Resmikan Panggung Songgo Buwono Usai Revitalisasi di Keraton Solo, Fadli Zon: Berpotensi Jadi Ikon
Tim Redaksi
SOLO, KOMPAS.com
– Revitalisasi Panggung Songgo Buwono di kompleks Keraton Surakarta, Jawa Tengah, resmi selesai.
Peresmian bangunan cagar budaya nasional tersebut dilakukan oleh Menteri Kebudayaan
Fadli Zon
pada Selasa (16/12/2025) malam.
Fadli Zon menegaskan bahwa peresmian
Panggung Songgo Buwono
bukan hanya tentang bangunan fisik, tetapi juga tentang menghidupkan kembali
warisan sejarah
bangsa yang memiliki perjalanan panjang dan nilai budaya yang luhur.
“Hari ini kita berkumpul di jantung Kota Solo, di tengah pusaran sejarah dan keagungan budaya yang tak lekang oleh waktu, untuk meresmikan sebuah warisan sejarah yang memiliki makna sangat penting bagi bangsa,” ujarnya.
Panggung Songgo Buwono merupakan bagian dari ingatan kolektif bangsa dan menjadi saksi berbagai peristiwa sejarah.
Bangunan ini pernah dikenal sebagai menara tertinggi di Pulau Jawa.
Bersama kompleks Keraton Surakarta, Panggung Songgo Buwono telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional sejak 2017.
Dalam kesempatan yang sama, Fadli Zon mengungkapkan bahwa Kementerian Kebudayaan pada tahun ini menetapkan 85 cagar budaya nasional dari seluruh Indonesia.
Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 10 penetapan.
“Warisan budaya adalah aset bangsa yang luar biasa penting. Tahun depan, jumlah penetapan cagar budaya nasional harus lebih banyak lagi,” katanya.
Berdasarkan catatan sejarah, Panggung Songgo Buwono berbentuk segi delapan dengan tinggi sekitar 30 meter dan terdiri atas lima tingkatan.
Bangunan ini didirikan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono III sekitar tahun 1728.
Bangunan ini mengandung filosofi “nogo muluk tinitan jalmo,” yang bermakna keyakinan bahwa suatu saat rakyat akan memilih pemimpinnya sendiri.
Filosofi tersebut akhirnya terwujud pada tahun 1945, ketika Indonesia merdeka dan memasuki era kepemimpinan yang lahir dari kehendak rakyat.
Secara historis, Panggung Songgo Buwono merupakan bagian tak terpisahkan dari arsitektur Keraton Surakarta.
Bangunan ini berfungsi ganda sebagai pos penjagaan strategis untuk mengawasi kawasan keraton, alun-alun, dan benteng VOC, serta sebagai penanda waktu.
Dari sisi spiritual, Panggung Songgo Buwono diyakini sebagai tempat malenggeng atau bertapa, di mana raja melakukan laku spiritual dan komunikasi batin, sehingga menjadikannya ruang yang sakral.
Dalam tata ruang Keraton Surakarta, Panggung Songgo Buwono berada di pusat kompleks dan melambangkan axis mundi atau poros dunia.
Konsep ini menghubungkan Buwono Agung (alam semesta), Buwono Cilik (manusia), dan Buwono Tengahan (keraton), yang menjadi pengingat pentingnya keseimbangan antara alam, manusia, dan spiritualitas dalam kepemimpinan.
Panggung Songgo Buwono memiliki perjalanan sejarah yang panjang.
Bangunan ini pernah mengalami kebakaran pada 19 November 1954, direkonstruksi dan direhabilitasi pada 30 September 1959, dipugar kembali pada 2008–2009, dan terakhir direvitalisasi dari Januari hingga Desember 2025.
“Revitalisasi tersebut dilakukan melalui kerja sama public-private partnership. Pemerintah mengapresiasi dukungan berbagai pihak, termasuk dunia usaha, dalam upaya pelestarian warisan budaya,” kata Fadli Zon.
Selain Panggung Songgo Buwono, revitalisasi juga mencakup penataan ulang Museum Keraton Surakarta.
Penataan dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan bersama tim standardisasi museum Kementerian Kebudayaan dan Asosiasi Museum Indonesia, dengan menerapkan standar museum yang mencakup pencahayaan, suhu ruangan, dan penataan koleksi.
Pemerintah berharap Museum Keraton Surakarta dapat berkembang sebagai pusat budaya dan edukasi, serta menjadi destinasi wisata sejarah yang penting dan berkelanjutan.
Fadli Zon menambahkan bahwa arahan Presiden menegaskan pentingnya negara hadir dalam pemugaran dan revitalisasi keraton serta kesultanan untuk membangun ekosistem ekonomi budaya dan industri kreatif, termasuk melalui pemanfaatan kekayaan intelektual.
“Panggung Songgo Buwono memiliki potensi besar sebagai ikon dan IP budaya yang dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti miniatur, merchandise, dan media kreatif lainnya,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Fadli Zon
-
/data/photo/2025/12/16/69415aafd13d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Resmikan Panggung Songgo Buwono Usai Revitalisasi di Keraton Solo, Fadli Zon: Berpotensi Jadi Ikon Regional 17 Desember 2025
-

Buku Sejarah Indonesia Bakal Direvisi, P2G Pertanyakan Fisiknya
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri menyoroti rencana revisi buku sejarah Indonesia.
Munculnya wacana revisi buku sejarah ini berpeluang untuk dilakukan setiap tahunnya.
Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Iman Zanatul Haeri menyebut hal ini sebagai sesuatu yang aneh.
Dimana, bukunya diluncurkan namun faktanya tidak ada bukunya sama sekali.
“Ini aneh, bukunya diluncurkan tapi gak ada bukunya,” tulisnya dikutip Senin (15/12/2025).
Ia juga menyoroti soal wacana revisi yang bakal dilakukan setiap tahun. Tapi kembali buku revisinya sendiri disebutnya belum muncul.
“Bukunya belum muncul tapi akan direvisi tiap tahun,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Kebudayaan meluncurkan buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global, di Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Buku yang terdiri dari 10 jilid ini menarasikan perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari akar peradaban Nusantara hingga era sekarang.
Namun, buku ini berpeluang direvisi di masa mendatang.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, penyusunan buku tersebut melibatkan 123 penulis dari 34 perguruan tinggi dan 11 lembaga non-perguruan tinggi.
Prosesnya berlangsung selama sekitar satu tahun dan melalui sejumlah tahapan, termasuk diskusi publik di beberapa kampus.
(Erfyansyah/fajar)
-
/data/photo/2025/12/15/693fb9780efc6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dua Kubu Keraton Surakarta Gelar Rapat Tertutup dengan Pemkot Solo Soal Peresmian Panggung Songgobuwono dan Museum Regional 15 Desember 2025
Dua Kubu Keraton Surakarta Gelar Rapat Tertutup dengan Pemkot Solo Soal Peresmian Panggung Songgobuwono dan Museum
Tim Redaksi
SOLO, KOMPAS.com – Dua kubu Keraton Surakarta mendatangi Balai Kota Solo, Jawa Tengah, pada Senin (15/12/2025).
Masing-masing diwakili oleh Pakubuwono (PB) XIV Hangabehi dan Pakubuwono XIV Hamengkunegoro, yang diwakili oleh GKR Panembahan Timoer dan GKR Devi.
Kedatangan mereka diterima oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Budi Murtono.
Mereka kemudian melakukan rapat secara tertutup di ruang Natapraja Kompleks Balai Kota.
Hadir dalam rapat tersebut Kapolresta Solo Kombes Pol Catur Cahyono Wibowo dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Solo Agus Santoso.
PB XIV Hangabehi mengatakan, kedatangannya ke Balai Kota untuk menyampaikan rencana peresmian
Panggung Songgobuwono
dan tahap awal Museum
Keraton Surakarta
pasca
revitalisasi
pada Selasa (16/12/2025).
“Hanya koordinasi untuk persiapan besok peresmian Panggung Songgobuwono dan peresmian tahap awal Museum,” katanya di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, pada Senin.
Menurut dia, revitalisasi
Museum Keraton
Surakarta telah memasuki tahap penataan dan dipastikan hari ini selesai.
“Ini sudah tahap penataan. Insyaallah hari ini selesai. Besok ada tahap-tahap berikutnya di ruang-ruang berikutnya. Nanti kalau tidak dilanjutkan kan jomplang (tidak seimbang), kan ada etalase baru dan lama tata ruangnya berbeda,” kata dia.
Sementara itu, untuk revitalisasi Panggung Songgobuwono Keraton Surakarta sudah selesai dan tinggal penambahan lampu. “Kalau untuk Panggung Songgobuwono sudah selesai. Mungkin tinggal tambahan lighting untuk pencahayaan,” ungkap dia.
Pangageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, GKR Panembahan Timoer, mengatakan kedatangannya ke Balai Kota untuk peresmian Panggung Songgobuwono dan Museum Keraton Surakarta.
Rencananya, peresmian akan dilakukan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
“Untuk peresmian besok. Peresmian Songgobuwono dan Museum. Kebetulan besok akan diadakan peresmian di mana Pak Menteri Kebudayaan akan rawuh untuk meresmikan,” kata GKR Panembahan Timoer.
Mengenai alasan PB XIV Hamengkunegoro tidak hadir dan mewakilkan, kata GKR Panembahan Timoer, karena sudah memiliki kelembagaan sehingga tidak harus dihadiri oleh PB XIV Hamengkunegoro.
“Sinuhun (PB XIV Hamengkunegoro) punya kelembagaan, tidak harus semua rapat yang datang harus Sinuhun. Kan punya kelembagaan. Di dalam kelembagaan, siapa tupoksinya itu yang rawuh begitu,” ujar dia.
Sekda Solo, Budi Murtono, mengatakan Pemkot Solo melalui Wali Kota menerima surat dari Maha Menteri Keraton Surakarta Kanjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan untuk membantu dukungan kegiatan Keraton Surakarta.
“Prinsipnya kemarin Wali Kota itu mendapat surat dari Kanjeng Gusti Tedjowulan untuk mohon bantuan dukungan pengamanan kegiatan. Hanya itu saja,” kata Budi.
Agar kegiatan peresmian Panggung Songgobuwono dan Museum berjalan lancar, katanya, Pemkot Solo menginisiasi rapat dengan mengundang keluarga besar Keraton Surakarta.
“Kita menginisiasi rapat ini biar semua pihak yang terlibat di keraton itu bisa tahu dan sepakat besok bisa berjalan dengan lancar,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Reformulasi Sejarah Nasional, Kemenbud Luncurkan Buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global
Surabaya (beritajatim.com) – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia meluncurkan buku “Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global”, sekaligus menetapkan 14 Desember sebagai Hari Sejarah Nasional. Peluncuran berlangsung di Plaza Insan Berprestasi, Kementerian Kebudayaan RI, Minggu (14/12/2025).
Acara ini menjadi refleksi bersama atas berbagai kegelisahan kebangsaan di tengah derasnya arus globalisasi dan percepatan era digital.
Buku ini hasil kerja kolaboratif besar yang melibatkan 123 penulis dari 34 perguruan tinggi dan lembaga, didukung 20 editor jilid dan 3 editor umum. Total keseluruhan karya mencapai 7.958 halaman yang terbagi dalam 10 jilid utama serta satu jilid prakata dan daftar pustaka.
Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab institusional dalam merawat memori kolektif bangsa.“Kalau para sejarawan tidak menulis sejarahnya sendiri, kita akan kehilangan catatan tentang siapa kita. Negara harus hadir memfasilitasi,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa proses penulisan ulang sejarah ini tidak lepas dari polemik. Namun, menurutnya, perbedaan pandangan adalah bagian wajar dari demokrasi, “Sejarah bukan alat politik dan tidak boleh disempitkan menjadi satu suara. Sejarah adalah ruang dialog,” tegasnya.
Fadli juga menyoroti pentingnya pendekatan Indonesia-sentris dalam penulisan sejarah nasional. “Selama ini banyak sejarah ditulis dari sudut pandang kolonial. Bagi mereka mungkin bukan penjajahan, tapi bagi kita itu adalah penjajahan. Cara pandang inilah yang perlu diluruskan,” katanya.
Buku ini, lanjut Fadli, menjadi bagian dari rangkaian peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia dan diharapkan dapat menjadi rujukan masyarakat dalam memahami perjalanan bangsa.“Ini bukan karya yang sempurna, tapi sebuah highlight perjalanan panjang Indonesia dari akar peradaban Nusantara hingga hari ini,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Editor Umum Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia, Singgih Tri Sulistiyono yang menegaskan anggapan nasionalisme sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman merupakan pandangan yang keliru.
Menurutnya, meskipun globalisasi terus dikampanyekan, negara-negara yang menjadi motor utama globalisasi justru tetap sangat protektif terhadap kepentingan negara-bangsanya.
“Kalau kita lihat negara-negara liberal seperti Amerika Serikat atau negara-negara Eropa, mereka sangat ketat dan protektif terhadap negaranya. Ini menunjukkan bahwa negara-bangsa dan nasionalisme itu masih sangat penting,” ujar Singgih.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro tersebut mengingatkan agar generasi muda Indonesia tidak larut dalam euforia globalisasi. Menurutnya, keterbukaan terhadap pergaulan internasional harus tetap diimbangi dengan kesadaran kebangsaan dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Globalisasi tidak bisa menjamin kesejahteraan, keadilan, dan kebahagiaan. Justru negara adalah satu-satunya institusi yang masih mampu menjamin itu. Karena itu, rasa kebangsaan dan nasionalisme keindonesiaan tetap sangat diperlukan,” tegasnya.
Singgih yang merupakan Ketua DPP LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) ini menilai penulisan ulang sejarah nasional menjadi salah satu upaya strategis untuk merawat ingatan kolektif bangsa dan memperkuat solidaritas kebangsaan. Sejarah, menurutnya, bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan media pemersatu di tengah masyarakat yang kian terfragmentasi.
“Penulisan sejarah ini penting untuk meneguhkan kembali sejarah Indonesia sebagai memori kolektif, agar kita tetap solid sebagai bangsa dalam membangun diri, tanpa harus meninggalkan pergaulan internasional,” katanya.
Dalam konteks penulisan sejarah, Singgih menyoroti pentingnya perspektif otonomi sejarah atau Indonesia-sentris, yang menempatkan bangsa Indonesia sejajar dalam setiap perjumpaan budaya global, bukan sekadar sebagai penerima pasif pengaruh asing.
Selain fungsi filosofis dan strategis, Singgih menjelaskan bahwa penulisan sejarah nasional juga memiliki manfaat pragmatis. Narasi sejarah, misalnya dalam bidang hukum dan ekonomi kolonial, dapat menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kontemporer, termasuk sengketa pertanahan dan aset negara, “Sejarah bukan hanya untuk dibaca, tapi juga bisa menjadi rujukan kebijakan dan penyelesaian masalah hari ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, buku ini juga diproyeksikan sebagai bahan ajar bagi generasi muda. Karena itu, pendekatan digital humanities menjadi penting untuk menjembatani tantangan literasi sejarah di era digital, sekaligus menangkal maraknya hoaks dan pseudo history yang beredar di ruang publik.
Sementara itu, Editor Jilid Buku Sejarah Indonesia, Cecep Eka Permana, menjelaskan bahwa penulisan buku ini melibatkan disiplin ilmu sejarah dan arkeologi, khususnya dalam jilid awal yang mengulas akar peradaban Nusantara. Temuan arkeologis menunjukkan bahwa wilayah Indonesia memiliki jejak peradaban manusia yang sangat tua dan penting dalam sejarah dunia.
Narasumber lain, Purnawan Basundoro, menilai buku ini komprehensif dalam menggambarkan hubungan Indonesia dengan dunia global sejak periode awal hingga era modern. Sementara Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Prof. Amelia mengapresiasi pendekatan public history yang inklusif dan membuka ruang partisipasi publik dalam memahami sejarah.
Reformulasi sejarah nasional merupakan ikhtiar bersama untuk merawat memori kolektif, memperkuat identitas kebangsaan, dan menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan masa depan tanpa kehilangan jati diri keindonesiaan. [tok/beq]
-
/data/photo/2025/12/14/693e81399151e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Fadli Zon Dorong Buku Sejarah Ditulis Sebanyak-banyaknya
Fadli Zon Dorong Buku Sejarah Ditulis Sebanyak-banyaknya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Kebudayaan, Fadli Zon mendorong pihak lain untuk menulis buku sejarah sebanyak-banyaknya, untuk memperkaya referensi buku sejarah Indonesia yang sudah ada.
“Tidak perlu ada tandingan. Tulislah
buku sejarah
sebanyak-banyaknya. Apalagi
sejarah lokal
, banyak yang belum ditulis,” kata Fadli saat ditemui di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Minggu (14/12/2025).
“Sejarah setiap kabupaten, provinsi, sejarah kota, sejarah tentang manusia, orangnya, sejarah tentang tokoh. Saya kira kita perlu sebanyak-banyaknya,” imbuhnya.
Menurut Fadli, selama ini tidak ada larangan dari pemerintah kepada pihak yang ingin menulis buku sejarah.
“Orang yang menulis buku apa saja, sekarang bebas kan. Jadi mau dia menulis, saya aja menulis banyak buku sejarah,” ucapnya.
“Saya menulis buku tentang Huru-hara Mei ’98. Itu 15 kali cetak gitu ya. Jadi salah satu buku unggulan dan buku terlaris saya begitu ya. Orang bebas kan menulis. Jadi tidak ada masalah,” kata dia.
Terkait anggapan bahwa
penulisan sejarah
oleh negara identik dengan praktik sentralistik ala negara otoriter, Fadli menepis tudingan tersebut. Ia menyebut pernyataan itu keliru dan paradoksal.
“Justru kita menulis sejarah terbuka. Kalau ada tudingan kayak gitu, untuk apa ada artinya kita memfasilitasi Direktorat Sejarah dan Sejarah. Di Amerika juga mereka menulis sejarah. Bahkan diwajibkan sejarah itu,” urai Fadli.
Ia menegaskan,
Kementerian Kebudayaan
hanya berperan sebagai fasilitator dalam penyusunan buku sejarah nasional tersebut. Seluruh substansi diserahkan kepada para sejarawan tanpa intervensi pemerintah.
“Silakan bertanya pada sejarawan. Ada yang nggak intervensi? Tidak ada intervensi. Bahkan sampai proses terakhir pun,” kata dia.
Diketahui, Kementerian Kebudayaan meluncurkan buku “Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global” yang ditulis oleh 123 sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Buku setebal 10 jilid ini diharapkan menjadi rujukan penting dalam memahami perjalanan panjang bangsa Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Fadli Zon: 43 Cagar Budaya dan Museum Terdampak Banjir Sumatera
Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan pemerintah sedang mendata situs cagar budaya dan museum yang mengalami kerusakan akibat bencana alam banjir dan longsor di sejumlah wilayah Pulau Sumatera sejak akhir November 2025.
Pendataan tersebut dilakukan sebagai dasar penyusunan langkah rehabilitasi dan perlindungan warisan budaya nasional.
“Pada tahap awal kami mencatat sekitar 43 cagar budaya dan museum yang terdampak. Namun jumlah itu terus bertambah dan saat ini diperkirakan mencapai sekitar 70 lokasi,” kata Fadli Zon di Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Ia menjelaskan objek yang terdampak mencakup cagar budaya tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional, termasuk masjid, gereja, makam bersejarah, serta museum.
Kementerian Kebudayaan telah menyiapkan anggaran untuk melakukan intervensi awal berupa pembersihan dan perbaikan ringan setelah masa tanggap darurat bencana berakhir.
Selain fokus pada pemulihan fisik bangunan, Kementerian Kebudayaan juga memberikan perhatian pada pelaku budaya dan juru pelihara cagar budaya yang terdampak.
Fadli Zon menyebut pihaknya turut menggalang bantuan kemanusiaan yang mencapai sekitar Rp 1,5 miliar untuk kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian.
“Cagar budaya bukan hanya bangunan, tetapi bagian dari identitas dan memori sejarah masyarakat. Karena itu pemulihannya menjadi bagian penting dari proses rehabilitasi pascabencana,” ujarnya dikutip dari Antara.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon juga menekankan pentingnya asesmen cepat dan terukur terhadap cagar budaya yang terdampak banjir dan longsor di Sumatera.
Ia menyebut, upaya ini krusial agar pemulihan situs budaya berjalan tepat sasaran dan terkoordinasi lintas pihak.
Proses rehabilitasi akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan aspek konservasi agar nilai historis dan keaslian cagar budaya tetap terjaga.
Pemerintah pusat juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan komunitas setempat dalam proses pemulihan tersebut.
Fadli Zon menambahkan, perlindungan cagar budaya di wilayah rawan bencana menjadi perhatian jangka panjang Kementerian Kebudayaan.
“Termasuk melalui penguatan mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan agar dampak kerusakan dapat diminimalkan di masa mendatang,” katanya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5443650/original/013206700_1765707358-Menteri_Kebudayaan_Fadli_Zon.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menbud Fadli Zon Resmi Luncurkan Buku Penulisan Ulang Sejarah RI, Terdiri dari 10 Jilid
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon resmi meluncurkan buku sejarah baru: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global. Buku tersebut merupakan bagian dari program penulisan sejarah ulang Indonesia.
Proyek penulisan ulang sejarah muncul pada Januari 2025 dan merupakan arahan langsung dari Fadli Zon. Proyek ini melibatkan 123 orang penulis yang berasal dari 34 perguruan tinggi dan 11 lembaga non-perguruan tinggi, hingga menghasilkan karya sebanyak 7.958 halaman dalam 10 jilid.
Fadli mengklaim, proyek ini bukan bagian dari kepentingan politik, tapi murni dirancang demi kepentingan bangsa dan negara. Ia juga tak mempermasalahkan gelombang adanya kritik di awal pembuatan buku.
“Saya kira jika terjadi perbedaan pendapat, itu satu hal yang sangat biasa dan saya kira harus kita apresiasi sebagai bagian dari demokrasi kita. Tinggal bagaimana kita lihat, dan harus dibaca dulu baru kita berkomentar,” kata Fadli, Minggu (14/12/2025).
Fadli memastikan, buku ini ditulis oleh para ahli yakni sejarawan dari perguruan tinggi maupun oleh para sejarawan tanpa campur tangan pemerintah.
“Jadi memang ini ditulis oleh para ahlinya, yaitu sejarawan Indonesia yang tadi telah disebutkan, 123 penulis dari 34 perguruan tinggi se-Indonesia,” kata Fadli.
“Sepuluh jilid yang telah dihasilkan oleh para penulis, para sejarawan kita, tentu tidaklah sempurna. Kenapa saya katakan tidak sempurna? Karena pasti tidak akan mencakup secara keseluruhan,” sambungnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5443650/original/013206700_1765707358-Menteri_Kebudayaan_Fadli_Zon.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menbud Fadli Zon Resmi Luncurkan Buku Penulisan Ulang Sejarah RI, Terdiri dari 10 Jilid
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon resmi meluncurkan buku sejarah baru: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global. Buku tersebut merupakan bagian dari program penulisan sejarah ulang Indonesia.
Proyek penulisan ulang sejarah muncul pada Januari 2025 dan merupakan arahan langsung dari Fadli Zon. Proyek ini melibatkan 123 orang penulis yang berasal dari 34 perguruan tinggi dan 11 lembaga non-perguruan tinggi, hingga menghasilkan karya sebanyak 7.958 halaman dalam 10 jilid.
Fadli mengklaim, proyek ini bukan bagian dari kepentingan politik, tapi murni dirancang demi kepentingan bangsa dan negara. Ia juga tak mempermasalahkan gelombang adanya kritik di awal pembuatan buku.
“Saya kira jika terjadi perbedaan pendapat, itu satu hal yang sangat biasa dan saya kira harus kita apresiasi sebagai bagian dari demokrasi kita. Tinggal bagaimana kita lihat, dan harus dibaca dulu baru kita berkomentar,” kata Fadli, Minggu (14/12/2025).
Fadli memastikan, buku ini ditulis oleh para ahli yakni sejarawan dari perguruan tinggi maupun oleh para sejarawan tanpa campur tangan pemerintah.
“Jadi memang ini ditulis oleh para ahlinya, yaitu sejarawan Indonesia yang tadi telah disebutkan, 123 penulis dari 34 perguruan tinggi se-Indonesia,” kata Fadli.
“Sepuluh jilid yang telah dihasilkan oleh para penulis, para sejarawan kita, tentu tidaklah sempurna. Kenapa saya katakan tidak sempurna? Karena pasti tidak akan mencakup secara keseluruhan,” sambungnya.

