Tag: Fadli Zon

  • Menbud Fadli Zon Tegaskan Komitmen Keterbukaan dalam Penulisan Sejarah Nasional – Page 3

    Menbud Fadli Zon Tegaskan Komitmen Keterbukaan dalam Penulisan Sejarah Nasional – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menegaskan komitmen Kementerian Kebudayaan untuk memastikan proses penulisan sejarah nasional dilakukan secara terbuka, ilmiah, dan inklusif.

    Hal ini disampaikan saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7/2025).

    “Dalam waktu dekat, tentu akan kita lakukan uji publik karena penulisan sejarah ini sangat terbuka untuk didiskusikan,” ujar Menteri Kebudayaan.

    Fadli Zon menekankan bahwa program penulisan sejarah bukan merupakan inisiatif baru, melainkan kelanjutan dari upaya penyempurnaan narasi sejarah nasional yang telah lama tidak diperbarui.

    “Saya ingin menegaskan bahwa penulisan sejarah ini bukan sebuah program baru tapi kelanjutan. Memang ada beberapa buku sejarah yang pernah diterbitkan, namun masih terdapat beberapa kekurangan dan sudah terlampau cukup lama tidak diperbaharui. Terakhir sejarah kita ditulis pada era Habibie, sehingga sudah 26 tahun tidak ada sejarah yang diperbaharui kembali. Inilah yang menjadi landasan penulisan sejarah tersebut,” jelasnya.

    Menurut Fadli Zon, sejarah memiliki arti penting sebagai identitas bangsa dan menjadi momentum strategis untuk mendidik generasi muda agar tidak melupakan jati diri di tengah derasnya arus globalisasi.

    “Sejarah ini penting dan merupakan identitas bangsa dan penulisan sejarah ini menjadi momentum yang tepat untuk mengedukasi generasi muda supaya jangan lupa akan sejarah, dan sejarah sebagai jati diri bangsa di tengah arus globalisasi yang kuat,” tegasnya.

    Ia menambahkan bahwa penulisan sejarah nasional akan menggunakan perspektif Indonesia sentris dengan tujuan memperkuat kepentingan nasional.

    “Sejarah ini tentu ditulis dengan perspektif Indonesia sentris untuk kepentingan nasional,” ujar Fadli Zon.

    Dalam masa kolonialisme, misalnya, ia menguraikan, kepentingan nasional kita adalah aspek perjuangan melawan penjajah, bukan lama penjajahannya. Selain itu, Menteri Kebudayaan juga mengungkapkan niat untuk memperkaya narasi sejarah dengan memasukkan temuan-temuan arkeologi terbaru yang menunjukkan betapa panjangnya sejarah peradaban nusantara.

    “Awal sejarah peradaban Indonesia dan berbagai temuan arkeologis terbaru juga ingin kita masukkan ke dalam penulisan sejarah ini yang dimulai dari 1,8 juta tahun lalu dengan berdasarkan pada artefak-artefak yang ditemukan di Indonesia. Sehingga kita bisa menjadi salah satu peradaban tertua di dunia yang memang diakui oleh dunia internasional,” jelasnya.

     

    Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, lagi-lagi jadi sorotan. Ia mengklaim bahwa kekerasan seksual dalam peristiwa Mei 1998 hanyalah rumor tanpa bukti. Sejumlah aktivis perempuan dan HAM pun menuntutnya meminta maaf, pasalnya laporan TGPF kasus kerusuhan…

  • Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis

    Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis

    Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    menjelaskan pandangannya mengenai
    pemerkosaan massal 1998
    yang menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini. 
    Di hadapan anggota DPR, dia menegaskan tidak menyangkal pemerkosaannya. Namun dia meragukan tragedi itu berlangsung massal. 
    Dia mempertanyakan penggunaan diksi “massal” yang menurutnya mengandung makna terstruktur dan sistematis.
    “Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras,” ujar Fadli dalam rapat kerja bersama Komisi X di Gedung DPR RI, Rabu (3/7/2025).
    Fadli mengaku telah mengikuti perdebatan mengenai isu ini selama lebih dari 20 tahun, termasuk berdiskusi secara terbuka di berbagai forum.
    Dia pun menyatakan siap berdialog sebagai sejarawan, bukan semata sebagai menteri.
    “Saya siap sebagai seorang sejarawan dan peneliti untuk mendiskusikan ini. Tidak ada denial sama sekali,” ujarnya.
    Meski begitu, politikus Gerindra itu mengaku tetap memiliki sejumlah keraguan terhadap pendokumentasian peristiwa pemerkosaan massal 1998.
    Dia pun menyinggung laporan awal Majalah Tempo dan pernyataan aktivis hak asasi manusia Sidney Jones, yang disebutnya kesulitan menemukan korban secara langsung dalam investigasi.
    “Ini Majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu tahun ’98, dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan (investigasi),” ucap Fadli sambil mengangkat Majalah Tempo.
    “Kalau tidak salah seorang wartawannya mengatakan investigasi tiga bulan soal perkosaan massal itu, ada kesulitan. Sidney Jones mengatakan tidak ketemu satu orang pun korban,” sambungnya.
    Suasana rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Fadli Zon berubah menjadi emosional ketika orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto itu bersikeras tidak ada pemerkosaan massal.
    Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati dan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P Mercy Chriesty Barends, menangis saat mendengar Fadli tetap mempertanyakan penggunaan diksi “massal” dalam kasus pemerkosaan 1998.
    Air mata My Esti tumpah saat menginterupsi penjelasan Fadli yang meragukan data dan informasi soal pemerkosaan massal 1998, hingga membandingkannya dengan kasus kekerasan seksual massal di Nanjing dan Bosnia.
    “(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti, dengan suara bergetar.
    Menurut My Esti, penjelasan Fadli yang teoretis dan tak menunjukkan kepekaan justru menambah luka bagi mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung situasi mencekam pada masa itu.
    “Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar dia.
    Fadli pun menyela pernyataan Esti dan menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut.
    “Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli.
    Namun, respons itu tidak cukup meredam emosi My Esti, yang kembali menegaskan bahwa penjelasan Fadli justru mengesankan keraguan penderitaan para korban.
    “Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan…,” ucap My Esti, sebelum kembali terdiam karena emosi.
    Setelahnya, Mercy pun ikut bersuara sambil menangis.
    Dia menyampaikan betapa menyakitkannya menyaksikan negara seolah kesulitan mengakui sejarah kelam, padahal data dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal Reformasi.
    “Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” tutur Mercy.
    Rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Fadli Zon di Gedung DPR RI juga diwarnai aksi protes dari Koalisi Masyarakat Sipil.
    Sejumlah anggota koalisi yang hadir di balkon ruang rapat mendadak membentangkan spanduk dan poster sebagai bentuk penolakan terhadap proyek penulisan ulang sejarah nasional.
    Aksi dimulai saat Fadli Zon hendak menyampaikan tanggapan terhadap pertanyaan sejumlah anggota dewan dalam rapat.
    Tiba-tiba, koalisi masyarakat sipil membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan mereka di pagar balkon ruang rapat.
    “Hentikan pemutihan sejarah!” teriak salah satu perwakilan koalisi, yang langsung disambut teriakan serupa dari rekan-rekannya.
    “Dengarkan suara korban!” seru lainnya.
    Koalisi juga menyerukan agar pemerintah dan DPR RI menghentikan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
    “Tolak gelar pahlawan Soeharto!” teriak mereka.
    Mendengar seruan tersebut, pimpinan dan anggota Komisi X beserta Fadli Zon dan jajarannya langsung menoleh ke arah balkon tempat aksi berlangsung.
    Fadli Zon menanggapi santai aksi Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak dan meminta dihentikannya penulisan ulang sejarah oleh pemerintah.
    “Ya, biasalah, kita dulu juga begitu,” ujar Fadli Zon.
    “Biasa sajalah, aspirasi ya,” sambung dia.
    Meski begitu, Fadli mengingatkan semua pihak untuk tidak langsung menghakimi proyek penulisan ulang sejarah yang sedang dilakukan.
    Fadli Zon menyatakan akan tetap melanjutkan penulisan sejarah ulang meski terjadi penolakan atas rencana ini.
    Ia meminta masyarakat tidak cepat-cepat menghakimi penulisan sejarah yang belum selesai.
    Terlebih, sejarah ulang ini ditulis oleh para sejarawan profesional dari berbagai wilayah.
    “Enggak (akan ditunda). Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini,” kata Fadli Zon.
    Fadli juga mengaku heran mengapa masyarakat menuntut agar sejarah ulang tidak ditulis.
    Ia mengutip kata-kata Presiden ke-1 RI Soekarno, yang meminta Indonesia jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
    “Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya? Gitu ya, jadi kita tentu harus menulis sejarah kita,” beber dia.
    Lebih lanjut, Fadli menyebut penulisan sejarah diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
    Kini, sejarah seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 Soekarno, Presiden ke-2 Soeharto, dan Presiden ke-3 B.J. Habibie.
    Penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan tone positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
    “Jadi enggak ada yang aneh-aneh, yang menurut saya, nanti kalau ada di situlah ruang para sejarawan, para intelektual untuk menulis, mengkaji. Dan perspektifnya bisa berbeda-beda, antara sejarawan mungkin dari perguruan tinggi A dengan perguruan tinggi B, bisa beda. Yang kita tulis ini adalah secara umum untuk mengisi kekosongan 26 tahun kita tidak menulis sejarah,” jelasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Momen Rapat DPR dengan Fadli Zon Digeruduk Aktivis Tolak Pemutihan Sejarah – Page 3

    Momen Rapat DPR dengan Fadli Zon Digeruduk Aktivis Tolak Pemutihan Sejarah – Page 3

    Usai meneriakan tuntutan, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian meminta para aktivis untuk berhenti.

    “Saya rasa cukup ya, cukup. Tolong kembali ke tempat masing-masing. Ya silakan kembali ke tempat masing-masing. Pamdal tolong diamankan,” kata Lalu. 

    Usai rapat, Fadli Zon mengaku biasa saja menyikapi protes tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat tersebut merupakan bagian dari aspirasi.

    “Ya biasa lah, saya juga dulu pernah begitu. Menurut saya aspirasi,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Menurut dia, banyak isu yang disuarakan oleh koalisi. Tidak hanya soal pemutihan sejarah, tapi juga soal gelar pahlawan untuk Presiden kedua RI Soeharto.

    “Kan tadi isunya bukan itu. Tentang Pak Harto apalah. Biasa ajalah, aspirasi ya,” ujarnya.

     

  • Sabam Sinaga: Demokrat dorong budaya jadi kekuatan ekonomi nasional

    Sabam Sinaga: Demokrat dorong budaya jadi kekuatan ekonomi nasional

    Sekarang sapaan ‘saranghaeyo’ itu sudah masuk ke semua lini masyarakat, bukan cuma anak muda, tapi anak kecil sampai orang tua pun sudah ikut-ikutan. Ini bukti bahwa kita perlu menguatkan budaya kita sendiri

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Demokrat Sabam Sinaga menyampaikan komitmen partainya untuk menjadikan kebudayaan sebagai kekuatan ekonomi baru bagi Indonesia.

    “Harapan kami dari Fraksi Demokrat adalah bagaimana membangun budaya kita agar lebih bernilai lagi dan bisa menjadi stimulus untuk menambah nilai-nilai ekonomi ke depan,” kata Sabam dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Sabam menilai budaya Indonesia harus diangkat tidak hanya sebagai warisan, tetapi juga sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi masyarakat.

    Ia menyoroti pentingnya integrasi antara kegiatan kebudayaan dan sektor pariwisata, terutama di kawasan super destinasi wisata yang telah ditetapkan pemerintah.

    Menurutnya, event-event budaya di lokasi-lokasi tersebut bisa menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

    “Ketika event super destinasi dilaksanakan, bisa tidak dikolaborasikan dengan event-event budaya? Ini juga salah satu trik bagaimana menjual budaya kita kepada wisatawan, dan sekaligus membangun pertumbuhan ekonomi di daerah,” ujarnya.

    Sabam mengingatkan bahwa invasi budaya asing sudah sangat terasa di tengah masyarakat. Ia mencontohkan penggunaan sapaan “saranghaeyo” yang sudah lazim di berbagai lapisan sosial, sebagai bentuk bagaimana budaya luar perlahan menggeser ekspresi budaya lokal.

    “Sekarang sapaan ‘saranghaeyo’ itu sudah masuk ke semua lini masyarakat, bukan cuma anak muda, tapi anak kecil sampai orang tua pun sudah ikut-ikutan. Ini bukti bahwa kita perlu menguatkan budaya kita sendiri,” kata Sabam.

    Fraksinya berharap kementerian terkait menyusun program budaya yang tidak hanya bersifat seremonial, tetapi berdampak langsung terhadap masyarakat serta bisa membentuk karakter dan ekonomi berbasis identitas bangsa.

    Terkait usulan tambahan anggaran kebudayaan yang mencapai Rp4,7 triliun dari pagu indikatif Rp827 miliar, Sabam menyatakan bahwa Fraksi Demokrat menyikapinya secara positif sebagai bentuk optimisme Menteri Fadli Zon dalam memperkuat sektor budaya.

    Sabam juga meminta agar rencana pembangunan museum yang disinggung dalam paparan kementerian dijelaskan lebih lanjut, terutama mengenai benang merahnya dengan penguatan budaya dan kontribusi terhadap pendidikan publik.

    “Kalau membangun museum, harus jelas manfaatnya terhadap kemajuan budaya kita. Jangan hanya menjadi monumen kosong,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Soal Isu Pemerkosaan Massal 1998, Menbud Fadli Zon Kini Berkilah Sebut Tak Pernah Menyangkal

    Soal Isu Pemerkosaan Massal 1998, Menbud Fadli Zon Kini Berkilah Sebut Tak Pernah Menyangkal

    JAKARTA – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan dirinya siap berdiskusi secara terbuka sebagai sejarawan dan peneliti tentang isu pemerkosaan massal perempuan etnis Tionghoa dalam Tragedi Kerusuhan Mei 1998. Fadli menyatakan tidak pernah menyangkal peristiwa itu, tetapi ia meragukan penggunaan diksi “massal” yang dianggap identik dengan kejadian yang terstruktur dan sistematis.

    “Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras,” kata Fadli dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Gedung DPR, Rabu, 2 Juni.

    Politikus Gerindra itu mengaku mengikuti perdebatan isu ini lebih dari 20 tahun, termasuk diskusi di berbagai forum publik. “Saya siap sebagai seorang sejarawan dan peneliti untuk mendiskusikan ini. Tidak ada denial sama sekali,” ujarnya.

    Fadli menyinggung laporan awal Majalah Tempo yang menurutnya kesulitan menemukan korban secara langsung. Ia juga mengutip pernyataan aktivis hak asasi manusia Sidney Jones yang disebut tidak berhasil bertemu satu pun korban dalam investigasi panjang. “Ini Majalah Tempo yang baru terbit waktu itu, tahun 1998. Bisa dibaca dan dikutip bagaimana mereka juga melakukan investigasi tiga bulan soal perkosaan massal itu, ada kesulitan. Sidney Jones mengatakan tidak ketemu satu orang pun korban,” jelasnya sambil mengangkat Majalah Tempo di hadapan anggota dewan.

    Selain soal pendokumentasian, Fadli mengingatkan potensi narasi adu domba yang dimanfaatkan pihak asing untuk memecah belah masyarakat Indonesia. Ia mencontohkan tuduhan yang diarahkan ke institusi militer dan dikaitkan dengan agama tertentu. “Jangan sampai kita masuk dalam narasi adu domba dari kekuatan asing. Misalnya, sebelum melakukan perkosaan massal meneriakkan ‘Allahu Akbar’. Itu ditulis dan disebut pelakunya berambut cepak, diarahkan ke militer. Ini narasi yang harus diteliti lebih dalam,” tegasnya.

    Fadli juga memastikan proses penulisan ulang sejarah tragedi 1998 tidak akan diintervensi atau dicampuri oleh dirinya sebagai menteri. Semua kajian dan dokumentasi sepenuhnya dilakukan para pakar sejarah yang independen.

    Dalam kesempatan itu, Fadli juga mengungkapkan sudah membaca dokumen lengkap Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 1998. Meski begitu, ia menekankan perlunya pendalaman akurasi data agar publik tidak terjebak kesimpulan menyesatkan. “Kita tidak ingin ini menjadi narasi adu domba dan kita kemudian mengenyampingkan ketelitian. Pendokumentasian yang kokoh itu masalahnya,” katanya.

    Fadli menegaskan, pengakuan bahwa peristiwa pemerkosaan memang terjadi harus dibarengi upaya membangun basis data yang valid. “Kita harus akui bahwa jelas itu ada perkosaan dan itu terus terjadi juga, tetapi secara hukum kita sulit untuk mendapatkan faktanya,” tutup Fadli.

  • Fraksi PKB DPR Minta Fadli Zon Tunda Penulisan Ulang Sejarah Nasional

    Fraksi PKB DPR Minta Fadli Zon Tunda Penulisan Ulang Sejarah Nasional

    Fraksi PKB DPR Minta Fadli Zon Tunda Penulisan Ulang Sejarah Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi X
    DPR RI

    Habib Syarief Muhammad
    meminta
    penulisan sejarah
    ulang yang dimotori oleh
    Kementerian Kebudayaan
    (Kemenbud) ditunda karena dia menilai proyek historiografi nasional ini bersifat tertutup.
    “Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief, Rabu (2/7/2025).
    Hal ini dikatakannya dalam rapat kerja dengan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
    Ia mengungkapkan, hal itu tecermin dari tidak adanya penjelasan perinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah.
    Ia mengaku sudah mencoba mencarinya, namun tidak pernah mendapatkan data lengkap.
    Belum lagi, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
    “Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” beber dia.
    Di sisi lain, kata Habib, penulisan sejarah yang ditargetkan rampung hanya dalam 7 bulan sangat singkat.
    Padahal, penyusunan sejarah kerap memakan waktu puluhan tahun.
    “Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” tandasnya.
    Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kebudayaan bakal melakukan penulisan sejarah ulang.
    Tujuannya untuk menghapus bias kolonial, menguatkan identitas nasional, hingga menjawab tantangan globalisasi yang relevan bagi generasi muda.
    Penulisan sejarah
    ini akan terdiri dari 10 jilid utama, mulai dari awal peradaban Nusantara, interaksi dengan dunia luar (India, Tiongkok, Timur Tengah, Barat), masa kolonialisme dan perlawanan, hingga Orde Baru dan Era Reformasi.
    Buku ini dirancang dengan pendekatan Indonesia-sentris, berbeda dari narasi lama yang masih dipengaruhi sudut pandang kolonial.
    Pemerintah sendiri menunjuk sekitar 113 sejarawan dari seluruh Nusantara yang terlibat dalam Tim Penulisan Ulang Sejarah Nasional.
    Namun, ada pula yang akhirnya mundur dari tim karena menemukan kejanggalan.
    Kritikan demi kritikan pun mewarnai rencana ini, termasuk soal penggunaan istilah sejarah awal alih-alih prasejarah.
    Padahal, istilah prasejarah sudah digunakan secara global selama ini.
    Editor umum penulisan ulang sejarah Indonesia, Profesor Singgih Tri Sulistiyono, mengungkapkan, tim memilih menggunakan konsep “sejarah awal” alih-alih “prasejarah” karena menilai ada bias kolonialisme dalam penggunaan istilah “prasejarah”.
    Istilah “prasejarah” yang mengandaikan era sebelum masyarakat mengenal tulisan telah menjadi justifikasi penilaian bahwa masyarakat Indonesia di masa lalu adalah masyarakat inferior sebelum berinteraksi dengan kebudayaan India yang memperkenalkan tulisan.
    “Padahal teknologi kita sudah maju di zaman itu,” kata Singgih.
    Paradigma “sejarah awal” yang diadopsi timnya bukanlah hal yang baru ada sekarang, melainkan sudah dirintis oleh sejarawan Jacob Cornelis van Leur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons Santai Fadli Zon Usai Digeruduk Koalisi Masyarakat Sipil: Biasa Aja, Saya Dulu Pernah Gitu

    Respons Santai Fadli Zon Usai Digeruduk Koalisi Masyarakat Sipil: Biasa Aja, Saya Dulu Pernah Gitu

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon merespons santai protes yang disampaikan oleh Koalisi Masyaralat Sipil yang berlangsung di tengah rapat kerja Menteri Kebudayaan dengan Komisi X DPR..

    Fadli Zon menuturkan bahwa aksi protes merupakan hal biasa yang bisa terjadi. Perlu diketahui, salah satu tuntutan yang diajukan Koalisi tersebut adalah mereka ingin agar penulisan ulang sejarah nasional Indonesia dihentikan.

    Adapun menurut Fadli Zon, penggerudukan itu sah-sah saja dilakukan karena merupakan bentuk dari aspirasi. Dia juga menyebut dirinya pernah melakukan hal seperti itu pada masa lampau.

    “Ya biasa ajalah saya juga dulu pernah kayak begitu. Ya, menurut saya aspirasi kan,” bebernya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Meski mendapat reaksi seperti itu dari koalisi masyarakat sipil, Fadli Zon menegaskan bahwa pihaknya tetap akan melanjutkan proyek penulisan sejarah ulang, sehingga tidak ada penundaan.

    “Enggak [ditunda]. Kita akan melakukan uji publik. Jadi kita akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis, ya bulan Juli ini,” beber dia.

    Eks Wakil Ketua DPR RI ini pun mengingatkan bahwa sebaiknya jangan menghakimi sesuatu yang belum ada, terlebih proyek penulisan ulang sejarah ini masih berjalan, belum rampung.

    “Jadi lihat dulu hasilnya, jangan kita menghakimi sesuatu yang belum ada. Misalnya kita menghakimi kue ini enak atau tidak gitu kalau belum kita makan atau kita sajikan bagaimana?” tuturnya.

    Lebih lanjut, dia juga menyebut bahwa sejarah yang digarapnya ini tidak ditulis secara detail, tetapi secara umum. Ini karena sudah lama sekali sejarah Indonesia tidak ditulis lagi sejak era Presiden ke-3 RI Habibie selesai.

    “Ini 26 tahun kita tidak menulis tentang tema itu sejak era Pak Habibie itu yang terakhir yang dibahas di dalam sejarah kita itu. Nah, kita update ini. Termasuk temuan-temuan yang sifatnya tadi arkeologis, temuan-temuan sejarah yang lain dan tone positif di dalam sejarah kita dan perspektif Indonesia,” jelas dia.

    Sebelumnya, anggota koalisi, Jane Rosalina mengatakan kedatangannya di tengah-tengah raker merupakan bentuk aksi simbolik untuk memprotes adanya penghentian pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon soal tidak terbuktinya kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 silam.

    “Kami hadir untuk mengecam serta memberikan teguran kepada Fadli Zon itu sendiri untuk kemudian meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya,” kata Jane, di kawasan Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Selain itu, lanjutnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga meminta agar adanya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM, sekaligus meminta penghentian penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.

    “Termasuk juga menolak gelar pahlawan Soeharto yang hari ini juga kita ketahui ya bahwa Fadli Zon merangkap menjadi Ketua Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” lanjut dia.

  • Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Fadli Zon Minta Maaf hingga Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

    Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Fadli Zon Minta Maaf hingga Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

    Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas membeberkan alasan melakukan penggerudukan di tengah rapat kerja (raker) Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Komisi X DPR hari ini, Rabu (2/7/2025).

    Anggota koalisi, Jane Rosalina mengatakan kedatangannya ini merupakan bentuk aksi simbolik untuk memprotes adanya penghentian pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon soal tidak terbuktinya kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 silam.

    “Kami hadir untuk mengecam serta memberikan teguran kepada Fadli Zon itu sendiri untuk kemudian meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya,” kata Jane, di kawasan Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Selain itu, lanjutnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga meminta agar adanya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM, sekaligus meminta penghentian penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.

    “Termasuk juga menolak gelar pahlawan Soeharto yang hari ini juga kita ketahui ya bahwa Fadli Zon merangkap menjadi Ketua Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” lanjut dia.

    Sementara itu, anggota lainnya bernama Afifah menyampaikan pihaknya mengecam dan menyayangkan pernyataan Fadli Zon soal tragedi pemerkosaan tahun 1998.

    “Oleh itu kami juga sangat ingin menuntut permintaan maaf dan pengusutan tuntas untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat khususnya terhadap perempuan,” tegasnya.

    Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk ruang rapat kerja (raker) Komisi X DPR dengan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Mereka meminta agar pemerintah menghentikan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia. Terlebih, usai viralnya pernyataan Fadli Zon soal tidak terbuktinya kasus pemerkosaan selama kerusuhan Mei 1998 silam.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, unjuk suaranya ini dilakukan di balkon ruang rapat Komisi X DPR pukul 12:13 WIB. Mereka memulai aksinya setelah Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani mempersilakan Fadli Zon menanggapi pertanyaan fraksi dan pimpinan komisi.

    Saat itu, mereka mulai mengeluarkan spanduk dan poster dengan bermacam tajuk seperti “Tolak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional” hingga “Catatan Hitam yang Tak Bisa Dihilangkan”. Sembari memegang poster, mereka meneriakkan hal-hal serupa.

    “Tuntaskan kasus pelanggaran berat HAM! Hentikan pemutihan sejarah! Dengarkan suara korban! Tolak gelar pahlawan soeharto!” seru salah seorang aktivis.

  • Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis

    2 Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998 Nasional

    Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suasana rapat kerja
    Komisi X DPR RI
    bersama Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    pada Rabu (2/7/2025), berubah haru dan emosional saat membahas isu
    pemerkosaan massal
    terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam
    Tragedi Mei 1998
    .
    Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati, dan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P Mercy Chriesty Barends, menangis saat mendengar Fadli tetap mempertanyakan penggunaan diksi “massal” dalam kasus pemerkosaan 1998.
    Air mata My Esti tumpah saat menginterupsi penjelasan Fadli yang meragukan data dan informasi soal
    pemerkosaan massal 1998
    , hingga membandingkannya dengan kasus kekerasan seksual massal di Nanjing dan Bosnia.
    “(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti, dengan suara bergetar, Rabu.
    Menurut My Esti, penjelasan Fadli yang teoretis dan tak menunjukkan kepekaan justru menambah luka bagi mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung situasi mencekam pada masa itu.
    “Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar dia.
    Fadli pun menyela pernyataan Esti dan menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut.
    “Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli.
    Namun, respons itu tidak cukup meredam emosi My Esti, yang kembali menegaskan bahwa penjelasan Fadli justru mengesankan keraguan penderitaan para korban.
    “Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan…” ucap My Esti, sebelum kembali terdiam karena emosi.
    Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PKB Lalu Hadrian Irfani, mencoba menengahi perdebatan dengan menjelaskan bahwa Fadli mengakui adanya peristiwa pemerkosaan, namun mempertanyakan istilah “massal”.
    “Jadi, tadi Pak Fadli Zon sudah menjelaskan bahwa beliau sebenarnya mengakui perkosaan itu ada, tetapi ada diksi ‘massal’ itu yang beliau pertanyakan,” kata Lalu.
    Setelahnya, Mercy pun ikut bersuara sambil menangis.
    Dia menyampaikan betapa menyakitkannya menyaksikan negara seolah kesulitan mengakui sejarah kelam, padahal data dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal Reformasi.
    “Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” tutur Mercy.
    “Ini pemerintah Jepang, duta besarnya itu sampai begini terhadap kasus Jugun Ianfu. Kita paksa sendiri. Kenapa begitu berat menerima ini? Ini kalau saya bicara, ini kita sakit, Pak. Saya termasuk bagian juga yang ikut mendata itu testimoni, testimoni sangat menyakitkan kita bawa itu testimoni dalam desingan peluru,” sambung dia.
    Mercy juga menyinggung kesaksian para korban kekerasan seksual dari Maluku, Papua, dan Aceh yang didokumentasikan setelah 1998.
    Menurut dia, pengakuan atas peristiwa-peristiwa itu tidak bisa dibatasi pada perdebatan definisi atau diksi semata.
    “Bapak bilang TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Bapak bilang tidak terima yang massal. Pak, kebetulan sebagian besar itu satu etnis. Kita tidak ingin membuka sejarah kelam, tapi ini satu etnis,” tegas Mercy.
    “Bapak bisa baca itu testimoni yang kami bawa. Ini minta maaf sekali, sangat terganggu, apa susahnya menyampaikan? Satu kasus saja sudah banyak, lebih dari satu kasus tidak manusiawi. Minta maaf!” seru Mercy.
    Mendengar luapan emosi tersebut, Fadli pun menyampaikan permintaan maaf jika penjelasannya dianggap tidak sensitif.
    “Saya minta maaf kalau ini terkait dengan insensitivitas, dianggap insensitif. Tapi saya, sekali lagi, dalam posisi yang mengutuk dan mengecam itu juga,” ucap Fadli.
    Dia menegaskan tidak bermaksud mereduksi atau menegasikan peristiwa kekerasan seksual pada 1998.
    Namun, dia menekankan pentingnya pendokumentasian yang akurat dan ketelitian dalam penggunaan istilah massal.
    “Saya kira tidak ada maksud-maksud lain dan tidak sama sekali mengucilkan atau mereduksi, apalagi menegasikannya,” kata Fadli.
    Diberitakan sebelumnya, pernyataan Fadli Zon yang meragukan peristiwa pemerkosaan 1998 berlangsung secara massal menuai gelombang kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan aktivis masyarakat sipil.
    Koalisi Masyarakat Sipil bahkan mendesak Fadli meminta maaf kepada para korban dan menghentikan proyek penulisan ulang sejarah yang dinilai berpotensi menyingkirkan kebenaran sejarah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PDIP Minta Penulisan Ulang Sejarah Disetop, Fadli Zon Ungkit Amanat Bung Karno

    PDIP Minta Penulisan Ulang Sejarah Disetop, Fadli Zon Ungkit Amanat Bung Karno

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyikapi tuntutan PDIP yang menolak rencana penulisan ulang sejarah oleh pemerintah. Fadli Zon lantas menyinggung amanat Proklamator Indonesia, Sukarno.

    “Masa sejarah kita hentikan?” kata Fadli Zon usai menghadiri peluncuran video musik Presiden ke-6 RI SBY berjudul “Save Our World” di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025) malam.

    Fadli Zon menyebut sejarah diperlukan oleh bangsa. Ia lantas mengungkit amanat Presiden pertama Indonesia, Bung Karno, perihal ajakan jangan tidak meninggalkan sejarah.

    “Sejarah kan diperlukan. Amanat Bung Karno jangan pernah meninggalkan sejarah,” kata dia.

    Fadli Zon mengatakan progres penulisan ulang sejarah itu sudah mencapai angka 80 persen. Ia menyebut penulisan ulang sejarah melibatkan 34 perguruan tinggi.

    “Katanya 70-80 persen. Tapi belum tahu nanti kita lihat. Nggak ada sejarawan yang mundur, nggak ada. Setahu saya nggak ada yang mundur. Ini dari 34 perguruan tinggi kok. Nanti kita baca dulu saja, kita belum baca,” tambahnya.

    “Kami meminta dengan tegas stop penulisan ini karena sudah menimbulkan polemik dan melukai banyak orang,” kata MY Esti kepada wartawan di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6).

    Esti menilai pemerintah tidak perlu bertahan menulis sejarah versi Kementerian Kebudayaan saat ini. Dia mengatakan program itu justru akan menimbulkan gejolak dan tidak sesuai fakta sejarah.

    Dia pun meminta Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk menghentikan penulisan ulang sejarah. “Maka lebih baik kami mengatakan, Pak Menteri stop saja untuk penulisan ini, untuk tidak kita teruskan,” tegasnya.

    Esti menilai pemerintah terburu-buru dalam penulisan ulang sejarah tersebut. PDIP, kata Esti, menegaskan untuk penulisan ulang sejarah itu dihentikan.

    (dwr/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini