Tag: Elon Musk

  • Apa yang Halangi Elon Musk Jadi Triliuner Pertama di Dunia?

    Apa yang Halangi Elon Musk Jadi Triliuner Pertama di Dunia?

    Jakarta

    Bahkan kacamata hitam paling gelap pun tak sanggup menahan silaunya janji upah satu triliun dolar dari para pemegang saham Tesla, produsen kendaraan listrik AS, bagi miliarder Elon Musk. Meski demikian, iming-iming tersebut cuma akan terwujud jika ia berhasil mencapai target yang nyaris mustahil.

    Untuk mengaktifkan paket kompensasi itu, Musk harus mampu menjual satu juta unit robotaxi alias wahana angkut tanpa pengemudi manusia, dan memproduksi satu juta robot humanoid Optimus, yang digerakkan oleh kecerdasan buatan (AI).

    Jika semua itu terjadi, Tesla akan bernilai 8,5 triliun dolar – enam kali lipat dari nilai saat ini yang mencapai 1,43 triliun USD – dan Musk menjadi manusia pertama yang menyeberang batas triliuner. Sekalipun ia gagal mencapai target, Musk tidak akan kekurangan uang, tetapi pertanyaan sebenarnya adalah: Mampukah ia mewujudkannya?

    Penggemar Tesla menaruh kepercayaan pada Musk

    Alexandra Merz, pemegang saham Tesla yang dikenal sebagai TeslaBoomerMama, mendukung paket kompensasi, serta sangat yakin Elon Musk adalah “eksekutor terbaik di dunia.”

    “Saya meyakini dia akan mencapai tonggak sejarah. Dia telah menunjukkan kepada kita sebelumnya apa yang mungkin,” ujarnya kepada Bloomberg baru-baru ini.

    Lebih dari tiga perempat pemegang saham Tesla menyetujui kesepakatan gaji Musk pada Kamis lalu (6/11) setelah sengketa hukum selama tujuh tahun dan penolakan dari beberapa investor, termasuk CalPERS, dana pensiun publik terbesar di Amerika Serikat.

    CalPERS mengkhawatirkan bertambahnya kekuasaan Musk atas Tesla. Berdasarkan kesepakatan saham tersebut, Musk bisa mengamankan hingga 25% hak suara pemegang saham, dari hanya 13% saat ini. Kritikus berpendapat, jika Musk punya seperempat saham Tesla, ia memegang kendali yang sangat besar, bisa membungkam perbedaan pendapat, dan menjalankan perusahaan dengan pengawasan minimal.

    Musk bisa memiliki terlalu banyak kekuasaan

    “Kesepakatan ini lebih dari sekadar skandal, ini adalah penipuan,” kata Minow kepada DW, soal bagaimana Musk memindahkan Tesla dari negara bagian Delaware yang ramah bisnis ke Texas dengan biaya besar setelah paket gaji sebelumnya senilai 56 miliar USD dua kali dibatalkan oleh pengadilan Delaware.

    “Kemudian, dengan biaya besar pula, dia membayar pelobi, pengacara, dan legislator untuk mengesahkan undang-undang baru yang secara signifikan membatasi kemampuan pemegang saham untuk menentang rencana gaji,” yang menurutnya memberikan wewenang kepada dewan direksi untuk memberikan kompensasi Musk “sesuai kehendak mereka, bahkan jika tujuan-tujuan tersebut tidak tercapai.”

    Ketidaksetaraan ekstrem yang mengkhawatirkan

    Joanna Bryson, profesor etika dan teknologi di Hertie School of Governance Berlin, berpendapat bahwa kesepakatan gaji Musk merupakan simbol masalah yang lebih luas dalam tata kelola di AS, bagaimana pertumbuhan dan kekuatan Big Tech menciptakan ketidaksetaraan yang ekstrem, yang menurutnya “tidak berkelanjutan.”

    “Ada masalah keamanan besar ketika seorang individu memiliki kekuasaan lebih besar daripada negara,” katanya kepada DW.

    Bryson memberikan contoh buruknya ketidaksetaraan dunia saat ini seperti ketika Perang Dunia I dan gelembung pasar saham AS sebelum 1929.

    “Segala sesuatu yang memberikan jumlah uang yang tidak proporsional kepada satu orang menciptakan entropi, atau pergeseran dari keteraturan menuju kekacauan.”

    Masalah yang lebih besar lagi adalah risiko ketergantungan pada satu sosok kunci. Dalam kasus Musk, akan berdampak buruk bagi Tesla jika ia tidak bisa menjalankan perannya karena mundur, sakit, kehilangan fokus, atau meninggal dunia.

    Kesuksesan Tesla sangat bergantung pada kepemimpinan, visi, dan eksekusi Musk. Perusahaan dapat menjadi rentan jika ia terganggu oleh usaha lainnya, seperti SpaceX atau xAI.

    Terlalu banyak distraksi

    Musk sudah dikritik karena melupakan tugas utamanya awal tahun ini saat ia bergabung dengan pemerintahan Trump sebagai kepala DOGE (Departemen Efisiensi Pemerintahan, bukan meme koin).

    Masa jabatannya yang singkat di DOGE memicu reaksi balik yang merembet ke operasi Tesla, dengan protes di luar pabrik, seruan boikot, dan bahkan insiden sabotase yang mengganggu produksi dan merusak kepercayaan investor.

    Musk mundur dari DOGE setelah 130 hari, dan pada Juli meluncurkan gerakan politik barunya, Partai Amerika, bertujuan menantang sistem dua partai dan mengubah arah perdebatan nasional.

    Bagi sebagian investor, risiko Musk akan terdistraksi bukan sekadar kemungkinan, tapi sedang terjadi secara nyata.

    “Jika kepemilikan sahamnya saat ini saja belum cukup memotivasi Musk, maka kesepakatan gaji baru ini pun tidak akan mampu membuatnya fokus dan berhenti dari berbagai proyek sampingan serta komentar politik kontroversial, yang menurut studi Universitas Yale baru-baru ini telah membuat perusahaan dan para pemegang saham kehilangan sekitar satu juta penjualan,” kata Minow kepada DW.

    Dewan direksi Tesla mengatakan tujuan utama dari kesepakatan saham besar ini adalah untuk menjaga fokus Musk pada Tesla. Terlebih ia tidak dapat menjual saham barunya itu hingga sepuluh tahun setelah diterima.

    Keraguan tentang potensi robotika dalam jangka pendek

    Bahkan jika dia tetap fokus sepenuhnya, para kritikus berargumen bahwa targetnya sendiri mungkin tidak tercapai, terutama rencana memproduksi satu juta robot humanoid Optimus per tahun. Tesla sebenarnya telah memamerkan prototipe Optimus yang bisa melakukan tugas sederhana, banyak ahli percaya teknologinya masih dalam belum matang.

    Ahli robotik Australia, Rodney Brooks, menulis dalam esainya bahwa Optimus dan robot humanoid lainnya ditakdirkan untuk gagal karena kurangnya kelincahan atau fleksibilitas.

    “Rencana bahwa robot humanoid akan mampu menggantikan manusia dalam melakukan tugas-tugas manual dengan harga lebih murah dan sama baiknya akan terjadi dalam beberapa dekade ke depan adalah pemikiran fantasi,” tulis Brooks.

    Kritik lainnya memperingatkan bahwa menetapkan tonggak masa depan semacam itu mungkin merupakan cara untuk membenarkan kompensasi Musk yang fantastis sambil menjaga mesin hype tetap berjalan. Jika Optimus gagal diwujudkan secara massal, hal itu dapat merusak kredibilitas paket gaji secara keseluruhan.

    Perkiraan paling optimistis menyebutkan robot humanoid canggih baru akan siap dalam dua hingga lima tahun ke depan, membuat para penggemar Musk yakin bahwa hanya dia yang bisa mewujudkannya.

    “Sebagai pemegang saham, saya lebih memilih Elon yang memimpin pasukan robot itu daripada siapa pun,” kata Merz kepada Bloomberg. “Tunjukkan satu saja CEO lain yang bisa mencapai setengah dari apa yang sudah Elon lakukan.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Iryanda Mardanuz
    Editor:

    (ita/ita)

  • iPhone Bisa Dipakai Tanpa Internet, Tak Cuma Buat Kirim Chat

    iPhone Bisa Dipakai Tanpa Internet, Tak Cuma Buat Kirim Chat

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Konektivitas internet berbasis satelit menjadi salah satu teknologi yang berkembang pesat saat ini, selain teknologi kecerdasan buatan. Selain Starlink milik Elon Musk, sudah banyak perusahaan lain yang mengembangkan satelit untuk mengalirkan konektivitas ke area remot.

    Bahkan, Starlink juga membawa tren untuk menghubungkan langsung koneksi satelit ke HP. Operator seluler T-Mobile sudah bermitra dengan Starlink untuk menawarkan koneksi satelit ke konsumen.

    Selain itu, pabrikan HP juga sudah mulai menggenjot teknologi koneksi satelit. Salah satunya Apple yang sudah meluncurkan fitur ‘Emergency SOS’ via satelit di iPhone sejak 2022.

    Konsepnya relevan dengan skenario masalah di masyarakat. Ketika sedang bepergian ke tempat yang susah sinyal atau di tengah situasi darurat, pengguna iPhone bisa memanfaatkan Emergency SOS untuk menghubungi orang lain tanpa memerlukan jaringan internet seluler atau Wi-Fi.

    Selanjutnya, pada sistem operasi iOS 18, Apple juga menelurkan fitur pesan singkat dengan memanfaatkan koneksi satelit, tanpa internet mobile.

    Menurut analis Bloomberg, Mark Gurman, Apple juga sudah menyiapkan beberapa rencana besar untuk mengekspansi kemampuan konektivitas satelit di iPhone. Berikut rangkumannya:

    Peningkatan penggunaan di berbagai kondisi

    Apple ingin meningkatkan kemampuan koneksi satelit tanpa harus terhambat dengan beragam halangan fisik yang ada. Saat ini, ada beberapa kendala akses koneksi satelit, misalnya ketika mengakses di wilayah banyak pohon atau di dalam gedung.

    Sinyal satelit mungkin susah terjangkau. Namun, dengan peningkatan ‘penggunaan natural’, Apple ingin konektivitas satelitnya tetap stabil di berbagai situasi.

    Apple Maps via satelit

    Setelah terhubung ke satelit di lebih banyak tempat, fitur-fitur baru lainnya akan menjadi lebih bermanfaat. Salah satunya adalah versi baru Apple Maps yang mendukung satelit, yang memungkinkan pengguna menggunakan aplikasi tanpa perlu Wi-Fi atau koneksi mobile.

    Pengguna bisa mencari petunjuk arah di area dengan sinyal rendah atau bahkan tanpa sinyal.

    Kirim foto via satelit

    Perpesanan adalah area lain yang kabarnya akan mengalami beberapa peningkatan. Meskipun saat ini pengguna dapat mengirim pesan teks melalui satelit, Gurman mengatakan Apple sedang berupaya mendukung pengiriman foto melalui satelit.

    Dukungan pihak ketiga

    Bukan hanya aplikasi dan layanan Apple sendiri yang akan diuntungkan. Gurman mengatakan Apple sedang mengembangkan API yang memungkinkan pengembang pihak ketiga menambahkan dukungan satelit ke aplikasi mereka.

    Software Apple sendiri mungkin menawarkan pengalaman terbaik, tetapi juga membuka peluang untuk dukungan yang lebih luas. Aplikasi navigasi lain, seperti Google Maps, berpotensi terhubung ke satelit dengan cara ini.

    Jika pengguna lebih menyukai aplikasi pihak ketiga daripada Apple Maps, tidak perlu lagi menggunakan aplikasi peta bawaan iPhone saat tidak ada sinyal seluler.

    Cakupan lebih luas

    Meskipun tidak akan memengaruhi pemilik iPhone saat ini, iPhone 18 kemungkinan akan mendukung 5G NTN, yang memungkinkan menara seluler terhubung ke satelit untuk meningkatkan jangkauan.

    Berbagai bocoran dari Gurman belum dikonfirmasi langsung oleh Apple. Peningkatan konektivitas satelit ini juga belum jelas kapan akan direalisasikan.

    Menurut Gurman, Apple membutuhkan Globalstar, perusahaan yang membangun infrastruktur satelitnya, untuk melakukan peningkatan hardware. Dengan asumsi hal itu terjadi, tak akan ada lagi drama hilang sinyal dan putus kontak di berbagai situasi berkat dukungan koneksi satelit. Kita tunggu saja!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Elon Musk Mau Blokir Sinar Matahari Pakai AI

    Elon Musk Mau Blokir Sinar Matahari Pakai AI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Elon Musk punya ide untuk menyelamatkan Bumi. Orang paling kaya di dunia tersebut menyuarakan ide lewat akun media sosial X miliknya.

    Menurut Musk, manusia bisa selamat dari ancaman “kiamat” perubahan iklim menggunakan teknologi yang dikembangkan perusahaannya yaitu satelit.

    Ia ingin membangun konstelasi satelit mengerubungi Bumi untuk “menyaring” panas energi Matahari yang sampai ke atmosfer.

    “Konstelasi satelit tenaga surya yang dilengkapi oleh AI bisa mencegah pemanasan global, hanya dengan sedikit mengurangi energi Matahari yang sampai ke Bumi,” kata Musk di X.

    Musk adalah CEO SpaceX, yang kini mengoperasikan 9.000 satelit di orbit Bumi dekat (LEO). Ribuan satelit SpaceX tersebut belum mampu memblokir Matahari. Namun, sudah banyak dikeluhkan membuat astronom kesulitan mengamati luar angkasa dari permukaan Bumi.

    Tweet Musk kemudian direspons oleh banyak netizen. Beberapa bertanya kepada Musk kemampuan satelit AI untuk mengatur dengan akurat energi surya yang masuk ke Bumi sehingga tidak menyebabkan gangguan iklim hingga cuaca ekstrem.

    “Bisa. Hanya butuh penyesuaian kecil untuk mencegah pemanasan atau pendinginan global. Bumi sudah beberapa kali serupa dengan bola salju,” kata Musk.

    Konsep memblokir sinar Matahari sebagai solusi pemanasan global disebut dengan geoengineering. Banyak ilmuwan yang mencoba melakukan upaya memperlambat dampak pemanasan global.

    Namun, geoengineering dinilai kontroversial karena menyimpan banyak risiko tidak terduga, seperti dampak lingkungan dan sosial. Meski begitu bukan berarti tidak ada yang mencoba melakukannya. Kabarnya cara-cara itu dilakukan dengan rahasia.

    Futurism mencatat pejabat kota Alameda, California Amerika Serikat (AS) tahun lalu memerintahkan ilmuwan dari Universitas Washington menghentikan eksperimen memblokir sinar Matahari. Percobaan itu tidak diumumkan, tetapi kabarnya menggunakan perangkat untuk menyuntikkan partikel pencerah awan ke atmosfer.

    Penelitian itu menggandeng mitra firma geoengineering SilverLining dan SRI International tidak mempersiapkan untuk sukses.

    Laporan Politico mengatakan percobaan itu bagian dari program terkait area 3.900 mil persegi di lepas pantai Amerika Utara, Cile, atau Afrika tengah-selatan. Dengan skala tersebut disebutkan laporan tersebut akan mudah terdeteksi dari luar angkasa jika ada perubahan pada awan secara signifikan.

    Sementara banyak komunitas ilmiah, cara meredupkan Matahari bukan solusi karena bisa memperburuk hal yang telah terjadi sebelumnya. Adapula yang berpendapat dapat memperbaiki sementara, namun akan membuat pemimpin dunia mengabaikan penyebab langsung perubahan iklim.

    Ada juga startup bernama Stardust. Metode Stardust untuk mengurangi panas Matahari yang dirasakan langsung oleh makhluk di permukaan Bumi adalah dengan menyemprot partikel ke atmosfer menggunakan pesawat atau balon cuaca. Lapisan partikel di atmosfer ini diharapkan mampu menurunkan suhu di Bumi dalam upaya menahan laju pemanasan global.

    Investor yang turut mendanai Stardust termasuk perusahaan milik keluarga Agnelli, yaitu Exor. Exor adalah perusahaan induk pemegang saham Ferrari, Stellantis, dan klub sepak bola Juventus. Pemodal lainnya termasuk eks petinggi Facebook, Matt Cohler dan perusahaan investasi lain dari AS dan Eropa.

    CEO Stadust Solutions Yanai Yedvab adalah salah satu ahli fisika ternama yang pernah bekerja di pemerintah Israel. Menurutnya, upaya memantulkan pancaran sinar matahari lewat “manajemen radiasi surya” hanya sebuah permulaan dan tidak akan sepenuhnya memitigasi ancaman “kiamat” perubahan iklim.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tesla Ditinggal Para Petinggi, Perusahaan Makin Hancur Lebur

    Tesla Ditinggal Para Petinggi, Perusahaan Makin Hancur Lebur

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tesla telah mengalami banyak guncangan sepanjang tahun ini. Mulai dari penjualan yang anjlok akibat kompetisi dan sikap politik CEO Elon Musk yang berdampak buruk pada reputasi perusahaan, hingga drama paket kompensasi yang sempat memicu ‘perpecahan’ antara investor dan dewan direksi.

    Saham Tesla sepanjang tahun ini mengalami penurunan 0,75%, dan sempat mencapai level terendah pada April 2025 lalu senilai US$221,86 per lembar.

    Tak berhenti sampai di situ, Tesla juga menghadapi krisis baru. Ada 2 eksekutif Tesla yang mengepalai inisiatif produk utamanya secara terpisah mengumumkan hengkang dari perusahaan pada awal pekan ini.

    Pertama, Siddhant Awasthi yang merupakan kepala program Cybertruck Tesla. Ia mengumumkan pengunduran diri dari raksasa milik Musk melalui LinkedIn pada Senin (10/11) pagi waktu setempat.

    Cerita Awasthi cukup inspiratif. Ia bergabung dengan Tesla 8 tahun lalu dan memulai karier dari posisi bawah, hingga akhirnya mampu merangkak naik ke jejeran eksekutif.

    “Saya baru saja membuat salah satu keputusan tersulit dalam hidup saya, yaitu meninggalkan Tesla setelah perjalanan yang luar biasa,” tulis mantan kepala Cybertruck itu di LinkedIn.

    “Delapan tahun yang lalu, ketika saya mulai magang, saya tidak pernah membayangkan suatu hari nanti akan memiliki kesempatan untuk memimpin program Cybertruck dan mewujudkannya,” kata Awasthi, dikutip dari Mashable India, Selasa (11/11/2025).

    Tak jelas apa alasan Awasthi memilih mengundurkan diri. Melalui unggahan di LinkedIn, sepertinya Awasthi mundur baik-baik.

    Namun, Cybertruck jelas belum memenuhi harapan Tesla. Sebagaimana dicatat The Verge, pemberitahuan penarikan Cybertruck baru-baru ini dari Badan Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional AS menunjukkan bahwa hanya 63.619 Cybertruck yang telah terjual sejak peluncurannya pada tahun 2023.

    Musk pernah bertaruh bahwa masa depan Tesla bergantung pada penjualan 250.000 unit Cybertruck per tahun. Tesla sama sekali tidak mencapai target tersebut. Bahkan, minat terhadap Cybertruck telah menurun sejak perusahaan mengklaim telah menerima 250.000 deposit pra-pemesanan pada tahun 2019.

    Setelah Awasthi, pengumuman pengunduran diri juga datang dari Emmanuel Lamacchia, kepala program Model Y Tesla. Sama seperti Awasthi, Lamacchia juga sudah bergabung di Tesla selama 8 tahun terakhir.

    “Setelah 8 tahun yang luar biasa, saya akan meninggalkan Tesla,” tulis Lamacchia di LinkedIn.

    “Perjalanan yang luar biasa, dari memimpin NPI untuk varian Model 3 dan Model, Y hingga menjadi Manajer Program Kendaraan untuk Model Y, mobil terlaris di dunia!,” ia menuliskan.

    Lamacchia yang menjabat sebagai kepala Model Y selama 4 tahun terakhir, memang memimpin tim di balik kendaraan Tesla yang paling sukses. Jadi, sekali lagi, tampaknya tidak ada satu pun dari kepergian ini yang didasarkan pada kinerja.

    Yang mengkhawatirkan, Tesla kehilangan dua pemimpin berbakat di pengujung tahun yang penuh gejolak bagi perusahaan . Ditambah lagi dengan angka penjualan Tesla dan berita terbaru bahwa Tesla kini berencana meluncurkan layanan penyewaan mobil untuk kendaraan Tesla, tampaknya Tesla juga akan menghadapi tahun 2026 yang penuh gejolak. Kita tunggu saja!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Elon Musk Sebut Komet 3I/ATLAS Bisa Jadi Pesawat Alien, Manusia Terancam Punah

    Elon Musk Sebut Komet 3I/ATLAS Bisa Jadi Pesawat Alien, Manusia Terancam Punah

    GELORA.CO — Jagat maya kembali dihebohkan dengan kemunculan benda langit misterius bernama 3I/ATLAS, komet raksasa yang kini menjadi bahan perbincangan para astronom sekaligus teori konspirasi dunia.

    Tidak sedikit yang meyakini bahwa benda angkasa berukuran sekelas Manhattan itu bukan sekadar komet, melainkan pesawat luar angkasa milik makhluk asing (alien).

    Komet 3I/ATLAS pertama kali menarik perhatian ilmuwan setelah dilaporkan mencapai titik terdekat dengan Matahari pada Kamis (25/10/2025) pekan lalu.

    Namun, yang membuat publik gempar adalah perilaku aneh komet tersebut.

    Ia tidak hanya bergerak cepat melintasi orbit normalnya, tetapi juga tampak mendekat ke beberapa planet seperti Jupiter, Venus, dan Mars.

    Fenomena ini memunculkan dugaan bahwa ada kekuatan non-gravitasi yang memengaruhi lintasannya. 

    Dalam sebuah podcast populer “The Joe Rogan Experience”, pengusaha sekaligus bos SpaceX Elon Musk bahkan mengamini teori yang menyebut 3I/ATLAS bisa jadi merupakan bentuk teknologi alien.

    “[3I/ATLAS] berpotensi menghancurkan sebuah benua, bahkan lebih buruk,” ujar Musk, dikutip dari New York Post, Senin (3/11/2025). Ia menambahkan, laporan yang menyebut komet itu terbuat dari unsur logam nikel menambah keyakinannya bahwa benda tersebut mungkin buatan cerdas, bukan alami.

    Dalam percakapan yang sama, Joe Rogan menimpali dengan nada khawatir: jika benar 3I/ATLAS adalah pesawat luar angkasa, manusia menghadapi ancaman besar.

    Musk mengangguk dan menyebut kemungkinan terburuknya adalah “kepunahan sebagian besar kehidupan manusia.”

    Musk kemudian menjelaskan, tingkat kehancuran dari 3I/ATLAS bergantung pada massa totalnya.

    Ia menyinggung sejarah Bumi yang telah mengalami lima peristiwa kepunahan massal, salah satunya pada masa Perm-Trias, ketika hampir seluruh makhluk hidup musnah jutaan tahun lalu.

    “Ada banyak peristiwa yang mungkin tidak terekam dalam catatan fosil, meski menghancurkan sebagian besar daratan,” ujar Musk.

     “Mungkin saja ada dampak yang cukup besar untuk memusnahkan seluruh kehidupan di separuh Amerika Utara pada masa lalu.”

    Sementara itu, NASA mencoba menenangkan publik.

    Badan antariksa Amerika Serikat itu menyebut bahwa pada jarak terdekatnya, komet 3I/ATLAS hanya akan melintas sejauh 170 juta mil dari Bumi terlalu jauh untuk menimbulkan bahaya.

    Namun, keraguan publik meningkat setelah Avi Loeb, ilmuwan Harvard yang dikenal dengan pandangan kontroversial tentang keberadaan peradaban alien, mempublikasikan analisis berbeda.

    Dalam tulisan blognya, Loeb menyebut adanya “percepatan non-gravitasi” yang bisa menjadi tanda keberadaan mesin internal dalam struktur komet tersebut.

    Ia juga mencatat perubahan warna pigmen komet yang menjadi lebih terang dan kebiruan saat mendekati Matahari.

     “Fenomena ini mungkin bukan hanya pantulan sinar, melainkan efek dari teknologi buatan,” tulisnya.

    Hingga kini, belum ada bukti ilmiah yang mengonfirmasi bahwa 3I/ATLAS merupakan pesawat alien. (*)

  • Segini Kekayaan Elon Musk Saat Paket Gaji Rp 16.000 T Disetujui

    Segini Kekayaan Elon Musk Saat Paket Gaji Rp 16.000 T Disetujui

    Jakarta

    Total kekayaan bersih Elon Musk justru melorot usai para pemegang saham Tesla menyetujui paket gaji US$ 1 triliun atau sekitar Rp 16.685 triliun (asumsi kurs Rp 16.685). Meski begitu, Elon Musk berada diurutan pertama orang terkaya di dunia versi Forbes.

    Mengutip data kekayaan di Forbes, Elon Musk memiliki total kekayaan bersih mencapai US$ 482,2 miliar atau sekitar Rp 8.045 triliun per 8 November 2025. Namun total kekayaan pria kelahiran Austin Texas ini justru melorot berdasarkan data Forbes pada Kamis (6/11), yakni sebesar US$ 491,4 miliar.

    Menurut Forbes, Elon Musk menjadi orang pertama yang diperkirakan memiliki kekayaan bersih sebesar US$ 500 miliar. Sementara pada awal tahun ini, kekayaan bersihnya telah mencapai US$ 400 miliar seiring kenaikan saham Tesla sebesar 20% sepanjang tahun.

    Elon Musk saat ini masih menjadi orang terkaya nomor satu di dunia. Adapun setelah Elon Musk, orang terkaya kedua di dunia adalah Larry Ellison dengan total kekayaan bersih US$ 293,5 miliar. Sementara di urutan ketiga, diisi oleh Jeff Bezos dengan total kekayaan bersih sebesar US$ 254,5 miliar.

    Berdasarkan catatan detikcom sebelumnya, diketahui Elon Musk mendapatkan dukungan mayoritas pemegang saham Tesla untuk paket gaji terbesar dalam sejarah, nilainya tembus US$ 1 triliun. Hal tersebut diputuskan dalam rapat pemegang saham yang digelar Kamis (6/11/2025) kemarin.

    Proposal tersebut disetujui dengan dukungan lebih dari 75% pemegang saham. Hasil pemungutan suara ini dinilai sangat penting bagi masa depan Tesla dan valuasinya, yang bergantung pada visi Elon untuk membuat kendaraan yang dapat mengemudi sendiri, menciptakan jaringan robotaxi di seluruh AS, dan menjual robot humanoid.

    Selain produsen mobil listrik Tesla, Elon Musk juga mendirikan SpaceX pada tahun 2002. Perusahaan ini ditaksir bernilai US$ 400 miliar berdasarkan penawaran tender pribadi pada bulan Agustus 2025. Forbes memperkirakan Elon Musk memiliki 42% saham SpaceX.

    Kemudian pada 2022, Elon Musk membeli perusahaan media sosial Twitter dalam kesepakatan senilai US$ 44 miliar. Ia menggabungkan perusahaan tersebut dengan xAI pada bulan Maret, sehingga nilai perusahaan gabungan tersebut mencapai US$ 113 miliar.

    (acd/acd)

  • Tesla Siapkan Gaji Rp 16.700 Triliun Buat Elon Musk, Pantaskah?

    Tesla Siapkan Gaji Rp 16.700 Triliun Buat Elon Musk, Pantaskah?

    Jakarta

    Seorang pemimpin hebat tentu aset besar perusahaan, tapi adakah orang yang pantas dihargai USD 1 triliun atau di kisaran Rp 16.700 triliun? Itulah paket gaji yang telah disetujui pemegang saham Tesla untuk Musk, asalkan ia memenuhi target yang mereka tetapkan 10 tahun ke depan.

    Dikutip detikINET dari BBC, selama masa itu ia tidak akan menerima gaji, tapi diperkirakan akan mendedikasikan dirinya pada pekerjaan dengan semangat baru.

    Musk menuai kritik karena mendukung Presiden AS Donald Trump, menebas program pemerintah, dan ikut campur politik luar negeri dengan mendukung sayap kanan. Namun pengagumnya sama banyaknya, yang percaya pada visinya dan tak ragu ia dapat mencapainya. Tampaknya sebagian besar pemegang saham Tesla termasuk dalam kelompok ini.

    Analis keuangan Dan Ives tak heran para pemegang saham setuju. Jika Musk berhasil dan Ives yakin ia akan berhasil, ia akan menciptakan nilai bagi pemegang saham senilai triliunan dolar, sebuah imbalan setimpal. Ives melihat Musk sebagai Albert Einstein modern atau Thomas Edison.

    Tanpa paket gaji luar biasa besar itu, ada risiko dalam beberapa tahun Musk akan hengkang, membawa serta inisiatif kecerdasan buatan (AI) miliknya. “Tesla tanpa Musk ibarat piza tanpa keju,” katanya.

    “Ada perilaku nyentrik, ada pembenci, tapi banyak orang menyukainya. Dan itulah mengapa ia orang terkaya di dunia. Apakah itu membantu menjual mobil di Eropa? Tidak. Tapi apakah itu membantu Tesla memenangkan perlombaan AI? Ya,” cetusnya.

    Aktivitas politik Musk memicu reaksi negatif sebagian pelanggan, termasuk demonstrasi di showroom awal tahun ini. Namun Matt Britzman di Hargreaves Lansdown yang berinvestasi di Tesla, mengatakan dampaknya hanya setetes air di lautan dibanding pendapatan Tesla.

    Jauh dari membebani valuasi perusahaan, ia memperkirakan sekitar sepertiga dari nilai Tesla dapat diatribusikan pada apa yang ia sebut ‘premi Musk’, nilai yang tidak akan ada tanpanya.

    Persyaratannya tampak sangat berat, termasuk mengirimkan 20 juta kendaraan Tesla dan satu juta robot. Satu juta kendaraan Robotaxi self-driving juga harus sudah ada di jalan. Nilai pasar Tesla secara keseluruhan harus meningkat dari USD 1,4 triliun saat ini jadi USD 8,5 triliun.

    Ann Lipton, profesor hukum di University of Colorado menyebut target itu sangat tinggi. Namun, dewan direksi bisa memutuskan kapan beberapa target terpenuhi. “Jika ada kejadian tak terduga menghalanginya mencapai target, dewan direksi tetap dapat menganggapnya telah terpenuhi. Jadi, targetnya mungkin tak seberat kelihatannya,” sebutnya.

    Juga tidak ada persyaratan yang mencegah Musk untuk terus bicara tentang politik atau hal lain. “Bahkan setelah paket gaji diusulkan, ia tidak menarik diri dari komentar politiknya. Jadi menurut saya, paket gaji ini apa pun tujuannya, setinggi apa pun targetnya, takkan menghalanginya terlibat dalam masalah apa pun yang ia inginkan,” cetus Lipton.

    (fyk/fyk)

  • Paket Gaji Rp 16.600 T Disetujui, Elon Musk Bisa Beli Separuh Dunia

    Paket Gaji Rp 16.600 T Disetujui, Elon Musk Bisa Beli Separuh Dunia

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemegang saham Tesla Inc resmi menyetujui paket kompensasi senilai US$ 1 triliun atau sekitar Rp 16.600 triliun (kurs Rp 16.600 per dolar AS) untuk CEO Elon Musk. Hal itu menjadikannya paket gaji eksekutif terbesar dalam sejarah dunia korporasi.

    Keputusan tersebut disetujui oleh 75% investor dalam rapat umum tahunan Tesla di Austin, Texas, Jumat (7/11/2025) waktu setempat.

    Berdasarkan ketentuan, Musk akan memperoleh hingga 12% saham Tesla jika perusahaan mencapai valuasi pasar US$ 8,5 triliun (Rp 141.100 triliun) serta sejumlah target produksi dan profitabilitas selama dekade berikutnya.

    Saat ini, valuasi Tesla mencapai US$ 1,45 triliun (Rp 24.070 triliun). Ketua dewan direksi Robyn Denholm mengatakan bahwa kompensasi fantastis ini bertujuan mempertahankan Musk agar terus memimpin ekspansi Tesla di bidang artificial intelligence (AI), robotika, dan kendaraan otonom.

    “Tanpa kepemimpinan Musk, Tesla bisa kehilangan waktu, bakat, dan visinya untuk proyek masa depan,” kata Denholm.

    Nilai Setara Separuh Dunia

    Melansir IBTimes, dengan nilai sebesar itu, kekayaan Musk berpotensi melampaui PDB negara Swiss (US$ 1,06 triliun atau Rp 17.600 triliun) dan bahkan setara 2,5% dari total ekonomi Amerika Serikat.

    Untuk perbandingan, dengan US$ 1 triliun, Musk bisa membeli seluruh mobil yang dijual di AS selama setahun, mengakuisisi Coca-Cola, Toyota, dan Unilever sekaligus, memiliki 2.000 kapal pesiar mewah atau 333 gedung pencakar langit JPMorgan Chase.

    Jika terealisasi, kekayaan Musk akan memberinya kemampuan untuk mengendalikan perusahaan di lebih dari separuh ekonomi dunia, mulai dari energi hingga teknologi, transportasi, dan barang konsumsi.

    “Secara ekonomi, ya Musk bisa membeli perusahaan yang beroperasi di sebagian besar pasar utama dunia,” tulis analis IBTimes.

    Meski dianggap sebagai langkah berani untuk mendorong inovasi, sejumlah investor besar, termasuk Norges Bank Investment Management, menilai paket ini berisiko secara tata kelola dan meningkatkan ketergantungan pada satu individu.

    Namun, bagi banyak pemegang saham, keputusan ini menunjukkan kepercayaan penuh terhadap visi Musk untuk menjadikan Tesla pemimpin global dalam transportasi otonom dan manufaktur berbasis AI.

    Dengan kompensasi senilai Rp 16.600 triliun ini, Elon Musk bukan hanya memperkuat statusnya sebagai orang terkaya di dunia, tetapi juga figur yang paling berpengaruh dalam perekonomian modern.

  • Tesla Setujui Paket Gaji Rp 14.600 T Elon Musk, Tapi….

    Tesla Setujui Paket Gaji Rp 14.600 T Elon Musk, Tapi….

    Video: Tesla Setujui Paket Gaji Rp 14.600 T Elon Musk, Tapi….

    Video: Elon Musk Berencana Bangun Pabrik Chip AI Tesla

    2,273 Views |

    Sabtu, 08 Nov 2025 15:49 WIB

    CEO Elon Musk, memperoleh kemenangan emas saat para pemegang saham menyetujui paket gaji sebesar $878 miliar (Rp 14.600 T) selama dekade mendatang, pada Kamis (6/11). Keputusan tersebut disetujui oleh lebih dari 75% pemegang saham.

    Namun, untuk mendapatkannya nilai saham Tesla harus naik secara bersamaan, pertama menjadi $2 triliun dari $1,5 triliun saat ini, dan seterusnya hingga menjadi $8,5 triliun. Target Musk dalam 10 tahun mendatang, yakni pengiriman 20 juta kendaraan, pengoperasian 1 juta robotaxi, menjual 1 juta robot humanoid (robot berbentuk manusia), hingga mencetak $400 miliar laba inti perusahaan.

    Klik di sini untuk menonton video-video lainnya!

    Alifia Nur Fadillah – 20DETIK

  • Jerman Khawatirkan Masa Depan Demokrasi

    Jerman Khawatirkan Masa Depan Demokrasi

    Berlin

    Dunia digital media sosial kian riuh dan cepat. Siapa yang menonjol, akan terangkat ke permukaan — Donald Trump, Elon Musk, Javier Milei. Mereka menguasai tajuk berita lewat pesta mewah, roket luar angkasa, hingga gergaji mesin. Semangat zaman seolah diringkas dalam segelintir tokoh flamboyan.

    Namun di luar hiruk-pikuk itu, ada kelompok yang justru tampak seperti antitesis dunia digital: kelas menengah — orang-orang yang jarang menjadi sorotan, tapi menjadi tulang punggung masyarakat demokratis dan terbuka.

    Karena peran penting itulah, selama hampir dua dekade para ilmuwan sosial Jerman meneliti bagaimana “tengah” ini berpikir. Studi yang dilakukan atas dukungan Friedrich-Ebert-Stiftung itu menelusuri sikap mereka terhadap ekstremisme kanan, xenofobia, antisemitisme, dan pandangan sosial-darwinistik. Studi ini disebut sebagai semacam seismograf sosial, alat pendeteksi dini terhadap gejala anti-demokrasi di Jerman.

    Spektrum tengah yang stabil tapi tegang

    Hasil penelitian terbaru menggambarkan kondisi yang kontradiktif: stabil, tapi tegang.

    “Kelompok tengah kini lebih stabil dan menahan laju dukungan terhadap ekstremisme kanan,” kata Andreas Zick, Direktur Institut Penelitian Konflik dan Kekerasan di Universitas Bielefeld, kepada DW.

    Tim peneliti mewawancarai sekitar 2.000 responden dari berbagai lapisan — mencerminkan keragaman latar belakang, pendidikan, pendapatan, dan perilaku pemilih di Jerman.

    Ekstremisme kanan menurun

    Berbeda dengan gambaran gaduh di media sosial dan kenaikan pamor partai Alternatif untuk Jerman (AfD), temuan ini menunjukkan: hanya tiga persen warga Jerman memiliki pandangan ekstrem kanan yang solid — angka yang menurun dibanding masa lalu.

    Mayoritas masyarakat justru melihat demokrasi dan keberagaman secara positif. Tujuh dari sepuluh responden menganggap peningkatan ekstremisme kanan sebagai ancaman — meski faktanya tren itu menurun. Lebih dari setengah responden juga menyatakan siap terlibat melawan ekstremisme.

    Koreksi terhadap citra miring

    Temuan ini juga membantah persepsi umum bahwa kawasan timur Jerman lebih ekstrem dibanding barat. Memang, xenofobia lebih banyak ditemukan di timur, tapi secara mengejutkan, pandangan ekstrem kanan yang utuh justru sedikit lebih banyak di barat.

    Para peneliti mendefinisikan “pandangan ekstrem” bukan dari satu-dua sikap diskriminatif, melainkan bila seluruh pandangan hidup seseorang dibentuk oleh ide-ide anti-demokratis dan anti-kemanusiaan.

    Meski kabar baiknya cukup banyak, para ilmuwan tetap waspada. “Kita harus bertanya, seberapa kuat demokrasi bila diuji dari tengahnya sendiri?” ujar Zick.

    Di zona abu-abu

    Tim peneliti menemukan semakin banyak orang berada di wilayah abu-abu — tidak ekstrem, tapi juga tidak teguh mendukung demokrasi. “Jika kita lihat pandangan mereka terhadap isu rasisme dan seksisme, kelompok ini cenderung condong ke penolakan demokrasi ketimbang dukungan,” kata Zick.

    Mereka lebih mudah terpengaruh populisme dan retorika kanan. Yang lebih mengkhawatirkan: kepercayaan terhadap institusi dan prinsip demokrasi menurun tajam.

    Fenomena ini tak lepas dari serangan terus-menerus partai AfD terhadap institusi negara, partai demokratis, dan masyarakat sipil. Dengan dukungan algoritma media sosial, narasi mereka — sering kali disertai gambar buatan kecerdasan buatan (AI) — menyebar luas, menampilkan Jerman seolah berada di tepi kehancuran.

    Akibatnya, banyak media justru ikut terjebak dalam nada panik dan sensasi: apakah masyarakat Jerman akan “tergelincir”?

    Tren autoritarianisme di kalangan muda

    Meski para peneliti menilai alarm semacam itu berlebihan, mereka tetap mencatat tren mengkhawatirkan: pandangan ekstrem kanan meningkat di kalangan muda.

    “Semakin muda usianya, semakin kuat kecenderungan ke arah pandangan ekstrem,” ujar Nico Mokros, salah satu penulis studi dan pakar radikalisme pemuda.

    Mokros menemukan, sebagian anak muda mulai menyerap unsur ideologi nasional-sosialis: keyakinan akan diktator kuat, sentimen antisemit, dan kerinduan pada nasionalisme sempit.

    Yang lebih ironis, di satu sisi mereka menginginkan figur kuat yang bisa memutuskan segalanya, tapi di sisi lain frustrasi karena keputusan hidup mereka diambil orang lain. Frustrasi itu sering berubah menjadi agresi terhadap kelompok minoritas — mencari kambing hitam untuk melampiaskan kemarahan.

    Para peneliti memperingatkan, dinamika ini bisa berujung pada kekerasan dan eksklusi sosial.

    Suara tengah yang tak boleh diabaikan

    Pesan utama dari penelitian ini jelas: suara kelompok tengah harus lebih mendapat ruang dalam wacana publik.

    Menurut Zick, hal itu belum terjadi. “Ketika orang melihat ekstremisme kanan meningkat, tapi negara seolah tak berbuat cukup, kepercayaan terhadap demokrasi menurun,” katanya.

    “Dan di situlah ekstremis serta populis masuk dengan klaim: kami punya solusinya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Erdogan Sekakmat Kanselir Jerman yang Salahkan Hamas Atas Gaza”

    (nvc/nvc)