Tag: Elon Musk

  • Startup AI Elon Musk Gugat Mantan Karyawan, Dituduh Curi Teknologi Grok

    Startup AI Elon Musk Gugat Mantan Karyawan, Dituduh Curi Teknologi Grok

    Jakarta

    xAI, startup kecerdasan buatan (AI) milik Elon Musk menggugat mantan karyawannya yang diklaim mencuri rahasia perusahaan terkait chatbot Grok sebelum bergabung dengan OpenAI.

    Mantan karyawan bernama Xuechen Li itu mulai bekerja sebagai engineer di xAI tahun lalu, di mana ia bertugas melatih dan mengembangkan Grok. Ia dituduh menyalin dokumen dari laptop perusahaan ke salah satu perangkat pribadinya.

    Menurut gugatan yang dilayangkan di pengadilan federal California, Amerika Serikat, Li telah mencuri teknologi AI yang lebih canggih dibandingkan fitur yang ditawarkan ChatGPT dan produk kompetitor lainnya.

    xAI mengklaim informasi rahasia itu berpotensi membuat OpenAI dan perusahaan kompetitor lainnya lebih unggul di industri AI dan dapat menghemat biaya riset dan pengembangan hingga miliaran dolar serta upaya pengembangan selama bertahun-tahun.

    Lebih lanjut, xAI menuduh Li telah melakukan tindakan ekstensif untuk menyembunyikan aksinya, termasuk mengubah nama file, mengompres file sebelum mengunggahnya ke perangkat pribadi, dan menghapus riwayat browser.

    xAI mengatakan Li mulai mengambil rahasia perusahaan pada bulan Juli. Li kemudian mengakui telah mencuri file perusahaan dan menyembunyikan jejaknya dalam rapat pada 14 Agustus. xAI mengatakan mereka menemukan lebih banyak informasi curian di perangkatnya yang tidak diungkap sebelumnya.

    Gugatan tersebut menambahkan bahwa Li meminta xAI untuk buy back saham yang diberikan sebagai bagian dari paket kompensasinya, dengan total nilai sekitar USD 7 juta, sebelum ia meninggalkan xAI untuk bergabung dengan xAI, seperti dikutip dari Engadget, Minggu (31/8/2025).

    xAI meminta pengadilan untuk mengajukan perintah penahanan sementara yang memaksa mantan karyawannya untuk menyerahkan akses terhadap perangkat pribadi atau layanan penyimpanan online apapun, dan mengembalikan semua informasi rahasia ke perusahaan.

    Selain itu, xAI ingin melarang Li bekerja di OpenAI atau perusahaan kompetitor lainnya untuk sementara waktu sampai xAI berhasil memulihkan semua rahasia dagangnya.

    Gugatan ini semakin menguatkan persaingan antara xAI dengan OpenAI. Beberapa hari yang lalu, Musk dan xAI menggugat OpenAI dan Apple karena keduanya diklaim berkolaborasi untuk menciptakan monopoli di industri AI.

    (vmp/rns)

  • Komdigi Bantah Pemerintah Batasi Akses Medsos Imbas Demo DPR

    Komdigi Bantah Pemerintah Batasi Akses Medsos Imbas Demo DPR

    Jakarta

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) merespon isu terkait platform media sosial X -sebelumnya Twitter- sempat tidak bisa diakses oleh pengguna internet pada Kamis (28/8) ketika aksi demonstrasi DPR mulai memanas.

    Warganet mengeluhkan tersebut dan ada yang menduga bahwa itu dilakukan oleh Komdigi. Direktur Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi Alexander Sabar mengungkapkan bantahannya.

    “Perlu diketahui tidak ada arahan dari Komdigi maupun pemerintah untuk menurunkan atau membatasi akses terhadap platform media sosial pada saat aksi di DPR tanggal 28 Agustus,” ujar Alex kepada awak media, Jumat (28/9/2025).

    Sementara itu, terkait pernyataan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo yang sebelumnya menekankan soal konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) di platform medsos, itu tidak ada kaitannya dengan pembatasan akses oleh pemerintah.

    Terkait pernyataan Wakil Menteri Komdigi, Angga, mengenai maraknya konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK), pemerintah mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

    “Terkait pernyataan Bapak Wamen Angga sebelumnya mengenai konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK), benar bahwa kami menghimbau agar masyarakat berhati-hati untuk tidak menyebarkan disinformasi dan hoax. Pemerintah menghimbau agar semua pihak dapat melaksanakan proses demokrasi secara tertib dan menjaga situasi tetap kondusif, baik di ruang digital maupun ruang fisik,” tuturnya.

    Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, sebagian masyarakat yang menggunakan medsos X sempat kesulitan untuk mengaksesnya. Momen itu bertepatan dengan aksi demo di DPR.

    Berdasarkan situs Downdetector yang diakses pukul 18.45 WIB, laporan X down yang dihimpun platformnya mulai muncul pukul 17.34 WIB, lalu memuncak hingga 107 laporan pada pukul 18.19 WIB.

    CNNIndonesia.com sempat mencoba mengakses platform tersebut lewat situs. Pada percobaan pertama, platform tersebut tak dapat memuat laman beranda dan menampilkan pesan error.

    Namun tak lama kemudian, sudah bisa mengakses platform media sosial milik Elon Musk itu sekitar pukul 18.50 WIB.

    Akun Bareng Warga di X juga melaporkan bahwa platform tersebut down dan tak bisa diakses. Ia mengimbau warganet lainnya untuk menggunakan VPN untuk mengakses X.

    Sejumlah warganet, dalam kolom balasan juga mengaku mengalami hal serupa. Beberapa mengaku tak bisa mengakses dari ponsel mereka yang menggunakan operator tertentu. Sementara, pengguna lainnya mengaku masih dapat mengakses X dengan leluasa.

    (agt/agt)

  • Elon Musk dan Platform Digital Lain Diwajibkan Punya Kantor di Indonesia

    Elon Musk dan Platform Digital Lain Diwajibkan Punya Kantor di Indonesia

    Jakarta

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menegaskan bahwa penyedia layanan media sosial X (sebelumnya Twitter) didesak punya kantor di Indonesia.

    Pemerintah, kata Nezar, sudah bersurat ke perusahaan milik Elon Musk itu untuk menjalin komunikasi lebih lanjut. Sebagai informasi, X diketahui belum punya kantor perwakilan di Indonesia.

    “Ya, kita kan sudah bersurat ya ke X. Kita tunggulah respon mereka. Selama ini memang enggak punya kantor,” ujar Nezar saat ditemui, Jumat (29/8/2025).

    Menurut Nezar, kehadiran kantor perwakilan bukan hanya kebijakan yang berlaku di Indonesia, melainkan juga sudah menjadi praktik umum di berbagai negara. Kewajiban punya kantor perwakilan di Indonesia tidak hanya ditujukan X saja, namun berlaku kepada platform digital lainnya.

    “Bukan cuma Komdigi ya, hampir semua negara memperlakukan hal yang sama. Di Singapura juga demikian, di Korea Selatan begitu juga, di Malaysia juga begitu. Jadi saya kira itu normal saja, wajar begitu,” jelasnya.

    Ia menambahkan, dengan jumlah penduduk hampir 300 juta jiwa dan penetrasi internet mencapai 80%, wajar jika Indonesia meminta platform Over The Top (OTT) global menaati regulasi yang berlaku.

    “Karena kita pemakai terbesar di sini. Jadi, saya kira semua OTT yang memanfaatkan Indonesia sebagai pasar itu wajib menaati regulasi-regulasi yang berlaku,” kata Nezar.

    Terkait konsekuensi bila X atau platform digital lain tak segera punya kantor perwakilan resmi, Nezar mengatakan hal itu akan berhadapan dengan regulasi nasional. Namun ia menegaskan pemerintah belum sampai pada rencana pemblokiran.

    “Kita belum bicara soal pemblokiran, tapi kita berharap mereka kooperatif untuk mengikuti aturan yang ada. Jadi ini masih pendekatan dulu,” pungkasnya.

    (agt/fay)

  • Elon Musk Buka Akses Open Source Grok 2.5 xAI, Grok 3 Kapan? – Page 3

    Elon Musk Buka Akses Open Source Grok 2.5 xAI, Grok 3 Kapan? – Page 3

    Selain isinya, lisensi yang diterapkan pada Grok 2.5 juga ikut menjadi perhatian. Seorang insinyur AI, Tim Kellogg, menyebut bahwa lisensi Grok bersifat khusus dan mengandung beberapa klausul yang dianggap anti-kompetitif.

    Meskipun model ini disebut “open source”, pengguna juga tetap harus berhati-hati terhadap aturan yang ditetapkan xAI. Kondisi ini membuat sebagian pihak mempertanyakan sejauh mana keterbukaan yang dijanjikan Musk benar-benar berlaku.

    Di satu sisi, publik diberi kesempatan memanfaatkan model Grok, tapi di sisi lain, ada pembatasan yang bisa menghambat kebebasan para pengembang.

    Di balik semua permasalahan itu, pengumuman ini tetap dianggap sebagai langkah maju dibanding perusahaan besar AI yang hanya menutup diri.

    Walaupun lisensinya tidak sepenuhnya bebas, keputusan membuka Grok 2.5 tetap memberi nilai tambah bagi riset, terutama untuk pengembangan aplikasi AI itu sendiri, khususnya di sektor pendidikan, penelitian, maupun industri.

  • Pakai Chat AI Buat Kerja-Curhat, Hati-Hati Obrolan Muncul di Google

    Pakai Chat AI Buat Kerja-Curhat, Hati-Hati Obrolan Muncul di Google

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bagi Anda yang pernah ‘ngobrol’ dengan chatbot AI Grok sebaiknya hati-hati. Sebab, lebih dari 370 ribu percakapan antara Grok dan penggunanya ternyata terindeks dan bisa diakses publik melalui Google Search. Temuan ini pertama kali diungkap oleh Forbes.

    Kondisi ini terjadi karena fitur “share” (berbagi) di Grok otomatis membuat URL unik setiap kali pengguna membagikan percakapan. Namun, URL tersebut ternyata juga bisa diindeks oleh mesin pencari seperti Google, Bing, hingga DuckDuckGo, tanpa adanya peringatan atau notifikasi kepada pengguna.

    “Penerbit halaman ini memiliki kendali penuh apakah mereka ingin kontennya diindeks,” kata juru bicara Google Ned Adriance dalam sebuah pernyataan, dikutip dari laporan Forbes, Rabu (27/8/2025).

    Saat ini, pencarian di Google terhadap obrolan Grok menunjukkan bahwa mesin pencari itu telah mengindeks lebih dari 370.000 percakapan pengguna dengan bot milik Elon Musk itu.

    Forbes meninjau sejumlah percakapan pengguna dengan pertanyaan yang mencakup berbagai topik, mulai soal medis, psikologi, dan urusan bisnis sederhana. Ada pula data pribadi, dokumen, serta kata sandi yang ikut terbuka di hasil pencarian.

    Berkas gambar, spreadsheet, dan dokumen teks yang diunggah pengguna juga dapat diakses melalui halaman berbagi Grok.

    Beberapa bahkan bersifat eksplisit, penuh kebencian, dan melanggar aturan xAI. Dalam percakapan yang dibagikan dan dapat dengan mudah ditemukan lewat Google, Grok memberikan instruksi membuat narkoba ilegal seperti fentanyl dan metamfetamin, menulis kode malware yang dapat mengeksekusi sendiri, hingga merakit bom.

    Beberapa pengguna, termasuk peneliti AI dan jurnalis, mengaku terkejut mengetahui percakapan pribadi mereka bisa muncul di Google. Nathan Lambert, ilmuwan di Allen Institute for AI, menyebut dirinya tidak mendapat peringatan apapun soal risiko tersebut.

    xAI, perusahaan AI milik Elon Musk yang mengembangkan Grok, belum memberikan komentar terkait masalah ini.

    Sebelumnya, kasus serupa juga pernah dialami OpenAI. Percakapan ChatGPT sempat muncul di Google Search sebelum akhirnya fitur berbagi mereka ditutup karena dianggap berisiko bagi privasi pengguna.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gagal Berkali-kali, Roket Raksasa Elon Musk Akhirnya Catat Sejarah

    Gagal Berkali-kali, Roket Raksasa Elon Musk Akhirnya Catat Sejarah

    SpaceX milik Elon Musk kembali mencatat tonggak penting dalam pengembangan roket raksasa Starship. Pada Selasa (26/8/2025), roket setinggi 403 kaki (123 meter) itu berhasil meluncur dari fasilitas Starbase, Texas Selatan, sekitar pukul 19.30 EST (23.30 GMT) dalam uji terbang kesepuluhnya. (REUTERS/Steve Nesius)

  • Wamenkomdigi Angga Minta TikTok Bangun Sistem Penindak Konten Provokasi

    Wamenkomdigi Angga Minta TikTok Bangun Sistem Penindak Konten Provokasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo menyoroti maraknya konten provokatif terkait aksi unjuk rasa yang beredar di media sosial, khususnya TikTok. 

    Menurutnya, tayangan kerusuhan yang ditonton puluhan ribu warganet berpotensi memprovokasi publik dan merusak sendi-sendi demokrasi.

    Angga menegaskan pemerintah tidak bermaksud membungkam kebebasan berekspresi, tetapi meminta perusahaan platform digital memiliki sistem yang mampu mendeteksi disinformasi dan konten manipulatif.

    “Kami tekankan sekali lagi kepada platform untuk memiliki sistem untuk menindak. Kami gak mau demokrasi kita dicederai dengan hal-hal yang palsu gitu. Dibilangnya tadi misalnya ada bakar di sini, ternyata realnya tidak ada. Itu kadang-kadang mungkin gerakan yang di tahun kapan dibikin terus dinarasikan,” ujar Angga dalam konferensi pers di Gedung Kwartir Nasional, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

    Lebih lanjut, dia menambahkan, fenomena penyebaran disinformasi, fitnah, dan kebencian di ruang digital berpotensi mengaburkan tujuan penyampaian aspirasi masyarakat.

    “Kami ingin ruang digital kita aman, tidak diwarnai, atau tidak dikuasai oleh kelompok-kelompok kepentingan yang menggunakan disinformasi, fitnah, dan kebencian untuk menyulut dan mengadu domba masyarakat kita,” ucapnya.

    Sebagai langkah lanjutan, Angga menyebut pihaknya sudah menghubungi sejumlah platform besar untuk membicarakan fenomena ini. 

    Salah satunya, Helena Lersch, yang menjabat sebagai Global Public Policy Director (MENA, APAC) di ByteDance, perusahaan induk TikTok.

    “Saya pribadi, tadi sama Pak Dirjen juga, saya hubungi. Yang pertama, saya sudah hubungi Head TikTok Asia Pasifik Helena. Saya minta mereka ke Jakarta, kita akan bercerita tentang fenomena ini,” katanya.

    Tak berhenti di sana, Angga melanjutkan turut berkomunikasi dengan Meta Indonesia. Namun, dia menyebut adalah platform X atau yang sebelumnya adalah twitter. Mengingat, media sosial yang dimiliki Elon Musk tersebut tak memiliki kantor di Indonesia.

    Angga menegaskan, perusahaan platform digital yang beroperasi di Indonesia harus mematuhi regulasi nasional.

    “Harusnya, mohon maaf, mereka berjalan dan beroperasi di atas infrastruktur dan penggunanya adalah orang-orang Indonesia yang menurut kami sebagai warga negara Indonesia, dia harus comply dengan hukum-hukum yang berlaku di Indonesia,” pungkas Angga.

  • Elon Musk Tolak Bayar Rp 970 Miliar Sekarang Ditagih Rp 3,9 Triliun

    Elon Musk Tolak Bayar Rp 970 Miliar Sekarang Ditagih Rp 3,9 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tesla harus membayar US$243 juta (Rp 3,9 triliun) atas kasus kecelakaan maut terkait fitur Autopilot Tesla pada 2019. Sebelumnya, raksasa mobil listrik milik Elon Musk pernah menolak membayar uang penyelesaian sebesar US$60 juta (Rp 970 miliar).

    pengacara penggugat mengungkapkan adanya proposal penyelesaian yang jadi bagian dari biaya hukum Tesla. Mereka mengklaim memiliki hak atas biaya hukum pada 30 Mei saat penyelesaian diusulkan, berdasarkan hukum yang berada di Florida, dikutip dari Reuters, Selasa (26/8/2025).

    Pengadilan itu terkait kecelakaan yang melibatkan unit Tesla Model S pada April 2019. Mobil itu memiliki software bantuan pengemudi Autopilot.

    Saat itu mobil menabrak Chevrolet Tahoe milik para korban yang sedang parkir. Dua orang menjadi korban karena kasus tersebut, yakni Naibel Benavides Leon yang tewas dan pasanya Dillon Angulo mengalami luka berat.

    Para ahli waris dari para korban mendapatkan kompensasi dari juri sebesar US$129 juta. Mereka juga mendapatkan ganti rugi punitif US$200 juta.

    Tesla sendiri disebut memiliki tanggung jawab 33% untuk ganti rugi. Besarannya mencapai US$42,6 juta dan seluruh uang ganti rugi punitif.

    Sisa tanggung jawab berada di tangan pengemudi. Namun dalam kasus ini dia bukan terdakwa.

    Tesla membela diri dan mengatakan tidak melakukan kesalahan apapun. Perusahaan juga akan mengajukan banding dengan putusan terbaru.

    “Putusan hanya menghambat keselamatan otomotif dan membahayakan upaya Tesla dan seluruh industri mengembangkan dan penerapan teknologi untuk menyelamatkan nyawa,” jelas pihak Tesla.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pengganti Starlink Sudah Lebih Canggih, Elon Musk Minggir

    Pengganti Starlink Sudah Lebih Canggih, Elon Musk Minggir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Starlink punya penantang baru yang lebih canggih. Berasal dari Swedia, sistem komunikasi itu jauh lebih ringkas dan bisa dibawa ke mana-mana.

    Startup TERASi meluncurkan sistem RU1. Sistem radio gelombang itu diklaim sebagai yang terkecil dan teringan di dunia.

    “RU1 digunakan dalam hitungan menit untuk menjaga unit tetap terhubung pada lingkungan yang cepat berubah,” kata CEO dan salah satu pendiri TERASi, James Campion dikutip dari The Next Web, Jumat (22/8/2025).

    Perangkatnya berbentuk kotak kecil yang bisa dipasang dimanapun. Misalnya dengan menggunakan tripod atau drone.

    The Next Web menuliskan RU1 dapat terhubung dengan jaringan mesh yang menyediakan bandwidth untuk aplikasi penting seperti video drone langsung, pengendali otonom dan fusi data sensor.

    Perangkat RU1 memiliki antena yang terfokus pada pancaran sinar seperti laser yang sempit. Jadi dipastikan sulit diganggu dan dicegat pihak lain.

    Sementara kecepatan datanya diklaim mencapai 10 Gbps, 50 kali dari Starlink. Bahkan menjanjikan versi terbarunya bisa memiliki kecepatan 20 Gbps.

    Selain itu juga memiliki latensi di bawah 5 milidetik. Campion mengatakan ini krusial untuk penggunaan deteksi drone.

    Perusahaan juga menyediakan keamanan yang tidak dimiliki Starlink. Pengguna dipastikan memiliki kendali penuh dan orang lain tidak bisa mengontrol jaringan.

    “RU1 memberi pengguna kendali atas komunikasi dengan menciptakan jaringan aman berkecepatan tinggi yang dimiliki dan kelola sendiri, tanpa dimasuki penyedia pihak ketiga seperti Starlink yang bisa dimatikan atau batasi dari jarak jauh, seperti pada insiden di Ukraina tahun 2022,” jelasnya.

    Pada 2022, beberapa waktu setelah pasokan tersedia di Ukraina, Elon Musk yang juga CEO SpaceX menghentikan cakupan Starlink di negara tersebut. Ini terjadi saat serangan balasan di Kherson, membuat gangguan pada drone pengintai, artileri bertarget, dan koordinasi pasukan.

    Tak lama setelah kejadian itu, Musk menolak permintaan mengaktifkan Starlink dekat Krimea. Dia juga diduga diminta Vladimir Putin membatasi jangkauan di Taiwan.

    Layanan TERASi tak hanya bisa digunakan untuk militer. Dapat digunakan pula untuk penanggulangan bencana, karena dapat memulihkan tautan gigabit untuk petugas tanggap darurat tanpa menunggu jaringan dari satelit atau perbaikan jaringan serat optik.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Elon Musk Bentuk Perusahaan Perangkat Lunak Macrohard, Siap Saingi Microsoft – Page 3

    Elon Musk Bentuk Perusahaan Perangkat Lunak Macrohard, Siap Saingi Microsoft – Page 3

    Pemilihan nama “Macrohard” menjadi sebuah pernyataan perang yang secara langsung, karena sudah jelas nama ini merupakan bentuk sindiran dan tantangan terbuka ditujukan langsung kepada Microsoft.

    Elon Musk juga mengklaim bahwa perusahaannya bisa menyimulasikan Microsoft, alasannya karena mereka dianggap tidak memproduksi perangkat keras fisik secara mandiri.

    Pernyataan tersebut tentu saja mengabaikan fakta penting, karena pada dasarnya, Microsoft memiliki lini produk perangkat keras yang sangat sukses seperti konsol game Xbox dan perangkat Surface.

    Retorika kompetitif ini menunjukkan bahwa Musk tidak berniat menjalin kolaborasi, sebaliknya ia memposisikan xAI sebagai alternatif utama dari ekosistem AI yang ada, menambahkan preferensi untuk pengguna.

    Microsoft sendiri merupakan investor terbesar di OpenAI, menjadikannya pemimpin dominan di dalam aliansi ini. Selain itu, ia juga menguasai sebagian besar pasar kecerdasan buatan generatif saat ini.

    Oleh karena itu, langkah Musk dapat dilihat sebagai upaya untuk mendobrak dominasi tersebut. Dari apa yang terlihat, seperitnya ia ingin menciptakan  kekuatan baru dalam lanskap teknologi AI global.