Tag: Eros Djarot

  • Selapis Kisah Kekerasan 1965 di Aceh dari Puisi Tak Terkuburkan

    Selapis Kisah Kekerasan 1965 di Aceh dari Puisi Tak Terkuburkan

    Liputan6.com, Jakarta Aku bertemu dengan “Puisi Tak Terkuburkan” di ruang tengah sebuah rumah kayu yang terwalak di siku jalan Desa Kemili, menyambut Asar. Rumah ini membawaku pada ingatan beberapa tahun lalu saat sebuah berita membentangkan paragrafnya pertamanya dengan kalimat, “dunia seni, budaya, dan sastra Gayo, Aceh Tengah berduka”.

    Suara laki-laki tua dari seberang telepon yang menyambut saat itu masih terngiang. Tak salah lagi, ini adalah orang yang sama, aku dapat melihat namanya pada sebuah papan kayu kira-kira sepanjang 30 sentimeter yang tertempel di atas pintu depan rumah tersebut.

    Ibrahim Kadir. Demikian huruf-huruf timbul tersebut tersusun dalam warna kecoklatan dipenuhi debu.

    Membubuhi nama pemilik rumah di depan pintu seperti itu sempat tren pada tahuan 90-an. Aku bahkan masih bisa menemukan sejumlah rumah di kawasan Aceh Tengah dan Bener Meriah yang di pintunya tertempel nama sang pemilik.

    Namun, di rumah itu tak ada lagi Ibrahim Kadir –ia berpulang pada 1 September 2020 silam— kecuali segenap poster penuh kebanggaan saat peluncuran film “Puisi Tak Terkuburkan,” serta riwayat kekerasan 1965 yang tersimpan di dalam kliping koran serta majalah di sekeliling dinding rumah tua itu.

    Salah satu pigura berisi tempelan judul berita koran dalam bahasa Belanda: Het doden van de geschiedenis, Er werd veel gehuild op de set, Het gekrijs van een aap in het bos. Demikian judul-judul itu ditempel secara acak.

    Semua potongan judul serta klipingan berita tersebut merupakan bagian dari pemberitaan tentang proses pembuatan sebuah film yang pernah dilakoni oleh Ibrahim Kadir. Di dalam film berjudul Puisi Tak Terkuburkan itu, Ibrahim Kadir jadi dirinya sendiri, sebagai salah satu saksi sejarah dari “dinginnya” pembunuhan massal 1965 yang berlangsung di dataran tinggi Gayo.

    Jauh sebelum itu, pria kelahiran 31 Desember 1942 juga sempat terlibat dengan film epos biografi yang disutradarai oleh Eros Djarot yaitu Tjoet Nja’ Dhien rilisan Desember 1988. Namun, Puisi Tak Terkuburkan (2000) adalah “sesuatu” yang membuat nama Ibrahim Kadir patut diletakkan pada makam tersendiri.

    Bukan hanya sebagai seniman, Puisi Tak Terkuburkan merupakan manifesto, dari jalan seni yang kelak akan diambil oleh seorang Ibrahim Kadir. Ia adalah saksi sejarah yang berani “bicara”, saat narasi terkait kekerasan 1965 masih didominasi jika tidak disebut dibungkam oleh narasi Orde Baru.

    Di dalam Puisi Tak Terkuburkan, senyap memuai di udara, sinopsis muncul disertai derit pintu serta engsel yang telah karatan. Perlahan terdengar syair didong didendangkan oleh sejumlah pria di dalam sebuah ruangan seolah tengah berlangsung perjamuan besar.

    “… Kemudian, saya lihat… kakinya yang menggelepar.”

    Visual kemudian mulai menampilkan tangan dan kaki manusia yang saling bertindihan. Tampak pula wajah-wajah para pemiliknya yang saling menggigil ketakutan.

    Roman melankolis pada wajah-wajah putus asa tersebut kian sarat berkat iringan biola yang mengalun di antara suara gonggongan anjing dan suara batukan. Kumpulan manusia yang terlihat kepayahan itu semakin risau tatkala pintu kerangkeng dibuka.

    “Krieeet….”

    Seorang pria berseragam muncul dari balik pintu. Bersamanya ikut lima orang lelaki berwajah masai yang berjalan memasuki ruangan dengan langkah gontai.

    Salah seorang di antara lelaki itu menatap ke arah sipir agak lama, sebelum sang sipir menutup pintu lalu menghilang bersama deru mobil truk. Ia adalah Ibrahim Kadir.

    Ibrahim Kadir saat itu seorang seniman didong cum guru dijemput di sekolah tempatnya mengajar karena tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) pada Selasa, 12 Oktober 1965. Ia diseret ke sebuah ruangan di mana banyak tahanan lain yang dituduh terlibat PKI ditempatkan.

    Selama ditahan, dirinya dipaksa untuk menemani para penjagal saat melakukan eksekusi. Ibrahim Kadir kelak dibebaskan karena bantuan seorang pejabat Partai Nasional Indonesia (PNI) yang kebetulan mendengarkan senandung didongnya, tetapi ingatan yang diakibatkan oleh kenangan selama 22 hari berada di dalam tahanan, sesungguhnya tidak pernah bebas dari benak.

    Ibrahim Kadir menyaksikan seratusan orang lebih dijagal silih berganti setiap malam. Ia hampir gila, teriakan-teriakan di tengah dinginnya malam sulit untuk dilupakan.

    Orang-orang yang kepalanya dibungkus karung, dipukul hingga meregang nyawa; wanita-wanita tak bersalah disembelih; para tahanan dipaksa saling bunuh; seorang ibu dieksekusi bersama bayinya. Semua tindakan tak berperikemanusiaan yang dapat dibayangkan oleh manusia berlangsung di depan mata Ibrahim Kadir.

    Ibrahim Kadir mencurahkan pengalamannya tadi ke dalam 23 bait 92 baris syair berbahasa Gayo berjudul, “Sebuku” atau ratapan. Namun, Puisi yang tak Terkuburkan sebenarnya hanya satu kepingan tipis dari serakan kaca getirnya pembunuhan massal yang menyelimuti dataran tinggi Gayo.

    Di balik bentang alamnya yang indah, pegunungan berkabut, danau Lut Tawar, dan kopinya yang mendunia, dataran tinggi Gayo menyimpan “kepedihannya” sendiri. Tanahnya yang subur menyimpan riwayat yang anyir, berasal dari tumpahan darah dengan kengerian yang tak tepermanai.

    “Sedikitnya 2.500 orang (khusus di tanah Gayo, red) yang dibantai. Hampir di setiap kampung terjadi pembunuhan terhadap orang yang di-PKI-kan,” ungkap mantan aktivis KontraS (Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) Aceh, Mustawalad kepada Liputan6.com.

    Sejumlah titik kuburan massal di antara lain ada di Redelong, Kubangan Gajah, Totor Besi, dan Bur Lintang. Kuburan-kuburan ini sudah tidak ada lagi karena kerangka para korban telah dipindahkan oleh keluarga ke pemakaman umum dan biasanya sedapat mungkin dirahasiakan.

    Riset berbasis sejarah oleh Jess Melvin berjudul The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder (2018) dapat menjadi acuan dari peristiwa kekerasan ini. Buku ini telah terbit dalam versi terjemahan berjudul Berkas Genosida Indonesia: Mekanika Pembunuhan Massal 1965-1966.

    Buku setebal 322 halaman terbitan Routledge tahun 2018 tersebut meruntuhkan apa yang disebut Jess Melvin sebagai sebuah ‘propaganda’ setengah abad lebih. Gerakan penumpasan semua yang terlibat PKI selama ini disebut-sebut sebagai perlawanan spontanitas masyarakat.

    Namun, berkas yang ditemukan oleh Melvin mengungkap fakta lain. Ia menyebut, sesungguhnya kekerasan yang berlangsung pada saat itu itu merupakan rangkaian pembunuhan terkoordinasi yang tersambung hingga ke Mayor Jenderal Soeharto.

    Berdasarkan dokumen yang ditemukan oleh Jess Melvin, operasi pengganyangan semua yang dianggap terlibat PKI di Aceh telah dimulai pada 4 Oktober. Program ini diterapkan berdasarkan rantai komando secara teritorial dan struktural, di mana warga sipil berada di barisan front.

    Adapun rangkaian pembunuhan mulai berlaku serentak di seantero Aceh sejak 7-13 Oktober 1965. Saat itu, kekuatan berbasis paramiliter mendapat perintah untuk memusnahkan seluruh anggota PKI beserta simpatisannya tanpa pandang bulu.

    Temuan sejarah seperti ini jadi torehan yang cukup gelap bagi lini masa narasi sejarah. Selama ini, sejarah Aceh kerap disajikan dalam pelbagai narasi yang epos dan apologia, berkutat soal kejayaan masa kesultanan, perang melawan penjajah, fase kemerdekaan, hingga niat ingin memisahkan diri, tetapi sedikit yang menyentuh pembantaian massal yang terjadi pada 1965-1966.

    Pada hari-hari terakhir Ibrahim Kadir ditahan, mereka masih menugaskannya mengikat serta mengarungi kepala para tahanan dan ikut ke lokasi eksekusi. Suatu malam, seorang tahanan perempuan terlihat enggan melepas bayi yang ada di dalam gendongannya.

    Namun, suara desing peluru mengakhiri perlawanan kecil perempuan tersebut. Di bawah terang bulan, malam itu seorang ibu dan bayinya rubuh bersama hati Ibrahim Kadir yang hancur.

    Bintang bulan cengang menjerit/Memandang tubuh yang terpaku/Ibarat patung tak berkutik/Risau rindu tak berulang (salah satu kutipan syair berjudul ‘Sebuku’ milik Ibrahim Kadir).

  • Ribka Tjiptaning PDIP: Tanpa Reformasi, Tidak Ada Anak Tukang Kayu Jadi Presiden – Page 3

    Ribka Tjiptaning PDIP: Tanpa Reformasi, Tidak Ada Anak Tukang Kayu Jadi Presiden – Page 3

    Dari Kebagusan, Megawati memberi perintah. “Pak Muslim, Bapak tetap di tempat dan jangan melakukan apa-apa.” Gagang telepon kembali diletakkan.

    Megawati ditemani oleh staf pribadinya, Ricardo, yang kemudian menjadi Wakil Sekjen Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK). Dalam situasi itu, Ricardo mencoba menghubungi nomor telepon ruang Ketua Umum di Jalan Diponegoro.

    Belum lama obrolan, terdengar suara pintu didobrak. Suara tendangan dan pukulan terdengar menghantam segala benda di ruangan itu, termasuk jeritan orang-orang dipukul.

    “Ini keadaannya sudah enggak bener, Mbak,” kata Ricardo kepada Megawati, yang tampak makin gelisah. “Sekarang saya mau bilang apa, mau ngapain? Sudah, kamu temani saya di sini,” jawab Mega.

    Ricardo juga mendapat perintah untuk memusnahkan sejumlah dokumen yang kira-kira tidak baik, begitu istilahnya. Tidak lama, satu per satu tokoh pendukung Megawati datang, mulai dari Sophan Sophiaan, Mangara Siahaan, Dimyati Hartono, Eros Djarot, dan beberapa tokoh lainnya.

    Semua mendesak Megawati turun ke lapangan. Mereka menangis, namun siap jika Megawati memerintahkan serangan balik.

    “Kita semua sudah stay di Kebagusan,” kata Eros.

    Tidak tahu mau apa, satu per satu kemudian meninggalkan Kebagusan sekitar pukul tiga sore. Tiba-tiba, sebuah pesan melalui faksimile berisikan daftar korban masuk ke Kebagusan. Alamat pengirimnya kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang letaknya kira-kira 100 meter dari kantor PDI yang diambil alih.

    “Entah siapa yang mengirim, karena saya tahu saat itu LBH sudah diduduki militer,” kata Ricardo.

  • Abraham Samad Cs Adukan PSN PIK 2 ke Komnas HAM – Halaman all

    Abraham Samad Cs Adukan PSN PIK 2 ke Komnas HAM – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan perwakilan masyarakat di sepanjang Pantau Utara Tangerang, Banten, yang selama ini  terkena dampak proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK 2) dan PSN PIK 2 mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta, Kamis (14/2/2025) kemarin.

    Mereka datang bersama sejumlah tokoh nasional  diantaranya  Abraham Samad (Mantan Ketua KPK Periode 2011-2015) Prof Hafidz Abbas (Mantan Ketua Komnas HAM  Periode  2012-2017), Eros Djarot, Said Didu, dan Usman Hamid.

    Mereka melaporkan selama ini  telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pihak PIK 2 dengan memperalat aparat negara di lapangan.

    Dalam dokumen laporannya menyebutkan bahwa pelaksanaan proyek pengembangan  Pantai Indah Kapuk  2 (PIK 2) selama ini telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berat  kepada penduduk lokal, warga sipil, masyarakat miskin, tani, nelayan, pedangan asongan, perempuan dan anak.

    Apalagi setelah PIK 2 ditetapkan status menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Peraturan Menko Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2024.

    Bahkan diduga pihak PIK 2  selama ini secara sengaja membangun proyek pemukiman untuk komunitas tertentu atau kalangan elit dan eklusif.

    Pihak PIK 2 sengaja membangun pagar tembok  setinggi 5 meter  dengan maksud memisahkan diri dari masyarakat lokal yang secara kebetulan tingkat ekonominya  rata rata dari kelas menengah ke bawah.

    Ada yang menganalogikan pelayanan di PIK 2  seperti negara dalam negara. 

    ‘’Kami  semua berharap dengan laporan ini, pihak Komnas HAM RI segera melakukan tindakan  cepat merespon  laporkan warga, ‘’ ujar Abraham Samad menjelaskan warga memiliki alasan mengadu ke Komnas HAM.

    Dia menyebut ketentuan Pasal 90 ayat (1)  Undang – Undang 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)  yang berbunyi ;  ‘’Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.’’

    Dikatakan bahwa apa yang terjadi di PIK 2  melanggar Deklarasi Universal HAM yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) khususnya pasal 3 yang berbunyi ;

    ‘’ Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.;’’ dan  Pasal 17 (1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. (2) Tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan semena-mena,’’ tambahnya. 

    Dikatakan bahwa proyek PIK 2 sejak awal dikembangkan sesungguhnya sudah menuai protes keras karena dianggap lebih banyak merugikan warga.

    “Bahkan sesungguhnya sejak proses pembangun proyek PIK 1 di sepanjang Pantai Jakarta juga sudah diprotes warga. Hanya saja gelombang protesnya saat itu belum sekuat seperti sekarang ini,” katanya.

    Tahun 2024 lalu, Jokowi selaku Presiden saat itu menyetujui penetapkan PIK 2 masuk Proyek Strategis Nasional (PIK) dengan luas 1.755 hektare bersama beberapa proyek lainnya di Indonesia. 

    Bermodalkan status sebagai PSN tersebut, ujar Abraham, pihak  pengelola PIK 2 menjadi semakin brutal untuk dapat  menguasai lahan warga  termasuk di luar Kawasan yang ditetapkan PSN.

     

  • Megawati Kritik Pembatalan Pameran Lukisan Yos Suprapto: Kalau Enggak Tahu Seni, Diam – Page 3

    Megawati Kritik Pembatalan Pameran Lukisan Yos Suprapto: Kalau Enggak Tahu Seni, Diam – Page 3

    Sebelumnya, Galeri Nasional memutuskan menunda pameran tersebut setelah mempertimbangkan faktor teknis, yakni mundurnya kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, akibat ketidaksepakatan antara kurator dan seniman mengenai karya-karya yang akan dipamerkan.

    Diketahui, rencana Pameran Tunggal Yos Suprapto telah disetujui sejak 2023 serta direncanakan dengan tema awal “BANGKIT!”.

    Pameran ini bertujuan untuk menyajikan karya seni lukis dan instalasi dari Yos Suprapto, dengan fokus pada tema kedaulatan pangan dan budaya agraris Indonesia. Setelah melalui proses seleksi dan evaluasi kuratorial, tema pameran dipertegas dengan tajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”.

    Tema kurasi ini ditetapkan karena disepakati mencerminkan pesan besar pembangunan dan kerja pemerintahan saat ini. Dalam proses penataan karya-karya Yos Suprapto di area tata pamer, Galeri Nasional mengeklaim beberapa karya ditampilkan tanpa melalui persetujuan dan kesepakatan antara seniman dan kurator pameran terlebih dulu.

    Karya-karya ini merupakan inisiatif pribadi dari seniman untuk turut serta dalam pameran. Setelah melalui proses evaluasi oleh kurator pameran, karya-karya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tema kurasi yang telah ditetapkan.

    Meskipun proses mediasi dilakukan, tidak tercapai kesepakatan mengenai karya-karya yang akan ditampilkan. Berkenaan dengan hal tersebut, kurator pameran Suwarno Wisetrotomo menyatakan mundur dari tugasnya.

    Terkait dengan penundaan, dalam keterangan tertulisnya, Yos Suprapto mengungkapkan pengunjung yang hadir di pembukaan pada 19 Desember 2024 malam dilarang melihat pameran yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir. Pintu pameran dikunci.

    Ia juga menjelaskan bahwa kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan diturunkan. Tapi, Yos menolak.

    “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” ucap Yos, tegas.

    Menurutnya, lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia. “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” kata Eros Djarot, yang membuka acara.

     

  • Fakta-fakta Pameran Tunggal Yos Suprapto Batal Digelar di Galeri Nasional

    Fakta-fakta Pameran Tunggal Yos Suprapto Batal Digelar di Galeri Nasional

    Jakarta: Pameran Tunggal Yos Suprapto yang dijadwalkan berlangsung sejak tanggal 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025 batal digelar. Rencananya pameran tunggal itu akan berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. 

    Meski begitu, pihak Galeri Nasional Indonesia mengumumkan kalau pameran yang bertajuk ‘Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan’ tersebut tidak batal, melainkan harus ditunda dikarenakan faktor teknis. 

    “Sebagai langkah untuk menjaga keselarasan kuratorial dan memastikan kualitas pameran, Galeri Nasional Indonesia memutuskan untuk menunda acara tersebut,” ujar Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia Jarot Mahendra, melalui keterangan tertulis.

    Berikut ini fakta-fakta terkait penundaan pameran tunggal Yos Suprapto:
    1. Kurator pameran mundur

    Salah satu faktor penundaan Pameran Tunggal Yos Suprapto dikarenakan mundurnya kurator pameran Suwarno Wisetrotomo. Suwarno dan Yos disebut tidak sepakat mengenai karya-karya yang akan dipamerkan.
    2. Yos menolak 5 karyanya harus diturunkan 

    Kurator yang ditunjuk Galeri Nasional yakni Suwarno Wisetrotomo meminta 5 dari 30 lukisan yang akan dipamerkan harus diturunkan, namun hal itu ditolak Yos.

    Menurut Yos, jika kelima lukisan tersebut diturunkan, ia memilih membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisan pulang ke Yogyakarta. 
    3. Belum ada tanggal pengganti pameran

    Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia Jarot Mahendra tidak ingin menyebut pameran ini batal, melainkan hanya ditunda. Namun, pihaknya belum bisa memastikan jadwal penggantinya.

    Menurut dia, penundaan ini juga mencerminkan prinsip good governance yang selalu dijunjung tinggi Galeri Nasional Indonesia.

    “Setiap keputusan yang kami ambil dalam setiap tahap penyelenggaraan pameran selalu dengan prioritas untuk mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme,” ucap Jarot. 
     

     

    3. Galeri Nasional Indonesia meminta maaf

    Atas penundaan Pameran Tunggal Yos Suprapto, pihak Galeri Nasional Indonesia menyampaikan permohonan maaf.

    “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat penundaan ini dan berharap dapat menyambut publik kembali di pameran Galeri Nasional Indonesia lainnya di masa depan,” tutup Jarot.
    4. Yos mengaku kapok berurusan dengan Galeri Nasional

    Yos menegaskan penyebab dirinya memilih membatalkan pameran karena tidak terima 5 karyanya diturunkan.

    “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” jelas Yos Suprapto.
    5. Kurator dianggap berlebihan

    Budayawan Eros Djarot yang dijadwalkan memberi sambutan pun menilai keputusan kurator berlebihan. “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” kata Eros dalam keterangannya.

    Meski begitu, pihak Galeri Nasional menekankan proses kuratorial harus sesuai dengan standar yang ditetapkan.

    “Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa proses kuratorial dilakukan dengan integritas dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, serta memastikan keberagaman ekspresi seni di ruang publik kami,” beber Jarot Mahendra.

    Jakarta: Pameran Tunggal Yos Suprapto yang dijadwalkan berlangsung sejak tanggal 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025 batal digelar. Rencananya pameran tunggal itu akan berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. 
     
    Meski begitu, pihak Galeri Nasional Indonesia mengumumkan kalau pameran yang bertajuk ‘Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan’ tersebut tidak batal, melainkan harus ditunda dikarenakan faktor teknis. 
     
    “Sebagai langkah untuk menjaga keselarasan kuratorial dan memastikan kualitas pameran, Galeri Nasional Indonesia memutuskan untuk menunda acara tersebut,” ujar Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia Jarot Mahendra, melalui keterangan tertulis.
    Berikut ini fakta-fakta terkait penundaan pameran tunggal Yos Suprapto:

    1. Kurator pameran mundur

    Salah satu faktor penundaan Pameran Tunggal Yos Suprapto dikarenakan mundurnya kurator pameran Suwarno Wisetrotomo. Suwarno dan Yos disebut tidak sepakat mengenai karya-karya yang akan dipamerkan.

    2. Yos menolak 5 karyanya harus diturunkan 

    Kurator yang ditunjuk Galeri Nasional yakni Suwarno Wisetrotomo meminta 5 dari 30 lukisan yang akan dipamerkan harus diturunkan, namun hal itu ditolak Yos.
     
    Menurut Yos, jika kelima lukisan tersebut diturunkan, ia memilih membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisan pulang ke Yogyakarta. 

    3. Belum ada tanggal pengganti pameran

    Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia Jarot Mahendra tidak ingin menyebut pameran ini batal, melainkan hanya ditunda. Namun, pihaknya belum bisa memastikan jadwal penggantinya.
     
    Menurut dia, penundaan ini juga mencerminkan prinsip good governance yang selalu dijunjung tinggi Galeri Nasional Indonesia.
     
    “Setiap keputusan yang kami ambil dalam setiap tahap penyelenggaraan pameran selalu dengan prioritas untuk mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme,” ucap Jarot. 
     

     

    3. Galeri Nasional Indonesia meminta maaf

    Atas penundaan Pameran Tunggal Yos Suprapto, pihak Galeri Nasional Indonesia menyampaikan permohonan maaf.
     
    “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat penundaan ini dan berharap dapat menyambut publik kembali di pameran Galeri Nasional Indonesia lainnya di masa depan,” tutup Jarot.

    4. Yos mengaku kapok berurusan dengan Galeri Nasional

    Yos menegaskan penyebab dirinya memilih membatalkan pameran karena tidak terima 5 karyanya diturunkan.
     
    “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” jelas Yos Suprapto.

    5. Kurator dianggap berlebihan

    Budayawan Eros Djarot yang dijadwalkan memberi sambutan pun menilai keputusan kurator berlebihan. “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” kata Eros dalam keterangannya.
     
    Meski begitu, pihak Galeri Nasional menekankan proses kuratorial harus sesuai dengan standar yang ditetapkan.
     
    “Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa proses kuratorial dilakukan dengan integritas dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, serta memastikan keberagaman ekspresi seni di ruang publik kami,” beber Jarot Mahendra.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • Sosiolog UI Sebut Lukisan Yos Suprapto Tak Melanggar Etika dan Masih Relevan – Page 3

    Sosiolog UI Sebut Lukisan Yos Suprapto Tak Melanggar Etika dan Masih Relevan – Page 3

    Thamrin mengatakan Yos melihat fenomena bahwa ketahanan, kedaulatan pangan ini yang berurusan dalam kekuasaan negara tidak akan mungkin ditegakkan karena masalah negara sendiri.

    Dia juga mengkritisi penilaian kurator yang katanya ada dua lukisan yang sebenarnya lebih pantas disebut makian.

    Adapun, dalam diskusi ini, hadir sebagai narasumber lainnya, yakni anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kritikus Seni Bambang Budjono.

    Sebelumnya, terkait dengan penundaan, dalam keterangan tertulisnya, Yos Suprapto mengungkapkan pengunjung yang hadir di pembukaan pada 19 Desember 2024 malam dilarang melihat pameran yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir. Pintu pameran dikunci.

    Ia juga menjelaskan bahwa kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan diturunkan. Tapi, Yos menolak. “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos.

    Menurutnya, lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia. “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” kata Eros Djarot, yang membuka acara. 

    Para pengunjung yang sudah siap untuk menikmati lukisan karya Yos Suprapto akhirnya kecewa. Pihak Galeri Nasional mengunci ruang pameran. Pintu utama dikunci dan lampu digelapkan.

    “Ini adalah pembredelan pameran seni rupa pertama di era Prabowo Subianto,” ujar Oscar Motulloh, fotografer professional yang juga pengamat seni dalam keterangannya. 

  • Okky Madasari: Era Sensor dan Pembungkaman Karya Seni di Rezim Prabowo Resmi Dimulai?

    Okky Madasari: Era Sensor dan Pembungkaman Karya Seni di Rezim Prabowo Resmi Dimulai?

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Novelis Okky Madasari menyoroti pembredelan pameran Yos Supratpo. Ia bahkan mengunggah foto-foto lukisan itu.

    “Gara-gara 5 lukisan mirip Jokowi ini, pameran tunggal Yos Suprapto yang seharusnya dibuka kemarin (19/12) di Galeri Nasional, batal,” kata Okky dalam unggahannya di X, Sabtu (21/12/2024).

    Saat itu, para pengunjung pameran sudah berkumpul. Namun tidak dibiarkan masuk.

    “Pintu ruang pameran di Galeri Nasional dikunci,” ujar Okky.

    Penulis buku 86 itu melontarkan pernyataan menohok. Apakah era pembredelan sudah dimulai?

    “Era sensor dan pembungkaman terhadap karya seni di bawah rezim Prabowo resmi dimulai?” ucapnya.

    Yos sendiri, kapok bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan. Setelah pameran tunggalnya dibredel.

    Pameran tunggal Yos sedianya dibuka mulai Kamis (19/12) malam. Digelar di Galeri Nasional, Jakarta.

    “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos Suprapto dikutip dari Jawa Pos, Jumat (20/12/2024).

    Batalnya pameran ini bermula dari kurator Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, yang meminta lima diantara 30 lukisan untuk diturunkan. Alasannya tidak sejalan dengan tema dan pesannya terlalu vulgar tentang praktik kekuasaan.

    Yos Suprapto menolak karena menurutnya, justru lima lukisan itu menjadi latar belakang situasi dari tema tentang kedaulatan pangan.
     
    Juka itu diturunkan, maka menurutnya narasinya menjadi tidak utuh. Hal itu yang tidak diinginkan oleh sang seniman. 

    Sejumlah pihak telah menanggapi perustiwa ini. Salah satunya Budayawan Eros Djarot, yang awalnya akan membuka pameran tersebut.
     
    “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut
    secara berlebihan,” kata Eros Djarot.

  • Yos Suprapto Batal Pameran Lukisan Karena Dianggap Vulgar Tampilkan Gambar Jokowi!

    Yos Suprapto Batal Pameran Lukisan Karena Dianggap Vulgar Tampilkan Gambar Jokowi!

    JABAREKSPRES – Pelukis senior Indonesia Yos Suprapto mengaku kecewa setelah rencana pameran lukisan di galeri nasional batal dibuka pada Kamis, (19/12/2024)

    Rencana pameran lukisan yang bertema “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” tidak jadi gelar karena 5 karya lukisan dianggap terlalu vulgar oleh kurator seni.

    BACA JUGA: 16 Juta Keluarga Dapat Bantuan Beras 20 Kg Diawal Tahun!

    Menurut Yos, para pengunjung yang hadir pada malam itu dilarang melihat pameran yang sudah disiapkan sejak setahun terakhir.

    Kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo menganggap 5 lukisan untuk segera diturunkan.

    Akan tetapi, permintaan tersebut ditolak Yos dan memilih untuk membatalkan pameran dan mengunci gedung galeri nasional.

    BACA JUGA: Ulama dan Tokoh Jawa Barat Sampaikan Pepeling untuk Gubernur Terpilih,  Begini Isinya!

    Padahal rencana pameran ini sudah disepakati oleh Yos dengan geleri nasional sejak 2023 lalu.

    ‘’Jadi pameran ini menampilkan 30 lukisan mengenai kehilangan kadaulatan pangan ketika dipimpin oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo,’’ ujar Yos kepada wartawan, dikutip Sabtu, (21/12/2024).

    Menurutnya, dalam beberpa lukisan tersebut, Yos mengakui, ada lukisan yang diakhiri dengan gambaran kekuasaan atau penguasa.

    BACA JUGA: Bank Indonesia Digeledah KPK Terkait Dugaan Korupsi Penggunaan Dana CSR

    ”Kedaulatan pangan tanpa kekuasaan itu omong kosong, jadi itu gambaran kekuasaan memperlakukan rakyat kecil, karena segala sesuatu yang menanggung adalah rakyat kecil,’’ tutur Yos.

    Yos mengakui ada lukisan penguasa yang sedang duduk dengan mahkota yang sedang menginjak rakyat kecil, tapi diinterpresentasikan oleh kurator seni itu sebagai sesuatu yang vulgar.

    ‘’Ini sebagai bentuk kekhawatiran dari rezim-rezim yang dulu, bahwa kejujuran tentang narasi rezim yang lama takut dilihat banyak orang,’’cetusnya.

    BACA JUGA: Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Pengamat dan Pelaku seni nasional Eros Djarot mengatakan, lima lukisan tersebut dianggap oleh kurator terlalu vulgar. sebab menampilkan wajah orang mirip dengan mantan presiden Joko widodo.

    ‘’Itu dianggapnya tidak ada kaitannya dengan tema kadaulatan pangan. Saya rasa itu ekspresi kurator ketakutan secara berlebihan,” kata Eros Djarot.

  • Pameran Lukisan Tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta Dibredel

    Pameran Lukisan Tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta Dibredel

    loading…

    Lukisan karya Yos Suprapto. Pameran tunggal karya Yos Suprapto batal digelar di Galedi Nasional, Kamis (19/12/2024) malam. FOTO/DOK.YOS SUPRAPTO

    JAKARTA Pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional , Jakarta, batal dilaksanakan. Pengunjung yang hadir di pembukaan, Kamis (19/12/2024) malam, dilarang melihat pameran yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir. Pintu pameran dikunci.

    Menurut Yos, kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan diturunkan, tapi Yos menolak. Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia.

    Yos menegaskan, jika lima lukisan tersebut diturunkan, maka ia memilih membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisan pulang ke Yogyakarta.

    “Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).

    Budayawan Eros Djarot yang sedianya membuka pameran menilai permintaan kurator Galeri Nasional sebagai ekspresi ketakutan.

    “Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan,” kata Eros Djarot.

    Para pengunjung yang sudah siap untuk menikmati lukisan karya Yos Suprapto akhirnya kecewa. Pihak Galeri Nasional mengunci ruang paneran. Pintu utama digrendel. Lampu digelapkan.

    “Ini adalah pembredelan pameran seni rupa pertama di era Prabowo Subianto,” kata Oscar Motulloh, fotografer profesional yang juga pengamat seni.

    (abd)

  • Sedih Lihat Kondisi Bangsa, Budayawan Salahkan Jokowi

    Sedih Lihat Kondisi Bangsa, Budayawan Salahkan Jokowi

    GELORA.CO – Budayawan Eros Djarot merasa sedih dengan kondisi bangsa saat ini yang dinilainya sudah rusak secara peradaban.

    Menurutnya, kondisi bangsa sepeninggal Jokowi dari kursi presiden, justru timbul berbagai persoalan yang terus menerus menggerus roda kehidupan bangsa.

    “Ini memang yang paling luar biasa saya sedih, bagaimana Jokowi berhasil merusak peradaban kita sebagai bangsa,” kata Eros dalam paparannya dalam seminar bertajuk ‘Pelanggaran Konstitusi, Etika, Fufufafa dan Akibat Hukumnya’ yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2024)..

    Menurut Eros, jika Indonesia mengalami kebangkrutan ekonomi, hal itu masih bisa diperbaiki. Tetapi jika sudah peradaban yang rusak, sulit diperbaiki oleh pemerintah.

    “Jadi maksud saya, saya punya rumusan yang saya akan rubah, resah, rusuh, revolusi. Sebab tanpa itu saya gak lihat ada pemecahannya,” tutur dia melanjutkan.

    Eros mengatakan bahwa butuh keberanian rakyat untuk bergerak menghentikan kerusakan peradaban ini.”Kalau rakyat itu bergerak, dia mau apa gitu loh. Tapi saya meyakini, dengan pendekatan kebudayaannya, tidak ada catatan yang saya pernah dapat, Raja yang baru mau jadi Bayang-Bayang Raja yang lama. Nah ini pasti ada waktunya. When the time is come, pasti dia bergerak,” pungkasnya.