Tag: Fadli Zon

  • Komisi X: Peluncuran GSMS dan BBM 2025 perkuat ekosistem seni budaya

    Komisi X: Peluncuran GSMS dan BBM 2025 perkuat ekosistem seni budaya

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan peluncuran program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) dan Belajar Bersama Maestro (BBM) tahun 2025 oleh Kementerian Kebudayaan menandai komitmen kuat negara dalam memperkuat karakter bangsa melalui pendidikan budaya dan seni.

    “Program GSMS dan BBM merupakan langkah konkret menghadirkan ruang ekspresi, apresiasi, sekaligus edukasi seni bagi generasi muda. Melalui kehadiran para seniman dan maestro langsung ke lingkungan pendidikan, kita sedang menanamkan nilai-nilai luhur budaya secara nyata dan menyenangkan,” kata Hetifah di Jakarta, Rabu.

    Ia juga secara khusus memberikan apresiasi kepada Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang turut hadir dan meresmikan peluncuran, serta kepada Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan, atas konsistensinya mendorong pelestarian budaya lewat pendekatan pendidikan.

    “Kolaborasi antara dunia seni dan dunia pendidikan ini bukan sekadar program tahunan, tapi sebuah gerakan strategis untuk membentuk generasi yang kreatif, berkarakter, dan memiliki akar budaya yang kuat,” ujar legislator asal Kalimantan Timur tersebut.

    Lebih lanjut, Hetifah mendorong agar pelaksanaan GSMS dan BBM dapat diperluas dan dilakukan secara masif, khususnya di wilayah Kalimantan Timur, yang kini menjadi lokasi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

    “Sebagai kawasan yang akan menjadi etalase budaya Indonesia, Kalimantan Timur harus menjadi prioritas dalam pelaksanaan program-program kebudayaan. Saya berharap GSMS dan BBM bisa menyentuh lebih banyak sekolah, sanggar, dan komunitas budaya di wilayah ini,” tegasnya.

    Hetifah juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, komunitas seniman, dan dunia pendidikan agar program ini berkelanjutan dan berakar kuat di masyarakat.

    “Investasi budaya adalah investasi masa depan. Anak-anak yang mengenal dan mencintai budayanya sejak dini akan tumbuh menjadi warga bangsa yang percaya diri, inklusif, dan kreatif,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kala Kamus Sejarah Indonesia Tanpa Jejak Hasyim Asyari

    Kala Kamus Sejarah Indonesia Tanpa Jejak Hasyim Asyari

    JAKARTA – Kemunculan Kamus Sejarah Indonesia buatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bawa kehebohan. Kamus itu dianggap tak membuat nama tokoh besar Kiai Haji Hasyim Asyari. Ketiadaan nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) membuat Kemendikbud dikecam banyak pihak.

    Kecaman paling keras muncul dari politisi Partai Gerindra, Fadli Zon. Ia berang bukan main dengan Kemendikbud. Ia menganggap Kamus Sejarah Indonesia aneh. Nama tokoh besar NU tak ada, sedang tokoh komunis bejibun.

    Hasyim Asy’ari adalah tokoh besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Jejaknya mencerdaskan anak bangsa tak bisa dianggap remeh. Ia jadi sosok yang membawa pendidikan Islam modern ke Nusantara. Ia menegaskan bawa kombinasi agama dan pendidikan barat jadi alat melawan kebodohan dan penjajahan.

    Ia pun mendirikan NU. Ormas itu jadi gerbong utamanya mengakomodasi kepentingan-kepentingan lembaga pendidikan seperti pesantren di Jawa di era pemerintahan Hindia Belanda. Ia ikut pula menjadi pendidik.

    Ia juga memberikan restu NU melawan penjajah. Ingatan akan perjuangannya begitu melekat. Apalagi, NU terus menjelma jadi organisasi Islam besar di Indonesia. Jejak itu juga hadir pula dengan munculnya tokoh-tokoh NU dalam peta politik nasional.

    Masalah muncul. Kemendikbud di bawah kuasa Nadiem Makarim bak melupakan jejak perjuangan Hasyim Asyari. Narasi itu dibuktikan dengan ketiadaan nama Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah Indonesia keluaran tahun 2021.

    Ketiadaan nama Hasyim memancing protes. Semuanya karena nama tokoh lain dari tokoh Belanda hingga Komunisme muncul. Mereka yang protes meminta Nadiem minta maaf. Ada juga yang meminta untuk menarik Kamus Sejarah Indonesia jilid I dan II dari peredaran.

    Penarikan itu dilakukan supaya Kemendikbud bisa berbenah dan merevisinya. Langkah itu dianggap opsi paling tepat karena gelombang protes lebih besar bisa muncul belakangan.

    Pendiri NU, Hasyim Asyari. (Wikimedia Commons)

    “Setelah membaca dan mendengar pandangan dari banyak kalangan kami meminta Kemendikbud untuk menarik sementara Kamus Sejarah Indonesia baik Jilid I dan Jilid II dari peredaran. Kami berharap ada perbaikan konten atau revisi sebelum kembali diterbitkan dan digunakan sebagai salah satu bahan ajar mata pelajaran sejarah.”

    “Anehnya di sampul Kamus Sejarah Jilid I ini ada gambar KH Hasyim Asyari, tapi dalam kontennya tidak dimasukkan sejarah dan kiprah perjuangan beliau. Lebih aneh lagi ada nama-nama tokoh lain yang masuk kamus ini, termasuk nama Gubernur Belanda HJ Van Mook dan tokoh militer Jepang Harada Kumaichi, yang dipandang berkontribusi dalam proses pembentukan negara Indonesia,” ungkap elite Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syaiful Huda sebagaimana dikutip laman detik.com, 20 April 2021.

    Protes Fadli Zon

    Kecaman terhadap Nadiem Makarim terus berdatangan. Kemendikbud dianggap sengaja menghilangkan jejak perjuangan Hasyim Asyari. Kecaman paling keras muncul dari anggota DPR RI dari fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon.

    Fadli menganggap Kemendikbud seraya ingin membelokkan sejarah. Ia sendiri tak habis pikir tokoh besar sekaliber Hasyim Asyari tak masuk Kamus Sejarah Indonesia. Ia juga heran bukan main kala tokoh komunisme dan radikal masuk daftar.

    Ia pun punya keinginan sama supaya buku karya Kemendikbud segera direvisi. Ia juga meminta supaya Kemendikbud melakukan investigasi kenapa nama Hasyim Asyari bisa hilang.

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon dikonfirmasi wartawan usai kunjungan kerja memimpin Komisi I DPR RI ke Kantor LPP RRI Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (24/8/2023). (ANTARA/Nur Imansyah).

    “Harus segera dibuat investigasi kenapa tokoh penting KH Hasyim Asyari pencetus Resolusi Jihad bisa hilang, sementara yang komunis bisa ada. Ini masalah serius. Ada yang hendak membelokkan sejarah,” ungkap Fadli Zon dalam akun Twitter/X @Fadlizon, 20 April 2021.

    Protes dari Fadli dan lainnya mendapatkan hasil. Nadiem mencoba meminta maaf kepada NU dan seluruh rakyat Indonesia. Ia menganggap penyusunan Kamus Sejarah Indonesia bukan pada eranya menjabat Kemendikud karena dilakukan pada 2017.

    Nadiem lalu meminta jajarannya untuk merevisi dan menyempurnakan Kamus Sejarah Indonesia. Ia juga memastikan nama dari Hasyim Asyari hadir. Ia menegaskan respons yang dilakukannya sebagai bentuk dari menjawab kritik yang diarahkan kepada Kemendikbud.

  • Fadli Zon Klaim Peradaban Indonesia Lebih Tua Dibanding dengan Eropa

    Fadli Zon Klaim Peradaban Indonesia Lebih Tua Dibanding dengan Eropa

    Bisnis.com, Jakarta — Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut peradaban Indonesia lebih tua jika dibandingkan dengan Eropa.

    Fadli mengemukakan salah satu temuan arkeologi dan paleoantropologi yang cukup tua yaitu temuan lukisan yang ada di Leang Karampuang, Maros, Sulawesi Selatan. Dia memprediksi umur lukisan yang ada di Goa Leang Karampuang itu berusia 52.000 tahun.

    Sementara itu, menurut Fadli, Eropa hanya bisa menemukan peradaban lukisan berusia 17.000 tahun dan lukisan berusia 35.000 tahun di Goa Lascaux, Prancis dan Goa Coliboaia, Rumania.

    “Lukisan di Maros Sulawesi itu sudah diteliti oleh para ahli dan umurnya itu mencapai 51.200 tahun yang lalu, ini jelas peradaban kita lebih tua dibandingkan Eropa,” tuturnya di Bukit Golf Pondok Indah Convention Hall, Jakarta, Senin (7/7).

    Tidak hanya itu, kata Fadli, temuan lainnya adalah Pithecanthropus erectus berusia 1,8 juta tahun yang lalu di Nusantara. Menurut Fadli, temuan itu membuktikan Indonesia menjadi salah satu kawasan penting dalam sejarah evolusi manusia.

    “Pithecanthropus erectus juga ditemukan di Nusantara usianya sudah 1,8 juta tahun lalu ya,” katanya.

    Fadli mengatakan bahwa seluruh temuan peradaban manusia yang ada di Indonesia tersebut bisa menjadi modal bagi Indonesia melakukan branding sekaligus menemukan identitas sejarahnya.

    “Ini adalah bagian penting dari branding yaitu menemukan kembali identitas dan tentu kita punya perintah dari konstitusi kita untuk melakukan ini,” ujarnya.

  • Tepis Isu Penolakan Penulisan Sejarah Ulang, Fadli Zon: Banyak yang Menyetujui

    Tepis Isu Penolakan Penulisan Sejarah Ulang, Fadli Zon: Banyak yang Menyetujui

    Tepis Isu Penolakan Penulisan Sejarah Ulang, Fadli Zon: Banyak yang Menyetujui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kebudayaan (Menbud) RI
    Fadli Zon
    menepis isu yang menyebut banyak penolakan terhadap penulisan ulang
    sejarah nasional
    yang sebentar lagi akan diuji publik.
    “Banyak yang menyetujui kok,” kata Fadli Zon, saat ditemui usai acara HUT ke-19 dan Rakernas Punguan Simbolon dohot Boruna se-Indonesia (PSBI) Simbolon (Persatuan Marga Batak), di Jakarta Selatan, Senin (7/7/2025).
    Fadli Zon mengatakan,
    penulisan ulang sejarah
    nasional akan segera diuji publik ke masyarakat.
    “Saat ini masih berjalan, sebentar lagi
    uji publik
    ke masyarakat dan ke sejarawan dan lain-lain,” ucap dia.
    Sebelumnya, Fadli Zon pernah menanggapi kritik atas pernyataannya soal istilah ‘perkosaan massal’ dalam penulisan sejarah.
    Menurut Fadli, penting untuk melihat sejarah secara jernih, tanpa kehilangan empati dan tidak menanggalkan akal sehat.
    “Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi, sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta,” kata Fadli Zon, dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
    Fadli memahami bahwa pernyataannya memicu gelombang kekecewaan.
    Namun, ia tidak bermaksud untuk menyangkal kekerasan seksual.
    “Semua pihak harus berhati-hati agar narasi sejarah tidak jatuh pada simplifikasi yang justru menyulitkan pencarian keadilan sejati,” ucap dia.
    Terakhir kali, pemerintah menulis ulang sejarah dilakukan 25 tahun lalu sehingga membutuhkan pembaruan.
    Setidaknya, ada 113 ahli yang terlibat dalam penulisan 10 jilid buku sejarah nasional Indonesia.
    Proyek ini ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan 80 tahun negara Indonesia merdeka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bak peribahasa “anjing menggonggong, kafilah berlalu”, proyek
    penulisan ulang sejarah Indonesia
    menuai pro-kontra, bahkan mendapat banyak kritik, namun tetap jalan terus. 
    Mewakili pemerintah, Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    berpandangan penulisan sejarah memang diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
    Pasalnya, sejarah disebut seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 RI Soekarno, Presiden ke-2 RI Soeharto, dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
    Selain itu, menurut Fadli Zon, penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan
    tone
    positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
    Namun, di sisi lain, publik dan sejumlah fraksi di DPR berpandangan proyek penulisan sejarah ulang ini tertutup dan dilakukan dalam waktu yang terlalu singkat.
    Apalagi, pemerintah disebut hanya ingin memasukkan sejarah yang tone-nya positif saja, sehingga kemungkinan akan ada sejarah yang hilang.
    Melihat kontroversi dan polemik yang timbul dari penulisan sejarah ulang ini, Wakil Ketua DPR
    Sufmi Dasco Ahmad
    pun turun tangan.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik penulisan ulang sejarah.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad meminta penulisan sejarah ulang ditunda. Sebab, menurut dia, proyek tersebut terkesan tertutup dan waktunya terlalu singkat.
    “Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief dalam rapat kerja dengan Fadli Zon.
    Habib Syarief mengungkapkan, dia tidak mendapatkan data lengkap dan penjelasan rinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah, padahal sudah berupaya mencarinya.
    Ditambah lagi, dia mengatakan, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
    “Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.
    Selain itu, dia menyoroti soal target penyelesaian penulisan sejarah ulang yang hanya tujuh bulan.
    Dalam pandangannya, target tersebut sangat singkat untuk penyusunan sejarah yang kerap memakan waktu puluhan tahun.
    “Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” katanya.
    Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends langsung meminta agar penulisan ulang sejarah dihentikan.
    Sebab, dia mengaku khawatir jika proyek tersebut diteruskan, justru akan semakin melukai korban yang masih mencari keadilan dan menimbulkan polemik baru di masyarakat.
    “Kami percaya ya Pak ya, daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan. Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini,” ujar Mercy.
    Apalagi, menurut dia, ada pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran terjadinya pemerkosaan massal 1998.
    “Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu massal, permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi,” katanya.
    Mercy lantas mengingatkan bahwa sejarah seharusnya tidak ditulis dengan cara memilih-milih peristiwa yang hendak diangkat.
    Sebab, banyak sisi kelam sejarah yang tidak bisa diungkapkan seluruhnya, tetapi tetap menjadi bagian penting dari memori kolektif bangsa.
    “Kalau memilih-milih saja mana yang ditulis dan mana yang tidak ditulis, ada banyak kekelaman-kekelaman yang ada di bawah permukaan yang tidak bisa kami ungkapkan satu per satu,” ujar Mercy.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO)
    Hasan Nasbi
    menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
    Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya. Sebab, banyak pihak mengkritik soal proyek penulisan sejarah yang sedang digagas pemerintah.
    “Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah,” kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
    “Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” tegas Hasan.
    Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
    Menurutnya, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.
    “Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang mengerjakan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka,” ucap Hasan.
    Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
    “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” kata dia.
    Selain itu, ia menyorot tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis.
    Hasan mencontohkan soal pekerja seks komersil (PSK) bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan.
    “Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang,” ungkapnya.
    “Ada nggak ditulis dalam sejarah kita, kejadian nggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis nggak itu?” lanjut Hasan.
    Menurut Hasan, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia.
    “Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang,” ujarnya.
    Menbud Fadli Zon mengatakan saat ini uji publik terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia telah dimulai di DPR dan sejumlah universitas.
    “Uji publiknya bulan Juli ini, tapi teman-teman DPR kemarin sudah mulai, di Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, di Universitas Hasanuddin,” ujar Fadli Zon saat ditemui di acara Pagelaran Wayang di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/7/2025) lalu.
    Fadli mengatakan, proses uji publik yang kini dilakukan berjalan lancar, tidak ada masalah. “Enggak ada masalah,” katanya.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan menugaskan tim untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Budaya.
    Menurutnya, penugasan tim itu untuk memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
    Dasco memaparkan, pembentukan tim ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan para pimpinan DPR lainnya.
    “Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI,” ujar Dasco, Sabtu (5/7/2025).
    Dasco menjelaskan, tim yang diturunkan terdiri dari Komisi III DPR dan Komisi X DPR.
    Dia menekankan, alat kelengkapan dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu dipastikan bakal bekerja secara profesional.
    “Yang terdiri dari komisi hukum, Komisi III dan komisi pendidikan dan kebudayaan, Komisi X untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan,” tuturnya.
    Sementara itu, Dasco berharap, dengan supervisi ini, penulisan ulang sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan tidak lagi menjadi polemik.
    “Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan,” imbuh Dasco.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Pejabat Tidak Punya Rasa Malu (Lagi)

    Ketika Pejabat Tidak Punya Rasa Malu (Lagi)

    Ketika Pejabat Tidak Punya Rasa Malu (Lagi)
    Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

    Keberangkatan istri saya ke luar negeri adalah mendampingi anak saya yang masih kelas I SMP mengikuti pertandingan misi budaya, acara rutin yang dilakukan sekolah. Saya sampaikan satu rupiah pun tidak ada uang dari uang negara, satu rupiah pun tidak ada uang dari pihak lainnya. Saya tunjukkan dan saya sampaikan dokumen-dokumen pembayaran tiket langsung dari rekening pribadi istri saya
    .” – Menteri UMKM, Maman Abdurrahman.
    LAKSANA
    “raja” yang terluka dan ingin menunjukkan lukanya bukan karena kesalahannya, Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (4/7/2025).
    Tentu saja inisiatif kedatangan sang menteri terkait viralnya surat berkop Kementerian UMKM mengenai permintaan dukungan fasilitas negara bagi perjalanan istri menteri UMKM, Agustina Hastarini ke sejumlah negara. Kunjungan mencakup enam negara di Eropa plus Turkiye.
    Surat berisi permohonan pendampingan dari masing-masing kedutaan besar yang dituju rombongan istri pak menteri ditandatangani secara elektronik oleh Sekretaris Kementerian UMKM, Arif Rahman Hakim.
    Insiatif kedatangan Menteri Maman ke KPK untuk proaktif menyampaikan bukti tidak adanya penggunaan uang negara dalam keberangkatan istrinya, di satu sisi harus disambut positif.
    Langkah tersebut memang bisa meredam “bola liar” dari pemberitaan yang berkembang. Namun, publik tetap mempertanyakan logika yang dibangun sang menteri.
    Menteri Maman merasa tidak pernah memerintahkan bawahannya atau memberi arahan. Ia mengaku tidak tahu menahu mengenai dokumen tersebut.
     
    Pertanyaannya kemudian, apakah ada pihak yang terlalu kreatif membuat surat tersebut? Apakah nama sekretaris Kementerian kemudian dicatut oleh pihak-pihak lain?
    Kalau pun memang benar surat tersebut diketahui oleh sekretaris Kementerian, siapa atasan kementerian yang menitahkan surat itu dibuat?
    Sebelum menjabat menteri, Maman Abdurrahman adalah angota DPR, bahkan menjabat Wakil Komisi VII. Saya meyakini biaya perjalanan istri dan anaknya sanggup dibiayai dari kocek pribadi.
    Hanya saja, munculnya surat katabelece kembali mengingatkan kita semakin memudarnya “rasa
    malu
    ”. Bukan hanya kelompok atas, hilangnya rasa malu juga melanda masyarakat menengah bawah.
    Di Kabinet Merah Putih, kita masih ingat dengan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto yang ikut “cawe-cawe” memenangkan istrinya di Pilkada Serang, Banten.
    Surat berlogo Kementerian dipakai untuk mengkonsolidasi seluruh perangkat desa hingga ketua RW dan ketua RT se-Kabupaten Serang hanya untuk haul keluarga (
    Kompas.id
    , 09 Januari 2025).
    Lebih tidak malu lagi, Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang mengklaim peristiwa pemerkosaan massal di Tragedi Mei 1998, tidak ada buktinya dan hanya sekadar rumor.
    Saya meyakini pak menteri yang satu ini tengah mengalami “kepikunan” sejarah. Padahal, terjadinya kasus pemerkosaan massal diakui oleh negara. Presiden RI ke-3 Prof. B.J. Habibie mengakuinya dengan gundah gulana dan mengutuk keras.
    Komitmen Presiden Habibie itu mendasari terbentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada 23 Juli 1998 dan Komnas Perempuan pada 9 Oktober 1998.
    Temuan TGPF menunjukkan korban pemerkosaan massal bukanlah isapan jempol seperti yang dilontarkan Fadli Zon.
     
    Penderitaan fisik dan mental seumur hidup yang dialami ratusan korban dan saksi selalu menjadi pegangan TGPF.
     
    Kawasan Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan beberapa kawasan lain yang selama ini dikenal sebagai konsentrasi tempat hunian dan tempat berniaga etnis tertentu, menjadi
    locus delicti
    pemerkosaan massal terjadi.
    Laporan TGPF menyebut hingga 3 Juli 1998, ada 168 orang korban pemerkosaan massal; di antaranya 152 orang dari Jakarta dan sekitarnya; 16 orang dari Solo, Medan, Palembang dan Surabaya.
    Boleh jadi, korban pemerkosaan massal angka faktualnya di atas angka tersebut mengingat korban berada dalam kondisi fisik dan psikologis yang sangat berat sehingga trauma, takut, dan malu jika melapor.
    Sikap tidak merasa bersalah alih-alih mengedepankan rasa malu, juga menjadi hal yang lumrah di masyarakat kita.
    Mulai dari kebiasaan sehari-hari, sikap antre di fasilitas umum, sikap berlalu lintas dengan menerobos lampu merah, bahkan membongkar separator di jalur
    busway
    adalah wajah tanpa tahu malu dari masyarakat kita.
    Jika Anda kerap berkeliling ke daerah-daerah di Jawa Timur, ada fenomena “seenaknya sendiri”, bahkan dibiarkan oleh aparat, yakni pemakaian
    sound horeg
    atau penggunaaan pengeras suara yang volumenya keras tanpa batasan.
    Entah berapa banyak gapura desa dan jembatan yang harus dirusak hanya karena truk pengangkut
    sound horeg
    kesulitan melintas.
    Rumah-rumah penduduk rusak, entah genteng dan kaca pecah atau tembok retak karena getaran suara yang menggelegar dari
    sound horeg
    .
    Untuk aspek kesehatan pendengaran dan jantung, sudah dipastikan sangat terganggu karena kerasnya suara
    sound horeg
    yang memekakkan pendengaran.
    Tidak hanya masarakat sipil, aparat pun juga kebas dengan rasa malu. Tentu kita masih ingat kelakuan Polrestabes Medan, Sumatatera Utara, Aiptu RH yang memalak pelanggar lalu lintas di Jalan Palang Merah, Medan dengan kompensasi uang Rp 100.000, beberapa waktu lalu.
    Dengan alasan ingin membeli minuman, sang polisi tega mengambil uang berwarna merah dari dompet pelanggar lalu lintas.
    Saat saya tengah menikmati pameran fotografi dan videografi Butet Kartaredjasa di LAV Gallery Yogyakarta di penghujung Juni 2025 ini, para pengunjung serasa diajak untuk tidak melupakan dari mana kita berasal dan akan kembali ke mana?
    “Eling sangkan paraning dumadi” adalah konsep filosofi Jawa yang menekankan kesadaran manusia akan asal usul dan tujuan akhir kehidupannya, yaitu berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya.
    Konsep ini mendorong manusia untuk merenungkan makna hidup dan menjalani kehidupan dengan kesadaran diri serta tanggung jawab.
    Secara harfiah, “sangkan” berarti asal, “paran” berarti tujuan, dan “dumadi” berarti kejadian atau keberadaan. Jadi, konsep ini mengajarkan manusia untuk selalu ingat dari mana ia berasal (dari Tuhan) dan ke mana ia akan kembali (kepada Tuhan).
    Pesan-pesan leluhur yang berakar pada kebudayaan Jawa tetap relevan sampai saat ini. Ketamakan atau ambisi-ambisi yang kebablasan terhadap kekayaan dan kekuasaan cenderung membuat elite atau kawula lupa, bahkan musnah rasa malunya.
    Orang akan celaka dan tersungkur nasibnya ketika ia memaksakan diri hadir bukan sebagai dirinya. Merasa sok berkuasa dan lupa pada “sangkan paraning dumadi”.
    “Wedi Wirang Wani Mati”. Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti takut memperoleh malu atau aib serta berani mati. Pepatah ini ingin mengajarkan bahwa orang harus punya rasa takut mendapatkan malu atau aib. Bahkan lebih baik mati daripada mendapatkan malu atau aib.
    Di zaman dulu, hal seperti ini banyak dijalani oleh masyarakat Jawa. Sekalipun kondisi masyarakatnya masih serba sederhana atau kekurangan, tapi angka kejahatannya relatif sedikit.
    Jika semua orang termasuk para elite dan aparat memiliki rasa takut yang kuat terhadap aib, bahkan berani mati untuk tidak berbuat aib, maka masyarakatnya akan tenteram, aman, dan nyaman. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aktivis Sebut Kritik DPR ke Menbud Perkuat Narasi Pembelaan terhadap Korban Kekerasan Seksual Tragedi 98

    Aktivis Sebut Kritik DPR ke Menbud Perkuat Narasi Pembelaan terhadap Korban Kekerasan Seksual Tragedi 98

    JAKARTA – Aktivis perempuan dari Sarinah Institute, Luky Sandra Amalia, mengapresiasi kritik yang disampaikan sejumlah anggota DPR, terutama legislator perempuan, terhadap pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal isu pemerkosaan massal dalam tragedi 1998.

    Menurutnya, sikap anggota DPR perempuan dalam rapat kerja dengan Menbud Fadli Zon memperkuat narasi pembelaan terhadap korban kekerasan seksual di masa lalu.

    Ia juga menyebut, kritik legislator perempuan mencerminkan fungsi utama parlemen, terutama dalam mengawal isu-isu keadilan gender.

    “Kritik anggota DPR, terutama anggota DPR perempuan, atas pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang disampaikan secara langsung di tengah rapat kerja patut diapresiasi. Memang itulah fungsi mereka di parlemen,” ujar Amalia, Sabtu, 5 Juli.

    “Kritik mereka semakin menguatkan narasi pembelaan terhadap korban kekerasan seksual di masa transisi demokrasi 1998 yang selama ini ramai diteriakkan oleh aktivis perempuan di luar parlemen,” sambungnya.

    Seperti diketahui, dua anggota DPR yakni Wakil Ketua Komisi X DPR My Esti Wijayati dan Anggota Komisi X DPR Mercy Chriesty Barends dalam rapat kerja dengan Fadli Zon pada Rabu, 2 Juli, menjadi sorotan publik.

    Mercy mengkritik pernyataan Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal dalam tragedi ‘98 tidak dapat dibuktikan atau hanya rumor.

    Ia juga menuntut Fadli Zon meminta maaf di hadapan publik atas pernyataannya dan menegaskan kasus-kasus pemerkosaan di ‘98 benar-benar terjadi sebab Mercy mengaku menjadi saksi sejarah kelamnya peristiwa saat itu.

    Hal senada juga disampaikan My Esti. Bahkan Esti sampai tak kuasa menahan tangisnya karena menganggap klaim Fadli Zon telah melukai korban pemerkosaan yang terjadi di era awal reformasi tersebut.

    Adapun pernyataannya soal tak ada pemerkosaan massal di tragedi ‘98 menjadi kontroversi dan muncul dalam kaitan proyek penulisan sejarah ulang yang tengah dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan.

    Terkait hal ini, Amalia menilai pandangan dua legislator perempuan itu mencerminkan sensitivitas gender yang kuat dan dapat menjadi inspirasi.

    Menurutnya, dua anggota Komisi X DPR tersebut bisa menjadi contoh yang baik.

    “Bagaimana dua legislator perempuan yang tidak kuat menahan tangis ketika menyampaikan pandangannya menunjukkan sensitivitas gender mereka sebagai sesama perempuan,” ucap Amalia.

    “Harapannya, mereka bisa menginspirasi lebih banyak lagi legislator perempuan dan aktivis perempuan di luar parlemen untuk ikut mengawal kebijakan pemerintah supaya lebih sensitif gender,” lanjut Peneliti Pusat Riset Politik-BRIN itu.

    Amalia pun menekankan kesinambungan antara suara dari luar parlemen dengan sikap para legislator perempuan di dalam gedung DPR yang memang perlu dilakukan.

    Ia menilai, para legislator perempuan di DPR memiliki kepekaan terhadap isu perempuan yang menjadi perhatian publik.

    “Teriakan aktivis perempuan di luar parlemen memang perlu digaungkan oleh perempuan-perempuan wakil rakyat yang ada di gedung DPR. Sebagai sesama perempuan, legislator perempuan memang sudah seharusnya memiliki sensitivitas gender dengan aktivis perempuan di luar parlemen dan perempuan-perempuan korban kekerasan seksual,” papar Amalia.

    Lebih lanjut, Amalia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara parlemen dan gerakan sipil untuk memperkuat desakan pelurusan sejarah berdasarkan fakta.

    Dia menuturkan, soliditas perempuan diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penulisan ulang sejarah.

    “Kritik-kritik yang masih terpecah-pecah ini sudah saatnya disatukan supaya menghasilkan gaung yang lebih kuat supaya bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah,” jelasnya.

    “Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi solid antara aktivis-aktivis perempuan di luar parlemen dengan legislator perempuan yang ada di dalam parlemen untuk mendesakkan pelurusan sejarah sesuai faktanya. It is as it is, tanpa perlu embel-embel ‘tone positif’,” imbuh Amalia.

  • Menbud Dorong Leang-Leang Jadi ‘Kapsul Waktu’ Peradaban Manusia

    Menbud Dorong Leang-Leang Jadi ‘Kapsul Waktu’ Peradaban Manusia

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, membuka Konferensi Internasional Gau’ Maraja Leang-Leang Maros. Konferensi ini menjadi wadah bagi para arkeolog, antropolog, budayawan, dan peneliti untuk mendalami nilai sejarah dan kebudayaan kawasan Leang-Leang.

    Dalam konferensi yang mengangkat tema ‘Leang-Leang Maros sebagai Gerbang Peradaban Manusia Purba Dunia’ ini, Fadli menyampaikan empat poin kunci yang menurutnya penting dibahas dalam konferensi ini. Pertama, menyoroti nilai penting dan universal Leang-Leang.

    “Dinding Gua Leang-Leang bukan sekadar formasi batuan biasa, melainkan kanvas monumental tempat manusia modern pertama kali mengekspresikan pemikiran artistiknya,” kata Fadli dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/7/2025).

    Fadli menekankan lukisan figuratif tertua di dunia-yang berusia lebih dari 51.200 tahun-berasal dari kawasan ini. Bahkan, temuan tersebut telah mengguncang dunia arkeologi internasional.

    Fadli pun mendorong pentingnya membangun narasi global yang memposisikan kawasan ini sebagai ‘kapsul waktu’ abadi tempat nenek moyang manusia merancang pondasi peradaban pertama.

    Kedua, berkaitan dengan pendekatan baru terhadap pelestarian, yaitu reinventing warisan, lebih dari sekadar konservasi. Fadli menilai pelestarian konvensional saja tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman.

    “Kita perlu melakukan reka ulang menyeluruh terhadap kebudayaan melalui terobosan multidisiplin,” kata Fadli.

    Lalu, redesigning, yakni menjadikan gua sebagai ‘laboratorium hidup’ yang menghidupkan masa lalu. Terakhir, reinvigorating lewat program residensi dan pertukaran peneliti.

    Ketiga, Fadli menekankan warisan budaya memiliki peran strategis sebagai pengungkit ekonomi masyarakat lokal. Ia menyampaikan pelestarian budaya harus terintegrasi dengan penguatan ekonomi dan perlindungan lingkungan.

    “Visi besar kita harus berdiri di atas tiga pilar: pelestarian, pemberdayaan ekonomi lokal, dan tanggung jawab ekologis,” katanya.

    Fadli juga mengangkat pentingnya pengembangan green tourism, pemanfaatan teknologi untuk pengalaman edukatif, serta pendekatan adaptive reuse, seperti penyelenggaraan konferensi dan kegiatan ilmiah langsung di sekitar situs.

    Keempat, Fadli menyampaikan pentingnya kolaborasi holistik lintas sektor dan lintas budaya. Dalam pidatonya, ia mengutip filosofi Bugis Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, yang berarti saling membantu dan menopang dalam suka maupun duka.

    “Filosofi ini menjadi pondasi dari setiap inisiatif bangsa kita, dan sangat relevan dalam upaya konservasi warisan budaya, seperti Leang-Leang,” ucapnya.

    Pada kesempatan ini, Fadli pun mendorong pelibatan aktif komunitas lokal, pelatihan pemandu sebagai duta budaya, serta penguatan jejaring riset bersama lembaga, seperti BRIN dan universitas internasional.

    Fadli menekankan untuk mencapai status Warisan Dunia UNESCO, dibutuhkan riset multidisiplin, pembentukan tim nominasi yang terstruktur, serta strategi holistik dengan dampak berkelanjutan bagi masyarakat dan wilayah sekitar.

    Menutup pidatonya, Fadli menyerukan tekad kolektif untuk menjadikan Leang-Leang sebagai episentrum renaisans prasejarah dunia.

    “Leang-Leang bukan hanya jendela untuk melihat kembali masa lalu manusia, melainkan juga merupakan teropong canggih yang mengarahkan pandangan kita menuju masa depan berkelanjutan,” imbuhnya.

    Ia juga mengajak masyarakat, khususnya akademisi dan generasi muda untuk menjadikan kebudayaan Indonesia bukan sekadar warisan yang dilestarikan, tetapi kekuatan dinamis yang berkembang melalui inovasi dan kolaborasi.

    “Mari berpartisipasi, berkreasi, dan bersinergi memajukan kebudayaan Indonesia,” tutupnya.

    Sebagai informasi, berlangsung pada tanggal 4 sampai 5 Juli 2025, konferensi internasional ini diisi oleh sejumlah narasumber terkemuka dari dalam maupun luar negeri. Mereka membahas warisan arkeologi, sejarah, budaya, serta strategi pengelolaan kawasan Maros-Pangkep secara berkelanjutan.

    Konferensi ini dihadiri para pakar internasional, termasuk Prof. Campbell Macknight (ANU), Dr. Herry Yogaswara (Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN), Dr. Stephen Druce (Universiti Brunei Darussalam), hingga Prof. Zuliskandar Ramli (UKM), yang membahas sejarah, budaya, hingga strategi pengelolaan kawasan Maros-Pangkep.

    (anl/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Fadli Zon Apresiasi Polri Gelar Pentas Wayang, Minta Institusi Lain Contoh

    Fadli Zon Apresiasi Polri Gelar Pentas Wayang, Minta Institusi Lain Contoh

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri pagelaran wayang kulit yang diinisiasi oleh Polri. Dia mengapresiasi semangat Polri dalam pemajuan kebudayaan.

    “Kegiatan ini saya kira luar biasa. Kami sangat apresiasi sekali dalam rangka HUT Bhyangkara diselenggarakan sebuah pagelaran wayang dengan tema Amartha Binangun ini,” kata Fadli Zon di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (4/7/2025).

    Politisi partai Gerindra itu mendorong institusi lain mengikuti langkah Korps Bhayangkara. Khususnya dalam upaya melestarikan kebudayaan dalam kegiatan-kegiatannya.

    “Kami sangat apresiasi sekali dan mudah-mudahan semakin banyak institusi dalam hari-hari lahirnya bisa menyelenggarakan berbagai kegiatan, termasuk seperti wayang,” tuturnya.

    Wayang, lanjut Fadli, telah masuk di dalam warisan budaya takbenda yang diakui oleh UNESCO. Karena itu, menurutnya, pelestarian wayang melalui pementasan sangat menarik.

    “Yang pertama malah dulu, tahun 2003 masterpiece of oral tradition and intangible heritage of humanity. Jadi warisan agung budaya dunia, wayang lah yang pertama kali diakui oleh UNESCO dari Indonesia,” ungkapnya.

    “Wayang golek yang perlu semakin banyak pementasan. Kalau wayang kulit saya kira masih masih cukup kuat komunitasnya,” pungkas Fadli Zon.

    (ond/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menteri Kebudayaan Fadli Zon Buka Pameran Bilah Pusaka di Maros, Tekankan Pentingnya Merawat Budaya Keris

    Menteri Kebudayaan Fadli Zon Buka Pameran Bilah Pusaka di Maros, Tekankan Pentingnya Merawat Budaya Keris

    MAROS – Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, membuka Pameran Bilah Pusaka dalam rangka Festival Gau Maraja Leang-Leang di Gedung Baruga, Kantor Bupati Maros, Sulawesi Selatan, Kamis, 3 Juli. Acara ini bertepatan dengan peringatan Hari Jadi Kabupaten Maros ke-66 dan menjadi momentum penting untuk menguatkan kesadaran kolektif akan pelestarian budaya keris.

    Fadli Zon menyampaikan apresiasi tinggi atas penyelenggaraan pameran yang dinilai strategis dalam merawat warisan budaya. “Saya mengapresiasi pameran bilah pusaka ini. Benda pusaka seperti keris dan badik adalah warisan budaya takbenda yang sangat berharga,” ujarnya.

    Ia menekankan, keris telah diakui dunia sebagai warisan budaya takbenda sejak dicatat UNESCO pada 2005. “Di Sulawesi Selatan, budaya keris memiliki sejarah panjang. Naskah I La Galigo dan Pau-Paunna Indale Patara sudah menyinggung keberadaan keris sejak berabad silam,” jelasnya.

    Menurut Fadli Zon budaya keris di Sulawesi Selatan berkembang pesat sejak akhir era Majapahit. (IST)

    Fadli memaparkan bahwa budaya keris di Sulawesi Selatan berkembang pesat sejak akhir era Majapahit. “Ada dua gaya keris utama, yaitu keris Bugis dan keris Makassar. Keris Bugis memengaruhi budaya keris di Sumatera dan Kalimantan, sementara keris Makassar menyebar hingga Lombok, Nusa Tenggara Timur, Bima, dan Maluku,” ungkapnya.

    Ia juga menyoroti keris dan badik Sulawesi yang dikenal memiliki pamor berkualitas, besi matang, serta teknik tempa yang unggul. “Besi Sulawesi bahkan pernah diperdagangkan sampai ke Eropa pada masa Kesultanan Banten,” kata Fadli.

    Selain bilah, ia menjelaskan nilai estetika keris yang diperkuat bahan warangka dan hulu dari kayu pilihan seperti kemuning, cendana, santigi, hingga tampusu. Semua itu menghadirkan kekuatan simbolik, spiritual, dan seni tinggi yang diwariskan lintas generasi.

    Fadli Zon juga menekankan pentingnya mengenalkan budaya keris kepada generasi muda. Ia menilai Gen Z perlu mendapat akses edukasi yang memadai agar mampu menghargai warisan leluhur. “Salah satu cara edukasi paling efektif adalah melalui pameran seperti ini. Generasi muda harus tahu keris bukan hanya senjata, tetapi identitas bangsa,” tegasnya.

    Pameran Bilah Pusaka ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah daerah dan pusat untuk menjaga kesinambungan tradisi. Festival Gau Maraja Leang-Leang juga dirancang sebagai ruang bertemu para empu, pengrajin, kolektor, serta masyarakat luas, agar budaya keris tetap hidup dan relevan di masa kini.