Tag: Fadli Zon

  • Daftar 43 Cagar Budaya yang Terdampak Banjir dan Longsor Sumatera
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2025

    Daftar 43 Cagar Budaya yang Terdampak Banjir dan Longsor Sumatera Nasional 4 Desember 2025

    Daftar 43 Cagar Budaya yang Terdampak Banjir dan Longsor Sumatera
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, mengatakan, terdapat 43 cagar budaya yang terdampak bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
    “Dari 34 dari Aceh, 7 dari Sumatra Utara, dan 2
    cagar budaya
    dari Sumatra Barat,” kata
    Fadli Zon
    di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
    Beberapa cagar budaya tersebut di antaranya Rumah Tjong A Fie, Situs Bukit Kerang, Kompleks Masjid Tengku Di Kila, Rumah Rasuna Said, Kompleks Bangunan Masjid Tua Kebayakan, Kompleks Benteng Indrapatra, dan Jalur Kereta Api Sawahlunto.
    Fadli mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung upaya perlindungan warisan budaya serta membantu percepatan pemulihan wilayah terdampak.
    “Selain itu, Kementerian Kebudayaan terus memantau kondisi cagar budaya dan SDM kebudayaan yang terdampak banjir di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” jelasnya.
    Dia menegaskan, Kemenbud juga mendukung upaya-upaya mitigasi, terutama terkait dengan aset-aset budaya seperti situs cagar budaya, artefak di museum, di rumah-rumah, dan aset-aset budaya lainnya.
    “Kami, Keluarga besar Kementerian Kebudayaan sangat terbuka dan terus melakukan komunikasi dengan Balai Pelestarian Kebudayaan serta pihak lain untuk melakukan intervensi kebijakan sesuai dengan tugas dan fungsi dari Kementerian Kebudayaan,” tutup Menbud.
    Berdasarkan data yang dihimpun dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I, II, dan III hingga 4 Desember 2025, beberapa cagar budaya yang terdampak, di antaranya Aceh sebanyak 34 cagar budaya, Sumatra Utara sejumah 7 cagar budaya, dan di Sumatra Barat terdapat 2 cagar budaya, dengan total cagar budaya yang terdampak sejumlah 43.
    Sementara itu, jumlah cagar budaya dalam kawasan terdampak (Risk Exposure), baik dalam tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/Kota, diantaranya Aceh sejumlah 84, Sumatra Utara sebanyak 32, Sumatra Barat sebanyak 239, dengan total 355.
    Dari total tersebut, jumlah cagar budaya terdampak sebanyak 43, cagar budaya aman sebanyak 311, dengan total keseluruhan 354 cagar budaya.
    Berikut daftar cagar budaya yang terdampak:
    Aceh (34 objek terdampak)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perayaan Dua Dekade JAFF, Manifesto Arsip Perfilman Indonesia Dikumandangkan di Yogyakarta

    Perayaan Dua Dekade JAFF, Manifesto Arsip Perfilman Indonesia Dikumandangkan di Yogyakarta

    Liputan6.com, Jakarta Perayaan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-20 bertema Transfiguration resmi dibuka Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Acara ini berlangsung mulai 29 November hingga 6 Desember 2025.

    Momen perayaan dua dekade ini tidak hanya menjadi ajang pemutaran 227 film dari 43 negara, tetapi juga menjadi penting bagi para penggagas festival untuk menyampaikan manifesto mendesak terkait tata kelola kearsipan film di Indonesia.

    Acara pembukaan dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Para penggagas JAFF terdahulu, dipimpin oleh sineas senior Garin Nugroho, naik ke panggung utama untuk menyuarakan kekhawatiran mereka akan rapuhnya memori kolektif perfilman nasional.

    Festival Direktur Ifa Isfansyah mengungkapkan bahwa selama 20 tahun perjalanan JAFF, tantangan terbesar justru datang dari masalah fundamental: ketiadaan akses terhadap arsip dan artefak sejarah festival itu sendiri.

    “Banyak sekali arsip-arsip JAFF yang sekarang susah sekali kita akses. Artefak-artefak selama 20 tahun itu susah kita temukan,” ujar Ifa, Yogyakarta, Sabtu (30/11/2025).

    Ia menekankan bahwa 20 tahun adalah rentang waktu yang cukup untuk melihat ekosistem tumbuh, namun juga cukup pendek untuk membuktikan betapa rapuhnya ingatan bangsa.

    Ifa memberikan contoh ironis terkait film pembuka edisi pertama JAFF. “Hari ini, 20 tahun lalu, di edisi pertama, kami membuka festival dengan film Opera Jawa. Ironisnya, sekarang kami tidak lagi memiliki akses ke materi film tersebut di Indonesia,” tambahnya.

    Panitia terpaksa harus meminta materi film Opera Jawa dari Prancis, sebuah negara yang dinilai memiliki sistem kearsipan yang konsisten dan menghormati jejak perjalanan sejarah sinema.

    Melalui manifesto ini, Ifa menegaskan bahwa industri perfilman Indonesia saat ini tengah menghadapi kenyataan pahit yaitu kehilangan ingatan akan karya bangsa di tengah kebanggaan akan pencapaian film nasional kontemporer.

    “Apa gunanya film ditonton jutaan penonton orang hari ini, jika 10 tahun lagi, ia hilang tanpa jejak?” tegasnya.

    Ifa menyerukan agar pemerintah menempatkan arsip film sebagai prioritas budaya, investasi dan panggilan untuk menjaga memori bangsa. Hal ini mencakup penyediaan infrastruktur, laboratorium restorasi, dan digitalisasi yang memadai.

    Menanggapi manifesto tersebut, Fadli Zon menyatakan pihaknya telah menaruh perhatian serius pada arsip film sebagai warisan budaya. Fadli mengakui adanya kendala teknis dalam pengarsipan materi film yang mudah rusak, serta masalah Hak Kekayaan Intelektual (IP).

    “Dan memang film agak lebih sulit dibanding dengan mengarsipkan musik,” kata Fadli.

    Meski demikian, Kemenbud berjanji akan memulai inisiatif pengarsipan yang lebih terorganisir, berkolaborasi dengan berbagai pihak, dan menyediakan museum yang representatif untuk mengoleksi aset nasional tersebut.

  • Dapat Gelar Adat Kesultanan Tidore, Menbud Singgung Film dan Ekonomi Budaya Maluku Utara

    Dapat Gelar Adat Kesultanan Tidore, Menbud Singgung Film dan Ekonomi Budaya Maluku Utara

    TIDORE – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menerima Gelar Kehormatan Kesultanan Tidore“Ngofa Bangsa Nyili Gulu-gulu” dalam rangkaian kunjungan kebudayaan di Maluku Utara. Gelar tersebut disematkan langsung Sultan Tidore Husain Syah saat mengunjungi Kedaton Kesultanan Tidore.

    Gelar itu menjadi simbol penerimaan kesultanan dan ikatan persaudaraan kepada Menbud.

    Fadli disambut dalam Prosesi Penyambutan Agung, termasuk pemakaian pakaian adat Tidore, sebelum meninjau koleksi Kedaton yang menyimpan benda pusaka, pakaian tradisional, artefak kerajaan, dan naskah sejarah penting mengenai perjalanan Kesultanan Tidore.

    Ia menilai kekayaan koleksi ini menjadi fondasi penguatan museum dan pusat budaya di Maluku Utara.

    Dalam sambutan penerimaan gelar, Fadli menyampaikan terima kasih dan menegaskan kedekatannya dengan Tidore, termasuk kunjungannya pada 2017 dan 2025 ke makam Tuan Guru Tidore di Cape Town. Ia mendukung pengusulan Tuan Guru sebagai Pahlawan Nasional karena rekam jejaknya yang kuat di Afrika Selatan.

    Fadli kemudian memaparkan komitmen Kementerian Kebudayaan memperkuat infrastruktur budaya melalui kolaborasi pemerintah, swasta, filantropi, dan CSR. Lebih dari 50 sarana budaya nasional telah ditingkatkan. Ia menekankan museum, keraton, dan taman budaya dapat menjadi sumber ekonomi budaya, wisata sejarah, hingga Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    “Kebudayaan adalah modal masa depan. Industri budaya dan industri kreatif akan tumbuh ketika ekosistemnya hidup,” tegasnya pada Kamis, 27 November.

    Menbud juga menawarkan sejumlah program untuk Maluku Utara. Antara lain Forum Komunikasi Seni Media, New Media Art, festival musik tradisi, hingga pengembangan perfilman. Ia menilai film dapat menjadi medium diplomasi budaya karena memuat musik, tari, kuliner, hingga fashion. Fadli berharap kelak lahir film tentang sejarah Maluku Utara, termasuk sosok Tuan Guru Tidore dan perjalanan Kesultanan Tidore.

    Hadir dalam prosesi tersebut Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos, Sekda Provinsi Maluku Samsuddin A. Kadir, Sultan Tidore Husain Syah, dan Wali Kota Tidore Muhammad Senin. Ikut mendampingi Menbud, Staf Khusus Rachmanda Primayuda, Direktur Sejarah dan Permuseuman Agus Mulyana, dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXI Winarto.

    Menutup kunjungan, Fadli menyampaikan apresiasi serta memberikan selamat atas penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Tidore ke-35, Sultan Zainal Abidin Shah.

  • Menbud Dorong Kesultanan Ternate Jadi Destinasi Budaya Dunia

    Menbud Dorong Kesultanan Ternate Jadi Destinasi Budaya Dunia

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon, melakukan sejumlah agenda kunjungan kebudayaan di Provinsi Maluku Utara. Diawali dengan kunjungannya di Kota Ternate, Fadli Zon beserta rombongan mengunjungi Kedaton Kesultanan Ternate, pusat peradaban bersejarah yang berdiri sejak abad ke-13.

    Dalam prosesi tersebut, Fadli diterima secara adat oleh para Bobato dan tokoh masyarakat Moloku Kie Raha. Rombongan juga disuguhkan tarian khas Ternate sebagai bagian dari upacara penyambutan.

    Dalam sambutannya, Fadli Zon menyebutkan kekayaan budaya Indonesia tidak hanya diversity, melainkan mega-diversity yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, termasuk di Maluku Utara dengan warisan besar Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan, yang hingga kini tradisinya masih terus terjaga. Ia juga menyampaikan pentingnya kolaborasi dalam melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, dan membina kebudayaan agar terus lestari serta menjadi kekuatan pemersatu bangsa.

    “Ini adalah amanah bagi kita semua untuk terus melindungi kebudayaan dan tradisi, sekaligus mengembangkan, memanfaatkan, dan membinanya. Ke depan, saya berharap kita dapat terus berkolaborasi dan bersinergi dalam memajukan kebudayaan, sehingga budaya kita tidak hanya lestari, tetapi juga menjadi kekuatan pemersatu, unifying force, yang memperkokoh identitas dan jati diri bangsa,” tegasnya, dalam keterangan tertulis (27/11/2025).

    Lebih lanjut, Fadli menekankan kebudayaan harus mampu menjadi engine of growth bagi pembangunan ekonomi melalui penguatan soft power dan diplomasi budaya.

    “Di Kementerian Kebudayaan, telah dibentuk Direktorat Jenderal khusus yang menangani diplomasi, promosi, dan kerja sama kebudayaan. Bersama Kesultanan dan keraton-keraton di seluruh Indonesia, sebagaimana pesan Bapak Presiden, kita sedang mendata dan menyiapkan program rehabilitasi, renovasi, serta pemajuan keraton dan kesultanan sebagai pusat peradaban Nusantara. Termasuk penguatan museum-museum sebagai etalase budaya, ruang edukasi, dan pusat pembelajaran masyarakat,” jelasnya.

    Fadli menekankan pentingnya pembangunan ekosistem kebudayaan yang kuat, termasuk tata kelola kawasan Kesultanan Ternate agar mampu berkembang sebagai wisata budaya yang memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.

    Di akhir sambutannya, Fadli berharap Kesultanan Ternate semakin aktif mempromosikan kekayaan budaya, mulai dari tradisi, seni tari, hingga kuliner khas sebagai bagian dari ekspresi budaya yang bernilai tinggi. Ia juga menegaskan Kementerian Kebudayaan selalu membuka ruang kerja sama dengan kesultanan, keraton, dan berbagai forum budaya untuk memajukan kebudayaan nasional.

    “Kuncinya adalah membangun ekosistem. Bagaimana seluruh wilayah Kesultanan Ternate memiliki manajemen kebudayaan yang kuat sehingga berkembang menjadi wisata budaya yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Semoga ke depan kita dapat terus bekerja sama dan berkolaborasi, kami selalu membuka diri untuk mendukung upaya pemajuan budaya”, pungkasnya.

    Usai penyambutan, Fadli meninjau Museum Sultan Iskandar Muhammad Djabir Sjah. Ia menilai museum perlu diperkuat dari sisi tata kelola dan tata pamer agar mampu menyampaikan sejarah secara lebih modern dan edukatif.

    Turut mendampingi Fadli, Staf Khusus Menteri Bidang Protokol Rachmanda Primayudha; Direktur Sejarah dan Permuseuman Agus Mulyana; dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXI Maluku Utara, Winarto.

    (akn/ega)

  • Fadli Zon Tegaskan Mahasiswa Harus Jadi Agen Kebudayaan Digital

    Fadli Zon Tegaskan Mahasiswa Harus Jadi Agen Kebudayaan Digital

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghadiri kuliah umum di Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh, dalam rangkaian Gerakan Budaya Indonesia (GAYAIN) Aceh 2025. Dalam kesempatan itu, Fadli meneguhkan peran mahasiswa sebagai agen kebudayaan di era digital.

    Kuliah umum bertema ‘Merawat Kebhinekaan dan Memperkuat Ekosistem Kebudayaan di Era Digital’ itu menjadi bagian dari festival GAYAIN yang memadukan unsur budaya, kuliner, hingga keagamaan untuk mempromosikan kearifan lokal Aceh. Dalam sambutannya, Fadli menekankan pentingnya melestarikan kearifan lokal, termasuk budaya Aceh yang menurutnya memiliki riset ekstensif dan sarat nilai sejarah.

    “Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, adalah tempat akulturasi budaya yang sangat panjang. Ada banyak budaya Aceh yang terkenal, salah satunya Tari Saman yang diakui UNESCO pada 24 November 2011,” ujar Fadli dalam keterangan tertulis, Senin (24/11/2025).

    Ia juga menyoroti kekayaan budaya Aceh dari sisi material culture. Kemajuan peradaban Aceh salah satunya terlihat dari sisi numismatik.

    Fadli menambahkan, pengembangan ekosistem budaya nasional juga perlu memanfaatkan industri budaya dan kreatif, termasuk wisata museum. Ia mencontohkan model pendapatan museum besar dunia.

    “Di negara-negara maju, museum bisa menjadi sumber pemasukan, misalnya Museum of Modern Art (MoMA) di New York atau Museum Louvre di Paris. Sumber pemasukan museum-museum itu bukan hanya dari penjualan tiket, tapi 50% pendapatannya berasal dari penjualan merchandise. Ke depannya, kita bisa mengembangkan inovasi untuk memajukan industri budaya dan kreatif kita,” ujarnya.

    Di akhir sesi, Fadli berpesan agar mahasiswa menjadi agen kebudayaan di lingkungannya masing-masing, termasuk melalui media sosial.

    “Tantangan di zaman ini adalah bagaimana kita mempertahankan jati diri dan budaya bangsa di tengah globalisasi. Kita telah memasuki era digital yang membawa lompatan teknologi luar biasa. Untuk itu, saya berpesan kepada mahasiswa dan mahasiswi untuk terus menjadi agen kebudayaan dengan memanfaatkan teknologi,” kata Fadli.

    Sementara itu, Wakil Rektor III USK Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof Mustanir, menyatakan komitmennya untuk bersinergi dengan Kementerian Kebudayaan.

    “Aceh memiliki posisi istimewa dalam keberagaman sosial. Kita semua memahami bahwa sejak masa kesultanan, Aceh telah menjadi titik temu berbagai bangsa dan laboratorium kebudayaan yang memadukan nilai-nilai Islami, tradisi lokal, serta keterbukaan terhadap perubahan,” ungkapnya.

    Acara tersebut turut dihadiri Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal, Ketua Fraksi Gerindra DPR Aceh Abdurrahman Ahmad, Kadisbudpar Aceh Dedy Yuswadi, serta Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Almuniza Kamal. Sementara dari Kementerian turut mendampingi sejumlah pejabat eselon.

    (akn/ega)

  • Bonnie Triyana Singgung Penundaan Peluncuran Buku Penulisan Ulang Sejarah Nasional

    Bonnie Triyana Singgung Penundaan Peluncuran Buku Penulisan Ulang Sejarah Nasional

    Bisnis.com, SURABAYA – Hasil megaproyek penulisan ulang sejarah nasional yang digagas oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, mengalami penundaan selama beberapa kali untuk dirilis ke publik. Hal tersebut pun mengundang sorotan dari sejumlah pihak.

    Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyebut bahwa proyek penulisan sejarah ulang yang saat ini tengah menjadi sorotan publik, seharusnya dapat dilakukan dengan mengusung prinsip kehati-hatian dan tidak bersifat diskriminatif. 

    “Ya, katanya [proyek penulisan sejarah] mau [diluncurkan] Desember kan? Ya, kita tunggu saja. Kalau kami menolak apabila karya tersebut melakukan stigmatisasi terhadap korban dari Orde Baru,” ujar Bonnie usai diskusi mengenai kepahlawanan yang diselenggarakan Laboratorium Indonesia 2045 di Universitas Airlangga, Kamis (20/11/2025) petang.

    Bonnie pun menyinggung pernyataan Menteri Fadli Zon yang menyatakan bahwa produk hasil riset para sejarawan dari berbagai perguruan tinggi tersebut bersifat Indonesiasentris.

    Menurutnya, produk tulisan sejarah yang mengacu kepada karakter tersebut dianggapnya telah usang dan tidak relevan lagi dengan situasi kondisi negara yang telah berdiri selama delapan dekade lamanya.

    “Kita sudah 80 tahun jadi negara, yang dibutuhkan menurut saya adalah historiografi yang bersifat reflektif dan mungkin otokritik. Tahun 1957 kita baru naik jadi negara. Sekarang kita sudah jadi negara 80 tahun. Apa yang sudah terjadi selama 80 tahun? Itulah yang harus kita tulis. Memang setelah kita menjadi negara yang lepas dari penjajahan, menjadi negara yang berdiri sendiri, berdaulat, lebih baik enggak? Kalau enggak lebih baik, dimana? Kalau lebih baik, di mana juga?,” beber Bonnie.

    Bonnie, yang juga dikenal sebagai seorang sejarawan publik, ini juga mengungkapkan bahwa pihaknya juga sempat kesulitan untuk memperoleh pointer ataupun draft daei proyek penulisan sejarah nasional tersebut. 

    Hal tersebut menurutnya telah menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menggarap proyek ambisius tersebut, yang dikabarkan menelan biaya hingga Rp9 miliar untuk 11 jilid buku tersebut. 

    “Ternyata saya sudah baca beberapa pointer-nya [proyek penulisan sejarah ulang] gitu ya. Pointer-pointer penulisan sejarah ini ya. Kami baca, itu pun susah payah dapatinnya,” ungkapnya.

    Politikus PDIP ini juga menyatakan penolakannya apabila penulisan sejarah ulang yang akan diluncurkan tersebut ternyata tidak bersifat inklusif dan justru menunjukkan sikap impunitas negara terhadap kaum marjinal. 

    “Sampai saat ini kami masih menolak. Kemudian kalau misalkan nanti akan diluncurkan Desember 2025, ya mari kita periksa sama-sama,” katanya.

    Bonnie juga mempertanyakan transparansi dan latar belakang mengenai sosok-sosok yang menjadi tim anggota penyusunan ulang sejarah nasional tersebut.

    “100 sejarawan yang nulis itu saya enggak tahu siapa. Nah, jadi kan sangat tidak informatif ya, enggak tahu siapa,” tegasnya.

    Menurutnya, penundaan peluncuran proyek itu menunjukkan adanya ketidaksiapan dari pihak-pihak terkait yang terlibat di dalamnya. Bonnie pun menyatakan, dengan waktu riset yang tergolong sempit serta alokasi anggaran yang minim, ia yakin bahwa produk penulisan sejarah yang dihasilkan tidak akan memiliki mutu tinggi.

    “Kalau mau serius, kalau saya [anggarannya] Rp50 miliar, tapi ngerjainnya empat tahun, risetnya beneran. Kenapa saya bilang gini? Saya empat tahun jadi kurator di Rijksmuseum. Teman-teman di KITLV, NIOD bikin proyek untuk dekolonisasi Rp60 miliar, dikerjakan selama empat tahun. Hasilnya bagus, melibatkan banyak ilmuwan. Nah, kalau cuman Rp9 miliar dikerjakan terburu-buru, ditunda lagi, ditunda lagi, bukti bahwa ini terburu-buru,” bebernya.

    Untuk itu, dirinya pun mendorong megaproyek penulisan sejarah nasional tersebut dapat lebih bersifat terbuka ataupun open-minded terhadap fakta-fakta ilmiah yang telah terjadi di masa lampau. Misalnya, sebut Bonnie, dengan mengkaitkan peran Indonesia dalam percaturan politik global hingga kritik terhadap para penyelenggara negara di masa lampau.

    “Seringkali bapak-bapak pejabat itu kan bilang, di sini saya lagi ngomong ini sebagai seorang sejarawan ya, bilang ‘Generasi muda harus belajar sejarah’, itu salah. Yang harus belajar sejarah itu pertama itu adalah penyelenggara negara. Kenapa gagal terus? Ya, karena enggak pernah belajar sejarah. Kenapa enggak pernah belajar sejarah? Karena enggak pernah ditulis dengan cara yang jujur,” pungkasnya. 

  • Tanggapi Kritik Gus Mus Soal Soeharto, Fadli Zon Ungkit Keluarga Gus Dur

    Tanggapi Kritik Gus Mus Soal Soeharto, Fadli Zon Ungkit Keluarga Gus Dur

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Kebudayaan Fadli Zon menanggapi kritik budayawan dan ulama Nahdatul Ulama (NU), KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. Terkait penolakan terhadap Presien ke-2 RI, Soeharto jadi pahlawan nasional.

    Menanggapi hal itu, Fadli mengungkit kehadiran keluarga Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Istana Negara. Saat pengumuman sepuluh pahlawan nasional baru pada Senin (10/11/2025).

    “Kalau saya lihat kehadiran dari Ibu Sinta Nuriyah, Ibu Sinta Nuriyah kan istri Presiden Gus Dur. Ada Ibu Yenny (Wahid), ada cucu-cucunya (Gus Dur), itu menandakan (perwakilan NU),” kata Fadli usai gelaran Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025 di Istana Negara, Senin (10/11/2025).

    Fadli bahkan mengklaim Sinta Nuriyah senang dengan penyematan gelar pahlaawn nasional kepada Soeharto

    “Tadi juga beliau (Sinta) menyampaikan sangat senang dan sangat apresiatif. Jadi, saya kira itu sudah cukup menjelaskan,” akunya.

    Walau demikian, diketahui keluarga Gus Dur menghadiri upacara tersebut karena Gus Dur juga diumumkan sebagai pahlawan nasional. Bersamaan dengan pengumuman Soeharto.

    Adapun Gus Mus sebelumnya blak-blakan mengungkapkan penolakannya terhadap penganugerahan Soeharto jadi pahlawan nasional.

    Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” kata Gus Mus.

    Dia mengatakan banyak ulama dan pejuang memiliki jasa besar. Tapi keluarganya tidak pernah mengusulkan gelar pahlawan untuk mereka.

    “Banyak kiai yang dulu berjuang, tapi keluarganya tidak ingin mengajukan gelar pahlawan. Alasannya supaya amal kebaikannya tidak berkurang di mata Allah. Kalau istilahnya, menghindari riya,” ucap dia.

  • Menbud Tegaskan Pentingnya Diplomasi Budaya dalam Perkuat Posisi RI

    Menbud Tegaskan Pentingnya Diplomasi Budaya dalam Perkuat Posisi RI

    Jakarta

    Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI menyelenggarakan Indonesia International Conference on Cultural Diplomacy (IICCD) 2025 di Kampus Universitas Indonesia (UI).

    Berfokus pada tema Defining Cultural Diplomacy: Crossing Cultures, Weaving Worlds, konferensi yang terselenggara melalui kerja sama Kemenbud dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UI ini akan berlangsung selama dua hari dan diikuti para akademisi, diplomat, pembuat kebijakan, serta pelaku budaya dari berbagai negara.

    Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon dalam sambutannya menegaskan pentingnya diplomasi budaya sebagai kekuatan strategis dalam membangun hubungan internasional dan memperkuat posisi Indonesia di dunia.

    “Mengusung semangat ‘Defining Cultural Diplomacy: Crossing Cultures, Weaving Worlds’, IICCD mengajak kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan bagaimana budaya terus membentuk hubungan internasional serta praktik diplomasi, serta meneguhkan kembali komitmen kolektif kita untuk memajukan budaya sebagai kekuatan penting dalam peradaban global,” ujar Fadli Zon dalam keterangannya, Selasa (18/11/2025).

    Fadli Zon juga menyoroti bahwa diplomasi budaya merupakan bagian penting dari soft power meski belum memiliki definisi tunggal yang disepakati secara global. Diplomasi budaya, menurutnya beririsan dengan diplomasi publik, penjenamaan, promosi budaya, dan industri kreatif. Karena itu, IICCD diselenggarakan sebagai ruang untuk mengkaji ulang konsep-konsep tersebut dan merumuskan fondasi diplomasi budaya yang relevan.

    “Di berbagai disiplin dan institusi, diplomasi budaya beririsan dengan diplomasi publik, nation branding, promosi budaya, hingga industri budaya. Konferensi ini menjadi ruang penting untuk mengkaji secara kritis, memperjelas konsep, serta merumuskan tujuan diplomasi budaya di abad ke-21,” ujarnya.

    Di akhir sambutannya, Fadli Zon menyampaikan apresiasi kepada para mitra, akademisi, dan peserta konferensi atas kontribusi dalam memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Fadli Zon berharap forum ini menjadi ruang strategis untuk membahas isu-isu kunci seperti repatriasi, keberlanjutan, warisan budaya maritim, museum, musik, budaya populer, pertukaran kreatif, media, dan sinema.

    Forum ini berperan sebagai jembatan antara teori dan praktik, serta bagian dari ekosistem kerja sama budaya seperti forum CHANDI dan Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS).

    “Semoga forum ini memperkuat tekad kita untuk menempatkan budaya di jantung dialog, kerja sama, dan kemajuan global,” sambungnya.

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi, Universitas Indonesia, Chairul Hudaya, juga menyoroti peran penting dunia akademik dalam mengawal diplomasi budaya melalui riset, perspektif kritis, dan komitmen terhadap inklusivitas. Ia juga mengapresiasi IICCD dapat diselenggarakan di FISIP Universitas Indonesia.

    “Saya mengapresiasi IICCD menyediakan ruang dari berbagai latar belakang untuk meninjau kembali diplomasi budaya dalam dunia yang terus berubah. Konferensi ini mendorong kita melihat melampaui narasi yang lazim dan mengeksplorasi bagaimana praktik budaya, baik tradisional maupun kontemporer dapat berkontribusi pada perdamaian, saling pengertian, dan pembangunan berkelanjutan,” ucapnya.

    Adapun Indonesia International Conference on Cultural Diplomacy (IICCD) diikuti tak kurang dari dua ratus peserta yang terdiri dari akademisi, komunitas hingga pembuat kebijakan dengan menghadirkan para pembicara ahli di bidang Arkeologi, Antropologi, Museum, dan Hubungan Internasional dari Indonesia, Singapura, Portugal, Australia, UEA, Jerman, Kenya, dan Ukraina.

    Selama dua hari IICCD akan menjadi forum untuk merumuskan kembali diplomasi budaya melalui pengalaman lokal dan dinamika global yang terus berubah serta memperkuat kolaborasi antara institusi, akademisi, komunitas, dan pembuat kebijakan guna menghasilkan keluaran dan jejaring yang berdampak.

    Sebagai informasi, acara pembukaan IICCD turut dihadiri oleh Pelaksana Tugas Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Dwi Ardhani Sri Sundrijo, Perwakilan Kedutaan Besar Negara Uruguay, Belarusia, Belanda, Serbia, Somalia, Ukraina, Malaysia, Brunei, Filippina, Turki, Tanzania, dan Sudan. Mendampingi Menteri Kebudayaan hadir di antaranya Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, Endah T.D. Retnoastuti; Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Industri Kebudayaan, Anindita Kusuma Listya; dan Direktur Kerja Sama Kebudayaan, Mardisontori.

    (akd/ega)

  • Dilaporkan ke Polisi, Ini Tanggapan Ribka Tjiptaning Terkait Gelar Pahlawan Soeharto

    Dilaporkan ke Polisi, Ini Tanggapan Ribka Tjiptaning Terkait Gelar Pahlawan Soeharto

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua PDI Perjuangan, Dr. Ribka Tjiptaning, menyatakan kesiapannya menghadapi pemeriksaan di Bareskrim Polri terkait laporan terhadap dirinya setelah menyebut Soeharto tidak layak dianugerahi gelar pahlawan nasional.

    Ribka menegaskan bahwa pernyataannya didasarkan pada pengalaman pribadi sebagai korban dan hasil penyelidikan resmi yang pernah dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

    “Selain pengalaman saya sendiri sebagai korban, saya juga akan meminta kesaksian Tim Ad Hoc bentukan Komnas HAM yang menyelidiki peristiwa 1965. Kita bisa dengar kesaksian bagaimana mereka menemukan korban-korban pelanggaran HAM Soeharto itu. Apa benar atau cuma fiksi?” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/11).

    Menurut Ribka, temuan utama Tim Ad Hoc Komnas HAM menunjukkan adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara luas dan sistematis pada masa tersebut. Pelanggaran itu meliputi pembunuhan massal, penghilangan orang secara paksa, penahanan sewenang-wenang terhadap sekitar 41 ribu orang, penyiksaan, perampasan kemerdekaan fisik, hingga kekerasan seksual.

    Ia menambahkan, data investigasi Komnas HAM mencatat sekitar 32.774 orang hilang, sementara sejumlah lokasi di berbagai daerah diidentifikasi sebagai tempat pembantaian.

    Masih merujuk laporan Komnas HAM, Ribka menegaskan bahwa pihak yang dianggap paling bertanggung jawab adalah Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), lembaga yang berada langsung di bawah kendali Soeharto.

    “Itu bisa di-googling dan diunduh hasil laporannya. Dan itu penyelidikan pro yustisia lho. Itu sesuai perintah undang-undang, tetapi sampai sekarang belum ditindaklanjuti oleh negara. Silakan cari, ada itu ‘ringkasan eksekutif tim ad hoc peristiwa 65’.” tegasnya.

    Ribka juga menyampaikan bahwa anggota Tim Ad Hoc Komnas HAM yang menyusun laporan tersebut masih hidup dan dapat dimintai keterangan apabila proses hukum memerlukan. “Ketua timnya adalah Nur Kholis, wakilnya Kabul Supriadi, dan ada juga Johny Nelson Simanjuntak serta Yosep Adi Prasetyo,” paparnya.

    Ia menilai, kesaksian tidak hanya bisa datang dari tim penyelidik Komnas HAM, namun juga dari korban penculikan era Orde Baru yang hingga kini masih hidup—termasuk yang kini berada dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto.

    “Ini kesempatan bangsa ini kembali membuka sejarah kelam yang sedang berusaha ditutup oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon,” pungkasnya. (ted)

  • 9
                    
                        Saling Klaim Takhta Raja Keraton Surakarta, Hamengkunegoro dan Hangabehi
                        Regional

    9 Saling Klaim Takhta Raja Keraton Surakarta, Hamengkunegoro dan Hangabehi Regional

    Saling Klaim Takhta Raja Keraton Surakarta, Hamengkunegoro dan Hangabehi
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    – Dua putra laki-laki mendiang Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII, KGPAA Hamengkunegoro atau Gusti Purboyo dan KGPH Hangabehi atau Mangkubumi saling klaim sebagai PB XIV atau pengganti PV XIII.
    Gusti Purboyo
    merupakan putra bungsu dari istri pernikahan ketiga mendiang PB XIII. Sedang KGPH
    Hangabehi
    merupakan putra laki-laki tertua PB XIII yang lahir dari istri pernikahan kedua.
    Dualisme ini membuat proses suksesi Keraton Surakarta berlangsung dua arah.
    Kedua penobatan ini membuat suasana di lingkungan Keraton Surakarta semakin tegang, dengan para pihak saling mengklaim legitimasi atas takhta warisan mendiang PB XIII.
    Gusti Purboyo mengukuhkan diri sebagai Pakubuwono XIV menjelang pemberangkatan jenazah ayahandanya pada Rabu (5/11/2025).
    Gusti Purboyo membacakan ikrar kesanggupan dirinya sebagai Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sinuhun Pakubuwono XIV.
    “Atas perintah dan titah Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, saya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegoro, pada hari ini, Rabu Legi, 14 Jumadilawal Tahun Dal 1959 atau 5 November 2025, naik takhta menjadi
    Raja Keraton Surakarta
    Hadiningrat dengan gelar Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XIV,” tutur Gusti dalam bahasa Jawa.
    Kakak tertua PB XIV, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, menyatakan langkah sang adik sesuai adat Kasunanan.
    “Apa yang dilakukan Adipati Anom, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegoro, sesuai dengan adat Kasunanan. Dulu juga pernah terjadi pada era para leluhur. Sumpah di hadapan jenazah ayahanda adalah simbol kesetiaan, bukan pelanggaran adat,” ujarnya.
    Ia mengatakan, sumpah tersebut memastikan tidak ada kekosongan kepemimpinan.
    “Segala prosesi adat dan tanggung jawab pemerintahan karaton tetap berjalan sebagaimana mestinya, di bawah pimpinan raja baru, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XIV,” kata GKR Timoer.
    “Kami sudah bicara. Sebelumnya kami sudah berbicara di depan Gubernur, Respati, dan Bapak Gibran kami sudah berbicara. Kami sudah bersepakat untuk ini kan putra mahkota di situ kan kanjeng gusti pangeran putra mahkota. Ketika Gibran datang ke sini kita rapat. Kita sampaikan,” ungkapnya.
    GKR Timoer menyesalkan tindakan sejumlah kerabat yang menggelar prosesi adat tersendiri, yang dianggap bertentangan dengan kesepakatan keluarga besar putra-putri dalem Pakubuwono XII.
    “Saya hanya kasihan keraton dipecah belah seperti ini. Seperti mengulang suksesi PB XIII yang lalu. Saya sedih saja Gusti Mangkubumi bisa berkhianat dengan kami putra-putri, kakak-kakak dan adik-adiknya. Itu saja yang saya sesalkan,” terangnya.
    Rapat keluarga besar dilaksanakan di Kagungan Dalem Sasana Handrawina Karaton Surakarta pada Kamis (13/11/2025).
    Perwakilan keluarga besar Keraton Surakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Koes Moertiyah Wandansari atau Gusti Moeng, mengatakan rapat untuk menyatukan keluarga besar dan abdi dalem Keraton Surakarta yang dulu sempat terbelah.
    “Sudah selesai yang itu masalah Sinuhun, Bapak yang lalu ke Sinuhun ini. Kita menyatu saja yang penting kita adalah menjaga keutuhan sentana, abdi dalem, kerabat semua dan melestarikan keraton,” kata Gusti Moeng seusai mengikuti rapat di Keraton Surakarta, Kamis.
    Gusti Moeng juga menerangkan, dalam rapat keluarga besar diwarnai penobatan KGPH Hangabehi sebagai PB XIV. Penobatan KGPH Hangabehi sebagai penerus takhta trah Mataram Islam berdasarkan paugeran.
    Menurut dia, apabila tidak ada permaisuri maka penerus selanjutnya Raja Keraton Surakarta adalah anak laki-laki tertua. Pihaknya juga mempertanyakan surat wasiat dan sabda dalem terkait penerus PB XIII.
    “Gusti Behi yang sekarang PB XIV kan tidak minta kepada Allah untuk dilahirkan lebih tua dari Purboyo. Itu sudah ditekankan, dijadikan acuan, paugeran bahwa kalau tidak punya permaisuri ya sudah anak laki-laki tertua. Tapi memang kan direkayasa seakan-akan ada permaisuri, ada surat wasiat, pengangkatan Adipati Anom sebelumnya baru akan kita kaji secara hukum,” kata dia.
    Rapat tersebut berlangsung di Kagungan Dalem Sasana Handrawina Karaton Surakarta, membahas pengelolaan sekaligus suksesi Keraton Surakarta sesuai dengan amanat surat dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
    Surat bernomor 10596/MK.L/KB.10.03/2025, tertanggal 10 November 2025, ditujukan kepada Pengageng Sasana Wilapa dan Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta.
    Isi surat tersebut berbunyi: “Dalam hal suksesi kepemimpinan di Keraton Kasunanan, dapat mengacu pada surat dari Kementerian Dalam Negeri RI yang menyatakan bahwa Kasunanan Surakarta dipimpin oleh ISKS Paku Buwana XIII dan didampingi Maha Menteri KG Panembahan Agung Tedjowulan dalam melaksanakan pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta berkoordinasi dengan pemerintah, pemerintah provinsi Jawa Tengah, dan pemerintah Kota Solo.”

    Selanjutnya disebutkan: “Kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan agar dapat menahan diri, melakukan koordinasi, rapat, dan rembuk keluarga dengan Maha Menteri Kanjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan, sesuai dengan aturan adat dan tatanan keraton.”
    Tedjowulan menjelaskan bahwa rapat tersebut mengundang putra-putri dalem PB XII dan PB XIII untuk membicarakan arah pengelolaan Keraton Surakarta ke depan.
    “Intinya pertemuan tadi siang itu sebetulnya saya mengundang para putra-putri dalem PB XII dan putra-putri dalem PB XIII untuk berembuk, berbicara masa depan keraton,” kata Tedjowulan, Kamis.
    Ia juga meminta agar semua pihak tidak tergesa-gesa dalam menentukan suksesi penerus Keraton Surakarta setelah wafatnya PB XIII.
    “Saya dunungke (menjelaskan) kenapa kok tergesa-gesa seperti itu. Sudah saya sampaikan dari awal 40 hari lah. Tapi mungkin tidak sabar dan sebagainya,” ungkapnya.
    Menanggapi penunjukan putra laki-laki tertua PB XIII, KGPH Hangabehi (Mangkubumi), sebagai ahli waris takhta Keraton Surakarta, Tedjowulan menegaskan tidak mengetahui adanya agenda tersebut.
    “Ada kegiatan tahu-tahu saya dimintai untuk jadi saksi. Tadi ada pengikraran, penobatan menjadikan Hangabehi (Mangkubumi) sebagai pewaris PB XIII. Jadi sebagai Pangeran Pati. Jadi saya tidak tahu. Karena sudah di depan orang banyak saya dimintai restu dan sebagainya saya ini orangtua ya sudah saya restui saja. Tapi saya prinsipnya tidak tahu kalau ada tambahan itu (penunjukan KGPH Hangabehi jadi ahli waris takhta),” ujarnya.
    Tedjowulan mengakui bahwa ia pernah menanyakan soal siapa ahli waris takhta Keraton Surakarta setelah PB XIII wafat.
    “Kalau rembukan pernah dengan saya. Ribut, ribut, ribut terus kira-kira siapa. Tidak usah puluhan tahun, lima tahun ke depan kira-kira siapa yang akan menggantikan itu. Memang itu pernah saya tanyakan. Yang disebut adalah ya Mangkubumi itu. Tapi tidak pernah atau belum pernah saya diajak bicara untuk pelaksanaan tadi siang itu. Pengukuhan dan sebagainya tidak pernah diajak rembukan saya,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.