Tag: Fadli Zon

  • 80,7 Persen Masyarakat Dukung Soeharto jadi Pahlawan Nasional

    80,7 Persen Masyarakat Dukung Soeharto jadi Pahlawan Nasional

    GELORA.CO -Sebanyak 80,7 persen masyarakat setuju jika Presiden ke-2 RI Soeharto ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

    Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif KedaiKOPI Hendri Satrio atau Hensat berdasarkan hasil surveinya terkait persepsi publik tentang wacana pengangkatan Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi pahlawan nasional.

    “Sebanyak 80,7 persen mendukung Soeharto menjadi pahlawan nasional, sementara yang tidak mendukung 15,7 persen dan yang tidak tahu 3,6 persen,” kata Hensat dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu, 8 November 2025.

    Ia mengurai berdasarkan survei tersebut, masyarakat setuju dengan pengusungan Soeharto jadi pahlawan nasional karena beberapa hal.

    Tercatat ada 78 persen orang mendukung dengan alasan dianggap berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada pangan.

    Selain itu, 77,9 persen mendukung dengan alasan Soeharto dinilai berhasil melakukan pembangunan untuk bangsa.

    Selanjutnya, 63,2 persen masyarakat mendukung dengan alasan Soeharto dinilai berhasil menghadirkan sekolah dan sembako murah dan 59,1 persen dengan alasan stabilitas politik yang baik.

    Sedangkan, barisan yang tidak mendukung Soeharto terbagi menjadi beberapa kelompok.

    Sebanyak 88 persen responden tidak mendukung Soeharto karena maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme selama masa jabatannya.

    Kemudian 82,7 persen responden tidak mendukung karena Soeharto dianggap membungkam kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. 

    Lalu, ada 79,6 persen menolak karena Soeharto merupakan pelanggar HAM dan 61,3 persen beralasan Soeharto terlibat dalam kasus intimidasi beberapa pihak dalam peristiwa kontroversi.

    Hensat menambahkan, temuan data tersebut seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam memutuskan gelar pahlawan untuk Soeharto.

    Ia berharap seluruh pandangan masyarakat ini dapat diperhitungkan sehingga keputusan yang diambil pemerintah nantinya merupakan jalan tengah yang tepat.

    “Ini adalah alasan alasan yang sangat krusial bagi sejarah Indonesia. Jadi dan ini harusnya bisa menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam memutuskan nantinya. Jadi jangan hanya dilihat banyak yang setuju, tapi dilihat juga yang tidak setuju,” jelas Hensat.

    Survei yang dilakukan Kedai Kopi dilakukan mulai 5 November 2025 hingga 7 November 2025.

    Survei menggunakan metode Computerized Assited Self Interview (CASI) dengan responden 1.231 di seluruh Indonesia. Responden dalam survei ini mulai dari usia 17 sampai 60 tahun.

    Soeharto dan Gus Dur telah diusulkan masuk dalam daftar 49 nama pahlawan nasional. Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon menyatakan Soeharto telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Pahlawan. 

  • Prabowo: Kekuasaan bukan tujuan, tetapi alat untuk bantu rakyat

    Prabowo: Kekuasaan bukan tujuan, tetapi alat untuk bantu rakyat

    Kekuasaan harus digunakan untuk menebar kebaikan, menghapus kemiskinan, dan menegakkan kedaulatan, sebab kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan alat untuk berbuat baik bagi bangsa dan rakyat. Kita ingin Indonesia yang adik, makmur, dan sejahtera

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum DPP Partai Gerindra mengingatkan jajaran pimpinan dan kader partainya kekuasaan tidak menjadi tujuan, tetapi alat perjuangan untuk membantu rakyat untuk sejahtera dan makmur.

    Di Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Jawa Barat, Sabtu, Presiden Prabowo memberikan taklimat kepada jajaran pimpinan dan kader partai, kemudian Presiden juga memanfaatkan pertemuan itu untuk berinteraksi secara langsung dengan kader-kadernya.

    “Kekuasaan harus digunakan untuk menebar kebaikan, menghapus kemiskinan, dan menegakkan kedaulatan, sebab kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan alat untuk berbuat baik bagi bangsa dan rakyat. Kita ingin Indonesia yang adik, makmur, dan sejahtera,” kata Presiden Prabowo saat memberikan taklimat kepada kadernya.

    Dalam pertemuan yang sama, Presiden Prabowo juga mengingatkan setiap kebijakan yang dibuat oleh jajaran pimpinan dan kader harus selalu berpihak kepada rakyat.

    Presiden Prabowo juga mengingatkan kembali arti menjadi seorang pemimpin kepada jajaran di partainya itu.

    “Seorang pemimpin sejati harus memahami keadaan bangsanya. Tidak cukup hanya dengan rasa suka atau tidak suka, tetapi harus mengetahui arah perjuangan bangsa,” kata Presiden Prabowo.

    Dalam paparannya saat memberikan taklimat, Presiden Prabowo juga menekankan kembali amanat dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).

    Isi Pasal 33 yang dipaparkan dalam taklimat itu, sebagai berikut:

    1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

    2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

    3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

    4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

    Dalam acara pemberian taklimat itu, seluruh kader Partai Gerindra mengenakan atasan safari berwarna putih dengan celana berwarna krem, dan untuk kader laki-laki seluruhnya mengenakan kopiah.

    Beberapa jajaran pimpinan dan kader partai, yang saat ini juga menjadi pejabat negara, yang hadir, antara lain Menteri Luar Negeri Sugiono, saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai, kemudian ada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dan Ketua Fraksi Gerindra DPR RI sekaligus Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono, dan Ketua Komisi IV DPR RI Situ Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 49 Nama Calon Pahlawan Nasional Dikirim ke Prabowo, Ada Soeharto-Marsinah

    49 Nama Calon Pahlawan Nasional Dikirim ke Prabowo, Ada Soeharto-Marsinah

    Jakarta

    Menteri Sosial (Mensos) RI Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan daftar 49 nama yang akan diberikan gelar pahlawan sudah diserahkan ke Presiden Prabowo Subianto. Penyerahan daftar nama-nama tersebut diberikan ke Presiden oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon.

    “Ya tentu sudah dong (diserahkan ke Presiden), dari Dewan Gelar kan. Pak Fadli Zon kan sudah menghadap Presiden untuk menyerahkan nama-nama yang telah memenuhi syarat ya,” ungkap Gus Ipul kepada wartawan di Jakarta Pusat, Sabtu (8/11/2025).

    Gus Ipul merinci, nama-nama yang diusulkan terdiri dari 40 usulan baru serta 9 dari usulan sebelumnya yang belum ditetapkan oleh Presiden. Dia menjelaskan dari 49 nama tersebut, terdapat sosok Presiden ke-2 RI Soeharto serta aktivitas buruh Marsinah.

    “Ada beberapa nama ya, di antaranya tentu Presiden Soeharto, Presiden Gus Dur, ada Syekhona Kholil Bangkalan, ada Kiai Bisri Syansuri, dan ada pejuang-pejuang lain dari berbagai provinsi. (Marsinah) ya masuk, masuk, (kategori) pejuang buruh Marsinah juga masuk dari 49 itu,” terang Gus Ipul.

    Dia mengatakan pengumuman 49 nama yang akan diberi gelar pahlawan ini nantinya akan disampaikan langsung oleh Presiden. Dia pun meminta publik bersabar untuk menunggu kepastian daftar nama dari 49 tokoh yang akan diberikan gelar pahlawan.

    (jbr/jbr)

  • Prabowo Umumkan Penerima Gelar Pahlawan Nasional Senin 10 November 2025

    Prabowo Umumkan Penerima Gelar Pahlawan Nasional Senin 10 November 2025

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto akan mengumumkan tokoh penerima gelar pahlawan nasional pada Senin, 10 November 2025. Pengumuman akan disampaikan bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional yang jatuh setiap tanggal 10 November.

    “Untuk gelar pahlawan rencana akan Insya Allah mungkin hari Senin. Nanti akan ada semacam keputusan pemberian gelar pahlawan nasional” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat 7 November 2025.

    Dia menyampaikan jumlah penerima gelar pahlawan nasional, Prasetyo menyampaikan hal tersebut akan diputuskan Presiden Prabowo. Adapun Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan mengusulkan 49 nama kepada Prabowo, salah satunya Presiden kedua RI Soeharto.

    “Total? Total. Belum tahu,” ucap Prasetyo.

    Dia menekankan bahwa pengusulan nama penerima gelar pahlawan nasional sudah melewati semua prosedur. Terkait adanya penolakan pemberian gelar kepada Soeharto, Prasetyo mengajak semua pihak untuk melihat dan menghargai jasa pemimpin terdahulu.

    “Bahwa ada pro kontra, bahwa ada yang mungkin setuju mungkin tidak itu bagian dari aspirasi. Tetapi marilah sekali lagi kita mengajak semuanya untuk melihat yang positif. Melihat yang baik. Apalagi kalau bicaranya adalah itu pemimpin-pemimpin kita terdahulu,” jelasnya.

    “Marilah kita arif dan bijaksana belajar menjadi dewasa sebagai sebuah bangsa untuk kita menghormati dan menghargai jasa-jasa para pendahulu. mari kita kurangi untuk selalu melihat kekurangan-kekurangan,” sambung Prasetyo.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, Tanda Kehormatan Fadli Zon menyampaikan usulan tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional bertambah dari 40 menjadi 49 nama. Adapun 40 tokoh dianggap telah memenuhi syarat mendapat gelar Pahlawan Nasional, sementara 9 nama lainnya usulan dari tahun sebelumnya.

    “Ada 40 nama calon pahlawan nasional yang dianggap telah memenuhi syarat dan ada sembilan nama yang merupakan bawaan, carry over, dari yang sebelumnya. Jadi totalnya ada 49 nama,” kata Fadli Zon usai menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).

    Dari 49 nama itu, Fadli Zon menyampaikan kepada Prabowo bahwa ada 24 tokoh yang masuk daftar prioritas untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Dia tak menjelaskan secara rinci siapa saja 24 nama tersebut.

    “Karena kita juga mendekati Hari Pahlawan, kita telah menyampaikan ada 24 nama dari 49 itu yang menurut, Dewan Gelar Tanda Kehormatan memerlukan, telah diseleksi mungkin bisa menjadi prioritas,” ujarnya.

    Menteri Kebudayaan itu menyampaikan Presiden kedua RI Soeharto masuk dalam daftar 49 nama calon Pahlawan Nasional yang dilaporkan kepada Prabowo. Dia menuturkan Soeharto telah tiga kali diusulkan menjadi Pahlawan Nasional dan kembali dipertimbangkan pada tahun ini.

    “Nanti kita lihatlah ya (Soeharto). Untuk nama-nama itu memang semuanya seperti saya bilang itu memenuhi syarat ya, termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015, semuanya yang sudah memenuhi syarat,” jelas Fadli.

    Sementara itu, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur masuk daftar calon Pahlawan Nasional yang diseleksi Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan. Selain itu, kata Fadli Zon, ada nama aktivis buruh perempuan yang gugur saat masa Orde Baru, Marsinah.

    “Itu (Gus Dur) juga termasuk yang kita seleksi ya, semuanya saya kira memenuhi syarat juga,” ujar dia.

    Menurut dia, nama Marsinah diusulkan oleh organisasi buruh untuk menjadi Pahlawan Nasional. Namun, nantinya Dewan Gelar tetap menyeleksi 24 nama yang masuk daftar prioritas sebelum ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.

    “Ya itu kan termasuk yang diusulkan juga ya, diusulkan oleh tokoh-tokoh buruh ya dan banyak juga organisasi buruh yang mendukung itu dan juga diusulkan dari pemerintah, kabupaten, kota, dari provinsi. Itu termasuk nama dari 49 nama itu,” tutur Fadli Zon.

     

  • Soal Pahlawan Nasional, Istana: Mari Bijaksana Hormati dan Hargai Jasa Para Pendahulu

    Soal Pahlawan Nasional, Istana: Mari Bijaksana Hormati dan Hargai Jasa Para Pendahulu

    Soal Pahlawan Nasional, Istana: Mari Bijaksana Hormati dan Hargai Jasa Para Pendahulu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Istana melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi merespons perihal polemik yang timbul terkait pengusulan sejumlah nama menjadi Pahlawan Nasional.
    Mensesneg mengajak seluruh pihak untuk menghormati dan menghargai jasa para pendahulu bangsa menjelang penganugerahan gelar
    Pahlawan Nasional
    tahun 2025 tersebut.
    “Marilah kita arif dan bijaksana belajar menjadi dewasa sebagai sebuah bangsa untuk kita menghormati dan menghargai jasa-jasa para pendahulu,” kata Prasetyo di
    Istana
    Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Diketahui, masuknya nama Presiden Ke-2 RI Jenderal Besar TNI (Purn)
    Soeharto
    dalam usulan penerima
    gelar Pahlawan Nasional
    menimbulkan polemik.
    Terkait adanya perbedaan pandangan dari sejumlah pihak terhadap sejumlah nama yang diusulkan menerima gelar pahlawan, Prasetyo menilai hal tersebut sebagai bagian dari aspirasi masyarakat yang wajar dalam kehidupan berbangsa.
    Prasetyo pun kembali mengajak semua pihak untuk bersikap arif dan melihat sisi positif dari perjuangan para pemimpin terdahulu.
    Menurut dia, momentum penganugerahan gelar pahlawan nasional seharusnya menjadi pengingat bagi masyarakat untuk meneladani semangat dan pengabdian para pendahulu
    “Mari kita kurangi untuk selalu melihat kekurangan-kekurangan,” ujar Prasetyo.
    Lebih lanjut, Prasetyo menyampaikan bahwa rencana pemberian gelar pahlawan nasional akan diumumkan bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan pada Senin, 10 November 2025.
    Saat ini, Dewan Gelar Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) masih melakukan kajian terhadap 49 nama yang diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
    Apalagi, Ketua Dewan GTK, Fadli Zon sebelumnya menyebut, ada 24 dari 49 nama yang masuk dalam daftar prioritas.
    Setelah melakukan kajian, Fadli Zon menjelaskan, baru akan disampaikan kepada Presiden
    Prabowo
    Subianto untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
    “Ya, tentu akan diseleksi lagi. Termasuk oleh, oleh kami sendiri akan disortir lagi gitu ya. Kira-kira untuk disampaikan nanti kepada Presiden,” kata Fadli Zon di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 5 November 2025.
    Fadli Zon lantas memastikan bahwa nama-nama yang diusulkan sudah memenuhi syarat.
    Menurut dia, seluruhnya memiliki perjuangan yang jelas. Begitu juga dengan belakang, riwayat hidup, dan riwayat perjuangannya yang sudah diuji secara akademik serta secara ilmiah secara berlapis-lapis.
    Bahkan, Fadli menyebut, nama Presiden ke-2 Soeharto sudah diusulkan sebanyak tiga kali.
    “Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan, ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015, semuanya yang sudah memenuhi syarat,” ujarnya.
    Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menyampaikan 40 nama yang diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional kepada Ketua Dewan GTK, Fadli Zon.
    Berikut ini daftar 40 nama tokoh yang diusulkan Kemensos ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peneliti: Jika pahlawan diukur dari dampaknya, Soeharto layak dinilai

    Peneliti: Jika pahlawan diukur dari dampaknya, Soeharto layak dinilai

    “Pembangunan sekolah secara masif pada awal 1970-an, reformulasi struktur perencanaan pembangunan serta modernisasi pertanian pada dekade 1980-an merupakan bagian dari proses nation-building yang membentuk fondasi sosial dan ekonomi Indonesia saat in

    Jakarta (ANTARA) – Wacana mengenai penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Presiden Ke-2 RI Soeharto dinilai perlu ditempatkan dalam kerangka penilaian sejarah yang menyeluruh.

    Peneliti sekaligus Wakil Direktur Intelligence and National Security Studies (INSS) Yusup Rahman Hakim dalam keterangan di Jakarta, Jumat mengatakan pembacaan terhadap kontribusi Soeharto sebaiknya dilakukan berdasarkan dampak kebijakan publik dan pembangunan jangka panjang, bukan semata pada persepsi politik yang terfragmentasi.

    Menurut Yusup, sejumlah kebijakan pada masa pemerintahan Soeharto memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penguatan kapasitas negara, terutama dalam bidang pendidikan dasar, pembangunan administrasi pemerintahan, dan ketahanan pangan.

    “Pembangunan sekolah secara masif pada awal 1970-an, reformulasi struktur perencanaan pembangunan serta modernisasi pertanian pada dekade 1980-an merupakan bagian dari proses nation-building yang membentuk fondasi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini,” kata Yusup.

    Ia menyatakan perluasan akses pendidikan dasar saat itu mendorong mobilitas sosial yang lebih luas dan memunculkan kenaikan tingkat literasi penduduk.

    Sementara, keberhasilan mencapai kecukupan pangan pada pertengahan 1980-an memperkuat kemandirian ekonomi desa dan memperbaiki kesejahteraan petani.

    Kendati demikian, Yusup menekankan bahwa catatan kritis pada masa tersebut, seperti pembatasan ruang demokrasi dan praktik korupsi dalam lingkar kekuasaan tetap harus dicatat sebagai bagian integral dari sejarah Indonesia.

    “Pengakuan terhadap kontribusi tidak berarti menghapus kritik. Sejarah harus dicatat lengkap, dengan capaian dan konsekuensinya. Dari sanalah bangsa ini belajar,” ujarnya.

    Yusup melanjutkan bahwa mekanisme penetapan gelar pahlawan nasional sudah memiliki kerangka hukum dan proses verifikasi yang berlapis sehingga diskusi publik mengenai Soeharto sebaiknya dilakukan secara terbuka dan berbasis kajian.

    “Diskusi mengenai Soeharto sebagai pahlawan nasional sah untuk dibahas selama penilaiannya berpijak pada data, bukan sekadar opini yang saling menegasikan,” ujar Yusup.

    Menurutnya, kedewasaan berdemokrasi tercermin ketika masyarakat mampu membaca sejarah secara berimbang, tanpa terjebak glorifikasi maupun penolakan total.

    Adapun Presiden Prabowo Subianto menerima 49 nama calon pahlawan nasional dari Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon, termasuk ada nama Soeharto dan Presiden Ke-4 RI K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

    Fadli Zon yang juga Menteri Kebudayaan itu menjelaskan dari 49 nama itu, sebanyak 24 nama di antaranya merupakan nama-nama yang masuk daftar prioritas.

    Selain Soeharto dan Gus Dur, tokoh lain yang diusulkan, antara lain aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah; ulama asal Bangkalan Syaikhona Muhammad Kholil; Rais Aam PBNU K.H. Bisri Syansuri; K.H. Muhammad Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jombang; Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan; serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin dari Jakarta (mantan Gubernur Jakarta).

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fadli Zon Berkukuh Klaim Out Of Nusantara Punya Dasar Kuat

    Fadli Zon Berkukuh Klaim Out Of Nusantara Punya Dasar Kuat

    Fadli Zon Berkukuh Klaim Out Of Nusantara Punya Dasar Kuat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kebudayaan Fadli Zon bersikukuh bahwa klaim out of Nusantara yang dikemukakanya memiliki dasar yang kuat.
    “Kalau (
    out of Nusantara
    ) itu basisnya saya kira kuat, ya. Bahkan sudah ada yang membuat teori out of Asia,” kata
    Fadli Zon
    di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
    Out of Nusantara
    yang dikemukakan Fadli Zon adalah klaim yang menyatakan bahwa persebaran spesies manusia di dunia dimulai dari Nusantara, daerah yang juga dikenal saat ini sebagai Indonesia dan sekitarnya.
    Klaim tersebut bertentangan dengan konsensus mayoritas komunitas ilmiah yang mendukung teori
    out of Africa
    , bahwa migrasi Homo erectus dan Homo sapiens di dunia ini dimulai dari Afrika.
    Ia menyatakan, teori
    out of Nusantara
    juga berasal dari hipotesis multiregional migration (
    migrasi multiregional
    ).
    Ia meyakini, titik migrasi tidak hanya berasal dari Afrika, tetapi juga bisa dari Asia ke Afrika maupun ke benua biru.
    “Selama ini kan selalu dikatakan teorinya itu manusia itu dari Afrika, dari, semua manusia katanya dari Afrika. Teori ini sudah di-
    challenge
    dengan hipotesis juga
    multiregional migration
    gitu, ya. Jadi tidak selalu, bisa juga dari Asia ke Afrika, ke Eropa, dan sebaliknya,” ucap dia.
    Lebih lanjut, Fadli Zon lantas mengemukakan temuan yang menjadi dasar teori
    out of Nusantara
    .
    Ia mengungkapkan, banyak lukisan purba di Indonesia yang berusia puluhan ribu tahun lalu yang dapat menjadi dasar.
    Salah satunya, lukisan purba di Maros yang berusia 51.200 tahun. Lukisan manusia purba di wilayah itu mencapai sekitar 700 buah.
    “Di Gua Sangkulirang di Kalimantan Timur itu ada 58 goa dan ada 2.500 panel, ya. Kemudian di Gua Lida Ajer (Sumatera Barat) yang diperkirakan 60.000 tahun, Gua Harimau 22.000 tahun. Jadi kita ini dan juga banyak gambar-gambar perahu. Nenek moyang kita mungkin bermigrasi dengan menggunakan perahu,” ungkapnya.
    “Jadi saya mengemukakan itu supaya kita tidak terpaku kepada sebuah teori yang mapan, Out of Africa. Bisa juga Out of Nusantara dan sudah mulai banyak yang melirik teori baru ini,” tandas Fadli.
    Arkeolog dari Pusat Penelitian
    Arkeologi
    Nasional, Profesor Harry Truman Simanjuntak, membantah teori out of Nusantara yang dikemukakan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
    “Manusia Nusantara ini datang dari luar semua. Tidak ada yang tumbuh di Nusantara karena evolusi datang dari Afrika sana,” kata Harry Truman Simanjuntak kepada Kompas.com, Rabu (29/10/2025).
    Gua Lida Ajer juga dijadikan bukti oleh Fadli Zon untuk mendukung teori out of Nusantara. Namun Harry Truman mengatakan manusia Gua Lida Ajer itu juga pendatang, bukan asli Sumatera Barat.
    “Lida Ajer juga berasal dari Afrika. Dia bukan berasal dari Sumatera,” ujar Harry yang merupakan pendiri Center for Prehistoric and Austronesian Study (CPAS) ini.
    Homo sapiens penghuni Nusantara disebutnya berasal dari Afrika termasuk yang pernah bermukim di Asia Tenggara daratan dan di Asia Tenggara kepulauan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pro-Kontra Soeharto Jadi Pahlawan: Antara Jasa dan Luka Lama Bangsa

    Pro-Kontra Soeharto Jadi Pahlawan: Antara Jasa dan Luka Lama Bangsa

    Pro-Kontra Soeharto Jadi Pahlawan: Antara Jasa dan Luka Lama Bangsa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, dinilai berisiko menghapus jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa Orde Baru.
    Aktivis
    Gen Z
    sekaligus mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM),
    Virdian Aurellio Hartono
    , menegaskan, penolakan terhadap wacana tersebut bukan sekadar persoalan masa lalu, tetapi menyangkut masa depan bangsa.
    Virdian menyoroti bahaya pengangkatan
    Soeharto
    sebagai pahlawan, yang menurutnya berpotensi menutupi berbagai pelanggaran HAM di masa pemerintahannya.
    Bahaya itu ia samakan dengan pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang sempat mengatakan bahwa peristiwa pemerkosaan massal terhadap perempuan pada 1998 tidak pernah terjadi.
    Menurut Virdian, pandangan semacam itu bisa memperkuat upaya pengingkaran terhadap penderitaan korban.
    “Bayangkan kalau Soeharto jadi pahlawan, sepaket dengan ucapan Fadli Zon, pemerkosaan massal 98 bisa dianggap tidak pernah ada,” kata Virdian, dalam diskusi #SoehartoBukanPahlawan, di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Bagi Virdian, pengakuan terhadap Soeharto sebagai pahlawan dapat berdampak luas terhadap cara negara memandang kekerasan dan pelanggaran HAM, baik di masa kini maupun mendatang.
    “Kalau Soeharto pahlawan, korban bisa dianggap bohong. Besok-besok, kalau ada korban pembungkaman atau pembunuhan oleh negara, bisa saja dianggap tidak pernah ada,” ujar dia.
    Virdian menekankan bahwa penolakan terhadap Soeharto bukan semata membela korban masa lalu, melainkan juga merupakan bentuk kesadaran generasi muda untuk mencegah kembalinya kultur kekuasaan otoriter.
    “Menolak Soeharto punya relevansi terhadap kehidupan kita hari ini dan masa depan. Kita tidak bisa membiarkan kultur itu kembali,” tegas dia.
    Ia juga menyinggung hasil penelitian yang menunjukkan rendahnya literasi sejarah di kalangan muda, sehingga banyak yang gagal memahami konteks kekuasaan Orde Baru.
    Kondisi ini, menurut dia, membuat sebagian masyarakat mudah menerima narasi romantisasi terhadap Soeharto dan masa pemerintahannya.
    Virdian mengingatkan, otoritarianisme tidak hadir secara tiba-tiba, tetapi muncul perlahan ketika publik tidak lagi kritis terhadap kekuasaan.
    “Otoritarian itu datang pelan-pelan, kita enggak sadar,” ucap dia.
    Ia mencontohkan sejumlah praktik pembatasan kebebasan yang masih terjadi hingga kini, termasuk ratusan aktivis yang diproses hukum karena aksi demonstrasi, serta jurnalis dan pegiat yang dikriminalisasi.
    “Kalau kita biarkan Soeharto jadi pahlawan, pelan-pelan semua itu akan dianggap hal yang normal,” kata dia.
    Selain itu, Virdian juga menyoroti pola pikir warisan Orde Baru yang masih bertahan hingga kini, seperti anggapan bahwa pembangunan merupakan hadiah dari negara dan politik hanya urusan elite.
    Menurut dia, generasi muda harus menolak upaya romantisasi terhadap Soeharto maupun nilai-nilai politik Orde Baru.
    “Jadi, bagi gue, enggak ada alasan untuk mengizinkan Soeharto jadi pahlawan, dan kita harus tolak Soeharto jadi pahlawan demi kehidupan kita hari ini dan masa depan kita semua,” imbuh dia.
    Di sisi lain, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon menyatakan, Soeharto memenuhi syarat mendapat gelar
    pahlawan nasional
    .
    Hal itu disampaikan usai Fadli melaporkan 49 nama calon pahlawan nasional kepada Presiden Prabowo Subianto, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    “Tentu dari kami, dari tim GTK ini, telah melakukan juga kajian, penelitian, rapat ya, sidang terkait hal ini. Jadi, telah diseleksi tentu berdasarkan, kalau semuanya memenuhi syarat ya, jadi tidak ada yang tidak memenuhi syarat. Semua yang telah disampaikan ini memenuhi syarat,” kata Fadli.
    Ia menegaskan, Soeharto telah melalui seluruh tahapan penilaian, mulai dari usulan masyarakat di tingkat kabupaten/kota hingga pemerintah provinsi.
    “Dari TP2GP yang di dalamnya juga, di dalam TP2GP juga akan ada sejarawan, ada macam-macam tuh orang-orangnya di dalam itu, ada sejarawan, ada tokoh agama, ada akademisi, ada aktivis, ya, kemudian di Kementerian Sosial dibawa ke kami. Jadi, memenuhi syarat dari bawah,” ujar dia.
    Menurut Fadli, nama Soeharto bahkan telah diusulkan sebanyak tiga kali.
    “Nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015, semuanya yang sudah memenuhi syarat,” tutur dia.
    Fadli kemudian memerinci jasa Soeharto yang dinilai layak mendapat penghargaan negara, di antaranya kepemimpinan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
    “Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia itu bisa diakui oleh dunia, masih ada. Karena Belanda waktu itu mengatakan Republik Indonesia sudah
    cease to exist
    , sudah tidak ada lagi,” ujar dia.
    Selain itu, lanjut Fadli, Soeharto juga memiliki peran penting dalam operasi pembebasan Irian Barat dan berbagai operasi militer lainnya.
    “Pembebasan Irian Barat dan lain-lain. Jadi ada, ada rinciannya. Nanti rinciannya kalau mau lebih panjang nanti saya berikan,” ujar dia.
    Sebelumnya, pemerintah diketahui tengah menggodok 40 nama calon pahlawan nasional.
    Beberapa di antaranya adalah Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Namun, wacana pemberian gelar kepada Soeharto menuai penolakan dari berbagai pihak.
    Sebanyak 500 aktivis dan akademisi menyatakan menolak rencana tersebut.
    Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI-P Bonnie Triyana juga menyampaikan keberatannya.
    Di sisi lain, dukungan datang dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Ia menilai, jasa Soeharto sangat besar bagi bangsa dan negara.
    “Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang, Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil, usai menemui Prabowo, di Istana Kepresidenan, Senin (3/11/2025).
    Menurut Bahlil, Soeharto adalah tokoh penting di balik kebangkitan ekonomi Indonesia dan dikenal sebagai “Macan Asia” pada masa Orde Baru.
    “Soeharto juga merupakan pendiri Partai Golkar dan sudah menjabat sebagai Presiden RI selama lebih dari 30 tahun,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Politik kemarin, Sahroni langgar kode etik sementara Uya Kuya tidak

    Politik kemarin, Sahroni langgar kode etik sementara Uya Kuya tidak

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa politik telah terjadi pada Rabu (5/11), dan berikut lima berita pilihan untuk Anda baca pada pagi ini, yakni mulai dari MKD DPR RI memutuskan Ahmad Sahroni melanggar kode etik, sementara Surya Utama alias Uya Kuya tidak melanggarnya.

    1. MKD putuskan Sahroni langgar kode etik karena pernyataan tak bijak

    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan teradu kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR RI yang dinonaktifkan, Ahmad Sahroni, melanggar kode etik karena melontarkan pernyataan yang tidak bijak.

    Selengkapnya baca di sini.

    2. MKD putuskan Sahroni-Eko Patrio langgar kode etik dan tetap nonaktif

    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan hukuman tambahan dengan memperpanjang masa nonaktif sebagai anggota DPR RI.

    Selengkapnya baca di sini.

    3. MKD putuskan Uya Kuya tak langgar kode etik karena korban hoaks

    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan teradu kasus dugaan pelanggaran kode etik Anggota DPR RI yang dinonaktifkan, Surya Utama alias Uya Kuya, tidak melanggar kode etik karena dirinya justru korban penyebaran berita bohong atau hoaks.

    Selengkapnya baca di sini.

    4. Rosan kaji rencana suntikkan dana PSO untuk operasional Whoosh

    Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani menjelaskan pemerintah bersama Danantara saat ini mengkaji rencana menyuntikkan dana public service obligation (PSO) yang berasal dari APBN untuk ke depannya ikut membiayai operasional kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

    Selengkapnya baca di sini.

    5. Prabowo terima 49 nama calon pahlawan, ada Soeharto dan Gus Dur

    Presiden Prabowo Subianto menerima 49 nama calon pahlawan nasional dari Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon, termasuk ada nama Presiden Ke-2 RI Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto dan Presiden Ke-4 RI K.H. Abdurrahman Wahid.

    Selengkapnya baca di sini.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pseudo-Demokrasi, Demokrasi Seolah-olah di Era Soeharto…

    Pseudo-Demokrasi, Demokrasi Seolah-olah di Era Soeharto…

    Pseudo-Demokrasi, Demokrasi Seolah-olah di Era Soeharto…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Aktivis 1998 sekaligus anggota DPR RI, Ansy Lema, menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
    Menurut dia,
    Soeharto
    justru meninggalkan warisan kelam bagi bangsa dalam bidang kemanusiaan, korupsi, dan
    demokrasi
    .
    “Dia (Soeharto) berkuasa sampai 32 tahun, dan kekayaannya semua diambil begini. Kemiskinan luar biasa. Gap ekonomi luar biasa,” kata Ansy, dalam diskusi bertajuk #SoehartoBukanPahlawan di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Rabu (5/11/2025).
    Ansy mengatakan, penolakannya didasari tiga alasan utama. Pertama, karena melakukan kejahatan kemanusiaan.
    Kedua, dugaan korupsi di era pemerintahannya. Ketiga, kejahatan demokrasi yang nyata saat Soeharto memimpin.
    Ia menuturkan, selama Orde Baru, kebebasan berserikat dan berekspresi dibatasi. Organisasi masyarakat, serikat pekerja, hingga media, berada di bawah kendali pemerintah.
    Menurut dia, sistem politik saat itu hanya formalitas belaka. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap tidak merepresentasikan kepentingan rakyat.
    “Dalam Orde Baru ada enggak demokrasi? Ada institusi politik. DPR ada. Eksekutif ada. Legislatif ada. Yudikatif ada. Tetapi cuma pajangan. Pemilu ada? Ada. Partai politik ada? Ada. Tetapi apa? Aksesoris,” kata Ansy.
    “Istilah keren yang orang politik bilang, pseudo-demokrasi. Demokrasi seolah-olah. Demokrasi prosedural yang ada. Demokrasi substansial enggak ada,” ucap dia.
    Ansy juga menilai, teori pembangunan Orde Baru yang disebut
    trickle down effect
    tidak pernah benar-benar terjadi.
    Dia menuturkan, pertumbuhan ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang dekat kekuasaan.
    “Kekayaan pertumbuhan ekonomi ini dicuri dan terkumpul di tangan segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin,” kata dia.
    Ia menilai, seseorang layak disebut
    pahlawan
    bila memiliki integritas dan nilai moral. Ansy menekankan bahwa indikator tersebut tidak dimiliki oleh Soeharto.
    “Ada demokrasi zaman Orde Baru? Tidak. Ada penghormatan terhadap hak asasi manusia? Tidak. Ada transparansi dan akuntabilitas? Tidak,” tegas dia.
    Dalam kesempatan ini, Ansy turut menyoroti upaya penulisan ulang sejarah Orde Baru yang dinilainya berpotensi menghapus jejak pelanggaran masa lalu.
    “Itu mau dihilangkan kejahatan-kejahatan korupsi, kemanusiaan, dan kejahatan demokrasi di era Orde Baru. Supaya upaya menjadikan Soeharto pahlawan bisa lolos,” kata dia.
    Tidak sampai di situ, Ansy juga menyinggung sebagian mantan aktivis 1998 yang kini berpihak pada kekuasaan.
    Padahal, kekuatan rakyat bersatu luar biasa untuk menggulingkan Soeharto dari kekuasaan.
    “Gue heran kalau ada aktivis 98 dulu teriak lawan Soeharto, hari ini kok tiba-tiba bisa dukung,” ucap dia.
    Di sisi lain, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon menyatakan, Soeharto memenuhi syarat mendapat gelar pahlawan nasional.
    Hal itu disampaikan usai Fadli melaporkan 49 nama calon pahlawan nasional kepada Presiden Prabowo Subianto, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    “Tentu dari kami, dari tim GTK ini, telah melakukan juga kajian, penelitian, rapat ya, sidang terkait hal ini. Jadi, telah diseleksi tentu berdasarkan, kalau semuanya memenuhi syarat ya, jadi tidak ada yang tidak memenuhi syarat. Semua yang telah disampaikan ini memenuhi syarat,” kata Fadli.
    Ia menegaskan, Soeharto telah melalui seluruh tahapan penilaian, mulai dari usulan masyarakat di tingkat kabupaten/kota hingga pemerintah provinsi.
    “Dari TP2GP yang di dalamnya juga, di dalam TP2GP juga akan ada sejarawan, ada macam-macam tuh orang-orangnya di dalam itu, ada sejarawan, ada tokoh agama, ada akademisi, ada aktivis, ya, kemudian di Kementerian Sosial dibawa ke kami. Jadi, memenuhi syarat dari bawah,” ujar dia.
    Menurut Fadli, nama Soeharto bahkan telah diusulkan sebanyak tiga kali.
    “Nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015, semuanya yang sudah memenuhi syarat,” tutur dia.
    Fadli kemudian memerinci jasa Soeharto yang dinilai layak mendapat penghargaan negara, di antaranya kepemimpinan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
    “Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia itu bisa diakui oleh dunia, masih ada. Karena Belanda waktu itu mengatakan Republik Indonesia sudah
    cease to exist
    , sudah tidak ada lagi,” ujar dia.
    Selain itu, lanjut Fadli, Soeharto juga memiliki peran penting dalam operasi pembebasan Irian Barat dan berbagai operasi militer lainnya.
    “Pembebasan Irian Barat dan lain-lain. Jadi ada, ada rinciannya. Nanti rinciannya kalau mau lebih panjang nanti saya berikan,” kata dia.
    Sebelumnya, pemerintah diketahui tengah menggodok 40 nama calon pahlawan nasional.
    Beberapa di antaranya adalah Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Namun, wacana pemberian gelar kepada Soeharto menuai penolakan dari berbagai pihak. Sebanyak 500 aktivis dan akademisi menyatakan menolak rencana tersebut.
    Di sisi lain, dukungan datang dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Ia menilai, jasa Soeharto sangat besar bagi bangsa dan negara.
    “Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang, Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil, usai menemui Prabowo di Istana Kepresidenan, Senin (3/11/2025).
    Menurut Bahlil, Soeharto adalah tokoh penting di balik kebangkitan ekonomi Indonesia dan dikenal sebagai “Macan Asia” pada masa Orde Baru.
    “Soeharto juga merupakan pendiri Partai Golkar dan sudah menjabat sebagai Presiden RI selama lebih dari 30 tahun,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.