Tag: Elon Musk

  • Threads Akhirnya Punya DM Sendiri, Tak Perlu Pakai Instagram Lagi

    Threads Akhirnya Punya DM Sendiri, Tak Perlu Pakai Instagram Lagi

    Jakarta

    Threads, aplikasi Meta pesaing Twitter/X, sudah beredar selama dua tahun tapi masih belum memiliki fitur sederhana seperti direct message (DM). Kabar baiknya, pengguna Threads akan bisa berkirim pesan lewat DM dalam waktu dekat.

    CEO Meta Mark Zuckerberg mengatakan Threads akan mulai menguji coba fitur DM yang terpisah dari DM Instagram. Artinya, pengguna Threads tidak perlu menggunakan Instagram atau berpindah aplikasi untuk berkirim pesan dengan pengguna lain.

    “Komunitas kami telah meminta cara untuk melanjutkan percakapan 1:1 mereka tanpa memutus alur pembicaraan dengan beralih ke aplikasi lain,” kata Meta dalam siaran persnya, seperti dikutip dari Mashable, Senin (16/6/2025).

    “Dengan menjaga percakapan tetap di dalam aplikasi, kami mempermudah pengguna untuk terhubung dan membangun perspektif satu sama lain,” sambungnya.

    Threads akan menguji coba fitur DM secara terbatas di negara-negara seperti Hong Kong, Thailand, dan Argentina. Setelah diuji coba dan mendapatkan feedback dari pengguna, fitur DM akan digulirkan secara lebih luas ke seluruh pengguna.

    Kotak masuk DM Threads dapat diakses dengan mengetuk ikon amplop yang ada di taskbar, yang terletak di bagian bawah aplikasi iPhone dan Android, atau di sisi kiri aplikasi desktop.

    Saat ini fitur DM yang diuji coba Threads hanya mendukung percakapan antara dua orang, jadi belum bisa dipakai untuk membuat grup chat. Belum diketahui apakah fitur ini nantinya akan mendukung percakapan grup atau tidak.

    Threads sebenarnya memiliki fitur untuk berkirim pesan sejak tahun lalu, tapi fungsinya sangat terbatas. Fitur ini hanya bisa dipakai pengguna untuk mengirimkan postingan Threads ke temannya via DM Instagram.

    Walaupun terlambat, kehadiran fitur DM membuat Threads menjadi semakin mirip seperti pesaingnya, Bluesky dan X. Bluesky sudah memperkenalkan fitur DM sejak Mei 2024.

    Sementara itu, DM sudah menjadi bagian penting X selama bertahun-tahun. Belum lama ini, aplikasi milik Elon Musk itu meluncurkan fitur XChat yang mendukung chat grup, mode menghilang otomatis, dan berbagi file untuk meningkatkan DM.

    (vmp/fay)

  • Komdigi Pastikan Starlink Elon Musk Tunduk pada Pemerintah Indonesia

    Komdigi Pastikan Starlink Elon Musk Tunduk pada Pemerintah Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memastikan satelit orbit rendah (LEO) Starlink milik Elon Musk, tunduk pada peraturan yang berlaku di Indonesia. Artinya pemerintah memiliki kontrol atas ribuan satelit Starlink yang mengorbit di atas Tanah Air.

    Direktur Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, menegaskan bahwa seluruh penyedia layanan satelit asing di Indonesia, termasuk Starlink milik Elon Musk, wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan nasional, khususnya Peraturan Menteri Komdigi Nomor 3 Tahun 2025.

    Dalam regulasi tersebut, setiap penyedia layanan satelit di Indonesia diwajibkan memiliki infrastruktur fisik yang berlokasi di wilayah Indonesia.

    “Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan kebutuhan kontrol dan monitoring trafik komunikasi, terminal, maupun konten yang disalurkan, demi perlindungan data dan keamanan sistem komunikasi nasional,” kata Wayan kepada Bisnis, Senin (16/6/2025).

    Wayan menambahkan, penyedia layanan juga diwajibkan memberikan akses atas infrastrukturnya kepada aparat penegak hukum jika diperlukan untuk pengawasan dan penegakan hukum. Dengan demikian, layanan satelit asing Non-Geostationary Satellite Orbit (NGSO) seperti Starlink tidak dapat beroperasi secara sepihak di Indonesia tanpa memenuhi kewajiban regulasi dan wajib membuka akses pengawasan bagi pemerintah.

    Penegasan ini menjadi jawaban atas kekhawatiran bahwa layanan satelit asing dapat beroperasi tanpa kontrol pemerintah, yang berpotensi mengganggu kedaulatan digital dan keamanan nasional.

    “Dalam kondisi darurat seperti gangguan keamanan atau penyebaran disinformasi, pemerintah Indonesia tetap memiliki otoritas penuh untuk membatasi akses, termasuk terhadap layanan berbasis satelit, sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” kata Wayan.

    Peluncuran Starlink dari Florida, AS

    Sebelumnya, kontrol terhadap satelit orbit rendah Starlink milik Elon Musk disebut menjadi hal yang mutlak jika Indonesia tidak ingin bernasib sama dengan Iran yang tengah menghadapi gempuran Israel.

    Serangan rudal Israel ke Iran baru-baru ini memicu langkah ekstrem pemerintah Iran untuk membatasi akses internet nasional hingga 70-80% demi mencegah kepanikan warga. Namun, di tengah pemadaman tersebut, layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk justru tetap aktif dan membuka akses bagi masyarakat Iran.

    Kepala Bidang Media Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), Firdaus Adinugroho mengatakan fenomena serupa sangat berpotensi terjadi di indonesia, yang saat ini telah menerima layanan Starlink.

    Jika pemerintah Indonesia memutuskan membatasi akses internet nasional dalam situasi darurat, Starlink secara teknis tetap bisa memberikan akses internet langsung ke pelanggan tanpa harus tunduk pada kebijakan lokal.

    “Karena Starlink memiliki interconnectivity antar satelitnya, maka Starlink bisa membuat kebijakan yang berbeda dengan pemerintah [Indonesia],” kata Firdaus kepada Bisnis.

    Diketahui saat ini layanan Starlink terus berkembang di Indonesia. Bahkan, ratusan desa di Kupang, Nusa Tenggara Timur, bersedia menggelontorkan dana untuk dapat menikmati layanan Starlink.

    Untuk mencegah hal tersebut, kata Firdaus, umumnya konstelasi satelit dibuat dalam sebuah jaringan tertutup dengan satu atau beberapa gateway. Sehingga ketika diperlukan, maka pemerintah bisa mengendalikan atau bahkan memerintahkan penutupan gateway tersebut sehingga jaringan satelit hanya bekerja secara tertutup.

    “Namun kembali lagi, itu hanya berlaku di level policy yang secara teknis bisa saja dipatuhi oleh Starlink, namun bisa juga tidak dipatuhi mengingat bahwa secara teknis Starlink tidak membutuhkan gateway di masing-masing region seperti konstelasi satelit konvensional,” kata Firdaus.

    Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro ITB, Ian Joseph Matheus Edward juga menyoroti isu kedaulatan digital sebagai kekhawatiran utama atas layanan Starlink di Indonesia.

    Situasi yang terjadi di Iran, dengan Elon Musk yang tetap memberikan layanan, juga dapat terjadi di Indonesia.

    “Seharusnya backbone ataupun akses langsung ke pelanggan dikuasai negara, dan secara peraturan perundang-undangan negara boleh mengambil alih untuk pertahanan dan keamanan,” tegas Ian.

  • Indonesia Berpotensi Seperti Iran jika Gagal Kendalikan Starlink Elon Musk

    Indonesia Berpotensi Seperti Iran jika Gagal Kendalikan Starlink Elon Musk

    Bisnis.com, JAKARTA — Kontrol terhadap satelit orbit rendah Starlink milik Elon Musk disebut menjadi hal yang mutlak jika Indonesia tidak ingin bernasib sama dengan Iran yang tengah menghadapi gempuran Israel.

    Serangan rudal Israel ke Iran baru-baru ini memicu langkah ekstrem pemerintah Iran untuk membatasi akses internet nasional hingga 70-80% demi mencegah kepanikan warga. Namun, di tengah pemadaman tersebut, layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk justru tetap aktif dan membuka akses bagi masyarakat Iran.

    Kepala Bidang Media Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), Firdaus Adinugroho mengatakan fenomena serupa sangat berpotensi terjadi di indonesia, yang saat ini telah menerima layanan Starlink.

    Jika pemerintah Indonesia memutuskan membatasi akses internet nasional dalam situasi darurat, Starlink secara teknis tetap bisa memberikan akses internet langsung ke pelanggan tanpa harus tunduk pada kebijakan lokal.

    “Karena Starlink memiliki interconnectivity antar satelitnya, maka Starlink bisa membuat kebijakan yang berbeda dengan pemerintah [Indonesia],” kata Firdaus kepada Bisnis, Senin (16/6/2025).

    Diketahui saat ini layanan Starlink terus berkembang di Indonesia. Bahkan, ratusan desa di Kupang, Nusa Tenggara Timur, bersedia menggelontorkan dana untuk dapat menikmati layanan Starlink.

    Untuk mencegah hal tersebut, kata Firdaus, umumnya konstelasi satelit dibuat dalam sebuah jaringan tertutup dengan satu atau beberapa gateway. Sehingga ketika diperlukan, maka pemerintah bisa mengendalikan atau bahkan memerintahkan penutupan gateway tersebut sehingga jaringan satelit hanya bekerja secara tertutup.

    “Namun kembali lagi, itu hanya berlaku di level policy yang secara teknis bisa saja dipatuhi oleh Starlink, namun bisa juga tidak dipatuhi mengingat bahwa secara teknis Starlink tidak membutuhkan gateway di masing-masing region seperti konstelasi satelit konvensional,” kata Firdaus.

    Kedaulatan Data

    Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro ITB, Ian Joseph Matheus Edward juga menyoroti isu kedaulatan digital sebagai kekhawatiran utama atas layanan Starlink di Indonesia.

    Situasi yang terjadi di Iran, dengan Elon Musk yang tetap memberikan layanan kepada masyarakat di tengah pembatasan internet oleh pemerintah Iran, juga dapat terjadi di Indonesia.

    Dia menuturkan jika infrastruktur utama internet tidak berada di bawah kendali nasional, maka negara akan kesulitan melakukan intervensi saat terjadi krisis nasional atau ancaman keamanan.

    “Seharusnya backbone ataupun akses langsung ke pelanggan dikuasai negara, dan secara peraturan perundang-undangan negara boleh mengambil alih untuk pertahanan dan keamanan,” tegas Ian.

    Ian menekankan pentingnya keberadaan hub, filter, dan Content Delivery Network (CDN) yang dikuasai negara untuk mencegah fenomena yang terjadi di Iran, berulang ke Indonesia.

    “Untuk operasional saja yang dapat dijalankan pihak lain yang diberi wewenang,” tambahnya.

  • Demo Besar-besaran Tolak Kiamat Driver Online, Warga Ngamuk

    Demo Besar-besaran Tolak Kiamat Driver Online, Warga Ngamuk

    Jakarta, CNBC Indonesia – Elon Musk berencana memulai uji coba komersil untuk taksi otomatis (robotaxi) Tesla pada 22 Juni 2025 mendatang di Austin, Texas, Amerika Serikat (AS). Hal ini memicu demo besar di wilayah tersebut.

    Masyarakat protes dan mengungkapkan penolakan terhadap robotaxi Tesla yang bisa membawa ‘kiamat’ bagi profesi driver online. Pemicu utamanya karena sistem pengemudian otomatis Tesla dianggap tidak aman dan perusahaan tidak transparan.

    Para advokat keselamatan publik dan pendemo lainnya mengaku kecewa dengan keterlibatan CEO Tesla Musk dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Meski hubungan keduanya sempat renggang, namun masyarakat tetap menunjukkan penolakan terhadap perusahaan Musk.

    Para pendemo berkumpul bersama di area downtown Austin pada Kamis (12/6) pekan lalu untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka terkait peluncuran robotaxi, dikutip dari CNBC International, Senin (16/6/2025).

    Anggota gerakan perlawanan terhadap Musk, seperti ‘Down Project’, ‘Tesla Takedown’, dan ‘Resist Austin’, mengatakan sistem pengemudian otomatis sebagian milik Tesla memiliki masalah keamanan serius.

    Sebagai informasi, Tesla menjual mobilnya dengan paket standar ‘Autopilot’ yang membantu pengemudian otomatis bagi pengendara. Selain itu, ada juga paket premium yang dinamai ‘Full Self-Driving’ (FSD) yang meliputi fitur penjagaan jalur otomatis, kemudi, dan parkir.

    Namun, sistem FSD itu sudah terlibat di banyak insiden tabrakan, termasuk puluhan yang masuk kategori fatal, menurut data yang dicatat Lembaga Keamanan Lalu Lintas Nasional (NHTS).

    Sementara itu, robotaxi Tesla yang dipamerkan Musk dalam klip video di X pada pekan lalu, memperlihatkan versi baru dari kendaraan populer Model Y milik Tesla yang dilengkapi software FSD teranyar.

    Sistem FSD tanpa supervisi manusia tersebut, atau teknologi robotaxi, belum tersedia untuk publik saat ini.

    Kritikus Tesla di The Dawn Project embawa versi Model Y dengan software FSD yang relatif baru (versi 13.2.9) untuk menunjukkan kepada masyarakat Austin cara kerjanya.

    Dalam demonstrasinya pada pekan lalu, mereka menunjukkan bagaimana Tesla dengan FSD melaju kencang melewati sebuah bus sekolah dengan rambu berhenti dan menabrak manekin seukuran anak-anak yang mereka letakkan di depan kendaraan tersebut.

    Sebagai informasi, CEO Dawn Project Dan O’Dowd yang juga mengelola Green Hiils Software, menjual teknologinya ke kompetitor Tesla seperti Ford dan Toyota.

    Stephanie Gomez yang juga menjadi peserta demo mengatakan kepada CNBC International bahwa ia tak suka dengan peran Musk di pemerintahan Trump. Ia juga mengatakan tak percaya pada standar keamanan Tesla.

    Lebih lanjut, Gomez mengklaim Tesla tak transparan kepada masyarakat terkait cara kerja robotaxi yang akan diluncurkan di Austin dalam beberapa waktu ke depan.

    Pendemo lainnya, Silvia Revelis, juga mengatakan menentang sikap dan aktivitas politik Musk. Namun, alasan terbesarnya ikut demo adalah tak percaya dengan keamanan Tesla.

    “Masyarakat belum mendapatkan hasil pengujian keamanan. Musk percaya posisinya ada di atas hukum,” kata dia.

    Tesla tak segera merespons permintaan komentar terhadap aksi penolakan robotaxi di Austin.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Elon Musk Aktifkan Starlink di Iran Usai Internet Diblokir

    Elon Musk Aktifkan Starlink di Iran Usai Internet Diblokir

    Jakarta

    Elon Musk mengumumkan telah mengaktifkan layanan internet berbasis satelit Starlink di Iran. Langkah ini diambil setelah rezim Republik Islam memblokir akses internet berbasis darat menyusul serangan Israel ke fasilitas nuklir dan tewasnya pejabat tinggi Iran, Jumat (13/6/2025).

    “Sinyalnya sudah menyala,” tulis Musk di platform media sosial X yang ia miliki.

    Pemblokiran internet oleh pemerintah Iran diduga untuk meredam kerusuhan setelah serangan Israel, yang menurut pejabat Israel dan Amerika Serikat membuka peluang pemberontakan publik terhadap rezim yang berkuasa sejak 1979. Serangan tersebut menargetkan fasilitas nuklir dan pejabat tinggi, memicu ketegangan di negara itu.

    Pembawa acara konservatif terkenal, Mark Levin, memposting ulang pesan di media sosial yang mendesak Musk untuk mengaktifkan Starlink guna menghubungkan kembali warga Iran ke internet.

    Levin menyebut langkah ini bisa menjadi “paku terakhir di peti mati rezim Iran.” Tak lama setelahnya, Musk mengonfirmasi layanan Starlink aktif.

    Starlink, yang dioperasikan melalui lebih dari 7.500 satelit di orbit rendah Bumi, memungkinkan akses internet di wilayah terpencil atau saat infrastruktur darat terganggu. Layanan ini membutuhkan terminal yang dipasang di atap untuk beroperasi.

    Langkah Musk ini menuai perhatian global, dengan banyak pihak melihatnya sebagai dukungan terhadap kebebasan informasi di tengah krisis politik Iran. Namun, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Iran terkait aktivasi Starlink di wilayah mereka.

    (afr/afr)

  • Iran Batasi Akses Internet Nasional, Elon Musk Justru Aktifkan Layanan Starlink

    Iran Batasi Akses Internet Nasional, Elon Musk Justru Aktifkan Layanan Starlink

    Bisnis.com, JAKARTA — Iran membatasi akses internet di seluruh negeri menyusul serangan udara besar-besaran Israel yang menargetkan berbagai kota dan fasilitas strategis Iran, termasuk program nuklir dan pangkalan militer. 

    Imbas serangan dan kekhawatiran akan potensi kerusuhan dalam negeri, pemerintah Iran langsung membatasi konektivitas internet nasional.

    Kementerian Informasi dan Komunikasi Iran menyatakan pembatasan ini diberlakukan karena situasi luar biasa dan akan dicabut setelah kondisi kembali normal.

    Serangan udara Israel, yang melibatkan sekitar 200 pesawat tempur dan drone, diarahkan ke fasilitas nuklir utama seperti Natanz serta markas militer penting di Teheran dan beberapa kota lain. 

    Serangan ini menewaskan sejumlah pejabat tinggi militer Iran, termasuk Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Mohammad Bagheri dan Komandan IRGC Hossein Salami, serta beberapa ilmuwan nuklir terkemuka.

    Pemerintah Iran pun mengumumkan masa berkabung nasional dan menyebut aksi Israel sebagai “deklarasi perang” serta pelanggaran berat terhadap kedaulatan negara. 

    Dilansir dari The National dan Financial Express, Senin (16/6/2025) NetBlocks, organisasi global yang berfokus pada pemantauan internet, jaringan internet di Iran anjlok drastis hingga tersisa hanya 10–20 persen, membuat masyarakat hampir sepenuhnya terputus dari informasi dan komunikasi digital. 

    Pembatasan ini berdampak pada seluruh wilayah, kecuali sebagian kecil di utara negara tersebut.

    Di tengah pemadaman ini, CEO SpaceX Elon Musk mengumumkan aktivasi layanan internet satelit Starlink di Iran sebagai solusi darurat.

    SpaceX merupakan perusahaan satelit yang bermarkas di Florida Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu dari Israel.

    “The beams are on,” tulis Musk di platform X, menandakan Starlink telah mengaktifkan koneksi internet berbasis satelit yang mampu menjangkau daerah terpencil atau wilayah yang infrastruktur komunikasinya lumpuh. 

    Layanan ini diharapkan dapat membantu warga Iran tetap terhubung di tengah krisis.

    Sementara itu, Iran menegaskan akan memberikan “hukuman berat” kepada Israel dan telah meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB untuk menuntut pertanggungjawaban Israel atas serangan tersebut.

    Dalam pertemuan darurat di New York, para pejabat PBB mendesak kedua pihak menahan diri guna mencegah eskalasi konflik yang lebih luas di kawasan.

    Iran menuding serangan Israel telah menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya, serta menuduh Amerika Serikat turut bertanggung jawab secara politik dan intelijen.

    Sementara itu, Israel memperingatkan warga Iran yang tinggal di dekat fasilitas militer untuk segera mengungsi, dan menyatakan serangan yang telah dilakukan “belum seberapa dibandingkan dengan yang akan datang.” Israel juga mengklaim serangannya telah menghambat program nuklir Iran selama bertahun-tahun ke depan.

    Di sisi lain, Iran bersiap melakukan balasan militer dan siber, sementara masyarakat internasional memantau dengan cemas perkembangan konflik yang berpotensi meluas ke seluruh kawasan Timur Tengah.

  • Anak Transgender Elon Musk Tampil Perdana di Acara Amal LGBT

    Anak Transgender Elon Musk Tampil Perdana di Acara Amal LGBT

    Jakarta, Beritasatu.com –  Vivian Jenna Wilson, anak transgender dari miliarder Elon Musk dan penulis Justine Wilson, resmi tampil perdana sebagai drag queen dalam acara amal bertajuk SAVE HER! yang digelar di Los Angeles pada Jumat malam, 13 Juni 2025.

    Menggunakan nama panggung Vivllainous, Vivian tampil memukau dalam bodysuit hitam ketat dan korset transparan bergaya futuristik. Riasannya yang mencolok dibuat oleh Noxxia Datura, rekan sesama drag artist. Penampilan ini bukan hanya soal seni, tetapi juga pernyataan identitas dan perlawanan.

    Dikutip People, Minggu (15/6/2025), acara ini digagas oleh Pattie Gonia, seorang aktivis lingkungan dan drag queen ternama, untuk menggalang dana bantuan hukum bagi para imigran yang ditahan di Los Angeles.  Dalam keterangannya, Pattie menyebut acara ini sebagai bentuk dukungan bagi para imigran, demonstran, dan seluruh kelompok rentan. 

    “Kami gunakan drag untuk menyuarakan keberanian dan keberpihakan,” tulisnya di Instagram.

    Dalam pentas itu, Vivian tampil bersama sembilan performer lainnya, termasuk Vera!, Nini Coco, dan Trudy Tective. Ia membawakan lagu “Wasted Love” milik penyanyi Austria, JJ, sambil menari enerjik di atas panggung. Sorotan pun tertuju saat ia membentangkan bendera transgender sebagai bentuk pengakuan identitas sekaligus simbol perlawanan damai.

    Aksi panggungnya yang penuh semangat, termasuk hair flip dramatis dan backbend teatrikal, langsung mendapat sambutan meriah dari penonton. Banyak netizen menyebut penampilannya sebagai “slay” dan “berani banget!”

    Penampilan publik ini terjadi di tengah hubungan Vivian yang kurang harmonis dengan sang ayah, Elon Musk. Dalam wawancara dengan Teen Vogue, Vivian mengungkap bahwa ibunya sangat mendukung proses transisinya sejak awal. Namun, hal yang sama tidak dirasakannya dari Musk.

    “Dia enggak positif seperti Ibu. Kami bahkan enggak bicara berbulan-bulan. Aku tetap harus minta izin orang tua buat mulai terapi hormon,” ujarnya.

    Ketegangan ini tak lepas dari sikap Elon Musk yang dikenal vokal terhadap isu LGBT. Ia beberapa kali menuai kritik karena pernyataannya di media sosial yang dianggap merendahkan identitas transgender. Pada 2020, Musk sempat mencuit kalimat “Pronouns suck,” yang langsung memicu kontroversi dan protes dari komunitas LGBTQ. Meski kemudian ia menghapus cuitan tersebut, banyak pihak menilai sikap Musk tidak sensitif terhadap perjuangan identitas gender.

    Dengan penampilan perdananya sebagai drag queen, Vivian terlihat menunjukkan bahwa identitas tak bisa dibungkam, meskipun berada dalam bayang-bayang sosok besar seperti Elon Musk. Di atas panggung, ia bukan sekadar Vivllainous, tetapi suara lantang dari generasi muda yang memilih untuk berdansa, bicara, dan melawan lewat seni.

  • Mau Diuji, Taksi Robot Tesla Didemo Warga

    Mau Diuji, Taksi Robot Tesla Didemo Warga

    Jakarta

    Elon Musk mengabarkan bahwa Tesla siap menguji taksi robot yang sepenuhnya otonom, yang dianggap sangat penting bagi masa depan perusahaan.

    Nah, Musk menargetkan 22 Juni sebagai tanggal awal untuk layanan robotaxi pilot Tesla di Austin, Texas. Akan tetapi belum-belum, rencana itu sudah diprotes oleh para pengunjuk rasa di kota itu.

    Dikutip detikINET dari CNBC, aktivis keselamatan publik dan pengunjuk rasa yang kesal soal kerja sama Musk dengan pemerintahan Donald Trump, berkumpul di pusat kota Austin untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang peluncuran robotaxi.

    Anggota Dawn Project, Tesla Takedown, dan Resist Austin mengatakan sistem pengemudian Tesla yang sebagian otomatis bermasalah soal keselamatan. Tesla menjual mobilnya dengan paket Autopilot standar atau opsi Full Self-Driving premium (juga dikenal sebagai FSD atau FSD yang diawasi), di AS.

    Mobil dengan sistem ini dengan fitur seperti menjaga jalur, kemudi, dan parkir otomatis, terlibat dalam ratusan tabrakan termasuk puluhan kematian, menurut data National Highway Traffic Safety Administration.

    Robotaxi Tesla, yang dipamerkan Musk dalam video di X awal minggu ini, adalah versi baru Tesla Model Y dengan software FSD Tesla yang akan dirilis. FSD tanpa pengawasan itu atau teknologi robotaxi, belum tersedia untuk umum.

    Kritikus Tesla dari The Dawn Project, membawa versi Model Y dengan perangkat lunak FSD yang relatif baru (versi 13.2.9) untuk menunjukkan ke warga Austin cara kerjanya. Mereka menunjukkan bagaimana Tesla dengan FSD yang diaktifkan menabrak manekin seukuran anak-anak yang mereka letakkan di depan kendaraan.

    Namun memang CEO Dawn Project Dan O’Dowd juga menjalankan Green Hills Software, yang menjual teknologi ke pesaing Tesla, termasuk Ford dan Toyota.

    Warga bernama Stephanie Gomez yang menghadiri demonstrasi mengaku tidak menyukai peran yang dimainkan Musk dalam pemerintahan Trumo. Selain itu, dia tidak percaya pada standar keselamatan Tesla dan menilai perusahaan tersebut kurang transparan mengenai cara kerja robotaxinya.

    Demonstran lainnya, Silvia Revelis, menyebut dia juga menentang aktivitas politik Musk, tapi keselamatan adalah masalah terbesar yang dicemaskannya.

    (fyk/fyk)

  • Kecepatan Starlink di Kupang Disebut Setara dengan Serat Optik

    Kecepatan Starlink di Kupang Disebut Setara dengan Serat Optik

    Bisnis.com, JAKARTA — Kualitas layanan satelit orbit rendah, Starlink, milik Elon Musk disebut setara dengan kecepatan layanan internet berbasis serat optik. Meski demikian, dalam cuaca buruk atau hujan, kecepatan Starlink bakal berkurang. 

    Kepala Bidang Infrastruktur Teknologi dan Informasi Kabupaten Kupang James Ating mengatakan bahwa kecepatan internet Starlink di Kupang hampir setara dengan jaringan fiber optik, terutama saat cuaca cerah. Namun, layanan satelit ini akan mengalami penurunan performa saat cuaca buruk seperti hujan atau angin kencang. 

    “Kalau cerah begini hampir sama dengan jaringan fiber optik kalau menurut saya. Makanya kalau mungkin cuaca angin berawan hujan ya, itu yang yang kena pakai satelit,” kata James kepada Bisnis, dikutip Sabtu (14/6/2025).

    Starlink merupakan satelit yang menawarkan kecepatan internet yang tinggi, dengan kecepatan unduh (download) mencapai 40-220+ Mbps dan kecepatan unggah (upload) 8-25+ Mbps. Jumlah tersebut bisa berkurang atau lebih tinggi tergantung jumlah pengguna dan kondisi cuaca. 

    Kecepatan tinggi dan latensi rendah yang diberikan Starlink terjadi karena Starlink mengorbit di ketinggian yang rendah yaitu sekitar 550 kilometer -1.000 kilometer. Prinsip konektivitas berbasis satelit, makin dekat obyek satelit dengan bumi, maka kualitas internet yang diberikan makin baik. 

    Sementara menurut laporan Speedtest Global Index mengungkap kecepatan fixed broadband atau internet tetap berbasis serat optik Indonesia pada April 2025 menyentuh 34,37 Mbps. Angka tersebut naik 126 basis points (bps) dari posisi Maret 2025 yang sebesar 33,51 Mbps. 

    Indonesia berada di urutan ke-9 di Asia Tenggara perihal kecepatan internet tetap. Tertinggal dari Laos, Kamboja, dan Malaysia. 

    James menambahkan sekitar 160 desa di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan memanfaatkan satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, untuk mendukung sejumlah aktivitas pemerintahan dan layanan publik. Pengadaan perangkat tersebut akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

    Pengadaan perangkat Starlink ini akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang telah diprogramkan dalam APBD tahun 2025, dengan alokasi anggaran sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta per desa. 

    “Itu langsung dimasukkan ke dana desa. Kegiatan di desa, masing-masing desa. Jadi masing-masing desa mereka pakai Starlink. Itu sudah diprogram dalam APBD tahun 2025,” ujar James.

    Indonesia hanya Pasar

    Dalam perkembangan lain, SpaceX, perusahaan roket milik Elon Musk, diperkirakan  mencatat pendapatan sekitar US$15,5 miliar atau Rp253,18 triliun pada 2024, dengan Starlink menjadi kontributor utama pendapatan tersebut.

    Elon Musk membagikan kabar ini melalui unggahan di platform X (sebelumnya Twitter). Dia mengungkap pertumbuhan pesat bisnis peluncuran roket dan layanan satelit SpaceX.

    Dilansir dari Reuters, Rabu (4/6/2025) pada 2024, SpaceX mencatat rekor dengan 134 peluncuran Falcon, menjadikannya operator peluncuran paling aktif di dunia. Perusahaan bahkan menargetkan 170 peluncuran hingga akhir tahun ini guna memenuhi permintaan pemasangan satelit yang terus meningkat.

    Pendapatan terbesar SpaceX saat ini berasal dari layanan internet satelit Starlink. Jaringan ini telah meluncurkan ribuan satelit untuk menyediakan akses internet broadband ke seluruh dunia.

    Sementara itu di Indonesia, sebagai salah satu pasar potensial Starlink dengan jumlah penduduk yang lebih dari 270 juta, Starlink beroperasi dengan kantor virtual. 

    Pada 2024, Bahlil Lahadalia yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala BKPM mengatakan Starlink di Indonesia hanya memiliki 3 karyawan, nilai investasi Starlink di Indonesia sekitar Rp30 miliar.

    Komdigi menegaskan bahwa Starlink mendapat perlakuan yang sama dengan pemain satelit lainnya. Komdigi juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Starlink.

  • Elon Musk Siap-Siap Gigit Jari, Pengganti Starlink Kian Terkenal

    Elon Musk Siap-Siap Gigit Jari, Pengganti Starlink Kian Terkenal

    Jakarta, CNBC Indonesia – Layanan internet satelit Starlink milik SpaceX dari Elon Musk tampaknya mulai mendapat tantangan serius dari para pesaing.

    Raksasa teknologi Amazon bersiap meluncurkan gelombang kedua satelit internet Project Kuiper, proyek ambisius yang ditujukan untuk menyebarkan koneksi broadband ke seluruh dunia.

    Peluncuran 27 satelit internet Kuiper dijadwalkan pada Senin, 16 Juni 2025, menggunakan roket Atlas V milik United Launch Alliance (ULA) dari Cape Canaveral, Florida.

    Peluncuran kali ini akan menjadi misi kedua setelah peluncuran perdana tujuh minggu lalu yang juga mengirim 27 satelit ke orbit rendah Bumi.

    “Kami telah merancang salah satu satelit komunikasi tercanggih yang pernah dibuat. Setiap peluncuran adalah kesempatan untuk menambah kapasitas dan cakupan jaringan kami,” kata Rajeev Badyal, Wakil Presiden Project Kuiper, dikutip dari Digital Trend, Sabtu (14/6/2025).

    Saat ini, Starlink milik SpaceX masih unggul jauh, dengan lebih dari 7.000 satelit aktif dan melayani lebih dari 5 juta pelanggan secara global sejak peluncuran perdananya enam tahun lalu.

    Namun, Amazon tidak tinggal diam dengan mengejar ketertinggalan. Untuk fase awal, Project Kuiper menargetkan konstelasi lebih dari 3.200 satelit, dengan setidaknya 80 misi peluncuran yang direncanakan.

    Amazon telah menyiapkan jadwal peluncuran yang cukup padat, termasuk 6 peluncuran tambahan dengan roket ULA Atlas V.

    Perusahaan yang didirikan oleh Jeff Bezos itu juga menyiapkan 38 peluncuran dengan roket ULA Vulcan Centaur, serta puluhan misi lainnya dengan Arianespace, Blue Origin, bahkan SpaceX Falcon 9.

    Jika semua berjalan lancar, layanan internet berbasis satelit milik Amazon akan mulai tersedia secara global pada akhir 2025, cukup dengan 1.000 satelit aktif. Jumlah tersebut akan ditingkatkan menjadi 3.200 unit untuk meningkatkan kapasitas dan kestabilan jaringan.

    Langkah Amazon ini menandai persaingan ketat di sektor internet orbit rendah Bumi (LEO), yang selama ini didominasi oleh Elon Musk.

    (fys/haa)

    [Gambas:Video CNBC]