Roket raksasa New Glenn milik Blue Origin meluncur dari Florida pada Kamis pagi (16/1). Ini jadi misi pertamanya ke luar angkasa bagi perusahaan antariksa milik miliarder Jeff Bezos yang bertujuan untuk menyaingi SpaceX dalam bisnis peluncuran satelit.
Tag: Elon Musk
-

Elon Musk-Jeff Bezos Saling Dukung untuk Keberhasilan Misi Roket
Elon Musk dan Jeff Bezos jadi dua miliarder yang kini jadi bintang di misi panggung luar angkasa. Setelah keberhasilan Bezos mengorbitkan roket raksasa New Glenn, Musk pun ucapkan selamat. Hal serupa juga dilakukan Bezos jelang penerbangan Starship SpaceX.
-

Sulap Starlink Jadi Pusat Data di Luar Angkasa
Bisnis.com, JAKARTA — CEO SpaceX Elon Musk mengungkapkan rencana ambisius untuk menjadikan satelit Starlink generasi mendatang sebagai pusat data yang mengorbit di luar angkasa. Selama ini, Starlink dikenal sebagai penyedia layanan internet berkecepatan tinggi, tapi Musk menilai teknologi tersebut bisa dikembangkan lebih jauh.
Melansir laman PCMag pada Senin (3/11/2025) Musk mengungkapkan konsep tersebut bukan hal yang mustahil karena fondasinya sudah tersedia melalui satelit Starlink generasi ketiga (V3) yang dirancang mampu menyalurkan internet hingga kecepatan gigabit.
“Dengan meningkatkan skala satelit Starlink V3 yang sudah memiliki koneksi laser berkecepatan tinggi, hal ini bisa diwujudkan. SpaceX akan melakukannya,” tulis Musk di akun X.
Gagasan tersebut muncul di tengah meningkatnya minat global terhadap pembangunan pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI) di luar angkasa, yang dinilai dapat mengurangi dampak lingkungan akibat konsumsi energi besar di Bumi.
Berdasarkan dokumen yang diajukan ke otoritas terkait, setiap satelit V3 diperkirakan memiliki bobot hingga 2.000 kilogram, atau hampir empat kali lipat lebih berat dibandingkan dengan satelit Starlink V2 Mini. Peluncurannya membutuhkan roket raksasa Starship buatan SpaceX yang saat ini masih dalam tahap uji coba.
Musk mengisyaratkan satelit V3 berukuran lebih besar nantinya dapat menampung kemampuan komputasi tambahan untuk menjalankan beban kerja AI secara langsung di orbit. Dengan begitu, pelanggan dapat mengakses satelit tersebut dari jarak jauh untuk melakukan pelatihan AI, memanfaatkan koneksi berkecepatan tinggi yang dimiliki jaringan Starlink.
Salah satu tantangan utama dalam mengoperasikan pusat data di luar angkasa adalah menjaga konektivitas, mengingat satelit terus bergerak mengelilingi Bumi dan tidak selalu berada dalam jangkauan pengguna di darat.
Namun SpaceX telah memiliki solusi melalui sistem laser antar-satelit yang memungkinkan transfer data hingga 200 Gbps, membentuk jaringan mesh di luar angkasa. Meski demikian, rencana ini masih perlu waktu untuk direalisasikan, mengingat SpaceX saat ini juga tengah fokus mengembangkan roket Starship dan mempersiapkan misi pengiriman manusia ke Bulan dan Mars.
Sementara itu, perusahaan rintisan bernama Starcloud juga tengah menyiapkan uji coba satelit pusat data miliknya yang dilengkapi GPU Nvidia H100 untuk pelatihan AI.
Starcloud menargetkan membangun jaringan pusat data orbit yang terhubung dengan Starlink dan memanfaatkan energi matahari sebagai sumber daya utama. Satelit uji coba tersebut dijadwalkan meluncur menggunakan roket SpaceX Falcon 9 pada 2 November.
-

Heboh 3I/ATLAS Diduga Alien Mendekat ke Bumi, Manusia Bisa Punah
Jakarta, CNBC Indonesia – Komet raksasa seukuran Manhattan yang dinamai ‘3I/ATLAS’ menjadi sorotan publik dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya, komet tersebut dilaporkan sudah mencapai jarak terdekat ke Matahari pada Kamis (25/10) pekan lalu.
Namun, ada hal tak biasa yang terdeteksi dari pergerakan 3I/ATLAS. Komet tersebut bergerak cepat dan mendekat ke planet-planet lain di Antariksa seperti Jupiter, Venus, dan Mars. Gerak-geriknya membuat beberapa pihak meyakini 3I/ATLAS tak lain adalah pesawat makhluk luar angkasa alias alien.
Dalam podcast ‘The Joe Rogan Experience’ baru-baru ini, pembahasan soal kemungkinan 3I/ATLAS adalah alien kembali mencuat. Elon Musk yang hadir sebagai bintang tamu setuju bahwa komet tersebut bisa jadi merupakan alien.
Pasalnya, ada sesuatu di luar grafitasi yang memengaruhi lintasan komet tersebut, dikutip dari NYPost, Senin (3/11/2025).
Lebih lanjut, Musk mengatakan laporan soal ukuran 3I/ATLAS yang sangat besar dan terbuat dari nikel, membuatnya curiga bahwa komet itu berpotensi merupakan pesawat luar angkasa.
“[3I/ATLAS] berpotensi menghancurkan sebuah benua, bahkan lebih buruk,” kata Musk dalam podcast tersebut, dikutip dari NYPost.
Rogan kemudian mengatakan jika benar komet tersebut merupakan pesawat luar angkasa raksasa, maka masalah serius akan muncul. Musk mengangguk dan mengatakan, “mungkin akan membunuh sebagian besar kehidupan manusia”.
Musk kemudian mengatakan level kehancuran yang bisa disebabkan 3I/ATLAS tergantung pada massa totalnya. Ia lalu menjelaskan berdasarkan rekam jejak fosil, kemungkinan ada 5 kejadian kepunahan besar.
Salah satunya adalah kepunahan Perm-Trias, yang ditandai dengan musnahnya hampir seluruh kehidupan dan terjadi lebih dari berjuta-juta tahun silam.
“Ada kepunahan Trias-Jura (Jurassic}, saya rasa itu pasti penyebabnya asteroid, tetapi yang tidak dihitung adalah yang hanya menghancurkan benua karena tidak terlihat dalam catatan fosil,” kata orang terkaya di dunia itu.
“Jadi, kecuali dampaknya cukup untuk menyebabkan kepunahan massal di seluruh Bumi, dampak tersebut tidak muncul dalam catatan fosil berusia 200 juta tahun. Jadi, sebenarnya ada banyak dampak yang bisa menghancurkan semua kehidupan di separuh Amerika Utara atau semacamnya sepanjang sejarah,” ia menambahkan.
NASA awalnya meyakinkan bahwa pada titik terdekatnya, komet tersebut hanya akan melintas dalam jarak 170 juta mil dari Bumi, yang berarti tidak akan menimbulkan ancaman bagi kehidupan manusia.
Namun, dengan lintasan 3I/ATLAS baru-baru ini, dalam sebuah postingan blog, ilmuwan Harvard Avi Loeb mengklaim bahwa “percepatan non-gravitasi mungkin merupakan tanda teknologi dari sebuah mesin internal,” yang mungkin juga menjadi alasan di balik perubahan pigmen komet menjadi lebih terang dan lebih biru, saat mendekati sumber cahaya tata surya kita.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

Puluhan Ribu Orang Tiba-Tiba Daftar Tanam Chip Otak, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan rintisan teknologi otak milik Elon Musk, Neuralink, mengumumkan bahwa lebih dari 10.000 orang dari berbagai negara telah mendaftar dalam program mereka. Pendaftaran dilakukan melalui “Patient Registry”, yakni laman resmi yang dibuka Neuralink sejak awal tahun ini untuk menjaring calon peserta uji coba chip otak.
Melalui program tersebut, masyarakat dari mana pun dapat mengajukan diri untuk ikut serta dalam uji klinis implan chip buatan Neuralink.
Sejauh ini, perusahaan telah berhasil menanamkan chip pada 12 pasien dalam rangkaian uji klinis yang memungkinkan penggunanya mengoperasikan komputer hanya dengan kekuatan pikiran. Neuralink menargetkan tambahan 13 pasien lagi, yang akan menerima implan serupa sebelum tahun 2025 berakhir.
Meski demikian, saat ini uji coba masih dibatasi untuk penderita kelumpuhan akibat penyakit saraf motorik atau cedera tulang belakang. Namun, Elon Musk menyebut di masa depan teknologi ini akan dikembangkan agar dapat digunakan juga oleh orang tanpa disabilitas.
Menurut Musk, versi berikutnya dari chip otak Neuralink dapat memungkinkan manusia mencapai simbiosis dengan kecerdasan buatan (AI).
Ia bahkan menyebut chip tersebut berpotensi digunakan untuk memutar musik langsung ke otak, mengembalikan penglihatan bagi penyandang tunanetra, hingga memungkinkan komunikasi melalui telepati.
“Teknologi ini bahkan bisa mencapai titik di mana Anda dapat mengunggah memori dan pada dasarnya menyimpan versi diri Anda, lalu mengunduhnya ke dalam tubuh robot atau kloning dari diri Anda sendiri,” kata Musk dalam sebuah siaran langsung pada Juli lalu, dikutip dari The Independent, Minggu (2/11/2025).
Presiden sekaligus salah satu pendiri Neuralink, DJ Seo, mengungkapkan angka pendaftar tersebut dalam laporan riset Morgan Stanley pekan ini. Laporan itu juga menyoroti isu etika dan hukum yang mungkin timbul akibat kemajuan teknologi antarmuka otak-komputer.
“Meskipun selama ini menjadi topik banyak buku dan film fiksi ilmiah, antarmuka otak-komputer merupakan frontier baru bagi umat manusia yang akan melibatkan beragam pertimbangan moral, etika, serta hukum dan regulasi,” tulis laporan tersebut.
Versi chip Neuralink yang digunakan saat ini, N1, terhubung ke komputer melalui Bluetooth dan telah memungkinkan pasien untuk menggerakkan lengan robot, menjelajahi internet, hingga bermain game seperti Mario Kart hanya dengan kekuatan pikiran.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
-

Elon Musk Umbar Rencana Tesla Uji Coba Mobil Terbang
Jakarta –
Elon Musk kembali sesumbar soal proyek ambisius yang dikembangkan salah satu perusahaannya. Kali ini orang terkaya di dunia itu mengungkap rencana Tesla untuk menguji coba mobil terbang.
Saat menjadi bintang tamu di podcast Joe Rogan, Musk tiba-tiba berbicara soal entrepreneur Peter Thiel yang pernah berkata bahwa di masa depan seharusnya ada mobil terbang.
Musk kemudian ditanya apakah ia dan Tesla secara aktif mempertimbangkan untuk membuat mobil terbang listrik. CEO Tesla itu hanya memberikan jawaban yang samar-samar.
“Saya tidak bisa memamerkan sebelum peluncurannya,” kata Musk, seperti dikutip dari Business Insider, Sabtu (1/22/2025).
“Saya rasa ini bisa menjadi peluncuran produk paling berkesan yang pernah ada,” sambungnya.
Musk mengatakan ia tidak yakin apakah kendaraan itu berupa mobil, namun bentuknya terlihat seperti mobil. Saat ditanya apakah mobil listrik itu akan memiliki sayap yang bisa keluar masuk atau menggunakan desain ala pesawat yang terbang dan mendarat secara vertikal, Musk tidak menjawab.
Diskusi ini mengemuka ketika Musk dan Rogan membicarakan prototipe Tesla Roadster generasi kedua yang sudah lama tidak ada kabarnya. Musk mengatakan mobil baru yang akan dipamerkan Tesla memiliki ‘teknologi gila’ yang bahkan melebihi teknologi di film-film James Bond.
Musk menambahkan ia sudah semakin dekat untuk mendemonstrasikan prototipe mobil terbaru Tesla. Ia berharap mobil terbang ini dapat dipamerkan sebelum akhir tahun ini, dan berjanji demonstrasinya akan tidak terlupakan.
Musk sudah berbicara soal mengembangkan mobil terbang sejak tahun 2014. Namun, pria kelahiran Afrika Selatan itu dikenal dengan targetnya yang terlalu optimis dan ambisius, tapi pada akhirnya peluncurannya molor karena satu dan lain hal.
Sebut saja Tesla Roadster generasi kedua yang dipamerkan pada tahun 2017 dan seharusnya diluncurkan pada tahun 2020. Delapan tahun setelahnya, mobil ini masih belum diantarkan ke konsumen karena produksinya terus tertunda.
(vmp/vmp)
-

Raja AI Tapi Bos Nvidia Jadi Korban Deepfake di YouTube
Jakarta –
Ironis. Nvidia dikenal sebagai perusahaan pembuat chip AI paling canggih di dunia, namun bos besarnya malah menjadi korban deepfake yang dibuat menggunakan AI. Sebuah video palsu di YouTube menampilkan versi digital Jensen Huang sedang mengumumkan proyek kripto palsu, dan sukses menipu puluhan ribu penonton.
Penipuan ini pertama kali disorot oleh jurnalis teknologi Dylan Martin di platform X. Video tersebut diunggah di kanal bernama NVIDIA Live dan sempat muncul paling atas ketika pengguna mencari “Nvidia GTC DC” di YouTube. Saat puncaknya, siaran palsu itu menarik hingga 95 ribu penonton–meski sebagian di antaranya diyakini bot–sementara keynote asli Nvidia hanya ditonton sekitar 12 ribu orang.
Dalam video yang kini sudah dihapus, “Jensen Huang” versi AI membuka pidato dengan menyebut ada “kejutan besar” berupa acara adopsi massal kripto yang disebut-sebut sejalan dengan misi Nvidia “mempercepat kemajuan manusia.”
Deepfake itu lalu menjelaskan bagaimana chip Nvidia bisa digunakan untuk menambang kripto, mengoptimalkan kontrak pintar Ethereum, dan mempercepat transaksi Solana.
Di akhir segmen, penonton diminta memindai kode QR di layar untuk “berpartisipasi” dalam skema distribusi kripto yang konon diluncurkan oleh Nvidia. Tentu saja, itu adalah penipuan, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Kamis (30/10/2025).
Butuh waktu sekitar 40 menit sejak laporan pertama Martin hingga YouTube akhirnya menurunkan video tersebut. Namun dalam dunia internet, 40 menit sudah cukup lama untuk menjerat korban yang percaya begitu saja.
Kasus ini bukan yang pertama. Pada 2025, versi AI dari suara Elon Musk juga digunakan dalam siaran langsung YouTube untuk mengelabui penonton agar mengirim Bitcoin dan Dogecoin ke situs palsu dengan janji imbalan ganda.
Fenomena ini menunjukkan betapa cepatnya teknologi AI berbalik arah dari alat inovasi menjadi senjata manipulasi. Deepfake kini bukan sekadar hiburan, melainkan ancaman baru terhadap kepercayaan publik di dunia digital. Jika platform besar seperti YouTube saja masih kecolongan, mungkin yang perlu diperbarui bukan lagi algoritma, melainkan kewaspadaan kita terhadap kebenaran yang tampak di layar.
(asj/asj)
-
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5394762/original/083144700_1761640156-Grokipedia.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Top 3 Tekno: Grokipedia Jiplak Wikipedia hingga Meta Langgar Aturan Digital Uni Eropa
Liputan6.com, Jakarta – Ensiklopedia yang dikembangkan oleh xAI milik Elon Musk, Grokipedia, dituding menjiplak konten dari Wikipedia. Berita ini menjadi sorotan para pembaca di kanal Tekno Liputan6.com, Selasa (28/10/2025).
Informasi lain yang juga menuai perhatian datang dari Meta yang dituduh melanggar aturan digital Uni Eropa terkait pelaporan konten illegal.
Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.
1. Grokipedia Milik Elon Musk Dituding Jiplak Konten Wikipedia
Ensiklopedia ala Wikipedia yang dikembangkan oleh xAI milik Elon Musk, Grokipedia, baru saja diluncurkan. Platform ini diklaim sebagai terobosan, namun kemiripannya dengan Wikipedia ternyata jauh lebih mendalam dari yang diperkirakan.
Secara desain, Grokipedia yang saat ini masih dalam versi v0.1 terlihat sangat basic. Halaman utamanya didominasi oleh bilah pencarian besar, menyerupai laman muka Wikipedia.
Entri-entri yang ada pun tampilannya sangat basic, lengkap dengan judul, subjudul, dan kutipan. Sejauh ini, konten visual seperti foto belum ditemukan di dalam entri.
Berbeda dengan Wikipedia yang memungkinkan penyuntingan oleh pengguna, fitur sunting di Grokipedia nampaknya belum sepenuhnya berfungsi. Demikian sebagaimana dikutip dari The Verge, Selasa (28/10/2025).
Tombol ‘edit’ hanya muncul pada beberapa halaman, dan saat diklik, hanya menampilkan riwayat suntingan yang sudah selesai tanpa merinci siapa yang menyarankan atau membuat perubahan. Pengguna juga belum bisa menyarankan perubahan sendiri.
Baca selengkapnya di sini
-
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5394762/original/083144700_1761640156-Grokipedia.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Grokipedia Milik Elon Musk Dituding Jiplak Konten Wikipedia – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Ensiklopedia ala Wikipedia yang dikembangkan oleh xAI milik Elon Musk, Grokipedia, baru saja diluncurkan. Platform ini diklaim sebagai terobosan, namun kemiripannya dengan Wikipedia ternyata jauh lebih mendalam dari yang diperkirakan.
Secara desain, Grokipedia yang saat ini masih dalam versi v0.1 terlihat sangat basic. Halaman utamanya didominasi oleh bilah pencarian besar, menyerupai laman muka Wikipedia.
Entri-entri yang ada pun tampilannya sangat basic, lengkap dengan judul, subjudul, dan kutipan. Sejauh ini, konten visual seperti foto belum ditemukan di dalam entri.
Berbeda dengan Wikipedia yang memungkinkan penyuntingan oleh pengguna, fitur sunting di Grokipedia nampaknya belum sepenuhnya berfungsi. Demikian sebagaimana dikutip dari The Verge, Selasa (28/10/2025).
Tombol ‘edit’ hanya muncul pada beberapa halaman, dan saat diklik, hanya menampilkan riwayat suntingan yang sudah selesai tanpa merinci siapa yang menyarankan atau membuat perubahan. Pengguna juga belum bisa menyarankan perubahan sendiri.
Aspek yang cukup kontroversial adalah klaim bahwa entri-entri tersebut telah diperiksa faktanya (fact-checked) oleh Grok, lengkap dengan keterangan waktu pemeriksaan.
Klaim ini menimbulkan keraguan, mengingat model bahasa besar (LLM) seringkali cenderung menghasilkan “fakta” palsu atau halusinasi.

