Tag: Evita Nursanty

  • Ekonomi kemarin, soal tambang ilegal hingga penerimaan pajak turun

    Ekonomi kemarin, soal tambang ilegal hingga penerimaan pajak turun

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita seputar ekonomi yang tayang Senin (24/11), masih menarik untuk dibaca mulai dari modus tambang timah ilegal hingga soal penerimaan pajak yang turun.

    Berikut rangkumannya:

    Bahlil ungkap modus tambang timah ilegal pakai IUP pasir kuarsa-silika

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan terdapat modus tambang timah ilegal yang menggunakan izin usaha pertambangan (IUP) untuk pasir kuarsa dan pasir silika.

    “Ada satu yang kemarin saya temukan, bahwa mereka izinnya pasir kuarsa (dan silika) tapi di dalamnya timah,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya

    Mentan: Beras impor 1 liter pun tidak boleh masuk RI meski harga turun

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan beras impor satu liter pun tidak boleh masuk ke Indonesia meskipun harga internasional sedang turun, sebagai bukti keseriusan menjaga swasembada pangan nasional secara berkelanjutan.

    “1 liter pun (beras impor) enggak boleh masuk di Indonesia,” kata Mentan ditemui seusai rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya

    Komisi VII DPR cari model inovasi berdayakan UMKM lewat lembaga penyiaran

    Komisi VII DPR RI berupaya mencari model inovasi untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM lewat lembaga penyiaran, yakni Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, LPP RRI, dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengatakan pemanfaatan fungsi penyiaran publik dalam mendukung UMKM dan pelaku ekonomi kreatif sejauh ini masih menghadapi sejumlah tantangan

    Baca selengkapnya

    Bea Cukai tegaskan tak pernah beri izin impor beras ilegal 250 ton

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menegaskan tidak pernah memberikan izin terhadap masuknya 250 ton beras impor ilegal melalui Sabang, Aceh.

    “Impor beras ilegal yang pasti kita enggak mengizinkan itu. Makanya ketika barang itu masuk, langsung disegel,” kata Djaka usai menghadiri usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya

    DJP: Penerimaan pajak melambat akibat lonjakan restitusi 36,4 persen

    Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, perlambatan penerimaan pajak per Oktober 2025 disebabkan oleh restitusi atau pengembalian pajak yang melonjak signifikan sebesar 36,4 persen.

    “Restitusi melonjak sekitar 36,4 persen, sehingga walaupun penerimaan pajak brutonya sudah mulai positif, penerimaan netonya masih mengalami penurunan,” kata Bimo dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII DPR cari model inovasi berdayakan UMKM lewat lembaga penyiaran

    Komisi VII DPR cari model inovasi berdayakan UMKM lewat lembaga penyiaran

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII DPR RI berupaya mencari model inovasi untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM lewat lembaga penyiaran, yakni Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, LPP RRI, dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengatakan pemanfaatan fungsi penyiaran publik dalam mendukung UMKM dan pelaku ekonomi kreatif sejauh ini masih menghadapi sejumlah tantangan.

    “Dalam konteks transformasi digital dan persaingan media yang semakin ketat, peranan LPP RRI, LPP TVRI dan LKBN ANTARA diharapkan tidak hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai motor penggerak literasi, promosi dan bagian dari ekosistem UMKM dan ekonomi kreatif nasional,” kata Evita saat membuka rapat dengar pendapat dengan tiga lembaga penyiaran tersebut di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Dia mengungkapkan sejumlah tantangan yang masih dihadapi, yakni tingkat pemanfaatan ruang siar produksi konten dan platform digital untuk promosi UMKM yang belum merata di seluruh daerah sehingga visibilitas produk lokal masih terbatas.

    Kemudian, kata dia, masih ada keterbatasan integrasi data, kurasi konten, serta kolaborasi lintas lembaga media publik dan kementerian terkait belum sepenuhnya optimal sebagai alat pemasaran produk UMKM dan ekonomi kreatif nasional.

    Di sisi lain, menurut Evita, infrastruktur penyiaran dan digitalisasi layanan yang belum sepenuhnya mencukupi di seluruh wilayah nasional sehingga menghambat pemerataan akses dan jangkauan publik, terkhusus pada produk UMKM dan ekonomi kreatif nasional di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

    Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa Komisi VII DPR RI memandang perlu untuk mendalami strategi lembaga penyiaran publik dalam memperkuat pertumbuhan UMKM dan ekonomi kreatif melalui langkah-langkah seperti perluasan ruang siar promosi UMKM, penguatan ekosistem konten kreatif nasional, digitalisasi layanan penyiaran, serta penguatan kolaborasi antara pusat dan daerah.

    “Kami juga berharap forum ini dapat menghasilkan masukan konkret terkait model kolaborasi, inovasi program, persiapan infrastruktur dan sinergi antarlembaga penyiaran publik untuk mendorong pemerataan manfaat bagi pelaku UMKM dan industri kreatif nasional,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII DPR rapat dengan BSN cari solusi soal SNI untuk industri

    Komisi VII DPR rapat dengan BSN cari solusi soal SNI untuk industri

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) guna mencari solusi terkait persoalan-persoalan di lapangan yang menyangkut Standar Nasional Indonesia atau SNI bagi industri.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengatakan pihaknya menerima aspirasi dari berbagai pelaku industri di lapangan mengenai persoalan SNI itu.

    “Ketika kita turun ke industri-industri itu banyak sekali masukan yang kita terima, baik hasil dari kunjungan lapangan kita atau hasil dari mereka kita panggil,” kata Evita di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Selain itu, menurut dia, Komisi VII DPR RI juga ingin mengetahui kinerja program-program BSN selama setahun terakhir, termasuk mengevaluasi program.

    Dia mengatakan Komisi VII DPR ingin mengetahui jumlah anggaran yang sudah terserap, pencapaian program, dan program-program yang diganti.

    “Rapat pada hari ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan Komisi VII DPR RI terhadap pelaksanaan program kerja BSN dalam sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian nasional,” katanya.

    Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala BSN Kristianto Widiwardoyo mengatakan bahwa jumlah Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada tahun ini hingga November 2025 sebanyak 2.687 LPK, yang secara agregat statusnya aktif.

    Paling banyak LPK yang diakreditasi, yakni laboratorium penguji sebanyak 1.573 dan laboratorium kalibrasi sebanyak 382. Sedangkan lembaga sertifikasi lainnya, yakni lembaga sertifikasi badan usaha, sertifikasi produk, sertifikasi manajemen, hingga sertifikasi jasa konstruksi.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa BSN terus melakukan pengawasan kepada LPK. Ada tiga cara pengawasan, yaitu surveilans terjadwal, surveilans tidak terjadwal, dan asesmen penyakitan.

    “Tujuan surveilans adalah untuk memastikan kompetensi LPK terpelihara dengan konsisten,” kata Kristianto.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota DPR Minta Pemerintah Perbanyak Visa Gratis demi Genjot Turis Asing

    Anggota DPR Minta Pemerintah Perbanyak Visa Gratis demi Genjot Turis Asing

    Anggota DPR Minta Pemerintah Perbanyak Visa Gratis demi Genjot Turis Asing
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan visa bagi wisatawan mancanegara (wisman) demi meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia.
    Dia menilai Indonesia masih tertinggal dibanding banyak negara ASEAN yang memberlakukan kebijakan bebas visa untuk mendorong pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi nasional.
    “Kita tidak boleh kalah bersaing. Jika negara-negara tetangga sudah membuka visa gratis dan kunjungan mereka meningkat tajam, Indonesia harus melakukan langkah serupa agar tetap kompetitif di ASEAN maupun global,” kata Evita di Jakarta, Kamis (20/11/2025), dikutip dari Antara.
    Ia menyebutkan, negara-negara Asia Tenggara telah memberikan bebas visa kunjungan kepada sebagian besar wisatawan asing, termasuk wisatawan dari pasar-pasar besar seperti China, India, Rusia, Eropa, dan negara-negara Timur Tengah.
    Sementara, Indonesia yang punya potensi pariwisata terbesar di kawasan seperti Bali, Labuan Bajo, Raja Ampat, Mandalika, Danau Toba, Likupang, Borobudur, dan ratusan destinasi lainnya, dia menilai Indonesia justru belum memaksimalkan peluang tersebut.
    Menurut dia, kebijakan bebas visa terbukti meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan serta memperkuat industri pariwisata negara-negara tersebut
    Sedangkan, Indonesia justru mencabut kebijakan bebas visa kunjungan wisata pada saat negara lain berlomba memberikannya pascapandemi Covid-19.
    Akibatnya, kunjungan turis mancanegara ke Indonesia tercatat stagnan dibandingkan negara-negara tetangga setelah pandemi Covid-19.
    Politikus PDI Perjuangan itu mencatat,  kunjungan ke Malaysia itu pada delapan bulan pertama 2025 sudah mencapai 28 juta dari target 31,4 juta tahun 2025, sedangkan kunjunga ke Thailand mencapai 24 juta pada sembilan bulan pertama 2025 dan mereka target 33,4 juta tahun ini.
    Sedangkan, dalam sembilan bulan pertama 2025, Indonesia baru meraih 11,43 juta dari target 15 juta sampai akhir 2025.
    Data itu pun menunjukkan, kunjungn turis mancanegara didominasi di Bali, yaitu sekitar 5,3 juta pada Januari-September 2025, sementara destinasi lain terkesan sepi.
    “Bali memang ramai tapi jangan lupa secara nasional kita melihat destinasi wisata kita itu belum mampu menarik lebih banyak wisman untuk berkunjung, seperti Danau Toba, Batam, Jakarta, Likupang-Manado, Lombok, Makassar, Bangka Belitung, dan lainnya,” kata Evita.
    Oleh sebab itu, ia menilai kebijakan
    visa Indonesia
    masih terlalu restriktif, dan tidak sejalan dengan semangat peningkatan daya saing pariwisata nasional.
    Padahal, ia yakin kebijakan bebas visa bakal mmeningkatkan jumlah kunjungan wisman secara drastis, yang kemudian akan mendorong belanja wisatawan yang berdampak langsung pada UMKM, hotel, restoran, transportasi, dan pelaku ekonomi kreatif, memperluas lapangan kerja, menumbuhkan investasi dan konektivitas udara.
    Meskipun begitu, dia pun menyerahkan kepada pemerintah terkait syarat batas waktu kunjungan bagi wisman dengan tetap memperhatikan aspek keamanan nasional dan pengawasan keimigrasian.
    “Apakah dikembalikan seperti sebelumnya diberikan untuk 159 negara atau harus dipilih berdasarkan potensi kunjungan yang lebih besar kita persilakan kepada pemerintah untuk menentukannya,” kata Evita.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi VII apresiasi dampak pengembangan pariwisata terhadap UMKM

    Komisi VII apresiasi dampak pengembangan pariwisata terhadap UMKM

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat kerja bersama Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk membahas dampak pengembangan pariwisata terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan ekonomi kreatif (ekraf).

    Wakil Ketua Komisi VII Evita Nursanty mengapresiasi peningkatan kinerja pariwisata, salah satunya sebanyak 96,3 persen dari 2,55 juta usaha pariwisata merupakan UMKM.

    “Dari paparan (Menteri Pariwisata, .red) juga adanya peningkatan kinerja pariwisata 2025. Walaupun, laju perkembangan dari pariwisata kita itu masih kalah dengan negara tetangga kita, yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia,” ujarnya saat rapat kerja (raker) dengan Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana di kompleks parlemen, Jakarta, Senin

    Peningkatan itu, menurut Evita, memiliki tantangan nyata. Ia mengambil contoh dari negara tetangga Indonesia, yakni Thailand yang sudah menuntaskan digitalisasi di sektor pariwisata dengan dashboard real-time mengenai dampak ekonomi yang dirasakan.

    “Semuanya itu real-time. Dia punya platform yang kita harus miliki. Real-time jumlah wisatawan yang datang. Real-time waktu tinggal dari wisatawan itu. Real-time spender-nya itu berapa. Kita juga mesti punya itu,” ungkapnya.

    Platform dashboard itu dapat mengemukakan data yang otomatis diperbarui. Evita menjelaskan bahwa perangkat tersebut dapat menjadi sarana transparansi dan bisa memperkirakan kontribusi perekonomian melalui pariwisata yang berdampak langsung terhadap UMKM dan ekonomi kreatif.

    “Nah itu transparan. Bapak bisa buka dashboard-nya Thailand, saya udah buka. Dashboard-nya Thailand, dashboard-nya Vietnam, itu kita bisa lihat semua. Sampai kontribusinya terhadap perekonomian itu berapa besar. Bisa terlihat. Kita bisa lihat juga kontribusi dari pengembangan pariwisata ini terhadap UMKM dan ekonomi kreatif itu berapa besar,” ungkapnya.

    Selain itu, Evita menyoroti perkembangan desa wisata yang sudah berjumlah 4.000 harus mengedepankan kualitas daripada kuantitas yang saat ini digalakkan.

    Menurutnya, kualitas itu bersandar kepada community-based development yang kaya akan perkembangan desa menjadi tempat menarik untuk dikunjungi, yaitu para pelancong bisa menanyakan sejarah, dan beraktivitas lebih kreatif, dan fasilitas penunjang di desa.

    “Sekarang ini, saya justru mau tanya, apa yang dilakukan oleh Kemenpar untuk meningkatkan kualitas daripada desa-desa wisata yang ada,” ucapnya.

    Dari posisi UMKM, kata Evita, Kemenpar dapat mendorong pelatihan membuat produk fesyen, terutama menyulam batik. Pelatihan-pelatihan itu dapat menunjang daya jual desa wisata, dan memperkenalkan budaya batik kepada wisatawan asing.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah/Muhammad Rizki
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII apresiasi dampak pengembangan pariwisata terhadap UMKM

    Komisi VII sebut industri-industri harap pemerintah bisa batasi impor

    “Banyak beberapa industri kita sebenarnya sudah cukup, produksi mereka itu sudah mencukupi untuk kebutuhan daripada dalam negeri,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengatakan bahwa sejumlah industri dalam negeri dari berbagai sektor berharap agar pemerintah bisa membatasi impor produk-produk asing guna meningkatkan daya saing industri nasional.

    Dia mengatakan bahwa sebenarnya produksi barang-barang dari industri-industri dalam negeri sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.

    “Banyak beberapa industri kita sebenarnya sudah cukup, produksi mereka itu sudah mencukupi untuk kebutuhan daripada dalam negeri,” kata Evita usai rapat dengan Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Namun, menurut dia, masih ada beberapa industri yang belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Untuk hal itu, kata dia, barulah pemerintah bisa mempersilakan barang impor untuk masuk ke Indonesia.

    Menurut dia, harus ada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang berkaitan dengan industri hingga soal ekspor-impor. Tentunya, dia menginginkan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang benar-benar pro terhadap industri dalam negeri.

    “Kita ingin industri kita ini bangkit, ya kan? Jadi Pak Presiden kita kan selalu mengatakan kita ini harus, kedaulatan kita, pertahanan, baik pangan dan lain-lain. Dan tentunya kita juga ingin kita mempunyai ketahanan dan kedaulatan di sektor industri kita ke depan,” kata dia.

    Saat ini, menurut dia, para pelaku industri pun berharap ada insentif dari pemerintah. Pasalnya, industri dalam negeri bersaing dengan industri luar negeri yang mendapat dukungan penuh dari pemerintahan negara asalnya.

    “Jadi, juga mereka-mereka industri kita juga mengharapkan dukungan yang sama dari insentif fiskal, kemudahan-kemudahan perizinan dan lain-lain,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII minta Ditjen IKFT bangun ekosistem hilirsasi bahan baku

    Komisi VII minta Ditjen IKFT bangun ekosistem hilirsasi bahan baku

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty meminta Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) Kementerian Perindustrian untuk membangun ekosistem bahan baku dengan memperkuat hilirisasi industri.

    Dia menilai bahwa tantangan utama industri dalam negeri yakni masih terletak pada tingginya ketergantungan industri terhadap bahan baku. Menurut dia, pemerintah dan berbagai pihak perlu mencari solusi atas permasalahan itu.

    “Nah, bagaimana kita sekarang ini kembali menguatkan industri-industri tersebut yang merupakan unggulan bagi kita sebelumnya dan menambah industri-industri baru yang memang mempunyai peluang yang tinggi untuk market global,” kata Evita saat rapat dengan Ditjen IKFT dengan berbagai asosiasi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan bahwa kondisi industri dalam negeri saat ini sudah tidak bisa selalu tergantung kepada bahan baku impor. Terlebih lagi, kata dia, situasi tarif perdagangan global dan kerja sama internasional yang sepenuhnya belum memberi nilai tambah bagi industri nasional.

    “Jadi saya harapkan juga adanya perhatian dari pemerintah di dalam hal ini tentu memerlukan investasi, riset, dan kemitraan strategis, ya kan, antara kementerian dan asosiasi terkait,” ujarnya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa kondisi perdagangan tanah air sedang memiliki masalah ekspor barang ke luar negeri. Namun menurut dia, impor barang dari negara lain justru tidak dikenakan tarif.

    “Nah, ini kan ada keadilan, tidak win-win solution di dalam perjanjian internasional yang kita sepakati yang harusnya dengan keinginan dari Bapak Presiden, bahwa kita ini memiliki ketahanan ini, kedaulatan ini,” katanya.

    Untuk itu, dia mengatakan bahwa perjanjian perdagangan dengan negara lain harus dievaluasi, baik bilateral atau multilateral, agar bisa mengedepankan kepentingan industri nasional.

    “Jadi enggak, enggak dibuka secara keseluruhan, sektor-sektor strategis yang menjadi unggulan kita, ya kita kalau memang sudah mencukupi kebutuhan dalam negeri, ya kita tidak memberikan peluang untuk impor itu,” kata dia.

    Saat ini, Komisi VII DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Daya Saing untuk meningkatkan daya saing industri-industri nasional dari berbagai sektor. Komisi VII DPR RI pun sudah menggelar rapat dengan berbagai direktorat jenderal di Kemenperin dengan mengundang beragam asosiasi industri untuk menyampaikan aspirasinya dan keluhannya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Imam Budilaksono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII DPR undang Ditjen Agro cari solusi tingkatkan daya saing

    Komisi VII DPR undang Ditjen Agro cari solusi tingkatkan daya saing

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengan mengundang Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian bersama berbagai asosiasi pebisnis bidang agro guna mencari solusi permasalahan daya saing produk.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mengatakan Indonesia saat ini sedang diserbu produk-produk impor, baik legal maupun ilegal, dengan harga yang tak kalah saing sehingga sejumlah pelaku industri terdampak atas fenomena tersebut.

    “Mungkin ada di beberapa asosiasi dari pelaku usahanya yang tidak mengalami dampak, tetapi dari pengusaha-pengusaha yang kita temui, banyak yang terdampak karena banyak bahan baku yang harganya tinggi,” kata Evita di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Berdasarkan data terbaru, menurut dia, industri agro Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, termasuk peringkat Indonesia yang turun drastis dalam peringkat daya saing dunia, IMD World Competitiveness.

    Padahal, industri agro memiliki peranan strategis sebagai sektor yang kaya sumber daya alam dan menyumbang nilai tambah yang signifikan.

    Evita ingin memastikan sektor agro tak hanya sebagai produsen komoditas, tetapi juga bertransformasi menjadi industri pengolahan yang efisien, inovatif, dan mampu mendominasi rantai pasok global.

    Dia pun menyadari bahwa sektor industri agro saat ini menghadapi tantangan besar, mulai dari ketersediaan bahan baku, masalah kelembagaan, efisiensi logistik, keberlanjutan green industry, hingga adaptasi terhadap ekonomi digital.

    “Kami berharap Plt. Dirjen Industri Agro dapat memaparkan secara komprehensif peta jalan dan langkah implementatif untuk penguatan lima pilar daya saing, khususnya terkait SDM, hilirisasi, dan regulasi, agar industri agro kita mampu bangkit tumbuh dan menjadi motor penggerak Indonesia Emas 2045,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RI Ternyata Masih Impor Air Minum Kemasan (AMDK), Segini Nilainya

    RI Ternyata Masih Impor Air Minum Kemasan (AMDK), Segini Nilainya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan bahwa kondisi industri air minum dalam kemasan (AMDK) cukup baik. Hal ini tercermin dari ekspor AMDK yang membukukan surplus US$16,85 juta sepanjang Januari hingga Agustus 2025.

    Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyampaikan bahwa kinerja produsen AMDK dalam negeri terbilang baik apabila menilik nilai surplus tersebut dan neraca perdagangan 2024 yang mencatatkan nilai US$19,46 juta.

    “Kinerja perdagangan air minum ini cukup bagus juga. Neraca kita US$19,46 juta, impornya ini tidak banyak, kita ekspornya cukup signifikan,” kata Putu dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin (10/11/2025).

    Terkait nilai impor air minum, Kemenperin mencatat nilainya mencapai US$4,13 juta sepanjang awal tahun hingga bulan kedelapan tahun ini.

    Sementara itu, terdapat 707 pabrik AMDK yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa atau setara dengan 54%.

    Keseluruhan pabrik tersebut, menurutnya, memiliki kapasitas total air sebesar 47 miliar liter per tahun, dengan utilisasi sebesar 71,62% pada tahun lalu.

    Putu lantas menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong industri di Tanah Air, termasuk AMDK untu terus mendorong peningkatan produksi.

    “Peningkatan produktivitas ini melalui digitalisasi kita lakukan, dan juga beberapa industri yang skalanya tidak besar ini kita dorong ke peningkatan produksi dan kualitasnya,” ujarnya.

    Adapun, Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Kemenperin dan delapan perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) terkait standarisasi bahan baku AMDK pada hari ini, Senin (10/11/2025).

    Delapan perusahaan tersebut antara lain PT Tirta Investama selaku produsen Aqua, PT Sariguna Primatirta Tbk. atau Tanobel (CLEO), PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale), PT Super Wahana Tehno (Pristine), PT Panfila Indosari (RON 88), PT Amidis Tirta Mulia (Amidis), PT Muawanah Al Ma’soem (Al Ma’soem), dan PT Jaya Lestari Sejahtera (Le Yasmin).

    Komisi VII DPR RI juga akan membentuk panitia kerja (panja) untuk menangani rekomendasi kebijakan industri AMDK. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty usai pertemuan tersebut.

    “Komisi VII akan membentuk panja tentang industri AMDK guna merumuskan rekomendasi kebijakan mengenai perbaikan tata kelola industri AMDK,” kata Evita.

  • Penjelasan Manajemen Aqua soal Bayar Rp 600 Juta ke PDAM Subang

    Penjelasan Manajemen Aqua soal Bayar Rp 600 Juta ke PDAM Subang

    Jakarta

    Produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) AQUA menjelaskan soal pembayaran sebesar Rp 600 juta kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Subang, Jawa Barat. Manajemen menyebut biaya tersebut bukan untuk penggunaan air melainkan biaya perawatan sumber air di sekitar wilayah pabrik Aqua.

    Menurut Vice President General Secretary Danone Indonesia, Vera Galuh Sugijanto, pembayaran dilakukan karena sumber air yang diambil Aqua berdekatan dengan sumber air PDAM. Tapi di luar itu, AQUA tetap membayar retribusi atau pajak air ke pemerintah daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

    “Sumber air kami, kebetulan lokasinya itu berdekatan dengan sumber airnya PDAM di Subang. Sehingga, berdasarkan kesepakatan dari saat pabrik Subang berdiri, itu disepakati bahwa kami membayar kontribusi supaya PDAM juga bisa merawat, menjaga sumber airnya PDAM untuk lingkungan sekitar,” ujar Vera dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025).

    Vera menjelaskan, ada kekhawatiran penggunaan air oleh AQUA bisa mempengaruhi debit air PDAM. Ia menegaskan pembayaran tersebut bukan untuk membeli air yang kemudian dipakai pada produk AQUA.

    “Mengingat ada kekhawatiran dari PDAM bahwa sumber air kami itu bisa berpengaruh terhadap juga debit atau level air PDAM. Jadi, bayaran kami kepada PDAM bukan penggunaan air kami, karena air kami bayarnya dengan PAD tadi, pajak air kepada daerah, tetapi lebih ke arah kompensasi untuk merawat, menjaga sumber air yang lokasinya berdekatan,” tuturnya.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty sempat mempertanyakan perihal pembayaran tersebut. Pasalnya jika AQUA mengambil air dari pegunungan maka seharusnya membayar pajak ke pemerintah daerah.

    “Saya agak bingung tadi kan yang air pegunungan (bayarnya) ke daerah, PAD, Ibu (Vera) ke PDAM, ini kan berarti kan air tanah. Jadi saya bingung sumber airnya pegunungan tapi bayarnya ke PDAM. Yang tadi (merek AMDK lain) yang dari pegunungan semua bayarnya ke daerah,” sebut Evita.

    Adapun secara keseluruhan, AQUA memiliki 20 pabrik yang tersebar di berbagai wilayah seperti Jawa Barat, Sumatera, Sulawesi, hingga Bali. AQUA memiliki 10 ribu karyawan di lini produksi dan dan lainnya.

    (ily/kil)