Tag: Emmanuel Macron

  • Heboh Temuan 9 Kepala Babi di Masjid-masjid Paris, Ditulisi Nama Macron

    Heboh Temuan 9 Kepala Babi di Masjid-masjid Paris, Ditulisi Nama Macron

    Paris

    Temuan potongan kepala babi terus berlanjut, dengan sedikitnya sembilan kepala babi ditemukan di luar beberapa masjid di wilayah Paris, ibu kota Prancis, yang semakin memicu kekhawatiran atas meningkatnya kebencian anti-Islam di negara itu.

    Beberapa kepala babi yang ditemukan itu bertuliskan nama belakang Presiden Emmanuel Macron.

    Penyelidikan tengah dilakukan oleh otoritas penegak hukum Prancis terhadap temuan tersebut, dengan Kepala Kepolisian Paris Laurent Nunez, seperti dilansir AFP, Rabu (10/9/2025), menyebut aksi semacam itu “tercela”.

    “Kepala-kepala babi telah ditinggalkan di depan beberapa masjid… Empat di Paris dan lima di pinggiran kota,” kata Nunez dalam konferensi pers pada Selasa (9/9) waktu setempat.

    Dia menambahkan bahwa pihak kepolisian tidak “menutup kemungkinan untuk menemukan lebih banyak lagi” temuan serupa.

    Kepolisian Paris telah membuka penyelidikan terhadap temuan-temuan kepala babi di luar masjid setempat itu. Untuk saat ini, sebut Nunez, penyelidikan fokus pada dugaan penghasutan kebencian yang diperburuk oleh diskriminasi rasial atau agama.

    Kantor kejaksaan Paris mengatakan kepada AFP bahwa beberapa kepala babi yang ditemukan di luar masjid itu ditulisi nama belakang Macron dengan tinta biru.

    Nunez mengatakan mungkin ada kesamaan dengan insiden-insiden masa lalu yang terkait dengan “campur tangan asing”. Namun dia juga menyerukan “kehati-hatian yang ekstrem” dalam penyelidikan kasus ini.

    Temuan kepala babi di luar masjid itu menuai kecaman dari para pemimpin politik dan masyarakat di Prancis. Macron, menurut kantor kepresidenan Prancis, telah bertemu dengan perwakilan komunitas Muslim di Paris setelah insiden tersebut untuk menyatakan “dukungannya”.

    Wali Kota Paris, Anne Hidalgo, mengecam aksi semacam itu sebagai “aksi rasis, dan mengatakan otoritas ibu kota telah mengambil tindakan hukum. Sedangkan Menteri Dalam Negeri, Bruno Retailleau, menyebut aksi tersebut “keterlaluan” dan “sama sekali tidak dapat diterima”.

    Imam Masjid Agung Paris, Chems-Eddine Hafiz, mengecam apa yang disebutnya sebagai “aksi Islamofobia” itu sebagai “tahap baru dan menyedihkan dalam kebangkitan kebencian anti-Muslim”.

    Tonton juga video “Inggris dan Prancis Kompak Mengecam Serangan Israel ke Qatar” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Rupiah Melesat terhadap Dolar AS Hari Ini 10 September 2025 – Page 3

    Rupiah Melesat terhadap Dolar AS Hari Ini 10 September 2025 – Page 3

    Atas keputusan parlemen tersebut, Bayrou akan menyampaikan mundurnya pemerintahan yang ia pimpin kepada Presiden Emmanuel Macron pada hari ini, demikian menurut BFM TV.

    Bayrou, yang baru mengumumkan kerangka APBN Prancis 2026 pada Juli lalu, berupaya menggalang dukungan parlemen terhadap usulan kebijakan penghematan anggaran negara sebesar 44 miliar euro untuk menekan utang negara yang semakin meningkat.

    Utang negara Prancis saat ini mencapai 113 persen dari pendapatan domestik bruto nasional. Negara tersebut juga mencatatkan defisit anggaran sebesar 5,8 persen, salah satu yang tertinggi di Uni Eropa.

    Namun, partai oposisi di Majelis Nasional dari spektrum politik yang berseberangan, yaitu partai La France Insoumise (LFI) yang berhaluan kiri ekstrem, kemudian Partai Sosialis, serta Partai Rassemblement National (RN) yang berhaluan kanan ekstrem, sepakat tidak akan mendukung pemerintahan Bayrou.

    Negosiasi APBN telah menjadi sumber utama ketegangan antara faksi politik di Prancis.

     

  • Rupiah melemah seiring ketidakstabilan politik di Prancis dan Jepang

    Rupiah melemah seiring ketidakstabilan politik di Prancis dan Jepang

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ketidakpastian politik di Prancis dan Jepang.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Selasa sore melemah sebesar 172 poin atau 1,05 persen menjadi Rp16.482 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.310 per dolar AS.

    Menurut Ibrahin, pertama ialah kondisi perpolitikan di Eropa, tepatnya di Prancis, yang memanas.

    “Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou mengundurkan diri setelah kehilangan mosi kepercayaan di Majelis Nasional,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Sebagaimana diumumkan Ketua Majelis Nasional Yael Braun-Pivet, dari 589 anggota majelis, Bayrou hanya mendapat 194 suara dukungan terhadap pemerintahannya, sementara 364 suara lainnya menolak mendukung Bayrou. Sejumlah 15 anggota lainnya abstain.

    Atas keputusan parlemen tersebut, Bayrou akan menyampaikan mundurnya pemerintahan yang ia pimpin kepada Presiden Emmanuel Macron pada hari ini, demikian menurut BFM TV.

    Bayrou, yang baru mengumumkan kerangka APBN Prancis tahun 2026 pada Juli lalu, berupaya menggalang dukungan parlemen terhadap usulan kebijakan penghematan anggaran negara sebesar 44 miliar euro untuk menekan utang negara yang semakin meningkat.

    Utang negara Prancis saat ini mencapai 113 persen dari pendapatan domestik bruto nasional. Negara tersebut juga mencatatkan defisit anggaran sebesar 5,8 persen, salah satu yang tertinggi di Uni Eropa.

    Namun, partai oposisi di Majelis Nasional dari spektrum politik yang berseberangan, yaitu partai La France Insoumise (LFI) yang berhaluan kiri ekstrem, kemudian Partai Sosialis, serta Partai Rassemblement National (RN) yang berhaluan kanan ekstrem, sepakat tidak akan mendukung pemerintahan Bayrou.

    Negosiasi APBN telah menjadi sumber utama ketegangan antara faksi politik di Prancis.

    Di Asia, PM Jepang Shigeru Ishiba mengundurkan diri dengan menyebut pentingnya mencapai kesepakatan tarif antara Jepang dan Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu faktor utama dalam keputusannya menyerahkan jabatan kepada bakal penerusnya.

    Adapun di Rusia, AS meningkatkan prospek pemberian sanksi yang lebih ketat menyusul serangan Moskow terhadap Ukraina di akhir pekan.

    Melihat sentimen dari dalam negeri, pergantian Menteri Keuangan (Menkeu) dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa mengguncang pasar.

    “Pencopotan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan memicu kekhawatiran investor global atas arah fiskal Indonesia,” ujar Ibrahim.

    Adapun kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.462 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.348 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dunia Hari Ini: Australia Akan Jadi Negara Pertama Lindungi Anak dari AI

    Dunia Hari Ini: Australia Akan Jadi Negara Pertama Lindungi Anak dari AI

    Enggak sempat mengikuti perkembangan berita? Kami sudah merangkum sejumlah laporan utama untuk Anda dalam Dunia Hari Ini.

    Edisi Selasa, 9 September 2025 kami awali dari Australia.

    Anak-anak akan dilindungi dari AI

    Australia akan mencegah anak-anak untuk terlibat dalam percakapan seksual, kekerasan, atau percakapan berbahaya lainnya saat menggunakan kecerdasan buatan atau AI.

    Ini menjadi langkah pertama di dunia untuk memastikan anak-anak di Australia dengan mendaftarkan enam kode baru di bawah undang-undang keamanan daring yang dirancang untuk membatasi anak-anak dalam mengakses konten berbahaya.

    Komisaris eSafety Julie Inman Grant mengatakan perubahan legislatif tersebut akan mewajibkan perusahaan teknologi “untuk memiliki perlindungan dan menggunakan jaminan usia” sebelum chatbot AI diterapkan, dan Australia akan menjadi negara pertama di dunia yang mengambil tindakan tersebut.

    “Kita tidak perlu melihat jumlah korban untuk mengetahui kalau ini adalah hal yang tepat untuk dilakukan oleh perusahaan,” ujar Julie kepada ABC.

    Julie juga mengatakan sekolah-sekolah Australia sudah melaporkan jika anak-anak berusia 10 dan 11 tahun menghabiskan hingga enam jam per hari dengan teknologi AI, “kebanyakan dari mereka menggunakan chatbot yang penuh seksualitas”.

    Kasus penembakan di Yerusalem

    Pihak berwenang Israel mengonfirmasi enam orang tewas dalam serangan penembakan di pinggiran Yerusalem.

    Paramedis dari Magen David Adom mengatakan salah satu pria berusia 50-an, sementara tiga pria berusia 30-an juga tewas, sementara seorang perempuan berusia sekitar 50 tahun meninggal setelah dibawa ke rumah sakit.

    Polisi mengatakan para penyerang menembak orang-orang yang menunggu di halte bus, kemudian seorang tentara dan warga sipil Israel yang berada di lokasi kejadian menembak mati para penyerang.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memperingatkan Israel “sedang berperang di berbagai medan,” termasuk Gaza, Tepi Barat, dan Israel.

    Belasan tewas saat unjuk rasa

    Setidaknya 19 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka saat unjuk rasa digelar di Kathmandu, yang menentang dugaan korupsi pemerintah dan larangan media sosial baru.

    Polisi menembakkan peluru tajam, gas air mata, meriam air, dan peluru karet saat ribuan demonstran muda mencoba menyerbu gedung parlemen.

    Para demonstran menerobos kawat berduri dan memaksa polisi anti huru hara mundur saat mereka mengepung gedung parlemen, sementara jumlah polisi kalah dari jumlah demonstran.

    “Polisi telah menembak tanpa pandang bulu,” kata seorang demonstran kepada kantor berita ANI.

    “[Mereka] menembakkan peluru yang tidak mengenai saya, tapi mengenai teman yang berdiri di belakang saya. Ia terkena di tangan.”

    PM Prancis mengundurkan diri

    Franois Bayrou, yang sudah menjabat sebagai perdana menteri Prancis sejak Desember 2024, akan mengundurkan diri setelah kalah dalam pemungutan suara untuk mosi kepercayaan untuk bisa mengatasi tekanan Prancis untuk perbaiki keuangannya.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menunjuk penggantinya dalam “beberapa hari mendatang”, demikian pernyataan kantornya.

    Partai-partai oposisi menyerukan pemilihan umum baru di tengah Prancis yang berjuang menghadapi krisis fiskal dan utang yang semakin parah.

    Prancis mengalami defisit tahun lalu hampir dua kali lipat dan utang publik mencapai 113,9 persen dari PDB.

    Tonton juga video “Medsos Bagai Dua Sisi Mata Pisau Bagi Anak-Remaja” di sini:

  • Mungkinkah Gejolak Ekonomi Prancis Picu Krisis Utang Zona Euro?

    Mungkinkah Gejolak Ekonomi Prancis Picu Krisis Utang Zona Euro?

    Jakarta

    Beberapa saat sebelum Francois Bayrou kalah dalam pemungutan suara kepercayaan di parlemen pada Senin (08/09), perdana menteri Prancis memperingatkan bahwa isu keuangan negara bisa mengancam “keberlangsungan” negara tersebut.

    “Anda memiliki kekuatan untuk menjatuhkan pemerintah, tetapi Anda tidak memiliki kekuatan untuk menghapus kenyataan,” kata Bayrou kepada para anggota parlemen, seraya menambahkan bahwa ekonomi terbesar kedua Eropa saat ini memiliki “beban utang yang sudah tidak tertahankan, dan akan menjadi lebih berat serta lebih besar.”

    Masih belum ada kepastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah akan digelar pemilu baru, seperti yang dituntut partai sayap kanan National Rally, atau Presiden Emmanuel Macron berhasil membentuk pemerintah minoritas baru.

    Secara ekonomi, fokusnya adalah uang dan beban utang Prancis yang menjulang tinggi. Dalam istilah absolut, tidak ada negara Uni Eropa yang memiliki utang nasional terkonsolidasi lebih besar daripada Prancis. Utang negara telah naik sekitar €3,35 triliun (sekitar 64.800 triliun Rupiah) — sekitar 113 persen dari produk domestik bruto (PDB), dengan angka yang diperkirakan meningkat lebih lanjut menjadi 125 persen pada 2030.

    Raja utang Eropa

    Rasio utang terhadap PDB Prancis begitu tinggi. Di Uni Eropa sendiri, hanya Yunani dan Italia yang berhasil melampauinya. Dengan defisit anggaran 5,4 hingga 5,8 persen tahun ini, Prancis juga mencatat defisit terbesar di antara 27 negara anggota UE.

    Demi memenuhi target dari UE untuk menurunkan defisit anggaran menjadi 3 persen, penghematan besar-besaran tak bisa dihindari.

    Namun, karena pemotongan anggaran saat ini sulit diterima secara politik, pasar keuangan bereaksi dengan menaikkan risiko obligasi Prancis. Sementara obligasi Jerman menawarkan bunga sekitar 2,7 persen, Prancis harus membayar hampir 3,5 persen untuk utangnya.

    Lantas, perlukah kita khawatir soal stabilitas euro jika keuangan negara terbesar kedua di zona euro ini makin tak terkendali?

    “Ya, kita harus khawatir. Zona euro saat ini tidak stabil,” kata Friedrich Heinemann, ekonom di ZEW Leibniz Center for European Economic Research di Mannheim, Jerman. Meski begitu, ia “tidak terlalu khawatir” tentang krisis utang jangka pendek dalam beberapa bulan mendatang.

    “Tapi kita harus bertanya ke mana arah ini jika negara besar seperti Prancis, yang rasio utangnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, kini juga menghadapi destabilisasi politik lebih lanjut,” ujarnya kepada DW.

    Negara dengan perekonomian besar lainnya juga menumpuk utang historis yang tinggi dan harus menghimpun miliaran di pasar modal. Misalnya, musim gugur ini Jerman, Jepang, dan AS perlu menerbitkan obligasi pemerintah baru untuk membiayai pengeluaran mereka. Hal ini menjadi alasan utama pasar obligasi global tetap tertekan.

    Satu-satunya alasan pasar belum makin cemas, adalah harapan bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan turun tangan dengan membeli obligasi Prancis untuk menstabilkan pasar, kata Heinemann. “Namun harapan itu bisa saja keliru, karena ECB harus berhati-hati agar tidak merusak kredibilitasnya.”

    Dilema politik ini telah lama menghantui pemerintah Prancis. Setiap kali mereka mengusulkan langkah penghematan atau reformasi ekonomi, partai-partai di kiri maupun kanan selalu menentang dan mengerahkan pendukungnya.

    Serikat pekerja bahkan telah mengumumkan mogok umum pada 10 September, dua hari setelah pemungutan suara mosi percaya.

    Tekanan dari Komisi Eropa dan ECB

    Prancis saat ini menghabiskan €67 miliar (sekitar 1.296 triliun Rupiah) per tahun hanya untuk membayar bunga. Tak hanya itu, negara ini pun berada di bawah tekanan karena telah berkomitmen untuk secara bertahap mengurangi defisit sesuai aturan UE.

    Namun Heinemann juga menempatkan sebagian kesalahan pada langkah Komisi Eropa karena “membantu menciptakan kekacauan ini.”

    “Komisi menutup mata, bahkan kedua matanya, ketika menyangkut Prancis. Itu adalah kompromi politik yang didorong oleh ketakutan memperkuat populis,” katanya, seraya menambahkan, “Prancis sudah menggunakan banyak ruang fiskalnya. Jerman berada dalam posisi jauh lebih baik, dengan banyak ruang gerak.”

    Reformasi yang mandek

    Menurut Heinemann, Prancis, seperti Jerman, sangat membutuhkan reformasi besar-besaran dalam kesejahteraan dan pemotongan pengeluaran. Alternatifnya adalah menaikkan pajak di negara yang sudah membebani warga dan bisnis dengan pajak tinggi.

    Oleh karena itu, Heinemann skeptis politik Prancis dapat menghasilkan konsensus lintas partai dalam pengurangan utang. “Dengan populis di kiri dan kanan yang semakin kuat, saya tidak melihat itu terjadi. Pusat menyusut. Itulah mengapa saya pesimis dengan Prancis dan tidak melihat solusinya.”

    Bagi Andrew Kenningham, kepala ekonom Eropa di Capital Economics, risiko terhadap pasar Eropa lainnya tetap dapat dikelola untuk saat ini.

    “Sejauh ini, masalah tampaknya terbatas pada Prancis sendiri, selama skala masalah Prancis tidak terlalu besar,” katanya dalam catatan kepada klien.

    Namun, ia juga memperingatkan skenario di mana krisis Prancis bisa meningkat signifikan, meningkatkan risiko penularan.

    “Bagaimanapun, Prancis adalah ekonomi terbesar kedua zona euro, dengan hubungan dagang dan keuangan yang signifikan dengan tetangganya, dan juga merupakan kekuatan politik utama UE,” kata Kenningham. Nantinya, krisis di Prancis bisa mempertanyakan kelangsungan proyek Eropa itu sendiri.

    “Kami tidak mengantisipasi krisis sebesar itu dalam satu hingga dua tahun ke depan. Tapi jika terjadi, penularan bisa menjadi risiko lebih besar — yang harus ditangani ECB,” ujarnya.

    Krisis politik yang terjadi di tengah ketegangan

    Gejolak Prancis muncul saat UE sedang bersitegang dengan AS terkait kebijakan perdagangan, termasuk pajak lebih tinggi pada raksasa teknologi AS yang diusulkan Prancis.

    Oleh karena itu, ini merupakan waktu yang kurang tepat bagi Uni Eropa untuk terlihat lemah akibat kebuntuan politik di ekonomi terbesar kedua kawasan itu.

    Bagi Heinemann, kebanyakan aktor politik di Prancis adalah “pendukung Trump di hati,” terutama di spektrum kiri dan kanan politik.

    “Mereka bisa meningkatkan tekanan pada Komisi Eropa untuk membalas tarif Trump dengan tarif Eropa,” kata ekonom itu, yang “akan meningkatkan risiko perang dagang nyata” dan memperburuk krisis utang negara itu lebih jauh lagi.

    Artikel ini awalnya ditulis dalam bahasa Jerman. Pertama kali diterbitkan pada 5 September, dan diperbarui pada 8 September setelah perdana menteri Prancis kalah dalam pemungutan suara kepercayaan di parlemen.

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Rahka Susanto

    Tonton juga video “PM Prancis Lengser Setelah Kalah di Mosi Kepercayaan Parlemen” di sini:

    (ita/ita)

  • Israel Tegaskan Akui Palestina Kesalahan Besar, Ancam Tindakan Sepihak

    Israel Tegaskan Akui Palestina Kesalahan Besar, Ancam Tindakan Sepihak

    Tel Aviv

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar menyebut desakan internasional baru-baru ini untuk mengakui negara Palestina merupakan “kesalahan besar”. Saar memperingatkan bahwa pengakuan semacam itu dapat memicu tindakan sepihak dari Israel.

    Beberapa negara, termasuk Prancis dan Inggris, telah berjanji untuk secara resmi mengakui negara Palestina di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang dijadwalkan bulan ini.

    Hubungan antara Tel Aviv dan Paris semakin memburuk sejak Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana negaranya untuk mengakui negara Palestina dan menjadi tuan rumah bersama Arab Saudi untuk konferensi membahas solusi dua negara di PBB pada Juli lalu.

    Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer, bulan lalu, mengatakan Inggris akan mengikuti jejak Prancis dengan mengakui negara Palestina jika Israel gagal menyetujui gencatan senjata dalam perang Gaza.

    Kritikan untuk Prancis dan negara-negara lainnya yang berencana mengakui negara Palestina, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (8/9/2025), disampaikan oleh Saar dalam konferensi pers gabungan, pada Minggu (7/9), dengan Menlu Denmark Lars Lokee Rasmussen yang berkunjung ke Israel.

    “Negara-negara seperti Prancis dan Inggris yang mendorong apa yang mereka sebut pengakuan, telah melakukan kesalahan besar,” kata Saar dalam pernyataannya.

    Melanjutkan rencana tersebut, menurut Saar, akan “mempersulit tercapainya perdamaian”.

    “Hal itu akan mengganggu stabilitas kawasan. Hal itu juga akan mendorong Israel untuk mengambil keputusan sepihak,” sebutnya.

    Saar tidak menyebutkan lebih lanjut soal “keputusan sepihak” yang mungkin diambil Israel. Namun pernyataannya muncul setelah pemerintah Tel Aviv memberikan persetujuan untuk proyek permukiman baru, termasuk proyek E1 yang kontroversial, di Tepi Barat yang diduduki Israel sejak tahun 1967 silam.

    Proyek E1 yang merupakan proyek besar-besaran ini berlokasi di Yerusalem bagian timur, dan jika direalisasikan, akan membagi wilayah Tepi Barat menjadi dua.

    Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyebut proyek E1 akan “mengubur gagasan negara Palestina”. Smotrich yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, juga menyerukan agar Israel mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat untuk “menghilangkan gagasan membagi tanah kami yang kecil dan mendirikan negara teroris di pusatnya dari agenda untuk selamanya”.

    Komunitas internasional telah memperingatkan bahwa proyek E1 akan mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan. Pada dasarnya, semua permukiman Israel di wilayah Tepi Barat dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Rumah Sakit di Prancis Diminta Bersiap Hadapi Perang di Eropa Tahun 2026

    Rumah Sakit di Prancis Diminta Bersiap Hadapi Perang di Eropa Tahun 2026

    GELORA.CO – Rumah sakit-rumah sakit di Prancis diminta untuk bersiap menghadapi kemungkinan konflik bersenjata di Eropa pada tahun depan.

    Dalam sebuah surat yang dikirim kepada badan-badan kesehatan regional, yang diungkap oleh Le Canard Enchaine, Kementerian Kesehatan Prancis meminta rumah sakit untuk bersiap menghadapi sebuah konflik (militer) besar paling lambat Maret 2026.

    Surat kabar itu memperingatkan bahwa antara 10.000 hingga 50.000 orang bisa diperkirakan masuk ke rumah sakit dalam kurun 10 hingga 180 hari.

    “Dalam konteks internasional saat ini, perlu diantisipasi bentuk dukungan kesehatan pada situasi konflik berintensitas tinggi,” tulis Kementerian Kesehatan Prancis dalam surat tersebut.

    Menteri Kesehatan Prancis Catherine Vautrin tidak membantah rincian yang disebutkan dalam surat itu ataupun keberadaannya dalam wawancara dengan stasiun televisi Prancis BFMTV.

    “Itu bagian dari persiapan, seperti persediaan strategis, misalnya menghadapi epidemi,” ujarnya kepada stasiun tersebut seperti dilansir The Independent. “Saya tidak menjabat saat COVID-19, ingatlah, tidak ada kata yang cukup keras untuk menggambarkan betapa negara ini kurang siap.”

    “Adalah hal yang sepenuhnya normal bagi negara untuk mengantisipasi krisis dan konsekuensi dari apa yang sedang terjadi. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah pusat.”

    Surat tertanggal 18 Juli itu menyebut bahwa Prancis bisa menjadi basis belakang bagi sebuah konflik besar dalam beberapa bulan mendatang. Ditambahkan pula bahwa Kementerian Kesehatan Prancis sedang mempertimbangkan untuk mendirikan pusat-pusat medis di dekat pelabuhan atau bandara sehingga para prajurit dapat dialihkan ke negara asal mereka.

    Buku Panduan Bertahan Hidup

    Surat ini muncul hanya beberapa bulan setelah Prancis mengumumkan rencana untuk mengirimkan sebuah buku panduan bertahan hidup setebal 20 halaman ke setiap rumah tangga. 

    Buku panduan tersebut disebut-sebut berisi petunjuk persiapan menghadapi ancaman yang akan segera terjadi, termasuk bencana alam, krisis kesehatan, atau konflik bersenjata. Pemerintah Prancis saat itu mengatakan tidak berfokus pada konflik bersenjata.

    Panduan itu juga menyarankan barang-barang yang sebaiknya dimiliki sebagai bagian dari perlengkapan bertahan hidup, antara lain sedikitnya enam liter air kemasan, 10 kaleng makanan, sebuah senter, baterai, serta perlengkapan medis termasuk larutan saline, kompres, dan parasetamol.

    Salah satu bagian dari buku panduan merekomendasikan agar pintu ditutup rapat dalam keadaan terjadi kecelakaan nuklir.

    Pada Juli, Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana untuk mendorong peningkatan belanja pertahanan Prancis, berjanji menggandakan anggaran militer pada tahun 2027.

    Anggaran militer yang pada 2017 berjumlah 32 miliar euro akan naik menjadi 64 miliar euro pada 2027, dengan tambahan alokasi 3,5 miliar euro untuk tahun depan dan 3 miliar euro lainnya pada 2027.

  • Putin Keluarkan Ancaman Baru, Siaga Hancurkan Militer Asing di Ukraina

    Putin Keluarkan Ancaman Baru, Siaga Hancurkan Militer Asing di Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan ancaman terbaru, mengingatkan tentara-pasukan asing yang bakal masuk ke Ukraina. Dia menyatakan, tentara-pasukan asing yang datang ke Ukraina akan dianggap sebagai target sah untuk diserang.

    “Jika ada pasukan muncul di sana, terutama saat ini, selama operasi militer, kami berasumsi bahwa mereka akan jadi target penghancuran yang sah,” kata Putin, dikutip dari Reuters, Sabtu (6/9/2025).

    “Dan, jika keputusan yang diambil mengarah ke perdamaian, perdamaian jangka panjang, saya melihat sama sekali tidak ada gunanya kehadiran mereka di wilayah Ukraina. Titik,” tegas Putin.

    Janji Prancis, Eropa & AS Jaga Ukraina

    Pernyataan Putin itu merespon ucapan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang mengatakan, ribuan tentara asing dapat dikerahkan ke negaranya di bawah jaminan keamanan pascaperang. Meski, pejabat Eropa memandang tanda-tanda perdamaian antara kedua negara masih jauh. Namun, memutuskan untuk bersiap.

    Pernyataan Zelensky itu usai janji 26 negara yang siap menjamin keamanan pascaperang kepada Ukraina. Yang diungkapkan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Kamis (4/9/2025), usai mengadakan pertemuan dengan sekutu Kyiv.

    Menurut Macron, usai pertemuan itu, dia dan para pemimpin Eropa lainnya, bersama Zelensky dan Presiden AS Donald Trump pun telah berbicara lewat telepon. Membahas kontribusi AS dalam jaminan yang dijanjikan itu.

    “Saat konflik berakhir, jaminan keamanan akan diterapkan,” kata Macron dalam konferensi pers di Istana Elysee di Paris, berdiri di samping Zelenskiy, seperti dilansir Reuters.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 26 Negara Siap Kirim ‘Pasukan Penenang’ ke Ukraina Jika Damai dengan Rusia

    26 Negara Siap Kirim ‘Pasukan Penenang’ ke Ukraina Jika Damai dengan Rusia

    Jakarta

    Sebanyak 26 negara berkomitmen mengerahkan pasukan ke Ukraina setelah tercapainya perdamaian dengan Rusia. Hal itu agar mencegah Rusia kembali menyerang Ukraina.

    Hal itu disampaikan Presiden Prancis Emmanuel Macron usai pertemuan dengan pemimpin Eropa dan turut dihadiri Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, seperti dilansir AFP, Jumat (5/9/2025).

    “Saat ini ada 26 negara yang telah secara resmi berkomitmen –beberapa lainnya belum mengambil posisi– untuk mengerahkan pasukan sebagai ‘pasukan penenang’ di Ukraina, atau hadir di darat, laut, atau udara,” ujar Macron kepada para wartawan setelah pertemuan puncak.

    “Pasukan ini tidak bermaksud untuk berperang melawan Rusia,” tambah Macron.

    Sementara itu, Macron mengatakan dukungan Amerika untuk jaminan keamanan yang disponsori Eropa akan difinalisasi “dalam beberapa hari mendatang,”. Ia mengatakan “tidak ada keraguan” mengenai kesiapan AS untuk mengambil bagian dalam upaya keamanan tersebut.

    ‘Pasukan penenang’ tersebut sebagai jaminan keamanan yang ingin ditawarkan koalisi yang sebagian besar terdiri dari negara-negara Eropa kepada Ukraina apabila perang dengan Rusia berakhir melalui kesepakatan damai atau gencatan senjata.

    Namun, ada juga kekhawatiran yang berkembang bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin saat ini tidak menunjukkan minat pada perjanjian damai, dengan kekhawatiran yang meningkat setelah kunjungannya yang penting ke Beijing minggu ini.

    Usai pertemuan tersebut, para pemimpin Eropa berbicara dengan Presiden AS Donald Trump melalui konferensi video. Beberapa pemimpin Eropa hadir secara langsung dan yang lainnya, seperti Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, secara jarak jauh.

    Pertemuan tersebut merupakan dorongan baru yang dipimpin oleh Macron untuk menunjukkan bahwa Eropa dapat bertindak secara independen dari Washington setelah Trump mengubah kebijakan luar negeri AS dan memulai perundingan langsung dengan Putin setelah kembali ke Gedung Putih.

    Sementara Amerika Serikat diwakili oleh utusan khusus Trump, Steve Witkoff, yang juga bertemu dengan Zelensky secara terpisah.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berterima kasih kepada sekutu-sekutu Eropanya atas persetujuan untuk mengirim pasukan ke Ukraina pascaperang, dan menyebut langkah tersebut sebagai “langkah konkret” pertama.

    “Saya pikir hari ini, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ini adalah langkah konkret serius yang pertama,” ujar Zelensky kepada para wartawan.

    Macron juga mengatakan bahwa negara-negara Eropa akan menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia-“bekerja sama dengan Amerika Serikat”-jika Moskow terus menolak kesepakatan damai.

    Tump Bakal Telepon Putin

    Dalam kesempatan berbeda, Presiden AS Donald Trump mengatakan segera menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin. Hal itu disampaikan Trump setelah sebelumnya melakukan panggilan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan para pemimpin Eropa.

    “Ya, tentu saja,” kata Trump kepada seorang wartawan yang menanyakan apakah ia akan berbicara dengan pemimpin Rusia tersebut dalam waktu dekat, di sela-sela jamuan makan malam dengan para eksekutif teknologi terkemuka AS di Gedung Putih.

    Adapun percakapan melalui telepon Trump dengan para pemimpin Eropa tersebut dilakukan setelah pertemuan puncak di Paris yang bertujuan untuk memperkuat rencana jaminan keamanan bagi Ukraina jika atau ketika terjadi gencatan senjata.

    Respons Rusia

    Sementara itu Juru bicara Rusia, Dmitry Peskov mengatakan bahwa komunikasi dengan Trump “dapat diselenggarakan dengan sangat cepat jika diperlukan”. Akan tetapi Rusia menolak mentah-mentah gagasan jaminan keamanan Barat untuk Ukraina.

    “Dapatkah kontingen militer asing, terutama Eropa dan Amerika, menyediakan dan menjamin keamanan bagi Ukraina? Tentu saja tidak, mereka tidak bisa,” kata Peskov kepada kantor berita negara RIA Novosti.

    “Ini bukanlah jaminan keamanan bagi Ukraina yang sesuai dengan negara kita,” tambahnya.

    Tonton juga video “Putin Ungkit Perjanjian Minsk, Salahkan Ukraina Atas Perang” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (yld/knv)

  • Tidak Akan Ada Negara Palestina!

    Tidak Akan Ada Negara Palestina!

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengkritik keras Prancis dan negara-negara lain yang berencana mengakui negara Palestina. Ia menegaskan tidak akan ada negara Palestina.

    Dilansir AFP, Jumat (5/9/2024), Rubio menyampaikan itu merespons rencana Israel mencaplok Tepi Barat. Ia menyebut langkah Israel itu perlu dilakukan untuk menghancurkan prospek negara Palestina yang merdeka.

    “Apa yang Anda lihat dengan Tepi Barat dan aneksasinya, itu bukanlah hal yang final, itu adalah sesuatu yang sedang dibahas di antara beberapa elemen politik Israel. Saya tidak akan memberikan pendapat tentang itu hari ini,” kata Rubio kepada wartawan di Ekuador.

    “Yang akan saya katakan kepada Anda adalah bahwa itu sepenuhnya dapat diprediksi,” katanya.

    Kemudian, Rubio menegaskan tidak akan ada negara Palestina. Ia menyebut negara Palestina terbentuk bukan dari pengakuan negara-negara lain,

    Ia juga mengulangi tuduhannya bahwa dorongan untuk mengangkat Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, telah membuat Hamas, saingannya, di Gaza, semakin berani. “Begitu, hari itu, Prancis mengumumkan hal yang mereka lakukan, hari itu juga, Hamas meninggalkan meja perundingan,” imbuhnya.

    Seperti diketahui, Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menyerukan akan mengakui negara Palestina di KTT PBB pada 22 September lalu. Ia menyuarakan kekesalannya atas situasi kemanusiaan yang mengerikan dan apa yang ia lihat sebagai sikap keras kepala Israel.

    (maa/maa)