Tag: Elon Musk

  • Pemilu di Greenland Bakal Jadi Perhatian Dunia, Mengapa?

    Pemilu di Greenland Bakal Jadi Perhatian Dunia, Mengapa?

    Jakarta

    Dalam keadaan biasa-biasa saja, pemilu ini mungkin tidak akan terlalu menarik perhatian dunia. Sekitar 40.000 pemilih akan memilih 31 anggota parlemen, dan semuanya akan berlangsung di sebuah pulau yang bahkan belum sepenuhnya otonom.

    Namun, pemilu kali ini berlangsung dalam situasi biasa-biasa saja. Pemilu yang akan diadakan di Greenland pada 11 Maret ini bisa menjadi titik awal bagi gejolak geopolitik lebih lanjut di Belahan Utara.

    Pertama, karena para pendukung kemerdekaan Greenland berharap pemilu ini dapat menghasilkan mandat kuat untuk pemisahan penuh Greenland dari Denmark.

    Saat ini, Greenland, yang dulunya adalah koloni Denmark, menjadi wilayah otonomi yang berada di bawah kekuasaan Denmark.

    Kedua, dan mungkin yang paling penting, karena Presiden AS Donald Trump telah membicarakan kemungkinan menjadikan Greenland bagian dari AS sejak terpilih pada November lalu.

    Kekayaan mineral Greenland

    Trump sering menyebutkan bagaimana mengendalikan Greenland akan menjadi kepentingan bagi keamanan AS. Sejak tahun 1950-an, AS telah mengoperasikan Pangkalan Antariksa Pituffik di barat laut Greenland.

    Ini adalah pos paling utara milik Amerika Serikat dan memiliki peran kunci dalam peringatan peluru kendali dan pemantauan ruang angkasa.

    Selain masalah keamanan, ekonomi juga mungkin memainkan peran dalam klaim Trump terhadap Greenland. Di bagian selatan Greenland, diperkirakan ada cadangan minyak, gas, emas, uranium, dan seng yang sangat berharga.

    Berkat perubahan iklim yang mencairkan tanah Greenland, penambangan cadangan ini pada akhirnya akan menjadi lebih mudah.

    Selama masa jabatan pertamanya, pada tahun 2019, Trump menawarkan untuk membeli Greenland. Pemerintah Denmark segera menolak tawaran tersebut.

    Namun, di masa jabatannya kali ini, Trump terus mengungkapkan niat ekspansionis, baik terhadap Kanada, Terusan Panama, Gaza, maupun Greenland.

    Bahkan sebelum ia resmi menjabat pada Januari, Trump mengirim putranya, Donald Trump Jr., ke Greenland — meskipun secara resmi dia berada di sana sebagai turis.

    Beberapa minggu kemudian, sebuah jajak pendapat diterbitkan yang menunjukkan hanya 6% orang Greenland yang ingin pulau mereka menjadi bagian dari AS, sementara 85% menentang ide tersebut.

    Dalam pidatonya di hadapan Kongres AS awal Maret, Presiden Trump kembali menyampaikan keinginannya, dengan mengarahkan komentarnya kepada rakyat Greenland.

    “Kami sangat mendukung hak Anda untuk menentukan masa depan Anda sendiri,” ujar Trump. Namun, hanya dua kalimat kemudian, dia seolah mengingkari ucapannya, dengan menyatakan, “Saya rasa kita akan mendapatkannya [Greenland] — entah bagaimana caranya, kita akan mendapatkannya.”

    Campur tangan asing?

    Mengingat hal ini dan pemilu yang akan datang, Greenland harus menghadapi kemungkinan adanya upaya dari luar untuk mempengaruhi suara negara tersebut — misalnya, dari Rusia atau Cina, keduanya juga memiliki agenda keamanan mereka sendiri di Arktik.

    Layanan keamanan nasional dan intelijen Denmark, PET, memperingatkan adanya disinformasi dari Rusia, khususnya: “Beberapa minggu menjelang pengumuman tanggal pemilu Greenland, beberapa kasus profil palsu terlihat di media sosial, termasuk profil yang menyamar sebagai politisi Denmark dan Greenland, yang turut menyebabkan polarisasi opini publik,” tandas PET, meskipun mereka tidak mengaitkan akun-akun tersebut dengan negara tertentu.

    Asisten profesor studi media di Universitas Kopenhagen, Johan Farkas mengaku familiar dengan jenis posting seperti itu karena juga beredar di media Rusia. Namun, dia tidak berpikir hal itu akan berdampak besar pada pemilu Greenland karena, selain bahasa Denmark, sebagian besar penduduk setempat berbicara bahasa Inuit.

    Greenland adalah komunitas yang sangat kecil dan erat dalam banyak hal,” ujar Farkas kepada DW. “Jadi, mempengaruhi akun palsu, atau hal-hal seperti yang kita lihat di masa lalu dan dalam pemilu lainnya, menurut saya bukanlah hal yang mudah dilakukan.”

    Namun, bukan berarti tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Kekhawatiran saya sebagai peneliti disinformasi lebih terkait dengan bagaimana hal ini berkembang dalam politik makro. Apakah kita tiba-tiba akan melihat Elon Musk mengadakan wawancara podcast langsung dengan kandidat tertentu atau Trump mendukung kandidat tertentu? Itu adalah hal yang sangat bermasalah dan mengancam untuk pemilu yang bebas dan adil,” papar Farkas, dengan merujuk pada beberapa minggu sebelum pemilu Jerman baru-baru ini.

    Selama waktu itu, miliarder AS Musk muncul di media sosial bersama pemimpin partai sayap kanan Jerman, dan Wakil Presiden AS JD Vance menyerukan agar partai-partai tengah Jerman bekerja sama dengan sayap kanan.

    Kontroversi politik

    Sejak awal tahun, telah muncul sejumlah kontroversi seputar pemilu Greenland yang akan datang. Laporan-laporan menyebutkan bahwa para influencer dari gerakan “Make America Great Again” milik Trump membagikan uang $100 di ibu kota Greenland, Nuuk.

    Anggota parlemen setempat, Kuno Fencker, melakukan perjalanan ke Washington dan bertemu dengan seorang politisi Partai Republik yang berbicara kepadanya tentang bagaimana Greenland seharusnya menjadi wilayah Amerika Serikat.

    Profesor studi media Farkas tidak berpikir bahaya sudah berlalu — pemilu akan diadakan pada 11 Maret. “Namun,” katanya, “saya lebih khawatir sebulan yang lalu daripada sekarang.”

    Pada awal Februari, parlemen Greenland, Inatsisartut yang memiliki 31 kursi, mengesahkan undang-undang yang melarang donasi asing dan anonim kepada partai politik lokal. Donasi dari Denmark dikecualikan.

    Dan tawaran Trump untuk membeli negara mereka bukan satu-satunya hal yang akan dipilih oleh warga pada pemilu yang akan datang.

    Kemerdekaan dari Denmark

    Sekitar 57.000 orang Greenland, yang menyebut diri mereka Kalaallit, juga khawatir tentang masalah lain.

    Misalnya, sumber daya mineral apa yang harus dikembangkan oleh pulau mereka dan apakah, serta mitra asing mana yang harus mendapatkan konsesi untuk melakukannya.

    Perdebatan seputar pendapatan dari pertambangan adalah bagian dari argumen yang disampaikan oleh beberapa pihak untuk meraih kemerdekaan dari Denmark. Memungkinkan kepentingan asing untuk menambang di Greenland akan membuat Greenland kurang bergantung pada Denmark.

    Hal ini karena “Denmark menyumbang lebih dari setengah pendapatan anggaran Greenland untuk menutupi biaya pekerjaan, perawatan kesehatan, dan pendidikan, dengan biaya tahunan untuk dukungan administratif dan transfer keuangan langsung mencapai setidaknya $700 juta per tahun,” papar para peneliti dari Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington pada bulan Januari.

    Kemerdekaan adalah tujuan jangka panjang, tutur Perdana Menteri Greenland, Mute Egede, setelah pidato Trump di Kongres AS. “Kami tidak ingin menjadi orang Amerika Serikat, maupun orang Denmark; kami adalah Kalaallit. Orang Amerika dan pemimpin mereka harus memahami itu,” tulis Egede di media sosial. “Kami tidak untuk dijual dan tidak bisa diambil. Masa depan kami ditentukan oleh kami di Greenland.”

    Jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas orang Greenland mungkin memang ingin merdeka dari Denmark, tetapi mereka tetap belum memutuskan kapan dan bagaimana hal itu akan terjadi.

    Dan ketidakpastian itu tidak akan berubah setelah pemilu pada 11 Maret, ujar Farkas. “Saya rasa hal yang paling penting adalah untuk melihat gambaran besarnya dan menyadari bahwa ini bukan ancaman yang hilang begitu pemilu ini selesai,” demikian kesimpulannya. “Selama keinginan AS yang dideklarasikan untuk menguasai Greenland ada, ada risiko bahwa kita tiba-tiba akan melihat eskalasi dari kampanye yang berpengaruh semacam ini,” pungkasnya.

    Diadaptasi dari artikel bahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Fakta Resesi AS karena Trump ‘Trumpcession’, Mengapa Bisa Terjadi?

    Fakta Resesi AS karena Trump ‘Trumpcession’, Mengapa Bisa Terjadi?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Prospek perekonomian Amerika Serikat (AS) terus mendapatkan potensi yang gelap. Hal ini disebabkan sejumlah kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menduduki posisi orang nomor satu di negara itu sejak Januari lalu.

    Ketakutan akan penurunan cepat dalam ekonomi terbesar di dunia, yang disebut ‘Trumpcession’, mulai merasuki pasar keuangan di tengah kekhawatiran tentang dampak dari tarif perdagangan yang besar serta pemangkasan belanja pemerintah oleh Presiden AS Donald Trump.

    Setelah serangkaian data ekonomi yang lebih lemah dari Amerika Serikat, pelacak PDB real-time Bank of America menunjukkan ekonomi AS menyusut dengan cepat, dengan ukuran turun menjadi 1,7% pada kuartal ini, dari 2,3% pada periode tiga bulan sebelumnya.

    Lalu, apa saja kebijakan Trump dan sentimen pasar yang mengarahkan AS pada jalur resesi? Berikut faktanya Selasa (11/3/2025).

    1. Tarif Perdagangan

    Penggunaan tarif yang agresif oleh pemerintahan Trump merupakan faktor yang memicu kekhawatiran pasar. Sementara pemikiran ekonomi sebelumnya menyatakan bahwa tarif terutama memicu inflasi dengan menaikkan harga barang impor, pasar sekarang melihatnya sebagai resesi, mengganggu rantai pasokan, mengekang investasi perusahaan, dan membebani pengeluaran konsumen.

    Menurut Budget Lab di Yale University, tarif yang diusulkan untuk Meksiko dan Kanada (sekarang dihentikan sementara), ditambah yang sudah ada untuk China, akan menaikkan tarif efektif AS ke level tertinggi sejak 1943. Mereka memperkirakan tingkat harga yang lebih tinggi dapat membebani rumah tangga hingga US$ 2.000 (Rp 32,6 juta).

    Putaran bea masuk terbaru bertepatan dengan aksi jual tajam di ekuitas, yang menggarisbawahi keresahan investor. Rencana pemerintahan untuk mengurangi pengeluaran federal dan memangkas ribuan pekerjaan pemerintah hanya menambah kekhawatiran tentang kemunduran ekonomi.

    Tracy Chen, seorang manajer portofolio di Brandywine Global Investment Management, memperingatkan bahwa urutan kebijakan di mana Trump dapat tarif terlebih dahulu, pemotongan pajak kemudian dapat memperburuk kelemahan ekonomi.

    “Risiko resesi jelas lebih tinggi karena urutan kebijakan Trump,” tuturnya kepada The Global Tresurer.

    2. Kebijakan Imigrasi

    Tindakan keras Trump terhadap imigrasi mengancam industri-industri utama, termasuk pertanian, konstruksi, dan perawatan kesehatan, yang tengah berjuang untuk merekrut tenaga kerja.=

    “Tindakan keras yang direncanakan terhadap imigran gelap, yang jumlahnya sedikitnya 5% dari angkatan kerja, akan menambah jumlah kehilangan pekerjaan,” tambah ekonomi Inggris Tej Parikh kepada Financial Times.

    Hal yang sama juga disampaikan kepala ekonom di PNC, Gus Faucher, dalam catatan kepada investor pada hari Jumat. Ia mengatakan bahwa imigran saat ini berkontribusi besar untuk sejumlah industri yang cukup penting.

    “Ketidakpastian tentang prospek tarif dapat menyebabkan perusahaan memperlambat perekrutan. Dan pembatasan imigrasi dapat membatasi pasokan tenaga kerja yang tersedia, yang akan membebani perolehan lapangan kerja selama beberapa tahun ke depan.”

    3. Efisiensi

    Langkah efisiensi Trump, yang dimotori oleh Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), Elon Musk, juga menjadi katalis timbulnya sentimen negatif terhadap ekonomi AS. Musk telah ditugaskan untuk memangkas pemborosan belanja pemerintah sebesar US$ 1 triliun (Rp 16.340 triliun).

    Sejumlah manuver yang dilakukan Musk adalah dengan melakukan pemotongan tenaga kerja. Bank investasi Evercore ISI memperkirakan bahwa upaya pemangkasan biaya sektor publik oleh Elon Musk dapat memangkas total setengah juta lapangan pekerjaan di AS tahun ini. Dalam skenario ekstrem, jumlah tersebut dapat mencapai lebih dari 1,4 juta.

    Kondisi ini pun dapat menjadi beban keuangan rumah tangga. Pekerja yang terdampak yang tidak dapat segera menemukan pekerjaan baru mungkin terpaksa memenuhi kebutuhan hidup tanpa penghasilan tetap.

    “Mayoritas pekerja yang mengalami kehilangan pekerjaan terdampak dalam jangka panjang, karena mereka kesulitan menemukan pekerjaan purna waktu baru dan selanjutnya memperoleh penghasilan lebih sedikit,” menurut sebuah makalah penelitian tahun 2016 oleh profesor emeritus ekonomi di Universitas Princeton, Henry Farber, dikutip CNBC International.

    Direktur ekonomi di Yale University Budget Lab, Ernie Tedeschi, mengungkapkan dampak yang lebih luas. Ia menitikberatkan pada bisnis-bisnis yang akan terganggu karena kekuatan keuangan warga AS, yang berprofesi sebagai PNS, dapat menemui batasan setelah dikeluarkan dari kantornya.

    “Dampak ekonomi dari PHK bagaikan efek domino yang menyebar ke seluruh perekonomian lokal hingga ke bisnis-bisnis yang tampaknya tidak memiliki hubungan apapun dengan pemerintah federal,” tuturnya.

    4. Detoksifikasi

    Dalam tanda yang lebih mengkhawatirkan bagi pasar, Trump telah menghindari mengesampingkan resesi tahun ini dengan mengakui dalam sebuah wawancara dengan Fox News pada hari Minggu (Senin 10/3/2025) bahwa “diperlukan sedikit waktu” sebelum orang Amerika akan melihat hasil dari kebijakannya.

    “Saya tidak suka memprediksi hal-hal seperti itu,” kata Trump. “Ada masa transisi karena apa yang kita lakukan sangat besar.”

    Hal yang sama juga dilontarkan Menteri Keuangan Scott Bessent. Dalam wawancara baru-baru ini, Bessent menggambarkan perubahan tersebut sebagai ‘periode detoksifikasi’, dengan alasan bahwa ekonomi telah menjadi terlalu bergantung pada belanja pemerintah dan sekarang perlu beralih ke pertumbuhan yang didorong oleh sektor swasta.

    “Pasar dan ekonomi telah terpikat pada belanja pemerintah, dan akan ada periode detoksifikasi,” kata Bessent.

    Ahli strategi nilai tukar mata uang asing di National Australia Bank, Ray Attrill, mengatakan bahwa pernyataan ini diarahkan untuk menitikberatkan bahwa situasi ekonomi yang rusak saat ini disebabkan oleh pendahulunya.

    “Narasi AS tampaknya sedikit berubah dari menyalahkan Joe Biden menjadi tidak ada ruginya, tidak ada untung,” kata Attrill.

    5. Data Ekonomi Suram

    Ketakutan akan resesi telah membebani dolar AS meskipun statusnya sebagai aset aman yang biasanya naik selama periode ketidakpastian. Indeks yang melacak greenback terhadap sekeranjang mata uang utama telah jatuh 4% sejak Trump kembali ke Gedung Putih dan minggu lalu mencapai level terlemah sejak November.

    Kegelisahan itu juga melanda pasar saham AS, dengan indeks acuan S&P 500 turun 3,8% sejak pelantikan Trump dan turun 6% dari rekor tertinggi bulan lalu. Sentimen konsumen juga mencapai titik terendah dalam 15 bulan di tengah kekhawatiran tentang PHK dan kenaikan harga.

    Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun pada hari Senin karena investor mencari tempat yang aman karena kekhawatiran akan perlambatan ekonomi meningkat. Imbal hasil 10 tahun turun 9 basis poin menjadi 4,226%. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 2 tahun turun hampir 10 basis poin menjadi 3,906%. Satu basis poin sama dengan 0,01%, dan imbal hasil dan harga bergerak berlawanan arah.

    Di sektor lapangan kerja, AS menambah lebih sedikit lapangan pekerjaan daripada yang diperkirakan para ekonom pada bulan Februari. Pengusaha mempekerjakan 151.000 pekerja bulan lalu, kurang dari ekspektasi penambahan 170.000 lapangan pekerjaan. Tingkat pengangguran naik ke 4,1%, yang tetap menjadi angka terendah dalam sejarah.

    Untuk pembelian, belanja konsumen turun 0,2% untuk bulan tersebut. Jika disesuaikan dengan inflasi, belanja akan turun hingga 0,5%. Itu adalah penurunan bulanan terbesar sejak Februari 2021.

    “Harga mulai pulih, naik 0,5% dari Desember, laju tercepat sejak Agustus 2023, sehingga menghasilkan tingkat inflasi tahunan sebesar 3% selama 12 bulan yang berakhir pada Januari,” menurut data Indeks Harga Konsumen terbaru yang dirilis oleh Biro Statistik Tenaga Kerja.

    (sef/sef)

  • Elon Musk Ungkap Penyebab Twitter Down: Serangan Siber Besar-besaran – Page 3

    Elon Musk Ungkap Penyebab Twitter Down: Serangan Siber Besar-besaran – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pada Senin, 10 Maret 2025, platform X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, mengalami gangguan besar-besaran yang berdampak global alias Twitter down. 

    Para pengguna X alias Twitter di seluruh dunia, termasuk Indonesia, melaporkan kesulitan mengakses platform, mulai dari gagal login, beranda yang tidak dapat dimuat, hingga ketidakmampuan untuk mengirim atau melihat unggahan.

    Belakangan, pemilik X alias Twitter, Elon Musk, mengungkapkan penyebab terjadinya Twitter down sepanjang hari kemarin. Mengutip Tom’s Guide, Selasa (11/3/2025), lewat cuitan Elon Musk mengatakan serangan siber besar-besaran telah menyebabkan Twitter down. 

    Sementara, pernyataan resmi dari X alias Twitter sebagai perusahaan tentang penyebab padamnya layanan X sampai saat ini belum ada. 

    Situs pemantau gangguan layanan online, Downdetector, mencatat lonjakan laporan masalah secara signifikan. Ada lebih dari 40.000 laporan di DownDetector di gangguan kedua. 

    Sementara, pada gangguan yang ketiga di hari yang sama, terdapat 35.000 laporan Twitter down di situs yang sama. Kejadian ini terjadi secara tiba-tiba dan berdampak luas, membuat jutaan pengguna X tidak dapat mengakses platform kesayangan mereka.

    Gangguan ini berlangsung selama beberapa jam, dan layanan X baru mulai pulih secara bertahap menjelang dini hari tanggal 11 Maret 2025.

    Menurut Elon Musk, X diserang setiap hari. Namun, serangan siber pada 10 Maret 2025 memiliki skala yang jauh lebih besar dan terorganisir. “X diserang setiap hari, tetapi serangan ini berbeda,” ungkap Musk melalui cuitannya.

    Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyaksikan langsung peluncuran uji coba keenam roket SpaceX Starship. Donald Trump ditemani oleh Elon Musk saat menyaksikan peluncuran tersebut.

  • Pasar Saham AS Kehilangan Rp 65.200 T Imbas Kebijakan Tarif Trump

    Pasar Saham AS Kehilangan Rp 65.200 T Imbas Kebijakan Tarif Trump

    Jakarta

    Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif impor memicu kekhawatiran di kalangan investor. Kebijakan Trump mendorong aksi jual besar-besaran di pasar saham yang membuat indeks S&P kehilangan US$ 4 triliun atau sekitar Rp 65.200 triliun (kurs Rp 16.300) bulan lalu.

    Langkah Trump dinilai meningkatkan risiko ketidakpastian bagi para pelaku bisnis, konsumen, hingga para investor. Trump diketahui mengenakan tarif tinggi untuk sejumlah negara seperti Kanada, Meksiko, hingga China.

    Aksi jual pasar saham terpantau semakin dalam pada hari Senin. Indeks acuan S&P 500 turun 2,7%, menjadikan hal itu sebagai penurunan harian terbesar tahun ini. Bahkan Nasdaq Composite turun 4% atau menjadi penurunan harian terbesar sejak September 2022.

    S&P 500 pada hari Senin ditutup turun 8,6% dari rekor tertingginya pada 19 Februari atau setara US$ 4 triliun. Nasdaq yang sarat teknologi berakhir pada hari Kamis dengan penurunan lebih dari 10% dari level tertingginya pada bulan Desember.

    Trump pada akhir pekan lalu enggan memprediksi apakah AS dapat menghadapi resesi karena investor khawatir tentang dampak kebijakan perdagangannya.

    “Jumlah ketidakpastian yang telah diciptakan oleh perang tarif sehubungan dengan Kanada, Meksiko, dan Eropa, menyebabkan dewan dan jajaran eksekutif mempertimbangkan kembali jalan ke depan,” ujar CEO Lazard, Peter Orszag dikutip dari Reuters, Selasa (11/4/2025).

    “Orang-orang dapat memahami ketegangan yang sedang berlangsung dengan China, tetapi bagian Kanada, Meksiko, dan Eropa membingungkan. Kecuali jika itu diselesaikan selama bulan depan atau lebih, ini dapat benar-benar merusak prospek ekonomi AS dan aktivitas M&A,” tambah Orszag.

    Delta Air Lines pada hari Senin memangkas estimasi laba kuartal pertamanya hingga setengahnya, menyebabkan sahamnya turun 14% dalam aksi purnajual. CEO Delta Air Lines Ed Bastian menyalahkan kondisi itu dengan ketidakpastian ekonomi AS yang kian meningkat.

    Investor juga mengamati apakah anggota parlemen dapat meloloskan RUU pendanaan untuk mencegah penutupan sebagian pemerintah federal. Laporan AS tentang inflasi akan dirilis pada hari Rabu.

    “Pemerintahan Trump tampaknya sedikit lebih menerima gagasan bahwa mereka baik-baik saja dengan jatuhnya pasar, dan mereka bahkan mungkin baik-baik saja dengan resesi untuk mencapai tujuan mereka yang lebih luas,” kata Ross Mayfield, ahli strategi investasi di Baird.

    S&P 500 membukukan keuntungan berturut-turut lebih dari 20% pada tahun 2023 dan 2024, dipimpin oleh teknologi megacap dan saham terkait teknologi seperti Nvidia dan Tesla yang berkontribusi besar bagi pasar. Pada hari Senin, sektor teknologi S&P 500 turun 4,3.

    Sementara itu Apple dan Nvidia keduanya turun sekitar 5%, dan Tesla milik Elon Musk anjlok 15% atau kehilangan sekitar US$ 125 miliar nilainya.Aset berisiko lainnya juga terdampak, dengan Bitcoin turun 5%.

    (ily/ara)

  • X Twitter Sempat Down Secara Global, Kelompok Hacker Ini Klaim Bertanggung Jawab! – Page 3

    X Twitter Sempat Down Secara Global, Kelompok Hacker Ini Klaim Bertanggung Jawab! – Page 3

    Elon Musk bersama konsorsium investor dikabarkan siap menggelontorkan uang sebesar USD 97,4 miliar atau Rp 1,594 triliun untuk membeli OpenAI.

    Niat Elon Musk beli OpenAI ini dikonfirmasi langsung oleh pengacaranya, Marc Toberoff.

    “Sudah waktunya bagi OpenAI untuk kembali ke kekuatan open-source berfokus pada keselamatan seperti dulu,” kata Elon Musk dalam pernyataan ke The Wall Street Journal, Selasa (11/2/2025).

    Namun, CEO OpenAI Sam Altman tampaknya tidak tertarik dengan tawaran dari bos Tesla, X, dan SpaceX tersebut.

    Lewat akun X Twitter-nya, Sam Altman menyidir tentang rencana Elon Musk dan konsorsium investor untuk membeli pembuat ChatGPT tersebut.

    “Tidak, terima kasih, tapi kami akan membeli Twitter seharga USD 9,74 miliar jika Anda mau,” cuit Sam Altman di X.

  • X Twitter Down Secara Global Akibatkan Pengguna Sempat Kesulitan Akses! Elon Musk Beri Penjelasan – Page 3

    X Twitter Down Secara Global Akibatkan Pengguna Sempat Kesulitan Akses! Elon Musk Beri Penjelasan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Platform media sosial (medsos) X–sebelumnya dikenal sebagai Twitter–mengalami ganggunan besar-besaran dan berdampak secara global pada 10 Maret 2025 malam.

    Ribuan pengguna dari berbagai negara melaporkan mereka mengalami kesulitan dalam mengakses layanan Twitter, termasuk gagal masuk ke akun, beranda yang tidak dapat dimuat, hingga tidak bisa melihat atau mengunggah postingan.

    Situs pemantau seperti Downdetector mencatat lonjakan gangguan, mengundikasikan Twitter down ini bukan bersifat lokal, melainkan juga terjadi di banyak negara sekaligus, termasuk di Indonesia pada tadi malam.

    Twitter sempat down selama beberapa jam, sebelumnya layanan X Twitter mulai berangsur-angsur kembali normal menjelang dini hari tadi atau sekitar jam 00.10 WIB lewat.

    Elon Musk, pemilik X, memberikan pernyataan terkait gangguan tersebut. Lewat akun pribadinya di X, ia mengatakan ada kemungkinan medsos miliknya sedang mengalami gangguna oleh serangan siber terkoordinasi.

    “Ada (masih) serangan siber besar-besaran terhadap 𝕏. Kami diserang setiap hari, tetapi ini dilakukan dengan banyak sumber daya. Baik kelompok besar yang terkoordinasi dan/atau suatu negara terlibat, ” kutip cuitan bos Tesla, Selasa (11/3/2025).

    Dia menambahkan, dirinya dan tim di X sedang melakukan penelusuran untuk mencari dari mana pelaku serangan siber yang sempat membuat Twitter error beberapa kali dalam sehari.

    Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada penjelasan resmi yang lebih rinci mengenai penyebab dan solusi dari masalah X Twitter down.

  • 8 Jam X Down, Elon Musk Sebut Serangan Siber jadi Biang Kerok

    8 Jam X Down, Elon Musk Sebut Serangan Siber jadi Biang Kerok

    Bisnis.com, JAKARTA — Platform media sosial X milik Elon Musk tidak dapat diakses selama 8 jam pada Senin pagi oleh puluhan pengguna di dunia, termasuk di Amerika Serikat (AS). Musk mengaku platform tersebut menghadapi “serangan siber besar-besaran.”

    “Ada (masih) serangan siber besar-besaran terhadap 𝕏. Kami diserang setiap hari, tetapi ini dilakukan dengan banyak sumber daya. Baik kelompok besar yang terkoordinasi dan/atau suatu negara terlibat,” tulis Elon Musk melalui akunnya, Selasa (11/3/2025). 

    Sebelumnya, pada Senin, 10 Maret 2025, puluhan ribu pengguna X di dunia, termasuk di Amerika Serikat dan Inggris, serta di Indonesia mengaku kesulitan mengakses platform tersebut. 

    Laporan dari pengguna menunjukkan bahwa gangguan dimulai sekitar pukul 21:10 WIB pada 10 Maret 2025, dengan keluhan seperti ketidakmampuan untuk scroll feed, login, atau mengakses aplikasi dan situs web. 

    Pengguna mengaku merasakan gangguan sekitar 20 menit hingga satu jam di beberapa wilayah sebelum kembali normal. Sementara itu, Downdetector, platform daring yang memberikan informasi real-time tentang status layanan dan situs web, mencatat lebih dari 21.000 laporan di AS dan 10.800 di Inggris pada puncak matinya layanan x.com. 

    Hingga pukul 05:30 WIB hari ini, 11 Maret 2025, belum ada pernyataan resmi dari X mengenai penyebab spesifik gangguan tersebut. Hingga akhirnya Elon Musk menyebut padamnya layanan berkaitan dengan serangan siber. 

    Berdasarkan pola historis, masalah teknis internal kemungkinan besar menjadi penyebabnya, tetapi tanpa konfirmasi resmi, ini tetap spekulasi. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut, saya bisa mencari pembaruan terkini dari web atau postingan di X jika diminta.

  • Tesla Babak Belur, Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Jelas

    Tesla Babak Belur, Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Jelas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kerajaan bisnis Elon Musk kian terpuruk sejak ia masuk ke Gedung Putih. Musk ditunjuk sebagai pemimpin Lembaga Efisiensi Pemerintah atau DOGE di pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    Ternyata, hal ini membawa petaka bagi perusahaan mobil listrik Tesla miliknya. Saham Tesla merosot tajam sejak Musk ditunjuk sebagai nakhoda DOGE. Bahkan, ada gerakan anti Elon Musk dan anti Tesla yang menggema. 

    Pemilik Tesla ramai-ramai memasang stiker yang menghujat Elon Musk. Mereka seakan terjebak, sebab harga mobil Tesla anjlok dan tak menguntungkan jika dijual. Penjualan mobil Tesla juga mengalami penurunan di Eropa dan beberapa wilayah lain.

    Musk, yang diketahui sebagai pendukung garis terdepan Trump saat kampanye Pilpres AS. Publik sudah mulai mengkritik hal tersebut, tetapi kemarahan mereka memuncak saat Musk terang-terangan memasang pose yang mengingatkan dengan Nazi.

    Saham Tesla Anjlok

    Saham Tesla telah turun selama tujuh minggu sejak Musk bekerja untuk pemerintah. Saham Tesla akhir minggu lalu ditutup US$270,48, dikutip dari CNBC Internasional, Senin (10/3/2025).

    Saham tersebut menurun lebih dari 10%. Tesla pernah berada di level terendah pada pemilihan presiden 5 November lalu yakni US$251,44.

    Saham perusahaan mobil listrik itu sempat menanjak hingga pada puncaknya yang mencapai US$480 pada 17 Desember 2024 lalu. Namun, kembali anjlok hampir setengahnya pada pekan lalu.

    Sejak pertengahan Desember itu, kapitalisasi pasar Tesla juga ambles lebih dari US$800 miliar.

    Kontroversi DOGE

    Musk menjadi sosok yang menggenjot efisiensi besar-besaran di pemerintah AS. Mulai dari pengurangan tenaga kerja, penghapusan program pemerintah, hingga merencanakan konsolidasi lembaga. 

    Berbagai upaya itu dilakukan Musk sembari tetap mendorong kontrak-kontrak pemerintah dengan berbagai perusahaan miliknya.

    Jabatannya di pemerintah juga tak menghentikan aktivitasnya di media sosial. Ia mengecam keputusan apapun yang tidak disukai dan memberikan narasi pada masalah antara Rusia serta Ukraina.

    Hal ini membuat sentimen anti Musk dan anti Tesla berkembang pesat. Bukan hanya di AS, namun meluas hingga Eropa.

    Bahkan hal tersebut juga memunculkan ledakan protes. Tindakan kriminal pembakaran serta vandalisme juga diduga dilakukan di fasilitas Tesla.

    (fab/fab)

  • Geger Starlink di Ukraina dan 4 Calon Pengganti, Elon Musk Semprot Menlu Polandia: Diam Pria Kecil – Halaman all

    Geger Starlink di Ukraina dan 4 Calon Pengganti, Elon Musk Semprot Menlu Polandia: Diam Pria Kecil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio dan CEO SpaceX Elon Musk terlibat perdebatan sengit dengan Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski belum lama ini.

    Perdebatan terjadi dalam serangkaian posting X (Twitter) pada hari Minggu (9/3/2025) mengenai penggunaan sistem satelit Starlink di Ukraina.

    Dalam tanggapannya terhadap postingan Musk yang menyebutkan penutupan sistem, Sikorski menyiratkan bahwa ancaman apa pun untuk menutup Starlink akan mengakibatkan pencarian pemasok lain.

    Rubio dengan cepat menepis klaim bahwa Musk akan mematikan sistem tersebut dan mendesak Sikorski untuk bersyukur.

    Ketiganya saling berbalas posting di X yang berakhir dengan Musk menyebut Sikorski “lelaki kecil”, mengutip BBC.

    Sistem Starlink merupakan bagian dari misi SpaceX untuk menyediakan internet berkecepatan tinggi ke daerah-daerah terpencil dan kurang terlayani – seperti zona perang – di seluruh dunia.

    Pertukaran hari Minggu dimulai ketika sang pemilik SpaceX, Musk mengunggah bahwa Starlink adalah “tulang punggung tentara Ukraina”.

    “Seluruh garis depan mereka akan runtuh jika saya mematikannya,” tulisnya.

    Sikorski kemudian menanggapi postingan Musk dengan mengatakan bahwa Polandia yang membayar layanan tersebut.

    “Starlinks untuk Ukraina dibayar oleh Kementerian Digitalisasi Polandia dengan biaya sekitar $50 juta per tahun,” tulis Sikorski.

    “Terlepas dari etika mengancam korban agresi, jika SpaceX terbukti sebagai penyedia yang tidak dapat diandalkan, kami akan dipaksa mencari pemasok lain.”

    Postingan Sikorski menyebabkan Rubio menimpali, dengan menulis bahwa menteri luar negeri Polandia “hanya mengada-ada”.

    “Tidak seorang pun mengancam akan memutus hubungan Ukraina dengan Starlink,” tulis Rubio.

    “Dan sampaikan terima kasih karena tanpa Starlink, Ukraina sudah lama kalah dalam perang ini dan Rusia sekarang sudah berada di perbatasan dengan Polandia,” tambahnya.

    Musk kemudian menanggapi unggahan Sikorski dengan menyebutnya “pria kecil”.

    “Diamlah, wahai orang kecil. Anda hanya membayar sebagian kecil dari biayanya. Dan tidak ada yang dapat menggantikan Starlink,” tulis Musk.

    Adapun terminal Starlink merupakan kunci operasi militer Ukraina dan telah digunakan sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari 2022.

    Ada puluhan ribu terminal di negara ini, termasuk hingga 500 yang dibeli oleh Departemen Pertahanan AS pada Juni 2023.

    Uni Eropa Cari Pengganti Starlink

    Negara-negara Eropa sedang mencari opsi untuk mengganti layanan internet satelit Starlink untuk Ukraina di tengah kemungkinan pemberhentian langganan.

    Demikian dilaporkan oleh Financial Times.

    Diketahui bahwa empat operator satelit sedang bernegosiasi dengan pemerintah dan organisasi Eropa untuk menyediakan layanan mereka ke Ukraina.

    Mulai dari SES dari Luksemburg, Hisdesat dari Spanyol, Viasat dari Inggris (pemilik Inmarsat) dan Eutelsat/OneWeb dari Prancis.

    Namun, publikasi tersebut menulis bahwa sulit untuk sepenuhnya menggantikan Starlink.

    Starlink sebagai layanan internet berbasis satelit menjadi hal yang baru di Tanah Air karena selama ini masyarakat Indonesia dilayani oleh Internet Service Provider (ISP) eksisting berbasis fiber optic dan broadband. (dok. Starlink)

    Hal ini karena lebih dari 40.000 terminalnya saat ini menyediakan komunikasi untuk militer, rumah sakit, bisnis, dan organisasi kemanusiaan.

    Salah satu pendorong utama negosiasi ini adalah pertemuan antara pemimpin Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden AS Donald Trump di Washington, DC, tak lama setelah Amerika berhenti memasok bantuan militer ke Ukraina.

    Dengan latar belakang ini, diskusi di Eropa juga semakin intensif tentang pembuatan jaringan satelit IRIS⊃2; mereka sendiri.

    Biayanya diperkirakan mencapai €10,6 miliar.

    Namun, proyek ini dijadwalkan baru akan diluncurkan pada tahun 2030.

    Negara-negara UE saat ini sedang meninjau cakupan proyek ini mengingat realitas keamanan baru.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha)

  • Trump Sebut TikTok Diminati 4 Calon Investor di AS

    Trump Sebut TikTok Diminati 4 Calon Investor di AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa pihaknya sedang bernegosiasi dengan empat calon investor yang berbeda untuk bisnis TikTok di AS dan kesepakatan untuk aplikasi video sosial tersebut dapat segera terwujud.

    “Kami sedang berhadapan dengan empat kelompok yang berbeda, dan banyak orang menginginkannya,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One dikutip dari Bloomberg, Senin (10/3/2025). 

    Adapun, Trump tidak menyebutkan secara spesifik siapa saja calon pembeli tersebut atau mengatakan ke arah mana dia condong, alih-alih mengatakan “keempatnya bagus.”

    TikTok milik ByteDance Ltd. menghadapi tenggat waktu 5 April 2025 untuk mencapai kesepakatan untuk operasinya di AS—atau dilarang beroperasi di negara tersebut berdasarkan undang-undang bipartisan yang disahkan selama pemerintahan Biden. 

    AS sejauh ini merupakan pasar terpenting TikTok dan diperkirakan bernilai hingga US$50 miliar tahun lalu di negara tersebut. ByteDance mengoperasikan layanan saudaranya, Douyin, di China.

    Pekan lalu, Trump mengatakan dia akan terbuka untuk memperpanjang batas waktu lagi jika perlu, tetapi mengira kesepakatan mungkin terjadi bulan depan. Dia telah menunda tanggal awal 19 Januari 2025, menghindari pemblokiran TikTok yang berkepanjangan, dan telah berulang kali mengisyaratkan dia terbuka untuk mencapai kesepakatan. 

    Saat dia mencoba menjadi perantara penjualan, presiden mengatakan dia yakin AS harus diberikan 50% saham di perusahaan tersebut sebagai syarat.

    ByteDance yang berkantor pusat di Beijing belum menunjukkan minat untuk menjual operasinya di AS, meskipun CEO Shou Chew bertemu dengan Trump di Mar-a-Lago pada Desember 2024 dan menghadiri pelantikan awal tahun ini.

    Perusahaan telah berupaya untuk meredakan kekhawatiran keamanan nasional di antara para anggota parlemen AS agar dapat terus beroperasi di negara tersebut.

    ByteDance yang dimiliki secara tertutup kini dinilai lebih dari US$400 miliar oleh investor utama seperti SoftBank Group Corp. Perusahaan tersebut membeli kembali saham karyawan dengan valuasi US$312 miliar, menunjukkan keyakinan dalam strategi ekspansi yang mencakup kehadiran yang berkembang dalam e-commerce yang memanfaatkan popularitas platform videonya.

    Pemerintah China juga perlu menyetujui setiap penjualan potensial, dan pernyataan publik dari Beijing hingga saat ini tidak mendukung. Para pejabat telah mengevaluasi opsi potensial yang melibatkan Elon Musk untuk mengakuisisi layanan tersebut di AS, meskipun preferensi yang kuat adalah agar TikTok tetap sepenuhnya berada di dalam ByteDance.

    Adapun, Musk, yang sudah memiliki jejaring sosial X, mengatakan bahwa dia tidak tertarik.

    Penawar publik hingga saat ini termasuk kelompok yang dipimpin oleh miliarder Frank McCourt dan salah satu pendiri Reddit Alexis Ohanian, yang lain yang menampilkan pengusaha teknologi Jesse Tinsley dan bintang YouTube MrBeast.

    Selain itu, ada juga tawaran merger oleh Perplexity AI yang berbasis di San Francisco. Kemudian, Trump juga telah mengajukan nama pendiri Oracle Corp., Larry Ellison dan TikTok telah bekerja sama dengan Oracle dalam hosting data pengguna AS-nya.