBM subsidi yang tidak tepat sasaran menyebabkan negara mengeluarkan dana berlebih hingga Rp120 triliun per tahun.

    Rencananya, penataan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran akan dilakukan mulai 1 Oktober 2024. Namun, pelaksanaannya tertunda karena pemerintah masih melakukan kajian lebih lanjut.

    “Menurut saya, kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi ini sudah sangat mendesak untuk segera diterapkan,” kata Fahmy kepada Liputan6.com, Jumat (4/10/2024).

    Fahmy menjelaskan bahwa BBM bersubsidi banyak dikonsumsi oleh golongan yang dinilai tidak berhak, dan secara nominal jumlahnya sangat besar.

    Berdasarkan perhitungannya, negara menanggung kelebihan penyaluran BBM subsidi sebesar Rp90 triliun pada tahun lalu, dan angka tersebut diperkirakan meningkat menjadi Rp120 triliun pada tahun ini.

    “Subsidi BBM yang salah sasaran sudah mencapai jumlah yang sangat besar, sekitar Rp120 triliun. Jika tidak ada pembatasan, maka APBN akan terus menanggung beban ini,” ujarnya.

    Jadi PR Prabowo

    Fahmy menilai bahwa beban subsidi yang besar ini dapat menjadi tantangan bagi pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto, terutama dengan adanya sejumlah program prioritas yang akan digenjot oleh Prabowo-Gibran.

    “Ini akan menjadi beban bagi pemerintahan Prabowo dan bahkan dapat mengurangi alokasi dana APBN untuk program-program strategis yang mereka canangkan,” jelasnya.

     

  • Pakar UGM: Prabowo-Gibran perlu beri insentif bagi investor panas bumi

    Pakar UGM: Prabowo-Gibran perlu beri insentif bagi investor panas bumi

    saya punya harapan lima tahun ke depan di akhir pemerintahan Prabowo itu bisa keseluruhan energi kita tidak bergantung negara lainJakarta (ANTARA) – Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyampaikan bahwa Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu memberikan insentif kepada investor pengembangan panas bumi demi mewujudkan kedaulatan energi di Indonesia.

    “Kalau Prabowo mau mengoptimalkan pemanfaatan geotermal, ya dengan menciptakan suatu sistem iklim investasi yang ramah. Mungkin kita bisa memberikan insentif ke investor-investor yang mau masuk, itu pasti menarik bagi investor,” kata Fahmy Radhi saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Minggu.

    Ia menyatakan bahwa lokasi sumber panas bumi sebagian besar berada di daerah pegunungan yang sulit aksesnya sehingga investasi yang dilakukan tidak hanya terhadap sistem pembangkit listriknya, tetapi juga infrastruktur logistiknya.

    Alternatif lainnya adalah membangun sendiri sarana dan prasarana jalan tersebut menggunakan APBN dari pemerintah pusat atau APBD milik pemerintah daerah.

    “Seperti yang dilakukan Jokowi memberikan insentif fiskal yang besar terhadap investor (hilirisasi) nikel maka banyak investor China yang masuk. Nah, di (pengembangan) geotermal itu tidak dilakukan oleh Jokowi maka kini Prabowo sebaiknya prioritaskan,” ucap Fahmy.

    Baca juga: Listrik produksi Geo Dipa Energi diminati investor Jepang

    Baca juga: Sumatera Selatan undang investor garap EBT panas bumi

    Ia pun meminta pemerintahan Prabowo-Gibran untuk konsisten dan berkomitmen penuh untuk mengembangkan berbagai sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia untuk dapat mencapai target net zero emission 2060.

    Kini ia mencatat bahwa tingkat bauran energi bersih di Indonesia hanya sekitar 12,5 persen, jauh dari target 23 persen yang dicanangkan untuk dapat tercapai pada 2025.

    “Kalau mulai sekarang diberlakukan secara konsisten dan terus-menerus, tidak diganggu oleh lobi-lobi dari kelompok oligarki maka saya punya harapan nanti lima tahun ke depan di akhir pemerintahan Prabowo itu bisa keseluruhan energi kita tidak lagi bergantung dari negara lain,” imbuhnya.

    Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024 – 2029 usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Jakarta, Minggu.

    Dalam pidatonya, Prabowo optimis Indonesia mampu melakukan swasembada energi dan tidak bergantung pada negara lain di bawah kepemimpinannya.

    Ia mengatakan bahwa Indonesia memiliki berbagai tanaman yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi, seperti kelapa sawit, singkong, tebu dan jagung.

    Prabowo juga menyatakan bahwa Indonesia mempunyai potensi energi panas bumi (geotermal), batu bara serta air yang besar.

    Baca juga: Pemkab Sukabumi undang investor untuk kembangkan EBT

    Baca juga: Pemerintah permudah investor kembangkan energi panas bumi

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • Awas! Konflik Iran-Israel Berpotensi Picu Kenaikan Harga BBM

    Awas! Konflik Iran-Israel Berpotensi Picu Kenaikan Harga BBM

    Yogyakarta (beritajatim.com)- Konflik yang terjadi antara Iran dengan Israel menimbulkan potensi dan ancaman tersendiri bagi dunia termasuk dari sisi perekonomian. Pasalnya konflik Iran-Israel ini sangat berpotensi memicu kenaikan harga minyak mentah dunia dan berimbas pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

    Pengamat Ekonomi Energi UGM, Dr. Fahmy Radhi, MBA menyatakan konflik Iran-Israil berpotensi menaikan harga minyak dunia yang akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

    Dia mengatakan itu dengan alasan lokasi konflik di seputar Selat Hormuz, dan dimungkinkan akan mengganggu jalur supply chain minyak dunia sehingga menghambat pasokan minyak dan menaikkan biaya distribusi.

    “Berpotensi menaikan harga minyak dunia. Apalagi sebelum pecah konflik harga minyak dunia sudah naik pada kisaran US $89 per barrel, potensi kenaikan harga minyak dunia akan berlanjut saat eskalasi ketegangan Iran-Israil meluas”, ujarnya melalui siaran pers.

    Dia menjelaskan sebagai net-importir, kenaikan harga minyak dunia sudah pasti akan berpengaruh terhadap harga BBM di Indonesia, bahkan berpotensi di atas asumsi ICP (Indonesian Crude Price) asumsi APBN 2024 yang telah ditetapkan sebesar US $ 82 per barrel. Dijelaskan pula dalam kondisi ketidakpastian harga minyak dunia, Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian menjamin bahwa Pemerintah tidak akan menikan harga BBM Subsidi sampai Juni 2024.

    Disebutnya Pemerintah hanya akan melakukan penyesuaian arah subsidi energi. Meski begitu jika eskalasi konflik Iran-Israil meluas, tidak menutup kemungkinan harga minyak dunia akan melambung.

    “Bahkan diperkirakan bisa mencapai di atas US $ 100 per barrel. Dalam kondisi tersebut, Pemerintah dihadapkan pada dilemma dalam penetapan harga BBM di dalam negeri”, jelasnya.

    Menurutnya, jika harga BBM Subsidi tidak dinaikan, beban APBN akan membengkak. Berikutnya kenaikan harga minyak dunia akan semakin menguras devisa untuk membiayai impor BBM.

    Ujung-ujungnya semakin memperlemah kurs rupiah terhadap dollar AS, yang saat ini sudah sempat menembus Rp. 16.000 per dollar AS. Sementara jika harga BBM Subsidi dinaikan dipastikan akan memicu inflasi yang menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehingga menurunkan daya beli rakyat.

    “Dalam kondisi ketidakpastian harga minyak dunia akibat konflik Iran-Israil ini, sebaiknya Pemerintah jangan memberikan PHP atau harapan palsu kepada rakyat dengan menjamin bahwa harga BBM Subsidi tidak akan dinaikan hingga Juni 2024. Pemerintah sebaiknya mengambil keputusan realistis berdasarkan indikator terukur, salah satunya harga minyak dunia”, katanya.

    Karena itu sarannya, jika harga minyak dunia masih di bawah US $100 per barrel, harga BBM Subsidi tidak perlu dinaikan. Namun, jika harga minyak dunia mencapai di atas US $100 per barrel, harga BBM Subsidi sebaiknya dinaikan, sembari memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin yang terdampak. [aje]