Tag: Emerson

  • Ekonom sebut pelaku pasar hati-hati cermati Pilpres AS

    Ekonom sebut pelaku pasar hati-hati cermati Pilpres AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom sebut pelaku pasar hati-hati cermati Pilpres AS
    Dalam Negeri   
    Sigit Kurniawan   
    Senin, 04 November 2024 – 23:23 WIB

    Elshinta.com – Ekonom dan praktisi pasar modal Hans Kwee mengatakan bahwa pelaku pasar cenderung bersikap hati-hati mencermati Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada Selasa (05/11) waktu setempat.

    Responden dalam survei nasional yang dilakukan oleh Emerson College Polling menunjukkan bahwa dukungan bagi Donald Trump dan Kamala Harris menunjukkan hasil sama, yaitu masing-masing memperoleh 49 persen suara.

    “Menjelang Pilpres AS, pasar hati- hati karena jajak pendapat bahwa suara (Donald) Trump dan (Kamala) Haris berimbang,” ujar Hans di Jakarta, Senin (4/11). 

    Hans mengatakan bahwa apabila Donald Trump memenangkan kontestasi, maka dapat berdampak positif terhadap ekonomi dan pasar saham AS.

    Namun demikian, menurutnya, kemenangan tersebut bencana bagi global khususnya emerging market, termasuk Indonesia.

    “Kemenangan Trump akan positif bagi ekonomi dan pasar saham AS, tetapi bencana bagi dunia dan emerging market, termasuk Indonesia. Tetapi sifat kejatuhan pasar jangka pendek,” ujar Hans.

    Sementara itu, terkait sentimen dari dalam negeri, Ia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi atau besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan berada di kisaran 5 persen year on year (yoy) pada kuartal III 2024.

    Untuk periode kuartalan, Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan berada di level 1,60 persen quartal on quartal (qoq) pada kuartal III- 2024.

    Rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III- 2024 tersebut, menurutnya, tidak akan terlalu berdampak negatif bagi pasar saham Indonesia, yang nama koreksi pasar saham saat ini lebih dikarenakan mendekati Pilpres AS.

    “Tidak terlalu negatif bagi pasar Indonesia. Tetapi, pasar saham koreksi karena mendekati Pemilu AS,” ujar Hans.

    Dari mancanegara, akan diselenggarakan pesta demokrasi berupa Pemilihan Presiden (Pilpres) di AS pada Selasa (05/11), serta terdapat penyelenggaraan The Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada 6 dan 7 November 2024 waktu AS.

    Sementara itu, dari dalam negeri, pada Selasa (05/11), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis pertumbuhan ekonomi atau atau besaran Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2024.

    Sumber : Antara

  • Kamala Harris Sudah Gunakan Hak Pilih di Pilpres AS

    Kamala Harris Sudah Gunakan Hak Pilih di Pilpres AS

    Jakarta

    Wakil Presiden sekaligus Capres dari Partai Demokrat, Kamala Harris mengatakan telah menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres Amerika Serikat (AS). Dia menyampaikan surat suara pemilihan sudah dikirim melalui pos ke negara bagian asalnya, California.

    Hal itu disampaikan Harris saat berkampanye di negara bagian Michigan pada Minggu (3/11/2024). Surat pemilihan sedang dalam perjalanan ke California.

    “Saya sebenarnya baru saja mengisi surat suara saya,” kata Harris kepada wartawan dilansir AFP, Senin (4/11/2024).

    “(Surat) sedang dalam perjalanan ke California,” ujarnya.

    Seperti diketahui, pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan digelar pada 5 November 2024. Berdasarkan hasil survei, Capres yang diusung Partai Demokrat, Kamala Harris, unggul dari Capres yang diusung Partai Republik, Donald Trump di negara bagian, Iowa.

    Survei ini dilakukan oleh Des Moines Register/Mediacom yang dirilis pada Sabtu (2/11). Suara di negara bagian Iowa sebelumnya dimenangkan oleh Trump pada Pemilu tahun 2016 dan 2020.

    Survei menyebut suara pemilih perempuan bertanggung jawab atas perubahan haluan pemilih tersebut.

    Survei itu dilakukan terhadap 808 calon pemilih, yang dilakukan pada tanggal 28-31 Oktober. Hasil survei itu menunjukkan Harris mengungguli Trump dengan perolehan suara 47%, sementara Trump memperoleh 44% suara di Iowa.

    Margin of error berada dalam kisaran 3,4 persen. Survei ini menandai perubahan haluan dari survei yang dilakukan pada bulan September yang menempatkan Trump dengan keunggulan 4 poin di Iowa.

    Sementara itu, tim kampanye Trump merilis memo dari kepala survei dan kepala konsultan datanya yang menyebut survei Des Moines Register sebagai “a clear outlier” atau dalam istilah analisis data, nilai yang jelas-jelas berbeda dengan yang lain. Tim kampanye Trump mengatakan bahwa survei yang dilakukan Emerson College, yang juga dirilis pada hari Sabtu, lebih mencerminkan keadaan elektoral Iowa.

    Survei Emerson College Polling/RealClearDefense dilakukan terhadap sejumlah calon pemilih yang sama pada tanggal 1-2 November. Survei Emerson College Polling itu memiliki hasil yang sangat berbeda, hasilnya Trump mengungguli Harris dengan selisih 10 poin. Survei ini juga memiliki margin of error 3,4 persen.

    Hasil survei Emerson College menunjukkan Trump unggul jauh atas Harris di kalangan pria dan independen. Sementara Harris tampil baik di kalangan pemilih yang berusia di bawah 30 tahun.

    Secara nasional, Harris dan Trump terlihat terkunci dalam persaingan ketat untuk Gedung Putih, dengan pemungutan suara awal yang sedang berlangsung. Adapun hari Pemilihan jatuh pada hari Selasa (5/11).

    Siapa pun yang memenangkan Iowa akan mengumpulkan enam suara Electoral College. Total 270 dibutuhkan untuk merebut Gedung Putih. Kedua partai telah memusatkan upaya mereka selama hari-hari terakhir kampanye mereka di negara-negara bagian “medan pertempuran” seperti North Carolina, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin.

    (dek/dek)

  • Kamala Harris Unggul di lowa Versi Survei, Timses Trump Sebut Data Berbeda

    Kamala Harris Unggul di lowa Versi Survei, Timses Trump Sebut Data Berbeda

    Jakarta

    Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan digelar pada 5 November 2024. Berdasarkan hasil survei, Capres yang diusung Partai Demokrat, Kamala Harris, unggul dari Capres yang diusung Partai Republik, Donald Trump di negara bagian, Iowa.

    Survei ini dilakukan oleh Des Moines Register/Mediacom yang dirilis pada Sabtu (2/11). Suara di negara bagian Iowa sebelumnya dimenangkan oleh Trump pada Pemilu tahun 2016 dan 2020.

    Survei menyebut suara pemilih perempuan bertanggung jawab atas perubahan haluan pemilih tersebut.

    “Survei tersebut menunjukkan bahwa perempuan –khususnya mereka yang lebih tua atau yang independen secara politik– mendorong perubahan haluan akhir-akhir ini ke arah Harris,” demikian dikutip dari rilis survei Des Moines Register, dilansir Reuters, Minggu (3/11/2024).

    Survei itu dilakukan terhadap 808 calon pemilih, yang dilakukan pada tanggal 28-31 Oktober. Hasil survei itu menunjukkan Harris mengungguli Trump dengan perolehan suara 47%, sementara Trump memperoleh 44% suara di Iowa.

    Margin of error berada dalam kisaran 3,4 persen. Survei ini menandai perubahan haluan dari survei yang dilakukan pada bulan September yang menempatkan Trump dengan keunggulan 4 poin di Iowa.

    Sementara itu, tim kampanye Trump merilis memo dari kepala survei dan kepala konsultan datanya yang menyebut survei Des Moines Register sebagai “a clear outlier” atau dalam istilah analisis data, nilai yang jelas-jelas berbeda dengan yang lain. Tim kampanye Trump mengatakan bahwa survei yang dilakukan Emerson College, yang juga dirilis pada hari Sabtu, lebih mencerminkan keadaan elektoral Iowa.

    Hasil survei Emerson College menunjukkan Trump unggul jauh atas Harris di kalangan pria dan independen. Sementara Harris tampil baik di kalangan pemilih yang berusia di bawah 30 tahun.

    Secara nasional, Harris dan Trump terlihat terkunci dalam persaingan ketat untuk Gedung Putih, dengan pemungutan suara awal yang sedang berlangsung. Adapun hari Pemilihan jatuh pada hari Selasa (5/11).

    Siapa pun yang memenangkan Iowa akan mengumpulkan enam suara Electoral College. Total 270 dibutuhkan untuk merebut Gedung Putih. Kedua partai telah memusatkan upaya mereka selama hari-hari terakhir kampanye mereka di negara-negara bagian “medan pertempuran” seperti North Carolina, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin.

    (yld/knv)

  • Kamala Harris Unggul di lowa Versi Survei, Timses Trump Sebut Data Berbeda

    H-8 Pilpres AS, Kamala Harris Unggul Tipis dari Donald Trump Versi Survei

    Washington DC

    Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) akan digelar pada 5 November atau 8 hari lagi. Berdasarkan hasil survei popular vote, capres Demokrat Kamala Harris unggul tipis dari capres Republik Donald Trump.

    Dilansir BBC, CNN dan Al-Jazeera, Senin (28/10/2024), Harris masih unggul dari Trump untuk urusan popular vote atau suara dukungan dari pemilih secara nasional. Namun, popular vote bukan penentu dalam Pilpres AS.

    Pemenang Pilpres AS ditentukan lewat electoral college yang merupakan suara dari masing-masing negara bagian. Terdapat 538 suara electoral college yang tersebar di 50 negara bagian AS. Capres AS harus mendapat minimal 270 suara electoral college untuk menang Pilpres.

    Hasil Survei Terkini

    BBC melaporkan Harris unggul tipis atas Trump dalam rata-rata jajak pendapat nasional sejak memasuki pencapresan pada akhir Juli. Berdasarkan survei yang dirilis FiveThirtyEight yang dikutip via BBC, elektabilitas Harris berada di angka 48%, sementara Trump 47% per tanggal 28 Oktober 2024.

    Harris mengalami peningkatan dalam angka jajak pendapatnya dalam beberapa minggu pertama kampanyenya. Angka-angka tersebut relatif stabil hingga September, termasuk setelah debat antara kedua kandidat pada 10 September yang disaksikan oleh hampir 70 juta orang.

    Dalam beberapa hari terakhir, jarak suara Harris dan Trump semakin menyempit. Ada penurunan tren dukungan ke Harris, sementara terdapat tren kenaikan dukungan untuk Trump.

    BBC memberikan catatan bahwa jajak pendapat nasional merupakan panduan tentang seberapa populer seorang capres di seluruh negeri, namun belum tentu akurat untuk memprediksi hasil akhir Pilpres AS yang ditentukan sistem electoral college seperti telah dijelaskan sebelumnya. Ada 50 negara bagian di AS yang sebagian besar hampir selalu memilih capres dari partai yang sama.

    Saat ini, jajak pendapat sangat ketat di tujuh negara bagian yang dianggap medan pertempuran dalam Pilpres AS 2024. Berdasarkan hasil survei FiveThirtyEight, BBC melaporkan tidak ada kandidat yang memiliki keunggulan jauh di daerah-daerah itu.

    Survei menunjukkan Trump unggul tipis di Arizona, Georgia, Nevada, dan North Carolina. Di tiga negara bagian lainnya – Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin – Harris telah memimpin sejak awal Agustus.

    Tetapi, Trump sekarang memiliki keunggulan yang sangat tipis di Pennsylvania. Ketiga negara bagian tersebut telah menjadi basis Demokrat sebelum Trump mengubah mereka menjadi basis Republik dalam perjalanannya untuk memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 2016.

    Biden merebutnya kembali pada tahun 2020. Jika Harris dapat melakukan hal yang sama, maka dia akan berada di jalur yang tepat untuk memenangkan Pilpres.

    Kondisi hampir mirip juga terlihat dalam survei CNN terbaru yang dilakukan oleh SSRS. Survei tersebut menunjukkan 47% pemilih potensial mendukung Harris dan 47% mendukung Trump.

    Jajak pendapat CNN juga menemukan persaingan yang ketat selama kampanye singkat antara Harris dan Trump. Pada bulan September, pemilih potensial terbagi 48% untuk Harris dan 47% untuk Trump, hampir sama dengan jajak pendapat terbaru.

    Al-Jazeera juga melaporkan hasil survei Pilpres AS yang dirilis oleh Emerson College Polling. Berdasarkan survei yang dirilis pada Sabtu (26/10), Harris dan Trump imbang pada masing-masing 49%.

    Survei yang dilakukan pada 23-24 Oktober itu menunjukkan persaingan yang lebih ketat dibandingkan minggu sebelumnya. Ini juga pertama kalinya Harris tidak unggul dari Trump sejak bulan Agustus.

    (haf/dhn)

  • Miliarder Teknologi Ini Tak Wariskan Hartanya ke Anak, Mending Buat Amal

    Miliarder Teknologi Ini Tak Wariskan Hartanya ke Anak, Mending Buat Amal

    Jakarta

    Semua orang tua pasti menginginkan masa depan yang cerah bagi anak-anaknya. Tak jarang dari mereka memberikan modal yang cukup, untuk menunjang kehidupannya lebih baik di masa depan.

    Dari sekian banyak cara, salah satunya ialah dengan mewariskan harta kekayaan yang dimiliki, supaya kelak berguna bagi kelangsungan hidup sang buah hati. Namun ternyata upaya itu tak berlaku bagi beberapa tokoh teknologi terkemuka.

    Mantan istri Steve Jobs, Laurene Powell Jobs pernah mengatakan, bahwa dirinya tidak tertarik membangun kekayaan lewat sebuah warisan. Hal itu pun sudah dipahami oleh anak-anaknya.

    “Jika saya hidup cukup lama, itu akan berakhir di saya,” tegas Powell.

    Bukan cuma Powell, tapi ada dua juragan teknologi lain yang punya pemikiran serupa. Malah mereka lebih mementingkan hartanya untuk amal, dibandingkan memberikan semuanya kepada Sang Anak.

    Siapa saja orang terkaya di dunia teknologi yang enggan mewariskan harta kekayaannya? Berikut daftarnya, dikutip detikINET dari Business Insider, Sabtu (29/6/2024).

    1. Mark Zuckerberg dan Priscilla ChanWASHINGTON, DC – SEPTEMBER 25: Facebook CEO Mark Zuckerberg and Dr. Priscilla Chan arrive for a state dinner in honor of Chinese President President Xi Jinping and his wife Peng Liyuan at the White House September 25, 2015in Washington, DC. Xi arrived in Washington, the second stop of his state visit to the United States, on Thursday after a busy two-and-a-half-day stay in Seattle. (Photo by Chris Kleponis-Pool/Getty Images) Foto: Chris Kleponis-Pool/Getty Images

    Pasangan miliarder ini menyambut putri pertamanya, Max, dengan cara yang berbeda. Mereka membuat secarik surat digital di Facebook.

    Dalam postingannya, Mark menyatakan bahwa ia dan istrinya Priscilla Chan akan menyumbangkan 99% harta warisan Max untuk amal. Menurut Forbes, Pendiri Facebook dan CEO Meta ini punya kekayaan bersih USD 182 miliar atau sekitar Rp 2.975 triliun.

    “Kami ingin kamu tumbuh di dunia yang lebih baik dari dunia kita saat ini. Kami akan melakukan bagian kami untuk mewujudkan hal ini, bukan hanya karena kami mencintaimu, tetapi juga karena kami memiliki tanggung jawab moral terhadap semua anak di generasi berikutnya,” kata Mark.

    2. Bill GatesBill Gates. Foto: BBC World

    Senada dengan banyak miliarder terkaya di dunia, Pendiri Microsoft Bill Gates juga seorang dermawan. Ia akan menyumbangkan sebagian besar kekayaannya untuk kegiatan amal.

    Seperti yang diketahui bahwa Gates dan mantan istrinya Melinda telah mendirikan yayasan amal swasta terbesar di dunia, yakni The Bill & Melinda Gates Foundation. Tujuan dibangun yayasan amal ini adalah membantu semua orang menjalani hidup sehat dan produktif.

    Diketahui bahwa ketiga anaknya mewarisi gen filantropis ayahnya. Mereka dikabarkan malah senang karena tidak mewarisi kekayaan Gates.

    Gates mengungkapkan, kalau anak-anaknya hanya akan mewarisi masing-masing USD 10 juta atau sekitar Rp 163,5 miliar. Itu berarti setara dengan kurang dari 1% kekayaan Gates.

    “Saya yakin mewariskan sejumlah besar uang kepada anak-anak bukanlah suatu kebaikan bagi mereka,” kata Gates.

    Data Forbes menguak fakta bahwa kekayaan bersih Gates mencapai USD 134,1 miliar atau sekitar Rp 2.192 triliun.

    3. Laurene Powell JobsLaurene Powell Jobs. Foto: dok. Getty Images

    Laurene Powell Jobs mewarisi kekayaan mendiang suaminya, yaitu Steve Jobs. Miliarder berusia 56 tahun ini merupakan sosok yang tangguh di dunia investasi dan juga seorang dermawan.

    Dirinya adalah pendiri College Track, sebuah organisasi nirlaba ang membantu mempersiapkan siswa berpenghasilan rendah untuk punya pendidikan tinggi. Selain itu juga pemilik Emerson Collective, organisasi perubahan sosial.

    “Tidak benar bagi individu untuk mengumpulkan kekayaan dalam jumlah besar yang setara dengan gabungan jutaan dan jutaan orang lainnya. Tidak ada yang adil tentang hal itu,” ujar Jobs kepada The New York Times pada tahun 2020.

    Tercatat kekayaan bersih Jobs sebesar USD 14,7 miliar atau sekitar Rp 240,3 triliun.

    (hps/fay)

  • Aksi Pro-Palestina Marak di Kampus Elite AS, Iran Bilang Gini

    Aksi Pro-Palestina Marak di Kampus Elite AS, Iran Bilang Gini

    Teheran

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengecam penindakan keras terhadap para demonstran pro-Palestina dalam aksi protes yang marak dan meluas di kampus-kampus elite Amerika Serikat (AS). Amir-Abdollahian bahkan mendesak Washington untuk segera menghentikan dukungan terhadap Israel.

    Seperti dilansir Press TV, Jumat (26/4/2024), kecaman Amir-Abdollahian itu disampaikan dalam pernyataan via media sosial X pada Kamis (25/4) waktu setempat. Dia menyebut polisi AS telah melakukan “penindasan dan perlakuan kasar” terhadap para profesor dan mahasiswa yang memprotes perang Israel di Jalur Gaza.

    “Penindasan dan perlakuan kasar oleh polisi dan pasukan keamanan Amerika terhadap para profesor dan mahasiswa, yang memprotes genosida dan kejahatan perang rezim Israel, di berbagai universitas sangat mengkhawatirkan dan dibenci oleh opini publik dunia,” sebut Amir-Abdollahian dalam komentarnya.

    “Penindasan ini sejalan dengan berlanjutnya dukungan penuh Washington terhadap rezim Israel, dan secara jelas menunjukkan standar ganda dan perilaku kontradiktif pemerintah Amerika terhadap kebebasan berekspresi,” ujarnya.

    Amir-Abdollahian kemudian menyinggung soal apa yang disebutnya sebagai “genosida terhadap puluhan ribu perempuan dan anak-anak Palestina, terutama setelah ditemukannya kuburan massal orang-orang sakit dan terluka serta staf medis di area sekitar Rumah Sakit Nasser di Jalur Gaza”.

    “Gelombang rasa jijik secara global terhadap rezim Israel dan para pendukungnya tidak bisa disembunyikan,” ucapnya.

    “Gedung Putih harus segera berhenti mendukung kejahatan perang rezim Israel, dan dimintai pertanggungjawaban,” cetus Amir-Abdollahian.

    Kepolisian AS dilaporkan menangkap ratusan demonstran pro-Palestina di berbagai lokasi, saat aksi memprotes perang Israel di Jalur Gaza semakin meningkat di kampus-kampus AS.

    Dalam penindakan keras terbaru, sekitar 108 penangkapan dilakukan di Emerson College di Boston. Sebelumnya sedikitnya 93 orang ditangkap atas tuduhan masuk tanpa izin di University of Southern California (USC) di Los Angeles.

    Para demonstran dan polisi juga terlibat bentrokan di Universitas Texas di Austin, dengan sekitar 34 orang ditangkap di sana.

    Universitas-universitas di berbagai wilayah AS tengah menjadi lokasi aksi pro-Palestina, dengan semakin banyak mahasiswa yang melakukan walkout dari ruang kuliah atau berusaha mendirikan perkemahan untuk memprotes operasi militer Israel di Jalur Gaza.

    AS telah memberikan dukungan militer dan intelijen secara maksimal terhadap Israel sejak 7 Oktober ketika perang berkecamuk di Jalur Gaza usai serangan mematikan Hamas. Washington juga menggunakan hak veto terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Dalam aksinya, para demonstran pro-Palestina di AS menyerukan gencatan senjata dan menuntut pihak universitas untuk melepaskan aset atau melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel. Mereka juga berupaya menekan pemerintah AS untuk mengendalikan serangan Israel terhadap warga sipil Palestina.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kesaksian Mahasiswa Indonesia Soal Protes Perang Gaza di Kampus AS

    Kesaksian Mahasiswa Indonesia Soal Protes Perang Gaza di Kampus AS

    Jakarta

    Kepolisian Amerika Serikat (AS) telah menangkap ratusan pengunjuk rasa di berbagai lokasi di Amerika, seiring demonstrasi menentang perang di Gaza meluas di kampus-kampus elite dan universitas.

    Sejumlah mahasiswa Indonesia turut dalam aksi demonstrasi tersebut. Salah satu di antara mereka merasa berkewajiban untuk membela Palestina, sementara yang lain memilih untuk tidak terlibat secara langsung karena statusnya sebagai mahasiswa internasional penerima beasiswa.

    Seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di New York mengungkapkan sejumlah kawan mahasiswa dan dosen di kampusnya ditahan oleh aparat kepolisian.

    Perempuan tersebut yang meminta BBC untuk tidak mengungkap namanya dengan alasan keamanan mengungkapkan alasan mengapa dia turut dalam aksi demonstrasi, kendati berisiko terhadap dirinya yang berstatus sebagai mahasiswa internasional.

    “Yang membuat aku ikut dalam aksi, mungkin karena aku sendiri banyak belajar tentang apa yang terjadi di Palestina sekarang dan sudah melihat banyak human rights violations yang terjadi di Palestina,” ujarnya, Jumat (26/04).

    “[Saya] merasa punya personal obligation untuk amplify perubahan dalam bentuk protes ini,” katanya kemudian.

    Baru-baru ini, sekitar 108 penangkapan dilakukan di Emerson College, kata polisi Boston kepada mitra BBC AS, CBS News. Sebelumnya, 93 orang di Universitas Southern California (USC) di Los Angeles ditahan atas tuduhan masuk tanpa izin.

    Para pengunjuk rasa dan polisi juga bentrok di Universitas Texas di Austin. Pihak berwenang menyebut 34 orang telah ditangkap.

    Universitas-universitas di Amerika telah menyaksikan semakin banyak mahasiswa keluar dari kelas atau mencoba mendirikan tenda-tenda sebagai bentuk solidaritas terhadap tenda-tenda pengungsian yang ada di Palestina untuk memprotes aksi militer Israel di Gaza.

    Penangkapan terbaru ini menyusul penangkapan-penangkapan sebelumnya di Universitas Columbia, Yale dan New York.

    ‘Human chain’ untuk melindungi mahasiswa yang akan ditangkap

    Sejumlah mahasiswa asal Indonesia turut dalam aksi demonstrasi membela Palestina dan menentang perang di Gaza dalam gelombang demonstrasi mahasiswa baru-baru ini di AS.

    Salah satu dari merekayang menolak mengungkap identitasnya atas alasan keamananmengatakan ia sempat turut dalam demonstrasi dan protes di New York setelah penangkapan mahasiswa terjadi di salah satu kampus lain.

    “Salah satu [demonstrasi] yang terbesar, mungkin yang terjadi di kampusku, ada encampment, ketika para protester membangun tenda-tenda dan tenda-tenda ini sebagai bentuk solidaritas tenda-tenda pengungsian yang ada di Palestina,” ujarnya.

    Ketika dia datang, akunya, banyak orang yang telah berkumpul di sekitar tenda-tenda sambil melakukan orasi. Pada saat yang sama, pihak pengamanan kampus tampak berjaga di sekitar lokasi demonstrasi.

    ReutersMahasiswa di New York terus melakukan protes di tenda-tenda, sebagai solidaritas terhadap pengungsi Palestina di Gaza.

    “Satpam kampus ini kemudian membatasi orang-orang yang bukan organizer atau mereka-mereka yang bukan dari kampus enggak boleh lewat ke area tenda-tenda dan tidak bisa melakukan aksi protes di area tenda,” terangnya.

    Dia kemudian menjelaskan bahwa di seberang area tenda-tenda yang didirikan peserta demonstrasi, ada demonstrasi tandingan yang dilakukan oleh sejumlah orang pro-Israel yang membawa bendera Israel.

    “Saya kebetulan tidak sampai malam, karena ternyata setelah malam hari situasi semakin memanas dan kebetulan waktu itu dosen-dosen sudah ikut terlibat.”

    “Kemudian mereka membangun human chain, bergandengan tangan, untuk melindungi mahasiswa yang waktu itu posisinya sudah diancam akan ada penangkapan oleh polisi kalau tidak bubar,” kata dia.

    ReutersKepolisian New York berjaga di sekitar lokasi demonstrasi mendukung Israel di luar kampus Universitas Columbia, di tengah protes mahasiswa yang mendukung Palestina, 25 April 2024.

    Akan tetapi, situasi makin memanas sehingga kepolisian setempat mengeluarkan tembakan gas paper spray. Dalam insiden itu sekitar 120 orang, baik mahasiswa dan dosen, ditangkap pihak berwenang.

    Penangkapan itu tidak menyurutkan niat untuk melakukan demonstrasi membela Palestina. Hingga Kamis (25/04) demonstrasi terus berlangsung

    “Sampai hari ini demonstrasi terus berlangsung tiap hari dan dilakukan di beberapa titik di sekitar kampus dan sekitar kota NYC,” akunya.

    Dia menegaskan, keterlibatan dalam demonstrasi tersebut karena dia merasa terpanggil untuk membuat perubahan atas apa yang terjadi terhadap warga Palestina.

    “Rasanya aku punya personal obligation sebagai orang yang cukup privilege, dalam artian tidak terefek langsung dari konfliknya atau genosidanya. [Saya] merasa punya personal obligation untuk amplify perubahan dalam bentuk protes ini,” katanya.

    Kendati begitu, sejumlah mahasiswa Indonesia yang lain memilih untuk tidak terlibat secara langsung karena statusnya sebagai mahasiswa internasional penerima beasiswa.

    Mahasiswa Indonesia di Universitas New York, Nafasya Ramadini Maura, berkata penangkapan yang dilakukan terhadap pendemo baru-baru ini membuatnya harus berpikir dua kali untuk mengikuti aksi demonstrasi.

    “Memang semuanya bentuk protes, sebagai bentuk tuntutan justice untuk Palestina, tapi kalau sebagai stance mahasiswa internasional, aku menilai masih ada cara lain untuk menyuarakan ini,” jelas Nafasya, yang menempuh studi public relations and corporate communication di Universitas New York sejak 2023 silam.

    ‘Bebaskan Palestina’

    Sementara itu, penangkapan di USC, Los Angeles dilakukan ketika para mahasiswa berkumpul di Taman Alumni tempat upacara wisuda di universitas tersebut dijadwalkan berlangsung bulan depan.

    Petugas polisi yang mengenakan perlengkapan antihuru-hara membersihkan perkemahan pro-Palestina di pusat kampus, mencegah para demonstran berkumpul.

    Siswa mendapat peringatan 10 menit dari helikopter polisi untuk membubarkan diri. Mereka yang menolak, ditangkap atas tuduhan masuk tanpa izin.

    Protes tersebut awalnya dilaporkan berlangsung damai, namun kemudian berubah memanas dengan kehadiran polisi yang terus berlanjut.

    Ketika polisi mencoba menahan seorang perempuan, pengunjuk rasa melemparkan botol air ke arah mereka dan meneriakkan, “Lepaskan dia!”

    ReutersPolisi menangkap seorang pengunjuk rasa pro-Palestina di kampus USC di Los Angeles, California, pada 25 April 2024, seperti terlihat dalam tangkapan layar yang diperoleh dari sebuah video.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di sekitar aparat polisi, menenggelamkan peringatan polisi dengan nyanyian “bebaskan Palestina”.

    Para pelajar, beberapa di antaranya mengenakan kaffiyeh, memegang tanda “zona pembebasan”, sambil menabuh genderang.

    Di tempat lain di negara itu, polisi Boston mengatakan kepada CBS bahwa tiga petugas terluka dalam demonstrasi di kota itu salah satunya dalam kondisi serius.

    Tidak ada pengunjuk rasa yang terluka, tambah polisi.

    Para siswa dikatakan telah berkemah sejak Minggu, diduga mengabaikan peringatan untuk pergi.

    Emerson College belum mengomentari penangkapan tersebut. Dalam pernyataan sebelumnya, mereka mengatakan mereka mendukung hak untuk melakukan demonstrasi damai sambil mendesak para aktivis untuk mematuhi hukum.

    EPAMahasiswa dan anggota masyarakat dalam solidaritas pro-Palestina di USC, Los Angeles, California, pada 24 April 2024

    Kekacauan di Universitas Texas

    Sebelumnya, terjadi kekacauan di kampus Universitas Texas di Austin ketika ratusan polisi lokal dan negara bagian menunggang kuda sambil memegang pentungan, membubarkan pengunjuk rasa.

    Gubernur Greg Abbott mengerahkan Garda Nasional untuk menghentikan para demonstran yang bergerak melintasi kampus, dengan mengatakan, mereka “pantas dipenjara”.

    Rekaman video yang diunggah di media sosial menunjukkan petugas mendorong ke arah kerumunan, sambil memperingatkan para demonstran melalui pengeras suara untuk meninggalkan lokasi atau menghadapi penangkapan.

    “Saya perintahkan Anda atas nama rakyat negara bagian Texas untuk membubarkan diri,” demikian bunyi pengumuman tersebut.

    Sebanyak 34 orang ditangkap, kata para pejabat.

    Seorang fotografer Fox News 7 Austin terlihat terjatuh ke tanah dengan kameranya saat dikepung oleh polisi anti huru hara. Outlet media AS tersebut kemudian mengonfirmasi bahwa juru kameranya telah ditangkap.

    Pengunjuk rasa lainnya terlihat dikepung oleh polisi anti huru hara. Namun segera setelah itu sekitar 300 demonstran berkumpul kembali, duduk di rumput di bawah menara jam ikonik sekolah dan meneriakkan “bebaskan Palestina”.

    Dinodai dugaan antisemitisme

    Gelombang demonstrasi mahasiswa dinodai oleh dugaan insiden antisemitisme, yang dikecam oleh Gedung Putih.

    Demonstrasi serta perdebatan sengit mengenai perang Israel-Gaza dan kebebasan berpendapat telah mengguncang kampus-kampus AS sejak serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, yang memicu serangan balik Israel. Perang di Gaza terus berkecamuk hingga kini.

    Di AS, terjadi pelonjakan insiden antisemitisme dan Islamofobia sejak saat itu, menurut sejumlah mahasiswa dari kedua pihak.

    Ketika ditanya tentang demonstrasi pada Senin (22/04), Presiden AS Joe Biden mengatakan dia mengutuk “demonstrasi antisemitisme” serta “mereka yang tidak memahami apa yang terjadi dengan rakyat Palestina”.

    Gerakan protes ini menjadi sorotan pekan lalu setelah polisi Kota New York dipanggil ke Universitas Columbia dan menangkap lebih dari 100 demonstran.

    Getty ImagesDemonstrasi mahasiswa menentang perang di Gaza di Universitas New York

    Demonstrasi telah meluas sejak saat itu. Selain NYU dan Yale, mahasiswa yang berdemonstrasi telah mendirikan kemah-kemah di Universitas California di Berkeley, Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Universitas Michigan, Emerson College, dan Tufts.

    Seperti kawan-kawan mereka di universitas lain, para pengunjuk rasa di NYU menyerukan institusi pendidikan mereka untuk melepaskan sokongan “finansial dan dana abadi terhadap produsen senjata dan perusahaan yang berkepentingan dengan pendudukan Israel”.

    Seorang mahasiswa, Alejandro Tanon, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa AS berada pada “momen kritis”, menyamakan protes tersebut dengan demonstrasi bersejarah menentang Perang Vietnam dan apartheid di Afrika Selatan.

    “Kami mendukung Palestina dan kami mendukung pembebasan semua orang,” kata seorang pengunjuk rasa kepada mitra BBC di AS, CBS News.

    Sementara itu, seseorang yang berdiri di seberang jalan lokasi demonstrasi menentang perang di Palestina digelar, sambil mengibarkan bendera Israel berkata: “Ada satu sisi di sini dan satu sisi sejarah. Sisi yang benar ada di sini.”

    NYU mengungkapkan sekitar 50 orang terlibat dalam aksi demonstrasi di luar kampus tersebut. Mereka menggambarkan protes tersebut tidak sah dan mengganggu aktivitas perkuliahan.

    Polisi mulai menangkap mereka pada Senin (22/04) malam; jumlah pasti mereka yang ditahan hingga kini belum diketahui.

    Beberapa jam sebelumnya, hampir 50 pengunjuk rasa ditangkap di Universitas Yale di New Haven, Connecticut. Pihak berwenang mengatakan ratusan orang telah berkumpul; banyak dari mereka menolak seruan untuk membubarkan demonstrasi.

    EPASiswa mendengarkan pembicara pada protes di Emerson College

    Pada Senin (22/04), kepala Universitas Columbia, Dr Minouche Shafik, meminta mahasiswa untuk menjauh dari kampus, dengan alasan adanya insiden “perilaku yang mengintimidasi dan melecehkan”. Sebagai gantinya, kelas diadakan secara virtual.

    Dr Shafik mengatakan ketegangan di kampus telah “dieksploitasi dan diamplifikasi oleh individu-individu yang tidak berafiliasi dengan Columbia yang datang ke kampus dengan agenda mereka sendiri”.

    Pihak berwenang di NYU juga menyatakan bahwa pengunjuk rasa yang tidak memiliki hubungan dengan universitas telah bermunculan.

    Mereka melaporkan adanya insiden antisemitisme pada Senin (22/04) hari pertama hari raya Paskah Yahudi dan menjadi lembaga terbaru yang melaporkan hal tersebut.

    Video terbaru yang diunggah di dunia maya menunjukkan beberapa pengunjuk rasa di dekat Univesitas Columbia menyatakan dukungannya akan serangan Hamas terhadap Israel, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Anggota Kongres dari Partai Demokrat, Kathy Manning, yang mengunjungi Universitas Columbia pada Senin, mengatakan dia melihat pengunjuk rasa di sana menyerukan kehancuran Israel.

    Chabad, kelompok Hasid di Universitas Columbia mengatakan mahasiswa Yahudi diteriaki dan dijadikan sasaran retorika yang merugikan mereka.

    Sementara itu, seorang rabi yang terafiliasi dengan universitas tersebut dilaporkan memperingatkan mahasiswa Yahudi untuk menghindari kampus sampai situasinya membaik.

    Anggota kelompok pendemo yang memberikan pernyataan publik telah membantah tudingan antisemitisme yang ditujukan kepada mereka, dengan alasan bahwa kritik mereka ditujukan untuk negara Israel dan para pendukungnya.

    Mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Columbia Students for Justice in Palestine bilang mereka “dengan tegas menolak segala kebencian dan kefanatikan” dan mengkritik “individu yang tidak mewakili kami”.

    EPAMahasiswa yang berkemah di MIT

    Dalam sebuah pernyataan, Dr Shafik mengatakan sebuah kelompok kerja telah dibentuk di Columbia untuk “mencoba membawa krisis ini ke sebuah resolusi”.

    Pekan lalu, Dr Shafik memberikan kesaksian di hadapan komite kongres mengenai upaya Columbia untuk mengatasi antisemitisme.

    Dia menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan kecaman dari senat universitas atas penangkapan massal di kampus yang terjadi sehari setelah kesaksiannya.

    Sekelompok anggota parlemen federal, yang dipimpin oleh Perwakilan Partai Republik di New York, Elise Stefanik, juga telah menandatangani surat yang memintanya untuk mundur karena “kegagalan dalam mengakhiri gerombolan mahasiswa dan agitator yang menyerukan tindakan terorisme terhadap mahasiswa Yahudi” .

    EPADemonstrasi mahasiswa mendukung Palestina di Universitas Cambridge, pada 22 April 2024.

    Partai Demokrat juga telah meminta Columbia untuk memastikan bahwa pelajar Yahudi merasa aman dan diterima.

    Staf kampus bahkan bersikap kritis terhadap penanganan protes tersebut.

    Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke BBC pada Senin (22/04) malam, Knight First Amendment Institute di Columbia menyerukan “koreksi arah yang mendesak” dan mengatakan pihak berwenang di luar negeri hanya boleh terlibat ketika ada “bahaya yang jelas dan nyata” terhadap orang atau properti.

    Serangan terhadap Israel spada tanggal 7 Oktober menyebabkan sekitar 1.200 warga Israel dan orang asing sebagian besar warga sipil terbunuh dan 253 lainnya disandera di Gaza, menurut penghitungan Israel.

    Israel menanggapinya dengan melancarkan perang paling intens yang pernah terjadi di Gaza, dengan tujuan menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera.

    Lebih dari 34.000 warga Palestina di Gaza kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan tewas dalam konflik tersebut, kata kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.

    Mayoritas warga Amerika kini tidak menyetujui tindakan Israel di Gaza, menurut survei Gallup baru-baru ini, setelah terjadi pergeseran opini sejak pecahnya konflik saat ini.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Demo Protes Perang Gaza Meluas di Kampus Elite AS, Ratusan Pedemo Ditangkap

    Demo Protes Perang Gaza Meluas di Kampus Elite AS, Ratusan Pedemo Ditangkap

    Washington DC

    Kepolisian Amerika Serikat (AS) telah menangkap ratusan pengunjuk rasa di berbagai lokasi di Amerika, seiring demonstrasi menentang perang di Gaza meluas di kampus-kampus elite dan universitas.

    Sekitar 108 penangkapan dilakukan di Emerson College, kata polisi Boston kepada mitra BBC AS, CBS News.

    Sebelumnya, 93 orang di Universitas Southern California (USC) di Los Angeles ditahan atas tuduhan masuk tanpa izin. Para pengunjuk rasa dan polisi juga bentrok di Universitas Texas di Austin. Pihak berwenang menyebut 34 orang telah ditangkap.

    Universitas-universitas di Amerika telah menyaksikan semakin banyak mahasiswa yang keluar dari kelas atau mencoba mendirikan perkemahan untuk memprotes aksi militer Israel di Gaza.

    Penangkapan terbaru ini menyusul penangkapan-penangkapan sebelumnya di Universitas Columbia, Yale dan New York.

    Kepolisian membubarkan aksi mahasiswa di Universitas New York (NYU) pada Senin (22/4) malam dan melakukan sejumlah penangkapan.

    Belasan mahasiswa di Yale ditahan pada hari sebelumnya, sementara Universitas Columbia membatalkan kelas tatap muka imbas dari demonstrasi di kampus tersebut.

    ‘Bebaskan Palestina’

    Penangkapan di USC, Los Angeles dilakukan ketika para mahasiswa berkumpul di Taman Alumni tempat upacara wisuda di universitas tersebut dijadwalkan berlangsung bulan depan.

    Petugas polisi yang mengenakan perlengkapan antihuru-hara membersihkan perkemahan pro-Palestina di pusat kampus, mencegah para demonstran berkumpul.

    Siswa mendapat peringatan 10 menit dari helikopter polisi untuk membubarkan diri. Mereka yang menolak, ditangkap atas tuduhan masuk tanpa izin.

    Protes tersebut awalnya dilaporkan berlangsung damai, namun kemudian berubah memanas dengan kehadiran polisi yang terus berlanjut.

    Ketika polisi mencoba menahan seorang perempuan, pengunjuk rasa melemparkan botol air ke arah mereka dan meneriakkan, “Lepaskan dia!”

    ReutersPolisi menangkap seorang pengunjuk rasa pro-Palestina di kampus USC di Los Angeles, California, pada 25 April 2024, seperti terlihat dalam tangkapan layar yang diperoleh dari sebuah video.

    Para pengunjuk rasa berkumpul di sekitar aparat polisi, menenggelamkan peringatan polisi dengan nyanyian “bebaskan Palestina”.

    Para pelajar, beberapa di antaranya mengenakan kaffiyeh, memegang tanda “zona pembebasan”, sambil menabuh genderang.

    Di tempat lain di negara itu, polisi Boston mengatakan kepada CBS bahwa tiga petugas terluka dalam demonstrasi di kota itu salah satunya dalam kondisi serius.

    Tidak ada pengunjuk rasa yang terluka, tambah polisi.

    Para siswa dikatakan telah berkemah sejak Minggu, diduga mengabaikan peringatan untuk pergi.

    Emerson College belum mengomentari penangkapan tersebut. Dalam pernyataan sebelumnya, mereka mengatakan mereka mendukung hak untuk melakukan demonstrasi damai sambil mendesak para aktivis untuk mematuhi hukum.

    EPAMahasiswa dan anggota masyarakat dalam solidaritas pro-Palestina di USC, Los Angeles, California, pada 24 April 2024

    Kekacauan di Universitas Texas

    Sebelumnya, terjadi kekacauan di kampus Universitas Texas di Austin ketika ratusan polisi lokal dan negara bagian menunggang kuda sambil memegang pentungan, membubarkan pengunjuk rasa.

    Gubernur Greg Abbott mengerahkan Garda Nasional untuk menghentikan para demonstran yang bergerak melintasi kampus, dengan mengatakan, mereka “pantas dipenjara”.

    Rekaman video yang diunggah di media sosial menunjukkan petugas mendorong ke arah kerumunan, sambil memperingatkan para demonstran melalui pengeras suara untuk meninggalkan lokasi atau menghadapi penangkapan.

    “Saya perintahkan Anda atas nama rakyat negara bagian Texas untuk membubarkan diri,” demikian bunyi pengumuman tersebut.

    Sebanyak 34 orang ditangkap, kata para pejabat.

    Seorang fotografer Fox News 7 Austin terlihat terjatuh ke tanah dengan kameranya saat dikepung oleh polisi anti huru hara. Outlet media AS tersebut kemudian mengonfirmasi bahwa juru kameranya telah ditangkap.

    Pengunjuk rasa lainnya terlihat dikepung oleh polisi anti huru hara. Namun segera setelah itu sekitar 300 demonstran berkumpul kembali, duduk di rumput di bawah menara jam ikonik sekolah dan meneriakkan “bebaskan Palestina”.

    Dinodai dugaan antisemitisme

    Gelombang demonstrasi mahasiswa dinodai oleh dugaan insiden antisemitisme, yang dikecam oleh Gedung Putih.

    Demonstrasi serta perdebatan sengit mengenai perang Israel-Gaza dan kebebasan berpendapat telah mengguncang kampus-kampus AS sejak serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, yang memicu serangan balik Israel. Perang di Gaza terus berkecamuk hingga kini.

    Di AS, terjadi pelonjakan insiden antisemitisme dan Islamofobia sejak saat itu, menurut sejumlah mahasiswa dari kedua pihak.

    Ketika ditanya tentang demonstrasi pada Senin (22/4), Presiden AS Joe Biden mengatakan dia mengutuk “demonstrasi antisemitisme” serta “mereka yang tidak memahami apa yang terjadi dengan rakyat Palestina”.

    Gerakan protes ini menjadi sorotan pekan lalu setelah polisi Kota New York dipanggil ke Universitas Columbia dan menangkap lebih dari 100 demonstran.

    Getty ImagesDemonstrasi mahasiswa menentang perang di Gaza di Universitas New York

    Demonstrasi telah meluas sejak saat itu. Selain NYU dan Yale, mahasiswa yang berdemonstrasi telah mendirikan kemah-kemah di Universitas California di Berkeley, Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Universitas Michigan, Emerson College, dan Tufts.

    Seperti kawan-kawan mereka di universitas lain, para pengunjuk rasa di NYU menyerukan institusi pendidikan mereka untuk mengungkap dan melepaskan sokongan “finansial dan dana abadi dari produsen senjata dan perusahaan yang berkepentingan dengan pendudukan Israel”.

    Seorang mahasiswa, Alejandro Tanon, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa AS berada pada “momen kritis”, menyamakan protes tersebut dengan demonstrasi bersejarah menentang Perang Vietnam dan apartheid di Afrika Selatan.

    “Kami mendukung Palestina dan kami mendukung pembebasan semua orang,” kata seorang pengunjuk rasa kepada mitra BBC di AS, CBS News.

    Sementara itu, seseorang yang berdiri di seberang jalan lokasi demonstrasi menentang perang di Palestina digelar, sambil mengibarkan bendera Israel berkata: “Ada satu sisi di sini dan satu sisi sejarah. Sisi yang benar ada di sini.”

    NYU mengungkapkan sekitar 50 orang terlibat dalam aksi demonstrasi di luar kampus tersebut. Mereka menggambarkan protes tersebut tidak sah dan mengganggu aktivitas perkuliahan.

    Polisi mulai menangkap mereka pada Senin (22/04) malam; jumlah pasti mereka yang ditahan hingga kini belum diketahui.

    Beberapa jam sebelumnya, hampir 50 pengunjuk rasa ditangkap di Universitas Yale di New Haven, Connecticut. Pihak berwenang mengatakan ratusan orang telah berkumpul; banyak dari mereka menolak seruan untuk membubarkan demonstrasi.

    EPASiswa mendengarkan pembicara pada protes di Emerson College

    Pada Senin (22/04), kepala Universitas Columbia, Dr Minouche Shafik, meminta mahasiswa untuk menjauh dari kampus, dengan alasan adanya insiden “perilaku yang mengintimidasi dan melecehkan”. Sebagai gantinya, kelas diadakan secara virtual.

    Dr Shafik mengatakan ketegangan di kampus telah “dieksploitasi dan diamplifikasi oleh individu-individu yang tidak berafiliasi dengan Columbia yang datang ke kampus dengan agenda mereka sendiri”.

    Pihak berwenang di NYU juga menyatakan bahwa pengunjuk rasa yang tidak memiliki hubungan dengan universitas telah bermunculan.

    Mereka melaporkan adanya insiden antisemitisme pada Senin (22/04) hari pertama hari raya Paskah Yahudi dan menjadi lembaga terbaru yang melaporkan hal tersebut.

    Video terbaru yang diunggah di dunia maya menunjukkan beberapa pengunjuk rasa di dekat Univesitas Columbia menyatakan dukungannya akan serangan Hamas terhadap Israel, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Anggota Kongres dari Partai Demokrat, Kathy Manning, yang mengunjungi Universitas Columbia pada Senin, mengatakan dia melihat pengunjuk rasa di sana menyerukan kehancuran Israel.

    Chabad, kelompok Hasid di Universitas Columbia mengatakan mahasiswa Yahudi diteriaki dan dijadikan sasaran retorika yang merugikan mereka.

    Sementara itu, seorang rabi yang terafiliasi dengan universitas tersebut dilaporkan memperingatkan mahasiswa Yahudi untuk menghindari kampus sampai situasinya membaik.

    Anggota kelompok yang melukan demonsgtrasi yang memberikan pernyataan publik telah membantah tudingan antisemitisme yang ditujukan kepada mereka, dengan alasan bahwa kritik mereka ditujukan untuk negara Israel dan para pendukungnya.

    Mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Columbia Students for Justice in Palestine bilang mereka “dengan tegas menolak segala kebencian dan kefanatikan” dan mengkritik “individu yang tidak mewakili kami”.

    EPAMahasiswa yang berkemah di MIT

    Dalam sebuah pernyataan, Dr Shafik mengatakan sebuah kelompok kerja telah dibentuk di Columbia untuk “mencoba membawa krisis ini ke sebuah resolusi”.

    Pekan lalu, Dr Shafik memberikan kesaksian di hadapan komite kongres mengenai upaya Columbia untuk mengatasi antisemitisme.

    Dia menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan kecaman dari senat universitas atas penangkapan massal di kampus yang terjadi sehari setelah kesaksiannya.

    Sekelompok anggota parlemen federal, yang dipimpin oleh Perwakilan Partai Republik di New York, Elise Stefanik, juga telah menandatangani surat yang memintanya untuk mundur karena “kegagalan dalam mengakhiri gerombolan mahasiswa dan agitator yang menyerukan tindakan terorisme terhadap mahasiswa Yahudi” .

    EPADemonstrasi mahasiswa mendukung Palestina di Universitas Cambridge, pada 22 April 2024.

    Partai Demokrat juga telah meminta Columbia untuk memastikan bahwa pelajar Yahudi merasa aman dan diterima.

    Staf kampus bahkan bersikap kritis terhadap penanganan protes tersebut.

    Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke BBC pada Senin (22/04) malam, Knight First Amendment Institute di Columbia menyerukan “koreksi arah yang mendesak” dan mengatakan pihak berwenang di luar negeri hanya boleh terlibat ketika ada “bahaya yang jelas dan nyata” terhadap orang atau properti.

    Serangan terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober menyebabkan sekitar 1.200 warga Israel dan orang asing sebagian besar warga sipil terbunuh dan 253 lainnya disandera di Gaza, menurut penghitungan Israel.

    Israel menanggapinya dengan melancarkan perang paling intens yang pernah terjadi di Gaza, dengan tujuan menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera.

    Lebih dari 34.000 warga Palestina di Gaza kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan tewas dalam konflik tersebut, kata kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.

    Mayoritas warga Amerika kini tidak menyetujui tindakan Israel di Gaza, menurut survei Gallup baru-baru ini, setelah terjadi pergeseran opini sejak pecahnya konflik saat ini.

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pencipta ChatGPT dan Desainer Apple Mau Bikin Gadget, Ini Bocorannya

    Pencipta ChatGPT dan Desainer Apple Mau Bikin Gadget, Ini Bocorannya

    Jakarta

    Beberapa waktu yang lalu pendiri OpenAI Sam Altman dan mantan desainer Apple Jony Ive dikabarkan berkolaborasi untuk menciptakan gadget baru. Informasi baru tentang perangkat tersebut mulai terungkap.

    Menurut laporan The Information, Altman dan Ive disebut sudah berdiskusi dengan sejumlah pemodal ventura untuk mendanai proyek baru tersebut. Altman dan Ive sebelumnya dikabarkan menggalang dana sebesar USD 1 miliar atau sekitar Rp 15,8 triliun.

    Laporan sebelumnya mengatakan Altman dan Ive sempat berdiskusi dengan CEO Softbank Masayoshi Son. Calon investor lainnya termasuk Thrivi Capital, investor OpenAI, dan Emerson Collective, pemodal ventura dan yayasan amal yang dipimpin oleh Lauren Powell Jobs.

    Informasi paling menarik yang terungkap dari laporan ini adalah perangkat tersebut tidak akan memiliki bentuk seperti ponsel. Belum diketahui bentuk spesifiknya seperti apa, yang pasti perangkat itu akan ditenagai kecerdasan buatan (AI).

    ChatGPT, chatbot AI buatan OpenAI, kabarnya akan mentenagai beberapa fitur yang ditawarkan perangkat tersebut, seperti dikutip dari Android Authority, Selasa (9/4/2024).

    Informasi terbaru soal wujud gadget pertama OpenAI ini agak mengejutkan. Pasalnya, saat kabar ini pertama kali beredar tahun lalu perangkat ini sempat disebut akan menjadi iPhone-nya AI.

    Apalagi mengingat keterlibatan Ive dalam proyek ini yang semakin menguatkan dugaan bahwa gadget tersebut akan memiliki bentuk menyerupai iPhone. Seperti diketahui, Ive merupakan otak di balik desain perangkat Apple yang dirilis beberapa tahun terakhir.

    Jika bentuknya tidak seperti ponsel konvensional, gadget OpenAI ini kemungkinan akan mengikuti desain seperti Humane AI Pin. Perangkat mini ini bisa dijepit di baju dan tidak memiliki layar sama sekali.

    Alih-alih menggunakan layar sentuh seperti ponsel pada umumnya, Humane AI Pin bisa dijepitkan di baju dan pengguna bisa berinteraksi dengan fitur AI-nya menggunakan perintah suara dan proyektor built-in.

    (vmp/vmp)