Tag: Emmanuel Macron

  • Trump-Putin ‘Main Belakang’ di Perang Ukraina, Eropa Uring-uringan

    Trump-Putin ‘Main Belakang’ di Perang Ukraina, Eropa Uring-uringan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya mengubah arah diplomasi global dengan mengutamakan negosiasi langsung dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina, sebuah langkah yang membuat para pemimpin Eropa dan pejabat Ukraina khawatir akan tersingkir dari proses tersebut.

    Dilansir The Associated Press, sejumlah pejabat tinggi pemerintahan Trump, termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz, dan utusan khusus Steve Witkoff, dikabarkan akan bertolak ke Arab Saudi dalam waktu dekat untuk melakukan pembicaraan dengan perwakilan Rusia.

    Namun, belum jelas sejauh mana pejabat Ukraina atau Eropa akan dilibatkan dalam perundingan yang direncanakan berlangsung di Riyadh.

    Seorang pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan bahwa Washington masih melihat negosiasi ini sebagai tahap awal dan formatnya masih dapat berubah.

    “Presiden Zelensky akan terlibat dalam negosiasi,” kata Trump kepada wartawan pada Minggu (16/2/2025), tetapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Langkah ini muncul setelah pernyataan dari sejumlah penasihat utama Trump, termasuk Wakil Presiden JD Vance, yang menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan berbagai ibu kota Eropa.

    Eropa Merasa Tersingkir dari Proses Negosiasi

    Dalam pidatonya di Munich Security Conference pada Sabtu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendekatan baru AS yang cenderung mengabaikan Eropa dalam proses perdamaian.

    “Dekade hubungan lama antara Eropa dan Amerika telah berakhir,” ujar Zelensky. “Mulai sekarang, segalanya akan berbeda, dan Eropa harus menyesuaikan diri dengan perubahan ini.”

    Meskipun Gedung Putih membantah bahwa Eropa tidak diajak berkonsultasi, berbagai pertemuan tingkat tinggi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan Trump masih meninggalkan banyak tanda tanya.

    Dalam kunjungannya ke Eropa, Vance telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, serta Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte.

    Namun, banyak pejabat Eropa yang tetap merasa bahwa mereka hanya menjadi penonton dalam strategi baru Trump ini.

    “Mereka mungkin tidak menyukai urutan negosiasi yang sedang berlangsung, tetapi mereka tetap dikonsultasikan,” ujar Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dalam wawancara dengan Fox News Sunday. “Pada akhirnya, negosiasi ini berada di bawah kepemimpinan Presiden Trump untuk mengakhiri perang ini.”

    Rencana Negosiasi AS-Rusia: Ukraina di Posisi Lemah?

    Laporan terbaru menunjukkan bahwa Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah berbicara melalui telepon minggu lalu, di mana keduanya menyepakati dimulainya pembicaraan tingkat tinggi untuk mengakhiri perang.

    Awalnya, perundingan ini dipresentasikan sebagai dialog dua arah antara Washington dan Moskow, tetapi Trump kemudian mengklarifikasi bahwa Ukraina juga akan terlibat-meskipun tidak dijelaskan di tahap mana mereka akan berpartisipasi.

    Tidak jelas apakah ada perwakilan Ukraina yang akan bergabung dalam pembicaraan di Riyadh. Namun, seorang pejabat Ukraina mengatakan bahwa delegasi Kyiv saat ini sedang berada di Arab Saudi untuk membuka jalan bagi kemungkinan kunjungan Zelensky.

    Sementara itu, Trump mengeklaim bahwa Putin sebenarnya ingin mengakhiri perang tetapi mengingatkan bahwa Rusia tetaplah kekuatan militer yang tangguh.

    “Saya pikir dia ingin menghentikan pertempuran,” kata Trump. “Mereka memiliki mesin perang yang besar dan kuat. Anda tahu, mereka mengalahkan Hitler dan Napoleon. Mereka telah bertempur selama waktu yang sangat lama.”

    Pendekatan baru ini membuat beberapa mantan pejabat AS angkat bicara. Heather Conley, mantan Wakil Asisten Menteri Luar Negeri untuk Eropa Tengah di era Presiden George W. Bush, mengatakan bahwa strategi Trump ini seolah menghidupkan kembali pendekatan geopolitik abad ke-19 dan awal abad ke-20.

    “AS tampaknya berusaha menciptakan pendekatan baru berdasarkan konsep kekuatan besar,” ujar Conley. “Seperti dalam sejarah, hanya negara-negara besar yang memutuskan nasib bangsa lain dan mengambil alih apa yang menguntungkan kepentingan ekonomi serta keamanan mereka, baik melalui pembelian maupun paksaan.”

    Pendekatan ini juga menimbulkan perdebatan internal di dalam pemerintahan Trump sendiri. Beberapa pejabat mendukung rekonsiliasi cepat dengan Rusia, sementara yang lain khawatir bahwa Putin hanya ingin memecah belah aliansi transatlantik dan meningkatkan pengaruh Rusia di Eropa.

    Trump Dorong Rusia Kembali ke G7, Eropa Berang

    Dalam pernyataannya pekan lalu, Trump juga menyebut bahwa ia ingin melihat Rusia kembali bergabung dengan kelompok negara-negara maju G7 (sebelumnya G8 sebelum Rusia dikeluarkan pada 2014).

    “Saya ingin mereka kembali. Saya pikir itu adalah kesalahan untuk mengeluarkan mereka,” ujar Trump. “Ini bukan soal apakah saya suka atau tidak suka Rusia, tetapi saya rasa Putin akan sangat senang jika bisa kembali.”

    Pernyataan ini memicu kemarahan di kalangan pejabat Eropa, yang selama bertahun-tahun telah memberlakukan sanksi terhadap Moskow atas aneksasi Krimea.

    Kesepakatan “Mineral Langka” dengan Ukraina

    Selain itu, ada juga ketegangan yang muncul terkait proposal AS agar Ukraina memberikan akses ke cadangan mineral langka sebagai imbalan atas bantuan militer senilai US$66 miliar yang telah diberikan Washington kepada Kyiv sejak perang dimulai.

    Presiden Zelensky sendiri dikabarkan menolak menandatangani kesepakatan ini untuk saat ini, karena merasa bahwa kesepakatan tersebut terlalu menguntungkan AS dan tidak memberikan jaminan keamanan yang cukup bagi Ukraina.

    Gedung Putih menilai penolakan Zelensky sebagai langkah yang tidak bijaksana dan menegaskan bahwa perjanjian itu justru akan mempererat hubungan ekonomi antara AS dan Ukraina, sesuatu yang tidak diinginkan oleh Moskow.

    Eropa Bersiap Menghadapi Era Baru

    Dalam menghadapi pendekatan baru Trump ini, para pemimpin Eropa mulai menyesuaikan strategi mereka. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengumumkan bahwa ia akan mengumpulkan pemimpin Eropa di Paris pada Senin untuk mengadakan pertemuan darurat guna membahas langkah selanjutnya terkait Ukraina.

    “Angin persatuan sedang bertiup di Eropa, seperti yang belum pernah kita rasakan sejak masa pandemi Covid-19,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot kepada media nasional.

    Langkah ini menandakan bahwa Eropa tidak akan tinggal diam menghadapi perubahan kebijakan Washington dan berusaha mencari cara untuk tetap memiliki suara dalam penyelesaian konflik di Ukraina.

    (luc/luc)

  • Eropa Bikin Pertemuan Sendiri soal Ukraina Gara-gara Tak Diajak Trump

    Eropa Bikin Pertemuan Sendiri soal Ukraina Gara-gara Tak Diajak Trump

    London

    Pejabat Amerika Serikat (AS) dan Rusia akan bertemu di Arab Saudi untuk membahas perang Ukraina. Sejumlah negara Eropa pun membuat pertemuan sendiri lantaran tak diajak oleh Presiden AS Donald Trump.

    Dilansir Reuters dan CNN, Minggu (16/2/2025), informasi itu disampaikan oleh seorang anggota parlemen AS dan sumber yang mengetahui rencana tersebut. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang bertemu dengan Wakil Presiden AS JD Vance di Jerman mengatakan Ukraina tidak diundang ke perundingan di Saudi dan Kyiv tidak akan bekerja sama dengan Rusia sebelum berkonsultasi dengan mitra strategis.

    Perwakilan AS Michael McCaul mengatakan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, penasihat keamanan nasional AS Mike Waltz, dan utusan Timur Tengah Gedung Putih Steve Witkoff akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi. Namun, tidak ada penjelasan siapa pihak Rusia yang akan mereka temui.

    Di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, McCaul mengatakan tujuan perundingan tersebut adalah untuk mengatur pertemuan antara Presiden AS Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Zelensky demi membawa perdamaian dan mengakhiri konflik.

    Departemen Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait rencana perundingan di Saudi. Trump sendiri telah berulang kali berjanji untuk segera mengakhiri perang Ukraina.

    Apa rencana negara-negara Eropa dalam pertemuan tersebut? Baca halaman selanjutnya.

    Upaya Trump Damaikan Ukraina-Rusia

    Foto: Presiden Donald Trump berbicara kepada wartawan di sela-sela menandatangani perintah eksekutif di Ruang Oval Gedung Putih (REUTERS/Kevin Lamarque Purchase Licensing Rights)

    Trump juga telah melakukan panggilan telepon terpisah kepada Putin dan Zelenskiy. Hal itu membuat sekutu-sekutu Washington di Eropa khawatir mereka akan disingkirkan dari proses perdamaian.

    Ketakutan tersebut sebagian besar dikonfirmasi ketika utusan Trump untuk Ukraina mengatakan Eropa tidak akan memiliki tempat di meja perundingan. AS juga mengirimkan kuesioner ke ibu kota-ibu kota Eropa untuk menanyakan apa yang dapat mereka kontribusikan sebagai jaminan keamanan bagi Kyiv.

    Sebelumnya, Menlu AS Rubio juga telah berbicara dengan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, pada Sabtu (15/2). Mereka sepakat untuk melakukan kontak rutin guna mempersiapkan pertemuan antara Putin dan Trump.

    Zelensky mengatakan dia akan mengunjungi Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Turki, tetapi tidak mengatakan kapan. Namun, pemimpin Ukraina itu mengatakan bahwa dia tidak berencana untuk bertemu dengan pejabat AS atau Rusia selama kunjungan tersebut.

    Moskow menguasai seperlima wilayah Ukraina dan telah maju perlahan di wilayah timur selama berbulan-bulan, sementara pasukan Kiev yang lebih kecil bergulat dengan kekurangan tenaga kerja dan mencoba untuk mempertahankan sebagian wilayah di Rusia barat.

    Rusia telah menuntut Kiev untuk menyerahkan wilayah dan menjadi netral secara permanen berdasarkan kesepakatan damai apa pun. Ukraina menuntut Rusia untuk menarik diri dari wilayah yang direbutnya dan menginginkan keanggotaan NATO atau jaminan keamanan yang setara untuk mencegah serangan oleh Moskow.

    AS dan Eropa telah memberikan bantuan militer puluhan miliar dolar kepada Ukraina sejak perang dimulai. Trump mengatakan bahwa dia mendukung Ukraina tetapi sedang mencari jaminan untuk pendanaan AS bagi Kyiv.

    AS dan Ukraina saat ini sedang merundingkan kesepakatan yang dapat membuka kekayaan alam Ukraina yang melimpah bagi investasi AS. Tiga sumber mengatakan AS mengusulkan mengambil alih kepemilikan 50% mineral penting Ukraina. Zelensky mengatakan rancangan kesepakatan tersebut tidak memuat ketentuan keamanan yang dibutuhkan Kyiv.

    Harapan Presiden Ukraina

    Foto: Tim Penyelamat Ukraina Berjibaku Padamkan Api Usai Serangan Rudal Rusia (State Emergency Service of Ukraine via REUTERS)

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ingin utusan khusus Donald Trump, Keith Kellogg, mengunjungi garis depan Ukraina timur. Hal itu untuk melaporkan realitas di lapangan kepada presiden AS.

    “Sangat penting bagi saya bahwa ia melihat ini. Saya benar-benar ingin ia menyampaikan semua ini kepada Presiden Trump. Untuk menunjukkan kepadanya, memberi tahu dia,” kata Zelensky di Munich seperti dilansir AFP, Sabtu (16/2/2025).

    Zelensky berharap setelah melihat situasi di lokasi, dia berharap pihak Trump memahami apa yang terjadi. Dia menilai AS membutuhkan pengetahuan tersebut.

    “Dan saya pikir setelah itu kita mungkin akan lebih dekat untuk memahami bagaimana kita melihatnya. Itulah tujuan saya untuk masa depan yang dekat,” kata dia.

    “Pihak Amerika membutuhkan lebih banyak pengetahuan tentang apa yang sedang terjadi,” imbuhnya.

    Eropa Gelar Pertemuan Sendiri

    Foto: PM Inggris Keir Starmer (AFP/OLI SCARFF)

    Para pemimpin Eropa pun berinisiatif untuk menggelar pertemuan darurat soal perang di Ukraina. Sebab, Eropa tak ikut dilibatkan oleh AS.

    Dilansir BBC, Minggu (16/2/2025), Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan pertemuan darurat di Paris itu menjadi ‘momen sekali dalam satu generasi untuk keamanan nasional kita’. Dia mengatakan Eropa harus mengambil peran yang lebih besar di NATO.

    Eropa masih dihantui oleh perjanjian Minsk, yakni kesepakatan gencatan senjata yang gagal antara Ukraina dan Rusia yang dicapai pada tahun 2015. Pembicaraan tersebut, yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman, berupaya untuk mengakhiri pertempuran di wilayah Donbas di Ukraina timur.

    Keir Starmer mengaku melihat peran Inggris sebagai upaya menyatukan AS dan Eropa. Dia mengaku ingin untuk memastikan pendekatan yang bersatu untuk perdamaian di Ukraina. Starmer akan mengunjungi Trump di Gedung Putih pada akhir bulan ini.

    Pertemuan lebih lanjut para pemimpin Eropa bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky diharapkan terjadi setelah Starmer kembali dari Washington. Starmer menyatakan dirinya ‘berusaha untuk memastikan AS dan Eropa tetap bersatu’ sambil menambahkan keduanya tidak dapat membiarkan perpecahan apa pun dalam aliansi mengalihkan perhatian dari ‘musuh eksternal’.

    “Ini adalah momen sekali dalam satu generasi untuk keamanan nasional kita di mana kita terlibat dengan realitas dunia saat ini dan ancaman yang kita hadapi dari Rusia. Jelas Eropa harus mengambil peran yang lebih besar di NATO saat kita bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk mengamankan masa depan Ukraina dan menghadapi ancaman yang kita hadapi dari Rusia,” ujarnya.

    Menteri luar negeri Polandia Radoslaw Sikorski mengatakan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memanggil para pemimpin Eropa untuk mengadakan pertemuan.

    “Presiden Trump memiliki metode operasi, yang oleh Rusia disebut pengintaian melalui pertempuran. Anda menekan dan melihat apa yang terjadi, lalu Anda mengubah posisi, taktik yang sah. Dan kita perlu merespons,” kata Sikorski.

    Halaman 2 dari 4

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • ICRC: 50.000 Orang Hilang dalam Konflik Ukraina-Rusia – Halaman all

    ICRC: 50.000 Orang Hilang dalam Konflik Ukraina-Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022 menyebabkan hilangnya banyak orang.

    Komite Palang Merah Internasional (ICRC) melaporkan bahwa hampir 50.000 orang hilang akibat konflik ini.

    Laporan tersebut disampaikan oleh Dusan Vujasanin, kepala Biro Badan Penelusuran Pusat ICRC.

    Vujasanin menyatakan bahwa jumlah orang hilang ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu, di mana sebelumnya ICRC mencatat sekitar 23.000 orang hilang pada tahun 2024. “Sejak Februari 2024, jumlah orang hilang yang belum terungkap meningkat lebih dari dua kali lipat mencapai hampir 50.000,” ujar Vujasanin yang dilansir oleh AFP pada Jumat, 14 Februari 2025.

    Profil Orang Hilang

    Sebagian besar orang yang hilang adalah personel militer, terdiri dari prajurit pria dan wanita dari Rusia maupun Ukraina.

    ICRC berusaha untuk mencari tahu kondisi orang-orang ini dan menginformasikan keluarga mereka. “Kami mencoba mencari apakah orang-orang yang hilang tersebut ditahan, dibunuh, atau hilang kontak setelah melarikan diri,” tambah Vujasanin.

    ICRC juga menerima laporan tentang sekitar 16.000 orang yang ditahan sebagai tawanan perang dan warga sipil oleh kedua belah pihak.

    Namun, Vujasanin menekankan bahwa angka tersebut tidak mencerminkan semua tawanan yang masih ditahan, karena beberapa sudah dibebaskan.

    Upaya Perdamaian dan Pertemuan Eropa
    Pertemuan Pemimpin Eropa

    Dalam perkembangan lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengusulkan pertemuan darurat antara para pemimpin Eropa pada Sabtu, 15 Februari 2025.

    Pertemuan ini direncanakan berlangsung pada Senin, 17 Februari 2025, untuk membahas berbagai isu penting terkait konflik Ukraina, termasuk upaya Amerika Serikat untuk mengecualikan para pemimpin Eropa dari perundingan perdamaian.

    “Pertemuan ini diharapkan dapat membahas posisi yang harus diambil oleh Eropa terkait keanggotaan Ukraina di NATO di masa depan,” ungkap sumber dari The Guardian.

    Tanggapan dari Pemimpin Eropa

    Presiden Finlandia Alexander Stubb menekankan pentingnya tindakan nyata dari Eropa. “Tidak mungkin kita bisa berdiskusi atau bernegosiasi tentang masa depan Ukraina atau struktur keamanan Eropa tanpa melibatkan pihak Eropa,” kata Stubb kepada wartawan di Munich.

    Sementara itu, Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan bahwa perdamaian hanya bisa dicapai jika kedaulatan Ukraina terjamin. “Solusi apapun yang mengarah pada pemisahan keamanan Eropa dan Amerika tidak akan kami terima,” tegas Scholz.

    Perang ini telah menyebabkan peningkatan eksponensial dalam jumlah orang yang hilang, yang kini mencapai antara 1.000 hingga 5.000 kasus per bulan.

    Upaya pencarian dan penyelamatan ini menjadi sangat penting di tengah situasi yang semakin kritis.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • 50.000 Orang Dilaporkan Hilang dalam Perang Ukraina yang Berlangsung Hampir 3 Tahun – Halaman all

    50.000 Orang Dilaporkan Hilang dalam Perang Ukraina yang Berlangsung Hampir 3 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung hampir tiga tahun menyebabkan banyak orang hilang.

    Komite Palang Merah Internasional (ICRC) melaporkan, hampir 50.000 orang hilang sejak perang yang dimulai pada Februari 2022.

    Laporan ini disampaikan oleh kepala Biro Badan Penelusuran Pusat (CTA) ICRC, Dusan Vujasanin.

    Vujasanin juga mengatakan, jumlah orang hilang ini meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun lalu.

    Sebelumnya, ICRC melaporkan ada sekitar 23.000 orang hilang pada 2024.

    “Sejak Februari 2024, jumlah orang hilang yang belum terungkap meningkat lebih dari dua kali lipat, mencapai hampir 50.000,” kata Vujasanin, yang dilansir oleh AFP pada Jumat (14/2/2025).

    Ia mengungkapkan sebagian besar dari orang-orang yang hilang adalah personel militer.

    Mereka terdiri dari prajurit pria dan wanita dari Rusia maupun Ukraina.

    ICRC bekerja untuk mencari tahu apa yang terjadi pada orang-orang ini dan memberitahu keluarga mereka.

    Mereka juga mencoba mencari apakah orang-orang yang hilang tersebut ditahan, dibunuh, atau hilang kontak setelah melarikan diri.

    ICRC mengungkapkan diberi tahu tentang sekitar 16.000 orang yang ditahan sebagai tawanan perang dan warga sipil oleh kedua belah pihak dalam perang ini.

    Namun, Vujasanin menekankan jumlah ini tidak mencerminkan semua tawanan yang masih ditahan, karena beberapa sudah dibebaskan.

    Sejak perang dimulai pada Maret 2022, ICRC telah berusaha mengoordinasikan pencarian orang yang hilang melalui Biro Badan Penelusuran Pusatnya.

    Perang ini telah menyebabkan “peningkatan eksponensial” dalam jumlah orang yang hilang, yang kini meningkat dari 1.000 menjadi 5.000 kasus per bulan.

    Selain itu, Presiden AS Donald Trump berjanji untuk segera mengakhiri perang ini.

    Pada 12 Februari 2025, Trump mengadakan pertemuan terpisah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, meminta untuk memulai pembicaraan agar perang ini bisa segera berakhir.

    Macron Ingin Eropa Gelar Pertemuan, Bahas Perdamaian Ukraina

    Dalam perkembangan lain, terkait situasi di Ukraina, pada Sabtu (15/2/2025) malam, Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengusulkan diadakannya pertemuan darurat antara para pemimpin Eropa, termasuk Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.

    Pertemuan ini diadakan karena meningkatnya kekhawatiran atas upaya Presiden AS, Donald Trump untuk menguasai proses perdamaian Ukraina, The Guardian melaporkan.

    Pertemuan tersebut, yang kemungkinan akan berlangsung pada Senin (17/2/2025), diharapkan akan membahas beberapa isu penting.

    Salah satunya adalah upaya Amerika Serikat untuk mengecualikan para pemimpin Eropa dari perundingan perdamaian Ukraina.

    Selain itu, pertemuan ini juga akan membahas posisi yang harus diambil oleh Eropa, terkait keanggotaan Ukraina di NATO di masa depan.

    Mereka juga akan mencari cara agar Ukraina dapat diberikan jaminan keamanan, baik melalui NATO maupun melalui beberapa kekuatan Eropa.

    Finlandia Desak Tindakan Nyata, Bukan Sekadar Omongan

    Presiden Finlandia, Alexander Stubb, menegaskan Eropa harus lebih banyak bertindak daripada hanya berbicara.

    Hal ini ia ungkapkan menyusul kekhawatiran tentang potensi dikucilkannya Eropa dari perundingan terkait Ukraina.

    “Tidak mungkin kita bisa berdiskusi atau bernegosiasi tentang Ukraina, masa depan Ukraina, atau struktur keamanan Eropa, tanpa melibatkan pihak Eropa,” kata Stubb kepada wartawan di Munich.

    Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya Eropa untuk bertindak bersama dalam menghadapi isu ini. “Eropa perlu bertindak bersama,” tegas Stubb.

    Jerman: Butuh Jaminan Kedaulatan Ukraina untuk Perdamaian

    Kanselir Jerman, Olaf Scholz, menyatakan perang antara Ukraina dan Rusia hanya bisa berakhir dengan perdamaian jika kedaulatan Ukraina terjamin.

    “Solusi apapun yang mengarah pada pemisahan keamanan Eropa dan Amerika tidak akan kami terima. Hanya satu orang yang akan diuntungkan dari ini: Presiden Putin,” kata Scholz pada Sabtu (15/2/2025).

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Tak Diajak Trump Damaikan Rusia-Ukraina, Eropa Bakal Gelar Pertemuan Darurat

    Tak Diajak Trump Damaikan Rusia-Ukraina, Eropa Bakal Gelar Pertemuan Darurat

    London

    Para pemimpin Eropa akan melakukan pertemuan darurat pekan depan terkait perang di Ukraina. Hal itu dilakukan sebagai tanggapan atas kekhawatiran mereka Amerika Serikat (AS) yang terus maju terkait perundingan damai Rusia dan Ukraina.

    Dilansir BBC, Minggu (16/2/2025), Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan pertemuan darurat di Paris itu menjadi ‘momen sekali dalam satu generasi untuk keamanan nasional kita’. Dia mengatakan Eropa harus mengambil peran yang lebih besar di NATO.

    Rencana pertemuan darurat ini terjadi setelah utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, mengatakan para pemimpin Eropa hanya dimintai konsultasi. Namun, katanya, Trump tidak membuat para pemimpin Eropa mengambil bagian dalam perundingan apa pun antara AS dan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Tokoh-tokoh senior Gedung Putih juga akan bertemu dengan negosiator Rusia dan Ukraina di Arab Saudi dalam beberapa hari mendatang. Dalam pernyataan yang mungkin menimbulkan kekhawatiran di Ukraina dan di antara sekutu Eropa, utusan khusus Keith Kellogg mengatakan bahwa perundingan sebelumnya telah gagal karena terlalu banyak pihak yang terlibat.

    “Ini mungkin seperti kapur di papan tulis, mungkin sedikit menyakitkan, tetapi saya memberi tahu Anda sesuatu yang sebenarnya cukup jujur,” kata Kellogg, Sabtu (15/2).

    Eropa masih dihantui oleh perjanjian Minsk, yakni kesepakatan gencatan senjata yang gagal antara Ukraina dan Rusia yang dicapai pada tahun 2015. Pembicaraan tersebut, yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman, berupaya untuk mengakhiri pertempuran di wilayah Donbas di Ukraina timur.

    Keir Starmer mengaku melihat peran Inggris sebagai upaya menyatukan AS dan Eropa. Dia mengaku ingin untuk memastikan pendekatan yang bersatu untuk perdamaian di Ukraina. Starmer akan mengunjungi Trump di Gedung Putih pada akhir bulan ini.

    Pertemuan lebih lanjut para pemimpin Eropa bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky diharapkan terjadi setelah Starmer kembali dari Washington. Starmer menyatakan dirinya ‘berusaha untuk memastikan AS dan Eropa tetap bersatu’ sambil menambahkan keduanya tidak dapat membiarkan perpecahan apa pun dalam aliansi mengalihkan perhatian dari ‘musuh eksternal’.

    “Ini adalah momen sekali dalam satu generasi untuk keamanan nasional kita di mana kita terlibat dengan realitas dunia saat ini dan ancaman yang kita hadapi dari Rusia. Jelas Eropa harus mengambil peran yang lebih besar di NATO saat kita bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk mengamankan masa depan Ukraina dan menghadapi ancaman yang kita hadapi dari Rusia,” ujarnya.

    Menteri luar negeri Polandia Radoslaw Sikorski mengatakan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah memanggil para pemimpin Eropa untuk mengadakan pertemuan.

    “Presiden Trump memiliki metode operasi, yang oleh Rusia disebut pengintaian melalui pertempuran. Anda menekan dan melihat apa yang terjadi, lalu Anda mengubah posisi, taktik yang sah. Dan kita perlu merespons,” kata Sikorski.

    Sebelumnya, Zelensky menyerukan pembentukan ‘pasukan Eropa’ di tengah meningkatnya kekhawatiran AS mungkin tidak lagi membantu benua itu. Berbicara di Konferensi Keamanan Munich, dia mengatakan pidato Wakil Presiden AS JD Vance di acara tersebut telah memperjelas bahwa hubungan lama antara Eropa dan Amerika telah ‘berakhir’ dan benua itu perlu menyesuaikan diri dengan hal itu.

    Namun, Zelensky juga mengatakan Ukraina tidak akan pernah menerima kesepakatan yang dibuat di belakangnya usai Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin setuju untuk memulai perundingan damai. Awal minggu ini, Trump mengumumkan dia telah melakukan percakapan telepon yang panjang dengan Putin dan menyebut negosiasi untuk menghentikan ‘perang konyol’ di Ukraina segear dimulai.

    Trump kemudian memberi tahu Zelensky tentang rencananya. Trump tampak yakin gaya kepemimpinannya dapat membuka jalan bagi kesepakatan damai di Ukraina.

    Pemulihan hubungannya dengan Putin mengakhiri lebih dari tiga tahun keheningan antara Moskow dan Washington. Selain itu, pejabat senior pemerintahan Trump akan memulai perundingan damai dengan negosiator Rusia dan Ukraina di Arab Saudi dalam beberapa hari mendatang. Pertemuan antara pejabat AS dan Rusia itu juga akan membahas rencana pertemuan Trump, Putin dan Zelensky untuk mengakhiri perang.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Cetak Uang Tunai Baru untuk Suriah, Barat Masih Ragu-Ragu Cabut Sanksi – Halaman all

    Rusia Cetak Uang Tunai Baru untuk Suriah, Barat Masih Ragu-Ragu Cabut Sanksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Bank sentral Suriah menerima pengiriman uang kertas pound/lira Suriah baru dari Rusia untuk mengatasi kekurangan uang tunai yang telah memperparah kondisi ekonomi negara tersebut.

    Mengutip Financial Times, Bank Sentral Suriah mengumumkan pada Jumat (14/2/2025) bahwa uang lira Suriah telah tiba dari Rusia melalui Bandara Internasional Damaskus.

    Namun, pihak bank tidak mengonfirmasi jumlah pastinya.

    Para bankir dan pelaku bisnis sebelumnya menyatakan bahwa kelangkaan uang tunai sangat menghambat perekonomian Suriah.

    Pengiriman ini menjadi bukti bahwa Suriah masih bergantung pada Rusia, tempat di mana lira Suriah telah dicetak selama bertahun-tahun.

    Seorang produsen dan pengecer tekstil, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa kelangkaan uang tunai telah mencapai titik kritis.

    Masyarakat mulai enggan menyimpan uang di bank karena khawatir mereka tidak dapat menariknya kembali.

    Desas-desus mengenai kedatangan uang kertas baru ini telah beredar di media sosial Suriah, dengan harapan besar dari masyarakat.

    Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad al-Shaibani, mengungkapkan kepada Financial Times bulan lalu bahwa Bank Sentral akan memesan pengiriman mata uang cetak dari Rusia jika diperlukan.

    Goznak, percetakan milik negara Rusia, selama ini menjadi pemasok uang kertas Suriah, yang harus diganti secara berkala karena keausan.

    Menurut para ahli, perusahaan pencetak uang dari Barat belum bersedia menyediakan atau menambah pasokan uang tunai bagi Suriah mengingat sanksi yang terus diterapkan oleh negara-negara Barat terhadap Suriah.

    Kondisi ini memaksa Suriah terus bergantung pada Goznak.

    Meski begitu, belum jelas apakah rezim baru di Suriah berencana menarik sebagian uang kertas dari peredaran, termasuk uang kertas 2.000 lira Suriah yang menampilkan foto mantan presiden Bashar al-Assad, yang kini diasingkan ke Rusia.

    Sistem perbankan Suriah masih memungkinkan transfer antarbank, meskipun jarang digunakan oleh pengusaha untuk membeli dan menjual barang.

    Sistem ini kerap disamakan dengan “barter semu.”

    Kekurangan uang tunai semakin diperburuk oleh kurangnya transparansi mengenai jumlah uang yang beredar.

    Tidak seperti kebanyakan bank sentral, Bank Sentral Suriah tidak mengeluarkan laporan mingguan yang memuat jumlah uang kertas yang beredar.

    Selain itu, situs web resmi mereka tidak dapat diakses, menambah ketidakjelasan seputar operasi keuangan mereka.

    Bank-bank di Suriah juga cenderung menarik dan menghancurkan uang kertas setiap hari karena keausan, sementara bank sentral di seluruh dunia biasanya terus menggantinya.

    Sanksi Barat yang Masih Berlaku

    Sistem perbankan swasta di Suriah, yang telah berusia dua dekade, sebagian besar digunakan untuk tujuan komersial.

    Sementara itu, masyarakat cenderung menyimpan uang mereka sendiri di luar sistem perbankan.

    Hal ini semakin berkembang menjelang jatuhnya Assad, ketika pemerintah mulai meminta informasi keuangan dari bank swasta untuk memungut pajak secara ad hoc dari warga berpenghasilan besar.

    Ekonomi Suriah telah hancur akibat perang saudara selama 13 tahun, korupsi di bawah rezim Assad, dan sanksi Barat, termasuk di sektor perbankan.

    Para pengusaha menyatakan bahwa meskipun terdapat euforia setelah jatuhnya Assad, penjualan mereka masih anjlok.

    Mereka juga menghadapi tekanan setelah pembatasan ekspor dicabut, memaksa mereka menjual stok dengan kerugian.

    “Orang-orang tidak berbelanja karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi,” kata seorang pengusaha tekstil.

    “Perusahaan juga tidak melakukan pembelian karena tidak ada uang tunai yang tersedia, dan prioritas mereka saat ini adalah membayar karyawan.”

    Sementara itu, sebagian besar sanksi terhadap Suriah dan sektor perbankannya masih berlaku.

    Beberapa pejabat Uni Eropa telah menyusun peta jalan untuk melonggarkan sanksi secara bertahap.

    “Ada tanda-tanda kebingungan dan kurangnya kejelasan,” ujar Jihad Yazigi, editor kantor berita Syria Report.

    “Ekonomi adalah masalah besar, dan ujian utama bagi pemerintah baru di Damaskus adalah memastikan pasokan energi dan kebutuhan pokok seperti roti, serta mengembalikan ekonomi yang stabil.”

    Beberapa ibu kota Eropa menunjukkan sinyal bahwa sanksi akan segera dicabut, seperti yang dilaporkan oleh Middle East Eye.

    Pekan ini, Prancis menjadi tuan rumah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Suriah dan mengadakan konferensi internasional untuk mendukung negara tersebut.

    Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, juga diundang oleh Presiden Emmanuel Macron untuk mengunjungi Paris, dan kunjungan tersebut diharapkan terjadi dalam waktu dekat.

    Namun, hal serupa tidak berlaku bagi Amerika Serikat.

    Meski AS telah memberikan kelonggaran sementara dengan mengizinkan transaksi tertentu, termasuk penjualan energi, sanksi berat lainnya belum dicabut.

    Direktur Kontraterorisme AS, Sebastian Gorka, mempertanyakan apakah Al-Sharaa benar-benar meninggalkan kelompok terornya.

    “Saya ragu AS akan mencabut sanksi terhadap Suriah dalam waktu dekat,” kata Yazigi.

    “AS mungkin menggunakan sanksi ini sebagai alat untuk menekan pemerintah Suriah.”

    Yazigi membandingkan situasi ini dengan Sudan, yang sanksinya dicabut setelah mengakui Israel pada tahun 2020.

    Namun, ia menambahkan bahwa situasi Suriah jauh lebih kompleks, terutama terkait pengakuan Israel, yang secara politik dianggap tidak mungkin.

    Menurut para ahli, Suriah mungkin akan berhati-hati dalam menjaga hubungan dengan berbagai pemangku kepentingan, baik di dalam maupun luar negeri.

    “Di Suriah, Anda harus selalu menjaga pintu terbuka dan memiliki sekutu asing alternatif atau setidaknya pihak-pihak yang tidak ingin Anda ganggu,” ujar Yazigi.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Beku Rusia Rp 4.875 T buat Borong Senjata AS

    Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Beku Rusia Rp 4.875 T buat Borong Senjata AS

    Jakarta

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky meminta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, agar Kiev diberikan izin menggunakan aset Rusia yang dibekukan selama perang berlangsung senilai US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.875,3 triliun (kurs Rp 16.251/dolar AS).

    Melansir dari media nasional Ukraina, The Kyiv Independen, Sabtu (15/2/2025), rencananya dana ini akan digunakan untuk membeli senjata dari Negeri Paman Sam. Dengan begitu aset Rusia yang dibekukan ini dapat dimanfaatkan oleh Ukraina dan AS di saat yang bersamaan.

    “Ini adalah salah satu jaminan keamanan. Ambil uangnya (Rusia), apa yang kami butuhkan untuk produksi dalam negeri dan kami akan membeli semua senjata dari Amerika Serikat. Kami tidak membutuhkan hadiah dari Amerika Serikat,” katanya dalam sebuah wawancara.

    “Ini akan sangat baik untuk industri Anda, untuk Amerika Serikat. Kami akan menaruh uang di sana, uang Rusia, bukan Ukraina, bukan Eropa, uang Rusia, aset Rusia. Mereka harus membayar untuk ini,” tambah Zelensky.

    Perlu diketahui, Trump bersama timnya memang sudah cukup lama mengkritik pengeluaran AS untuk mendukung Ukraina dalam perangnya melawan Rusia. Di mana menurut Trump ini merupakan salah satu pemborosan.

    Meskipun mengkritik bantuan AS untuk Ukraina, Financial Times melaporkan bahwa kemungkinan besar Trump juga tidak akan menghentikan dukungan militer Negeri Paman Sam tersebut.

    Karena hal inilah Zelensky telah mengambil berbagai langkah untuk membina hubungan yang positif dengan Trump, memastikan pemerintah AS akan terus memberikan dukungannya terhadap Ukraina.

    Bahkan Zelensky tercatat pernah bertemu dengan Trump dan menyatakan dukungannya pada tanggal 27 September 2024 lalu di tengah-tengah kampanye pemilihan presiden AS. Mereka bertemu lagi di sela-sela pembukaan kembali Katedral Notre Dame, bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron pada tanggal 7 Desember.

    (eds/eds)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1088: Zelensky Desak AS Jamin Keamanan Ukraina sebelum Temui Putin – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1088: Zelensky Desak AS Jamin Keamanan Ukraina sebelum Temui Putin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.088 pada Sabtu (15/2/2025).

    Pada tengah malam waktu setempat, terjadi 26 serangan di Porkovsk dan 13 serangan di Kursk yang dilakukan Rusia terhadap posisi pasukan Ukraina.

    Rusia juga melakukan 13 serangan di Novopavlovsk.

    Pada pukul 01.00 waktu setempat, empat drone terdeteksi di wilayah udara Ukraina.

    Drone Rusia Rusak Tempat Penahan Radiasi di Chernobyl

    Sebuah pesawat nirawak Rusia menyebabkan kerusakan signifikan pada tempat perlindungan penahanan radiasi di pembangkit listrik tenaga nuklir Chornobyl yang sudah tidak digunakan lagi pada Jumat (14/2/2025) malam. 

    “Pesawat nirawak itu menghantam tempat perlindungan radiasi, menyebabkan kebakaran yang kemudian dipadamkan, tulis Zelensky di Telegram. 

    “Menurut penilaian awal, kerusakan pada tempat perlindungan itu signifikan,” katanya.

    Zelensky dan pengawas energi atom PBB mengatakan bahwa tingkat radiasi tetap normal setelah insiden itu.

    Dinas keamanan SBU Ukraina menunjukkan gambar-gambar dari apa yang dikatakannya sebagai pesawat nirawak Shahed.

    SBU mengatakan drone buatan Iran tersebut membawa hulu ledak berdaya ledak tinggi untuk menyerang penutup reaktor.

    Kru Darurat Bekerja di Chernobyl

    Kepala teknisi Chornobyl, Oleksandr Tytarchuk, mengatakan kru darurat tengah berupaya meminimalkan dampak dari jatuhnya drone Rusia di wilayah tersebut. 

    “Penghalang yang seharusnya mencegah penyebaran zat radioaktif telah berhenti berfungsi sesuai dengan desain aslinya,” kata Tytarchuk kepada wartawan di pabrik tersebut. 

    Ia mengatakan pesawat nirawak itu menabrak penutup luar, menembusnya, jatuh ke dalam sistem, dan meledak di sana.

    “Jika ledakan terjadi 15-20 meter lebih jauh, ledakan itu akan langsung menghantam tempat perlindungan lama, yang berusia 40 tahun,” katanya.

    Zelensky ke Wapres AS: Ukraina Ingin Jaminan Keamanan dari AS

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan Wakil Presiden AS J.D. Vance negaranya menginginkan jaminan keamanan dan rencana perdamaian bersama AS-Ukraina sebelum ia memasuki perundingan dengan Putin untuk mengakhiri perang. 

    “Kami berusaha untuk mengamankan perdamaian yang langgeng dan abadi, bukan jenis perdamaian yang akan membuat Eropa Timur berkonflik hanya dalam beberapa tahun ke depan,” kata J.D. Vance kepada Zelensky dalam pertemuan pertama mereka di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, Jumat.

    Kedua pria itu memuji itu sebagai percakapan yang baik dan sepakat perundingan lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah mereka dapat mencapai pemahaman bersama.

    Ukraina dan AS Belum Mencapai Kesepakatan soal Mineral Penting

    Pembicaraan antara Presiden Ukraina Zelensky dan J.D. Vance berakhir tanpa pengumuman kesepakatan mineral penting yang menjadi inti upaya Kyiv untuk mendapatkan dukungan Donald Trump. 

    Sebelumnya Donald Trump mengatakan ia ingin AS mendapat akses ke mineral penting Ukraina sebagai imbalan atas bantuan keamanan setelah ia mengupayakan perundingan antara Zelensky dan Putin untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    “Tim kami akan terus mengerjakan dokumen tersebut,” tulis Zelensky di X, merujuk pada perjanjian dengan AS mengenai akses terharap mineral penting di Ukraina, termasuk mineral tanah jarang, serta titanium, uranium, dan litium.

    Dua anggota delegasi Ukraina mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa rincian masih perlu dikerjakan. 

    Zelensky: Ukraina Hanya Punya Peluang Kecil untuk Bertahan Tanpa Jaminan Keamanan dari AS

    Presiden Ukraina Zelensky mengatakan negaranya memiliki peluang kecil untuk bertahan hidup dari serangan Rusia tanpa dukungan AS.

    “Mungkin akan sangat, sangat, sangat sulit. Dan tentu saja, dalam semua situasi sulit, Anda memiliki peluang. Namun, peluang kami untuk bertahan hidup tanpa dukungan Amerika Serikat akan kecil,” kata presiden Ukraina dalam wawancara di acara Meet the Press bersama Kristen Welker di NBC yang disiarkan pada Minggu lalu.

    Prancis Dukung Ukraina Bernegosiasi dengan Rusia

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan ia meyakinkan Presiden Ukraina Zelensky bahwa hanya Ukraina yang berhak dan dapat mendorong diskusi dengan Rusia.

    “Hanya Ukraina yang dapat mendorong diskusi untuk perdamaian yang solid dan abadi dengan Rusia. Kami akan membantu mereka dalam upaya ini,” tulis Macron di X pada hari Jumat setelah panggilan telepon dengan Zelensky.

    “Jika Trump benar-benar dapat meyakinkan Presiden Putin untuk menghentikan agresi terhadap Ukraina, itu adalah berita bagus,” lanjutnya.

    Rusia Klaim Kuasai 2 Permukiman di Garis Depan

    Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim pasukan Rusia telah menguasai dua permukiman garis depan di wilayah Donetsk timur. 

    “Pasukan Rusia telah merebut desa Zelene Pole yang terletak di antara Pokrovsk dan Velyuka Novosilka,” kata kementerian itu, Jumat.

    Menurut laporan Kementerian Pertahanan Rusia, desa Dachne, sebelah barat kota Kurakhove, juga berhasil direbut.

    Sementara itu, Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan kedua desa tersebut termasuk di antara 11 permukiman yang telah diserang Rusia di sektor Pokrovsk. Namun, tidak disebutkan bahwa desa-desa tersebut telah berada di bawah kendali Rusia.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    Korea Utara Tolak Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Kedaulatan Tidak Bisa Jadi Bahan Negosiasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Korea Utara menolak dengan tegas usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “mengambil alih” Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara lain.

    Usulan tersebut dianggap sebagai bentuk “pengusiran paksa warga Gaza”, menurut laporan dari Anadolu.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, Pyongyang menegaskan kedaulatan nasional tidak bisa menjadi bahan negosiasi, apalagi dengan Amerika Serikat.

    “Pada saat darah dan air mata masih tertumpah di Jalur Gaza dan kekhawatiran tumbuh di dalam dan luar negeri tentang keadaan yang rapuh ini, dunia dikejutkan oleh retorika keterlaluan yang menginjak-injak harapan Palestina akan perdamaian dan kehidupan yang stabil di kawasan tersebut,” ungkap Korea Utara.

    Kekhawatiran mengenai kondisi Gaza semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

    Usulan Trump dipandang sebagai tindakan yang menghancurkan harapan rakyat Palestina akan perdamaian, dianggap sangat tidak dapat diterima.

    KCNA juga mengkritik retorika keras tersebut yang dianggap merusak harapan rakyat Gaza untuk kehidupan yang lebih stabil.

    Selain itu, Korea Utara menilai usulan Trump sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional, Middle East Monitor melaporkan.

    Hal ini tidak hanya menghambat upaya penyelesaian solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel, tetapi juga dianggap sebagai tindakan sembrono yang sama sekali tidak bisa diterima oleh dunia internasional.

    Meski tidak secara langsung menyebut nama Trump, KCNA mengecam kebijakan Washington yang dinilai mendukung “kekejaman tidak manusiawi” Israel, dengan mengutip pembelaan AS terhadap hak Israel untuk mempertahankan diri dan penyediaan teknologi senjata canggih yang digunakan oleh Israel.

    Usulan Trump ini pertama kali disampaikan pada 4 Februari, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Trump menyatakan AS berencana untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

    Ia menggambarkan rencananya sebagai suatu “pembangunan kembali luar biasa” yang dapat mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan tersebut langsung mendapatkan penolakan luas, tidak hanya dari Palestina, tetapi juga dari banyak negara Arab dan masyarakat internasional, termasuk negara-negara besar seperti Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.

    Bahkan, banyak pihak menilai rencana ini sebagai bentuk penindasan terhadap warga Palestina yang sudah lama menderita akibat konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.

    Vatikan Tolak Relokasi Warga Gaza

    Menteri Luar Negeri Vatikan Pietro Parolin menjelaskan bahwa penduduk Palestina harus tetap berada di tanah mereka.

    “Ini adalah salah satu poin mendasar dari Tahta Suci: tidak ada deportasi,” katanya, seperti dikutip dari kantor berita ANSA.

    Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan resmi di Italia pada Kamis (13/2/2025).

    Parolin menambahkan memindahkan warga Palestina akan menciptakan ketegangan regional dan dianggap tidak masuk akal.

    Parolin juga mencatat bahwa negara-negara tetangga, termasuk Yordania, menolak usulan Trump tersebut.

    Paus Fransiskus juga turut bersuara mengenai isu ini.

    Ia mengkritik rencana Trump untuk deportasi massal migran yang tidak berdokumen di Amerika Serikat.

    Dia menekankan pentingnya martabat manusia, mengatakan bahwa memulangkan orang-orang yang melarikan diri dari negara mereka dalam keadaan sulit adalah tindakan yang merusak martabat para migran.

    Kepala perbatasan Trump, Tom Homan, menanggapi pernyataan Paus dengan mengharapkan agar pemimpin gereja tersebut tetap berpegang pada nilai-nilai Gereja Katolik.

    Ia berharap agar masalah penegakan hukum perbatasan diserahkan kepada timnya.

    Prancis Tolak Relokasi Warga Gaza

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menolak usulan pengusiran warga Palestina dari Gaza.

    Macron menegaskan bahwa pengusiran hingga dua juta warga Palestina dari Gaza, seperti yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tidaklah tepat.

    Ia menyatakan, “Bagi saya, solusi di Gaza bukanlah solusi real estat. Ini adalah solusi politik.”

    Pernyataan ini menggambarkan keyakinan Macron bahwa masalah yang dihadapi di Gaza harus diselesaikan melalui pendekatan politik yang komprehensif, bukan dengan pemindahan paksa penduduk.

    Macron mengaitkan usulan Trump untuk membeli Greenland—wilayah otonomi di dalam Kerajaan Denmark—dengan apa yang ia sebut sebagai “ketidakpastian strategis ekstrem” yang sedang dialami dunia saat ini.

    Usulan tersebut, menurut Macron, mencerminkan sikap yang tidak bijaksana dan berbahaya dalam menangani isu-isu geopolitik.

    China Tolak Relokasi Warga Gaza

    Sebelumnya, Beijing telah menegaskan penentangannya terhadap rencana Trump yang ingin memindahkan warga Gaza ke tempat lain.

    Penolakan tegas ini disampaikan oleh pemerintah China dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (5/2/2025).

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan Gaza adalah wilayah Palestina dan merupakan bagian integral dari negara Palestina.

    China menyatakan mereka dengan tegas menolak setiap upaya pemindahan paksa warga Gaza.

    “Gaza adalah milik Palestina dan bagian dari wilayah yang tidak terpisahkan,” ujar Guo Jiakun, menanggapi pertanyaan tentang rencana Trump yang mengusulkan relokasi penduduk Gaza.

    China lebih lanjut menekankan bahwa pemerintah Palestina memiliki hak penuh untuk mengatur wilayah mereka tanpa adanya intervensi dari pihak luar.

    Beijing menganggap bahwa pemindahan paksa warga Gaza bertentangan dengan prinsip dasar mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina.

    Sebelumnya, penolakan telah disuarakan oleh Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian.

    Jian mengatakan pemerintah meyakini warga Palestina yang berhak memerintah negara itu.

    “Itu adalah prinsip dasar pemerintah pasca konflik di Gaza,” kata Lin saat konferensi pers pada Rabu (5/2/2025), dikutip dari Anadolu Agency.

    “Kami menentang pemindahan paksa warga Gaza,” imbuhnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Presiden Prancis Macron Bakal Kunjungi RI Mei 2025, Bahas Penguatan AI

    Presiden Prancis Macron Bakal Kunjungi RI Mei 2025, Bahas Penguatan AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prancis Emmanuel Macron bakal berkunjung ke Indonesia pada Mei 2025 guna membahas berbagai hal, salah satunya penguatan kecerdasan buatan (AI) dan pertahanan.

    Pernyataan ini disampaikan langsung kepada Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, di sela-sela acara AI Action Summit yang berlangsung di Grand Palais, Paris, Senin (11/2).

    Menkomdigi Meutya Hafid mengatakan kehadiran Macron akan menjadi momen penting dalam memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Prancis.

    “Kunjungan Presiden Macron ke Indonesia akan makin memperkokoh kerja sama strategis di berbagai sektor, termasuk ekonomi digital, kecerdasan buatan, pertahanan, dan energi hijau,” kata Meutya, dikutip Rabu (12/2/2025).

    Jika terlaksana, ini akan menjadi kunjungan kenegaraan pertama Presiden Prancis ke Indonesia sejak deklarasi bersama kemitraan strategis kedua negara pada 2011, saat Perdana Menteri François Fillon dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu di Jakarta.

    Indonesia dan Prancis memiliki hubungan diplomatik yang erat dengan berbagai kerja sama di bidang perdagangan, pertahanan, hingga teknologi. Kehadiran Macron di Indonesia diharapkan dapat membuka babak baru dalam kemitraan strategis kedua negara, khususnya dalam menghadapi tantangan global di era digital.

    Sebelumnya Prancis dikabarkan akan ikut memanaskan persaingan AI di global. 

    Macron akan mengumumkan rencana investasi jumbo swasta senilai US$112,5 miliar atau Rp1.830 triliun untuk pengembangan kecerdasan buatan (AI).   

    Pendanaan tersebut mencakup rencana perusahaan investasi Kanada Brookfield untuk menginvestasikan US$20,61 miliar dalam proyek AI di Prancis dan pendanaan dari Uni Emirat Arab yang dapat mencapai US$51,52 miliar pada tahun-tahun mendatang.

    Dilansir dari Reuters, Senin (10/1/2025) Istana Elysee mengatakan investasi UEA akan mencakup pembiayaan untuk pusat data 1 gigawatt. Surat kabar La Tribune de Dimanche melaporkan bahwa sebagian besar investasi Brookfield akan digunakan untuk pusat data.

    AI membutuhkan sejumlah besar energi untuk memberi daya pada pusat data besar, dengan Eropa terlihat kesulitan untuk memenuhi permintaan pada masa mendatang.

    Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa OpenAI, SoftBank Group akan menginvestasikan US$500 miliar dalam infrastruktur AI selama empat tahun ke depan untuk membantu Amerika Serikat tetap unggul dari China dan pesaing lainnya dalam perlombaan AI global.