Tag: Erma Yulihastin

  • 3 Awan Pertanda Cuaca Ekstrem, Bisa Dicek Setiap Pagi

    3 Awan Pertanda Cuaca Ekstrem, Bisa Dicek Setiap Pagi

    Jakarta

    Membiasakan diri untuk mengecek awan di pagi hari bisa membuat kamu lebih waspada dengan potensi cuaca ekstrem. Setidaknya, ada tiga jenis awan yang menjadi pertanda cuaca ekstrem. Hal ini dipaparkan oleh Dr Erma Yulihastin Pakar Klimatologi Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN dalam talkshow ‘Eureka!: Waspada Cuaca Ekstrem’, Senin (12/2/2024).

    Awan-awan tersebut adalah altocumulus, nimbostratus dan cumulonimbus. Untuk, nimbostratus sebenarnya sudah cukup akrab dengan orang-orang sebagai awan mendung.

    “Nimbustratus orang-orang sudah sangat dikenali sih. Pokoknya yang dinamakan awan mendung,” ujar Dr Erma.

    “Yang saya ingin katakan adalah altocumulus, karena jarang orang bisa meng-capture di langit ada yang abu-abu banget terus sebelahnya kok terang banget. Nah, itu patut curiga itu altocumulus,” sambung pemilik akun X @EYulihanti.

    Altocumulus disebut juga sebagai thunderstorm atau awan badai petir. Altocumulus dapat menimbulkan badai, sehingga ketika kamu menemukan altocumulus di pagi hari, kamu harus waspada.

    Selain itu, ada juga cumulonimbus. Cumulonimbus terbentuk dari gabungan kumulus-kumulus sehingga sulit untuk mendeteksinya di pagi hari.

    “Kalau di pagi hari juga sudah banyak kumulus-kumulus, kita juga khawatir nih, kumulus yang mana yang bisa tinggi banget menembus di lapisan-lapisan menengah sampai menjadi angin menara?” kata Dr Erma.

    “Jadi, pagi hari itu usahakan lihat langit, kalau dia cerah banget aman Insya Allah sampai siang. Tapi kalau sudah ada serpihan-serpihan kumulus, atau serpihan-serpihan yang kayak itu tadi, saya katakan merata banget, itu adalah tanda. Tanda bahwa kemungkinan minimal banget siang atau sore nanti hujan deh,” tandasnya.

    Untuk jelasnya, kamu bisa melihat contoh awan pertanda cuaca ekstrem itu di bawah ini.

    3 Awan Pertanda Cuaca Ekstrem, Cek Setiap Pagi. Foto: Erma Yulihastin/BRIN

    (ask/fay)

  • Suhu Naik 1,5 Derajat Celsius, Bikin Cuaca Ekstrem Menggila

    Suhu Naik 1,5 Derajat Celsius, Bikin Cuaca Ekstrem Menggila

    Jakarta

    Dampak dari pemanasan global terlihat di depan mata. Salah satu yang paling mencolok adalah fenomena cuaca ekstrem yang membahayakan.

    Saat ini, kenaikan suhu Bumi mencapai titik yang meresahkan, yakni 1,52° Celsius pada periode Februari 2023 hingga Januari 2024. Akibatnya pun mengerikan karena dapat menimbulkan potensi cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi.

    Dr Erma Yulihastin Pakar Klimatologi Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN di acara ‘Eureka!: Waspada Cuaca Ekstrem’, Senin (12/2/2024), menjelaskan cuaca ekstrem jelas berhubungan dengan kenaikan suhu Bumi.

    “Kalau kita bisa bicara cuaca ekstrem, harusnya tidak normal, kejadiannya sangat langka yaitu kurang dari 10%. Nah, ternyata karena ada faktor perubahan iklim yang naiknya sudah rata-rata tahun 2023 sudah lebih dari plus 1,5° Celcius, konsekuensinya adalah intensitas dan frekuensi dari cuaca ekstrem ini semakin naik,” ujar Dr Erma.

    Akibat global warming, intensitas dan frekuensi dari cuaca ekstrem naik menjadi 1,5 kali lipat dari sebelumnya, hampir mendekati dua kali lipat. Itu artinya bencana akan semakin sering terjadi.

    Contohnya adalah potensi bencana banjir besar di Jakarta yang biasanya memiliki siklus 5 tahun sekali. Dengan kenaikan hampir dua kali lipatnya, berarti angka lima tahun itu bisa dikorting.

    “El Nino juga sama, dulu kita menyangka itu 5-7 tahun sekali. Nah sekarang bisa 2 tahun sekali gitu ya, sudah sampai 3 tahun sekali terjadinya si El Nino ini,” lanjut pemilik akun X @EYulihanti ini.

    Sementara itu, pemanasan global juga terlihat dari panas laut yang meningkat hingga 1,8° Celcius. Saat terjadi kelebihan panas, berlangsung yang namanya ketidakseimbangan panas. Selanjutnya, akan terjadi proses pencarian titik-titik keseimbangan yang menjadikan cuaca ekstrem.

    (ask/fay)

  • Ini Bedanya Cuaca Ekstrem dan Cuaca Hari Biasa, Harus Waspada!

    Ini Bedanya Cuaca Ekstrem dan Cuaca Hari Biasa, Harus Waspada!

    Jakarta

    Cuaca ekstrem berbeda dengan cuaca pada hari-hari biasanya. Fenomena alam ini tidak lazim dan kerap ditandai oleh kondisi curah hujan, arah dan kecepatan angin, suhu udara, serta kelembapan udara tidak normal.

    “Cuaca ekstrem ada perbedaan dalam skala ruang dan waktu. Jadi kita mendefinisikan cuaca itu ekstrem itu pertama dilihat dari aspek peluang terjadinya, sangat langka peluangnya. Dalam statistik dia kurang dari 10% peluangnya,” kata Dr Erma Yulihastin, Pakar Klimatologi dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam live Eureka! Waspada Cuaca Ekstrem, Senin (12/2/2024) malam.

    Selain sifatnya yang tidak biasa dan tidak tergantung musim, lanjut Erma, cuaca dikatakan ekstrem jika dampaknya besar, luas, bahkan parah.

    “Kita menyebutnya bisa juga katastropik terhadap lingkungan yang di dalamnya ada infrastruktur juga yang rusak termasuk juga bisa menghilangkan nyawa, makhluk hidup, dan lain sebagainya,” tuturnya.

    Selain itu, Erma menyebutkan bahwa cuaca ekstrem ditandai dengan skala ruang dan waktu serta bentuk-bentuknya. “Skala ruang meliputi meso hingga sinoptik dan skala waktu meliputi jam hingga mingguan. Sedangkan bentuknya ada seperti bow echo, squall line, dan mesoscale convective complex,” urainya.

    Cuaca ekstrem terjadi ketika terjadi curah hujan lebih banyak dari biasanya, disertai angin kencang, petir, badai, bahkan terjadi puting beliung.

    Erma dan rekan-rekan peneliti cuaca lainnya di BRIN, berupaya agar masyarakat bisa membedakan cuaca ekstrem dengan mengenali tanda-tandanya sehingga bisa waspada.

    “Kalau masyarakat waspada dan diedukasi untuk punya kemampuan melakukan mitigasi mandiri, kita bisa lebih prepare,” ujarnya.

    (rns/fay)

  • Prediksi Cuaca Saat Nyoblos 14 Februari 2024

    Prediksi Cuaca Saat Nyoblos 14 Februari 2024

    Jakarta

    Hujan masih kerap mampir dalam sepekan terakhir. Kira-kira saat hari pencoblosan 14 Februari 2024, akan hujan tidak ya? Cek dulu prediksi cuaca untuk mengantisipasinya.

    Menurut Dr Erma Yulihastin, Pakar Klimatologi dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada potensi terjadi hujan pada 14 Februari, namun tidak ekstrem seperti hari-hari sebelumnya.

    “Kalau lihat cuaca ekstrem, percaya pada polanya dulu. Kita harus pahami dulu perilakunya. Sebenarnya kita sudah melewati puncak musim hujan Februari, mulai shifting, mulai minim hujan lagi,” kata Erma dalam live Eureka! Cuaca Ekstrem, Senin (12/2/2024) malam.

    Ia menjelaskan, potensi hujan ekstrem berada di periode 1-10 Februari, ketika pembentukan awan hujan sedang parah-parahnya sehingga terjadi hujan deras secara terus menerus.

    “Kita sebenarnya sudah lepas dari periode itu, hanya saja sekarang awan-awan semua ditarik ke timur. Kondisi yang sekarang awan-awan yang ada di laut Jawa yang lagi panas-panasnya, sehingga dia tiap hari menghasilkan awan-awan,” paparnya.

    Karena posisinya bergeser ke timur, lanjut Erma, tetap ada potensi hujan, namun polanya tidak terlalu ekstrem dan meluas, serta hanya hujan yang bersifat lokal.

    Ia juga mengamati awan-awan tersebut sudah bergeser ke arah utara Bali dan Nusa Tenggara serta sedang terjadi pembentukan bibit siklon di Samudra Pasifik. Meskipun sangat jauh dari Indonesia, inilah sebenarnya yang menarik awan. Artinya, awan-awan tersebut tidak lagi mengumpul di bagian barat namun sudah tertarik ke timur.

    Foto: detikcom

    “Jadi kalau kita bicara tadi, apakah (14 Februari) hujan atau tidak, mungkin hujan. Tapi tidak akan se-ekstrem kemarin-kemarin. Potensinya tetap ada, hujan harian aja. Hujan saat siang, sore, tetap ada potensi itu,” papar Erma.

    Erma mengingatkan agar tetap ada upaya antisipasi oleh petugas KPPS dan seluruh jajaran terkait, terutama untuk kelancaran penyaluran suara setelah dilakukan pencoblosan.

    “Siang setelah jam 11 kan biasanya selesai pencoblosan ya. Artinya tinggal penjagaan penyaluran suara dari bilik suara, dibawa ke mana-mana, itu diusahakan jangan melewati area-area yang jalur-jalur banjir, harus ada skenario mengantisipasi itu,” jelasnya.

    Ia menambahkan, wilayah Jawa Timur, Bali, Lombok, dan sejumlah wilayah Indonesia bagian timur lainnya harus waspada karena berpotensi terjadi hujan lebih besar.

    “Karena tadi saya bilang awan hujan yang tertarik ke timur, saya kira yang perlu untuk mewaspadai kondisi di Pemilu adalah daerah Jawa Timur, Bali, Lombok, ke pusat tenggara sampai ke bagian timur lainnya, saya kira lebih rentan. Karena seperti di Jawa bagian barat dan tengah sudah mulai kering,” imbuhnya.

    (rns/fay)