Surabaya (beritajatim.com) – Sungai Brantas, yang menjadi urat nadi kehidupan bagi lebih dari 17 juta penduduk Jawa Timur, kini berada dalam kondisi kritis. Selama satu dekade terakhir, sungai sepanjang 320 kilometer ini tercatat mengalami pencemaran yang sangat parah.
Ancaman krisis air bersih, kekeringan, hingga banjir sudah di depan mata jika tidak segera ada perbaikan.
Berdasarkan data penelitian dari Universitas Brawijaya (2012-2021), hampir semua parameter kualitas air Brantas-mulai dari BOD, COD, amonia, hingga coliform-masuk dalam kategori tercemar berat.
Kondisi ini diperburuk oleh dua faktor utama: deforestasi dan alih fungsi lahan di wilayah hulu, serta limbah industri dan sampah domestik yang mencekik bagian hilir.
Menanggapi situasi mendesak ini, Rapat Kerja Teknis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas digelar di Sidoarjo pada Selasa (16/9/2025). Forum yang dihadiri 57 peserta dari 16 kabupaten dan 6 kota ini menyepakati perlunya kerangka baru dalam pengelolaan Brantas.
”Rapat koordinasi ini bertujuan menyamakan persepsi dalam pengelolaan DAS Brantas secara kolaboratif, berbasis landscape sampai dengan seascape,” ujar Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Jawa, Eduward Hutapea.
Pendekatan ini tidak lagi hanya fokus pada hulu ke hilir, tetapi juga mengintegrasikan ekosistem dari pegunungan hingga pesisir dan laut.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menambahkan bahwa penyelamatan Brantas harus dilakukan secara utuh. “Tidak mungkin menyelamatkan hilir jika hulu terus dibiarkan rusak. Pendekatan berbasis landscape adalah jawabannya,” tegasnya.
Sebagai proyek percontohan, Kabupaten Pasuruan akan mengolah kotoran ternak, sampah, dan limbah pertanian menjadi biogas agar tidak langsung mencemari sungai.
Forum ini juga menekankan pentingnya sinergi antarsektor. Guru Besar Universitas Brawijaya, Prof. Eko Ganis Sukoharsono, mengapresiasi inisiasi Pusdal LH dan berharap rekomendasi yang diberikan dapat terimplementasi.
Senada, Dr. Sonny Kristiyanto dari Universitas Airlangga (Unair) menyoroti peran Brantas di hilir yang krusial sebagai sumber air minum.
Namun, semua solusi tidak akan berjalan tanpa aksi nyata dan penegakan hukum yang tegas. Kepala Bidang Wilayah III Pusdal LH Jawa, Gatut Panggah Prasetyo, menyebutkan empat pilar utama yang harus segera dijalankan: Yakni, penanganan lahan kritis untuk memulihkan daya dukung lingkungan, pengelolaan sampah domestik yang lebih kuat, pembinaan sektor industri agar taat regulasi dan penegakan hukum tegas terhadap setiap pelanggaran lingkungan.
”Dengan empat pilar ini, penyelamatan Brantas bisa lebih terukur dan berdampak nyata bagi masyarakat,” pungkas Gatut.
Forum ini memang berhasil merumuskan strategi besar, namun semua pihak sepakat, tanpa eksekusi nyata, Brantas akan tetap terjebak dalam lingkaran pencemaran. Keberanian politik, konsistensi kebijakan, dan penegakan hukum yang tegas adalah kunci utamanya. Sungai Brantas bukan sekadar sungai-ia adalah penentu masa depan ekologi dan sosial Jawa Timur. (tok/ian)









:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/thumbnails/5334858/original/052683100_1756780635-meneyentuh-pesan-wagub-emil-dardak-soal-perusuh-di-surabaya-765a44.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)