Tag: Elon Musk

  • Starlink Elon Musk Jatuh ke Bumi Akibat Anomali Orbit, NASA Turun Tangan

    Starlink Elon Musk Jatuh ke Bumi Akibat Anomali Orbit, NASA Turun Tangan

    Bisnis.com, Jakarta — Salah satu satelit internet Starlink milik SpaceX mengalami masalah serius saat berada di orbit Bumi pada Rabu, 17 Desember. Akibat masalah ini, satelit tersebut kehilangan kendali, berputar-putar, dan kini sedang jatuh menuju Bumi.

    Kecelakaan ini menyebabkan hilangnya komunikasi dengan pesawat ruang angkasa Starlink, yang mengorbit pada ketinggian 418 kilometer.

    SpaceX menjelaskan bahwa terjadi anomali (gangguan teknis tak terduga) yang membuat kontak dengan satelit terputus. Selain itu, sebagian kecil bagian satelit juga terlepas dan menjadi puing-puing kecil di luar angkasa.

    Dilansir dari Space.com, Jumat (19/12/2025), perwakilan Starlink, perusahaan yang dimiliki SpaceX, mengatakan, “Anomali tersebut menyebabkan kebocoran tangki propulsi, penurunan cepat pada sumbu semi-mayor sekitar 4 km, dan pelepasan sejumlah kecil objek berkecepatan relatif rendah yang dapat dilacak.”

    Masalah ini diduga terjadi karena kebocoran atau kerusakan pada tangki bahan bakar satelit, yang membuat orbit satelit menurun dengan cepat sehingga satelit tidak bisa lagi bertahan di posisinya.

    Saat ini, SpaceX bekerja sama dengan NASA dan Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat untuk memantau puing-puing tersebut. Meski begitu, SpaceX menegaskan bahwa tidak ada bahaya besar yang perlu dikhawatirkan.

    “Satelit tersebut sebagian besar masih utuh, berputar-putar, dan akan memasuki kembali atmosfer Bumi serta hancur sepenuhnya dalam beberapa minggu.”

    SpaceX juga menyatakan bahwa para insinyurnya sedang menyelidiki penyebab utama masalah ini dan akan memperbarui sistem perangkat lunak satelit agar kejadian serupa tidak terulang.

    “Kami menanggapi kejadian ini dengan serius. Para insinyur kami sedang bekerja cepat untuk menemukan akar penyebab dan mengurangi sumber anomali tersebut, dan saat ini sedang dalam proses menerapkan perangkat lunak ke wahana kami yang meningkatkan perlindungan terhadap jenis kejadian ini.”

    Saat ini, Starlink merupakan jaringan satelit terbesar di dunia, dengan hampir 9.300 satelit aktif, atau sekitar 65% dari seluruh satelit aktif di orbit Bumi. Jumlah ini terus bertambah, SpaceX telah meluncurkan 122 misi Starlink tahun ini saja, mengirimkan lebih dari 3.000 satelit ke orbit Bumi rendah.

    Satelit Starlink dirancang untuk beroperasi sekitar lima tahun. Sebelum masa pakainya habis, SpaceX sengaja menurunkan orbit satelit agar tidak rusak dan menjadi sampah antariksa.

    SpaceX juga menerapkan sistem penghindaran tabrakan otomatis. Dalam enam bulan pertama 2025, satelit Starlink tercatat melakukan sekitar 145.000 manuver penghindaran, atau rata-rata empat kali per satelit setiap bulan.

    Meski demikian, tidak semua operator satelit di luar angkasa memiliki tingkat tanggung jawab yang sama. (Nur Amalina)

  • Ketegangan Dagang Memanas, AS Ancam Balas Pajak Digital Uni Eropa

    Ketegangan Dagang Memanas, AS Ancam Balas Pajak Digital Uni Eropa

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan membalas kebijakan pajak digital Uni Eropa terhadap perusahaan teknologi Negeri Paman Sam. 

    Sejumlah perusahaan besar Eropa, seperti Accenture Plc, Siemens AG, dan Spotify Technology SA, disebut berpotensi menjadi sasaran pembatasan atau pungutan baru dari Washington.

    Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR) melalui unggahan di media sosial menilai Uni Eropa dan negara-negara anggotanya terus menerapkan kebijakan diskriminatif yang membatasi dan melemahkan daya saing penyedia jasa asal AS. 

    “Jika hal ini berlanjut, Amerika Serikat tidak memiliki pilihan selain menggunakan seluruh instrumen yang tersedia untuk melawan kebijakan yang tidak masuk akal ini,” tulis USTR, dilansir dari Bloomberg pada Rabu (17/12/2025).

    USTR menegaskan hukum AS memungkinkan penerapan biaya atau pembatasan terhadap layanan asing apabila langkah balasan dianggap perlu, termasuk melalui instrumen perdagangan.

    Pemerintah AS juga tengah menyiapkan penyelidikan berdasarkan Section 301 dari Trade Act 1974, yang membuka jalan bagi pemberlakuan sanksi dagang seperti tarif. Informasi tersebut disampaikan oleh sumber yang mengetahui proses internal dan meminta identitasnya dirahasiakan.

    Selain Accenture, Siemens, dan Spotify, USTR juga menyoroti sejumlah perusahaan Eropa lainnya, seperti DHL Group, SAP SE, Amadeus IT Group SA, Capgemini SE, Publicis Groupe, dan Mistral AI. Perusahaan-perusahaan tersebut dinilai telah menikmati akses luas ke pasar AS selama bertahun-tahun.

    Perselisihan ini berakar pada regulasi perdagangan digital, seiring dengan upaya Uni Eropa memperketat aturan dan memungut pajak terhadap raksasa teknologi AS seperti Google milik Alphabet Inc., Meta Platforms Inc., dan Amazon.com Inc.

    Para pengkritik kebijakan pajak digital UE menilai langkah tersebut menghambat inovasi teknologi secara global serta bertujuan meningkatkan penerimaan fiskal secara tidak adil.

    Ancaman balasan dari Washington berpotensi meningkatkan ketegangan hubungan AS–UE, terutama di tengah mandeknya perundingan damai terkait perang di Ukraina.

    Ketegangan ini juga mengikuti kritik keras Trump terhadap UE. Dalam wawancara dengan Politico pekan lalu, Trump menyebut UE sebagai kelompok negara yang rapuh dengan para pemimpin yang lemah.

    Trump sebelumnya telah memberlakukan tarif impor secara luas, termasuk bea masuk 15% terhadap banyak produk asal UE, untuk melawan pungutan dan hambatan dagang yang menurutnya merugikan produk AS.

    Pejabat pemerintahan Trump menuduh UE melanggar komitmen dalam perjanjian dagang dengan AS, khususnya terkait janji untuk mengatasi hambatan perdagangan digital yang tidak beralasan.

    Strategi keamanan nasional AS terbaru yang dirilis bulan ini juga dinilai berisiko memperburuk hubungan transatlantik karena mengkritik kebijakan imigrasi dan isu budaya Eropa, serta mempertanyakan kelayakan negara-negara Eropa sebagai sekutu NATO di masa depan.

    Trump secara konsisten mengecam pajak digital sebagai hambatan dagang non-tarif yang merugikan perusahaan AS, dan mengancam akan mengenakan tarif substansial terhadap negara-negara yang menerapkannya. Beberapa negara telah melunak, termasuk Kanada yang pada Juni lalu membatalkan rencana pungutan pajak digital hanya beberapa jam sebelum diberlakukan.

    Meski demikian, UE tetap melanjutkan penegakan regulasi digitalnya. Baru-baru ini, otoritas UE menjatuhkan denda senilai ratusan juta dolar AS kepada Apple Inc., Meta, serta platform media sosial X milik Elon Musk.

    Uni Eropa membela kebijakannya. Kepala Perdagangan UE Maros Sefcovic mengatakan bahwa blok tersebut akan melindungi kedaulatan teknologinya. Dia juga menyebut terus menjalin komunikasi intensif dengan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer dan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick.

    Namun, USTR menilai UE mengabaikan keberatan AS. Menurut USTR, UE terus menerapkan gugatan hukum, pajak, denda, dan arahan yang bersifat diskriminatif terhadap penyedia jasa AS, meski perusahaan-perusahaan tersebut menyediakan layanan gratis bagi warga UE, mendukung jutaan lapangan kerja, dan mencatat investasi langsung lebih dari US$100 miliar di Eropa.

    Pajak layanan digital yang dikenakan sejumlah negara Eropa terhadap perusahaan AS telah lama menjadi sumber perpecahan dalam hubungan dagang. Kongres AS bahkan sempat mempertimbangkan pajak balasan dalam undang-undang pemotongan pajak era Trump untuk menargetkan negara-negara yang dianggap diskriminatif.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent kemudian mendorong penghapusan ketentuan tersebut setelah tercapai kesepakatan di tingkat G7 untuk mengecualikan perusahaan AS dari pajak minimum global. Kesepakatan itu juga mencakup komitmen dialog konstruktif mengenai perpajakan ekonomi digital dan kedaulatan pajak masing-masing negara.

    Sengketa pajak digital kini membayangi perundingan dagang AS-Uni Eropa yang sedang berlangsung, di mana UE mengupayakan pengecualian tarif tambahan dengan imbalan penghapusan bea masuk atas produk industri AS serta penerapan tarif 15% terhadap hampir seluruh ekspor UE ke AS.

    AS dan Uni Eropa juga dikabarkan hampir merampungkan kesepakatan mengenai perlakuan khusus bagi perusahaan AS dalam kerangka pajak minimum global, yang menjadi salah satu area kerja sama kedua mitra dagang tersebut.

    USTR menegaskan risiko penerapan biaya dan pembatasan baru juga berlaku bagi negara-negara lain yang meniru strategi Uni Eropa, sebuah sinyal peringatan bagi Australia, Inggris, dan negara lain yang tengah mempertimbangkan kebijakan serupa.

  • Elon Musk Cetak Sejarah Jadi Orang Terkaya Tembus Rp 9,18 Kuadriliun

    Elon Musk Cetak Sejarah Jadi Orang Terkaya Tembus Rp 9,18 Kuadriliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Kekayaan Elon Musk kembali mencetak rekor global. Pendiri SpaceX itu menjadi orang pertama di dunia yang memiliki harta lebih dari US$ 600 miliar (sekira Rp 9,18 kuadriliun), seiring melonjaknya valuasi perusahaan roket miliknya.

    Lonjakan kekayaan tersebut dipicu langkah SpaceX yang meluncurkan tender offer dengan valuasi sekitar US$ 800 miliar (sekira Rp 12,24 kuadriliun) pada awal Desember 2025. Angka ini melonjak dua kali lipat dibandingkan valuasi US$ 400 miliar (sekira Rp 6,12 kuadriliun) pada Agustus 2025.

    Berdasarkan perhitungan Forbes, kepemilikan Musk sekitar 42% di SpaceX membuat nilai hartanya bertambah sekitar US$ 168 miliar (sekira Rp 2,57 kuadriliun) menjadi sekitar US$ 677 miliar (sekira Rp 10,36 kuadriliun) per Senin (15/12/2025) pukul 12.00 waktu setempat.

    Dengan capaian tersebut, Musk resmi menjadi individu pertama dalam sejarah yang memiliki kekayaan di atas US$ 600 miliar (sekira Rp 9,18 kuadriliun). Sebelumnya, belum ada satu pun orang yang mampu menembus ambang US$ 500 miliar (sekira Rp 7,65 kuadriliun).

    SpaceX juga dikabarkan menargetkan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) pada 2026 dengan valuasi yang diperkirakan dapat mencapai US$ 1,5 triliun (sekira Rp 22,95 kuadriliun). Jika rencana ini terealisasi, Musk berpotensi menjadi triliuner pertama di dunia. Hingga kini, manajemen SpaceX dan Musk belum memberikan pernyataan resmi terkait rencana tersebut.

    Tanpa memperhitungkan IPO sekalipun, nilai kepemilikan Musk di SpaceX diperkirakan mencapai US$ 336 miliar (sekira Rp 5,14 kuadriliun) dan menjadi aset terbesarnya.

    Sementara itu, kepemilikan 12% saham Tesla bernilai sekitar US$ 197 miliar (sekira Rp 3,01 kuadriliun), di luar opsi saham dari paket kompensasi CEO 2018 yang sempat dibatalkan pengadilan Delaware pada Januari 2024. Nilai opsi tersebut masih didiskon sekitar 50% atau setara US$ 69 miliar (sekira Rp 1,06 kuadriliun) sambil menunggu proses appeal di Mahkamah Agung Delaware.

    Apabila gugatan tersebut berujung tidak menguntungkan, Tesla tetap bisa menjadi jalur alternatif bagi Musk menuju status triliuner. Pada November 2025, pemegang saham Tesla menyetujui paket kompensasi bernilai fantastis yang berpotensi memberi Musk saham tambahan hingga US$ 1 triliun (sekira Rp 15,3 kuadriliun) sebelum pajak.

    Paket tersebut dapat terealisasi jika perusahaan mampu mencapai target kinerja ambisius, termasuk peningkatan kapitalisasi pasar (market cap) lebih dari delapan kali lipat dalam 10 tahun.

    Selain SpaceX dan Tesla, Musk juga memiliki xAI Holdings. Perusahaan ini disebut tengah menjajaki pendanaan baru dengan valuasi sekitar US$ 230 miliar (sekira Rp 3,52 kuadriliun), melonjak tajam dari klaim valuasi US$ 113 miliar (sekira Rp 1,73 kuadriliun) saat xAI dibentuk pada Maret 2025 melalui penggabungan dengan platform media sosial X.

    Forbes memperkirakan kepemilikan Musk di xAI Holdings sekitar 53% dengan nilai sekitar US$ 60 miliar (sekira Rp 920 triliun).

  • Cara Daftar dan Instalasi Starlink di Wilayah Banjir Aceh & Sumatra

    Cara Daftar dan Instalasi Starlink di Wilayah Banjir Aceh & Sumatra

    Bisnis.com, JAKARTA — Starlink, satelit orbit rendah milik Elon Musk, menjadi andalan dalam berkomunikasi di wilayah banjir Sumatra dan Aceh saat ini. 

    Selama masa tanggap darurat bencana, layanan internet satelit berkecepatan tinggi dan latensi rendah dari SpaceX ini, dapat digunakan secara gratis untuk masyarakat terdampak. 

    Untuk mengakses internet gratis Starlink bagi pelanggan aktif di wilayah tersebut, Starlink otomatis menerapkan kredit layanan gratis selama periode bantuan berlangsung. Cek kredit yang sudah diterapkan di menu Billing pada akun Starlink yang dimiliki.

    Bagi pengguna yang sedang ditangguhkan layanannya (suspended), jga bisa mengakses Starlink secara gratis. “Kami secara proaktif menerapkan kredit layanan gratis ke akun Anda,” bunyi keterangan di laman website resmi Starlink, dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025). 

    Sementara itu, untuk warga terdampak banjir Aceh-Sumatra yang tidak berlangganan Starlink atau memiliki unit tersebut, bisa memanfaatkan layanan tersebut dari perangkat Starlink yang disebar pemerintah di sejumlah daerah. Pada 3 Desember 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) diketahui menyalurkan 32 unit perangkat Starlink untuk membantu masyarakat yang terdampak banjir dan longsor. 

    Bantuan ini diberikan untuk mempercepat pemulihan layanan di wilayah yang mengalami kerusakan infrastruktur telekomunikas. Nah untuk mengaksesnya, caranya dengan mengakses laman Starlink dan mengaktifkannya. 

    Untuk mengaktifkan Starlink, pilih pelayanan Residensial pada halaman utama. Ketik alamat tinggal untuk melihat ketersediaan layanan. 

    Selanjutnya, pilih paket, lalu ketik “Checkout”. Isi data diri hingga metode pembayaran dengan benar di laman situs. 

    Setelah aktif, buat tiket dukungan dengan mencantumkan frasa “Indonesia Flood Support”. Pengguna dapat melihat kredit yang tersedia melalui tab penagihan di akun. Penagihan otomatis menjadi Rp0 rupiah. “Kredit ini tidak berlaku untuk pelanggan korporasi,” tulis keterangan di situs resmi Starlink.

    Adapun bagi Genhype yang berniat untuk menyediakan perangkat Starlink di wilayah terdampak banjir Aceh dan Sumatra, berikut cara melakukan instalasi.

    Cara instalasi Starlink: 

    1. Temukan tempat yang bebas halangan dan mengarah langsung ke langit.  Gunakan alat “Periksa Penghalang” di aplikasi Starlink (iOS, Android) untuk menemukan lokasi pemasangan yang akan memberikan layanan terbaik. 

    2. Susun piringan dan semua perlengkapannya sehingga dishy bisa berdiri kuat. 

    3. Sambungkan kabel yang menghubungkan router dan piringan. Sambungkan kabel catu daya di router pada stop kontak listrik 

    4. Dalam beberapa menit, Starlink akan terhubung ke satelit. Router akan melakukan booting, silahkan tunggu prosesnya. 

    5. Setelah selesai, atur WiFi di ponsel dan sambungkan ke jaringan nirkabel bernama STINKY. 

    6. Setelah terhubung, lakukan konfigurasi WiFi dan lakukan penyambungan ke jaringan nirkabel bernama “Starlink” memakai kata sandi yang baru saja dibuat. 

    7. Jika sudah terhubung, maka layar akan menampilkan status koneksi internet. 

    8. Sabar, karena proses mencari sampai terhubung ke satelit Starlink kurang lebih memerlukan durasi 10 menit. Adapun untuk berlangganan gratis, bisa mengikuti cara-cara yang dijelaskan sebelumnya.

  • Junta Myanmar Klaim Basmi Sindikat Penipuan Terbesar, Benarkah?

    Junta Myanmar Klaim Basmi Sindikat Penipuan Terbesar, Benarkah?

    Jakarta

    Ketenangan sore hari di Sungai Moei yang memisahkan Thailand dari Myanmar tiba-tiba berubah menjadi kekacauan setelah tiga ledakan menggelegar dahsyat.

    Sejumlah keluarga etnis Karen yang sedang mandi dan bermain di air bergegas menuju tepi sungai, sementara kepulan asap hitam membubung dari pepohonan di belakang mereka.

    Konflik yang dipicu oleh kudeta militer Myanmar hampir lima tahun lalu kembali mengguncang wilayah perbatasan.

    Gempuran kali ini terkait dengan sindikat penipuan asal China, yang telah berkembang pesat di Negara Bagian Karen dalam dua tahun terakhir.

    “Kami berupaya memberantas sepenuhnya aktivitas penipuan daring dari akarnya,” kata juru bicara junta Myanmar, Jenderal Zaw Min Tun.

    Sekilas pernyataan tersebut menunjukkan niat positif militer Myanmar. Namun, ada alasan kuat untuk bersikap skeptis terhadap klaim militer tersebut.

    Bukan untuk pertama kalinya, perang saudara Myanmar yang panjang dan sindikat penipuan saling terkait.

    Junta militer tiba-tiba menyerbu kompleks sindikat penipuan

    Junta diperkuat oleh sejumlah personel baru melalui wajib militer serta peralatan baru seperti drone yang dipasok oleh Rusia dan China.

    Di Negara Bagian Karen, junta telah memukul mundur lawan utamanya, Persatuan Nasional Karen (KNU), yang telah mereka bertempur selama delapan dekade dan merupakan salah satu penentang kudeta paling gigih.

    Di tengah kondisi itu, junta militer Myanmar tiba-tiba menyerbu KK Park, salah satu kompleks sindikat penipuan terbesar dan paling terkenal di Negara Bagian Karen, pada Oktober lalu.

    Militer Myanmar mengusir ribuan warga asing yang telah menjalankan penipuan daring di sana. Sebagian bekerja secara sukarela, Sebagian lainnya ditipu atau dipaksa untuk bekerja.

    Para pekerja KK Park menyeberangi Sungai Moei dari Myanmar ke Thailand pada 24 Oktober 2025. (Getty Images)

    Junta mengunggah video-video tentara yang menyita ribuan telepon seluler, komputer, dan antena satelit dari layanan Starlink milik Elon Musk. Tentara kemudian menghancurkan beberapa bangunan dengan bahan peledak.

    Tindakan ini adalah perubahan sikap yang mencolok. Selama bertahun-tahun, junta militer Myanmar menutup mata terhadap bisnis penipuan bernilai miliaran dolar yang berkembang pesat di sepanjang perbatasannya dengan Thailand.

    Pemimpin milisi setempat yang bersekutu dengan militer telah menjadi pelindung utama dan mitra bisnis para bos penipuan dari China. Sebagian dari uang itu masuk ke kantong para jenderal yang berkuasa.

    Junta justru mencoba menyalahkan KNU atas bisnis penipuan tersebut, tetapi tuduhan itu tidak ada dasar. Tidak seperti kelompok Karen bersenjata lainnya, KNU telah menjaga jarak dari bisnis penipuan tersebut.

    Gempuran tidak menyeluruh

    Media pemerintah Myanmar melaporkan gempuran militer di KK Park.

    Namun, ada yang janggal.

    Meski gempuran tersebut tampak spektakuler, serangan itu tidak menghancurkan seluruh infrastruktur sindikat penipuan di sana.

    Operasi militer terlihat berfokus pada kompleks iniwalau ada puluhan kompleks lainnya.

    Militer juga menggerebek Kota Shwe Kokko, yang terkenal menampung kasino dan sindikat penipuan, tetapi hanya memasuki beberapa bangunan. Bahkan, hingga saat ini hanya menghancurkan satu bangunan

    Apa imbas gempuran militer Myanmar ke KK Park dan Shwe Kokko?

    Ribuan pekerja asing telah meninggalkan KK Park dan Shwe Kokko. Mereka menyeberangi Sungai Moei ke Thailand dan berpencar ke berbagai lokasi, meskipun transportasi sulit dan mahal. Sebagai gambaran, menyewa mobil memerlukan biaya sekitar Rp11,6 juta.

    Bos sindikat penipuan diduga telah memindahkan bisnisnya ke bagian Myanmar yang lebih terpencil di selatan perbatasan.

    Namun di sebuah kota bernama Minletpan, sekelompok pekerja sindikat penipuan terjebak di dua kompleks, yang dikenal sebagai Shunda dan Baoili, bulan lalu.

    BBCKompleks sindikat penipuan menggunakan Starlink agar bisa terhubung dengan internet.

    Kompleks ini dibangun tepat di tepi sungai hanya dalam dua tahun terakhir. Mereka berada di daerah yang dikendalikan oleh DKBA, salah satu milisi yang bersekutu dengan junta militer.

    Pada 21 November, menurut juru bicara KNU, anggota mereka terlibat dalam pertempuran dengan tentara, ketika ditembak dari belakang oleh DKBA di Minletpan.

    Mereka mampu mengusir DKBA, tetapi tanpa diduga merebut dua pusat penipuan dan ribuan warga asing yang bekerja di sana.

    KNU mengumumkan bahwa mereka ingin mengundang jurnalis dan lembaga penegak hukum internasional untuk melihat kompleks yang direbut.

    Mereka menerbitkan foto dan dokumen untuk mengungkap cara kerja bisnis penipuan tersebut, alih-alih menghancurkan bukti seperti yang dilakukan militer di KK Park.

    KNU mengirim ratusan pekerja menyeberangi sungai ke Thailand. Tetapi sekitar 1.000 orang, sebagian besar warga negara China, menolak untuk pergi, mungkin karena takut dihukum jika kembali ke China

    Beberapa bangunan di KK Park tampak rusak parah. (BBC/ Jonathan Head)

    Namun, selain segelintir jurnalis, dunia internasional tidak berminat terhadap hasil rampasan di kompleks sindikat penipuan.

    Junta militer Myanmar justru aktif menembaki daerah tersebut untuk mencoba merebut kembali kompleks-kompleks tersebut, itulah yang dapat kami dengar dari pihak Thailand.

    Banyak pekerja dari kompleks sindikat penipuan yang tersisa kini telah melarikan diri ke tempat lain di Myanmar, meskipun beberapa ratus orang masih berkemah menggunakan terpal tipis di tepi sungai, bersama dengan ratusan penduduk setempat.

    Semuanya berharap terhindar dari baku tembak artileri.

    Apa motif junta?

    Semua drama ini bermuara pada satu hal: rencana junta mengadakan pemilihan umum akhir bulan ini.

    Perang saudara yang dipicu oleh kudeta telah menghancurkan Myanmar. Rezim militer dibenci oleh sebagian besar rakyat Myanmar. Negara itu juga diperlakukan sebagai paria secara internasional.

    Para jenderal lantas mencari jalan keluar yang akan memberi mereka sedikit legitimasi, dan memenangkan hati sebagian dari banyak oposisi.

    Mereka memilih pemilihan umum, tapi kelompok oposisi utama tidak dapat atau tidak mau berpartisipasi. Kemudian sebagian besar wilayah terlalu kacau untuk menyelenggarakan pemungutan suara.

    Tapi junta militer tidak peduli. Mereka memerintahkan pasukan untuk merebut kembali sebanyak mungkin wilayah dari kubu pemberontak sebelum pemilihan umum sebagai prioritas.

    Mereka juga mencoba membersihkan citra dengan melakukan operasi penggempuran terhadap kompleks-kompleks sindikat penipuan. Ini sangat penting bagi sekutu internasional mereka yang paling kuat, China.

    Kepulan asap terlihat dari KK Park. (BBC/ Jonathan Head)

    Saat kami berada di perbatasan, kami melihat awan debu mengepul di atas KK Park saat bangunan dihancurkan. Beberapa bangunan terbesar di sana bengkok dan melengkung, jendelanya hancur; dinding bangunan lain sedang diruntuhkan oleh ekskavator.

    Namun di kejauhan, banyak bangunan masih utuh. Beberapa memiliki kotak putih yang mencolok di atapnya yang hampir pasti merupakan antena satelit Starlink. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan sindikat penipuan mungkin masih berlangsung di sana.

    Bagaimana kondisinya sekarang?

    Berkendara selama satu setengah jam ke bagian selatan Thailand, kami sampai di kawasan perbatasan bernama Wa Le Wawlay dalam bahasa Burma.

    Sungai di sini sangat sempit sehingga mirip selokan. Kami berjalan menyeberangi gerbang besi ke Myanmar dan melewati jembatan kayu biru kecil. Di sini kami disambut oleh bendera KNU.

    Namun, ketika wilayah di sekitar Wawlay diperebutkan dengan sengit, perbatasan tersebut dikendalikan oleh DKBA.

    Peringatan bahaya penipuan di perbatasan Thailand-Myanmar. (BBC)

    Di sisi Thailand, papan besar memperingatkan orang-orang tentang risiko bekerja di pusat-pusat penipuan.

    Namun hanya beberapa meter jauhnya, sebuah kompleks berpagar, yang dihiasi kawat berduri, telah dibangun tepat di sebelah sungai.

    Kompleks ini dikenal dengan nama Hengsheng 3. Kami dapat mendengar suara generator beroperasi dan petugas keamanan berbicara di sisi lain tembok.

    Kami melihat jendela-jendela berjeruji, dan antena Starlink di atap.

    Kelompok pemantau telah mengidentifikasi kompleks ini dan beberapa kompleks baru lainnya di sekitar Wawlay. Banyak sindikat lain telah pindah lebih jauh ke selatan ke Payathonzu, dekat perbatasan Three Pagodas Pass.

    Terlepas dari masa depan kompleks sindikat penipuan terkenal seperti KK Park dan Shwe Kokko (dan masih terlalu dini untuk menilai apakah kedua tempat itu benar-benar ditutup) bisnis penipuan masih berkembang pesat di Myanmar.

    (ita/ita)

  • Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China

    Diandalkan di Indonesia, Ingin Dilumpuhkan di China

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan China merupakan negara  dengan populasi terbesar di dunia. Keduanya memiliki sikap berbeda terhadap satelit orbit rendah (LEO) Starlink milik Elon Musk.

    Pemerintah Indonesia saat ini sangat bergantung dengan konektivitas satelit, baik Satria-1 maupun Starlink, dalam berkomunikasi di wilayah terdampak banjir di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.

    Pada 3 Desember 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyalurkan 32 unit perangkat Starlink untuk membantu masyarakat yang terdampak banjir dan longsor. Bantuan ini diberikan untuk mempercepat pemulihan layanan di wilayah yang mengalami kerusakan infrastruktur telekomunikasi. 

    Kepala Balai Monitor Kelas II Padang Kementerian Komdigi, M. Helmi, menjelaskan jumlah perangkat yang dikirimkan telah disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan masyarakat di lokasi bencana. 

    “Komdigi tidak memungut biaya untuk penggunaan Starlink ini oleh masyarakat terdampak bencana. Setelah masa tanggap darurat berakhir, kebijakan penggunaan akan disesuaikan, termasuk kemungkinan pemanfaatan komersial,” kata Helmi.

    Dia memaparkan perangkat Starlink memiliki jangkauan antara 500 meter hingga 1 kilometer dan dapat digunakan sekitar 60 pengguna sekaligus. 

    Kapasitasnya masih bisa ditingkatkan ketika perangkat dihubungkan dengan alat pendukung seperti hotspot tambahan. Kecepatan internet yang dihasilkan dapat mencapai hingga 300 Mbps.

    Helmi menambahkan Starlink dimanfaatkan sebagai jaringan pengganti sementara ketika BTS mengalami gangguan akibat listrik padam, putusnya transmisi, kerusakan fisik, maupun ketika melayani area blank spot. 

    “Akses komunikasi melalui satelit tidak bergantung pada kondisi infrastruktur darat, sehingga membantu percepatan pemulihan jaringan di daerah terdampak,” katanya.

    Perangkat penangkap sinyal Starlink

    Berbeda dengan Indonesia, pemerintah China saat ini justru tengah memikirkan cara untuk memadamkan satelit Starlink. Mereka khawatir Starlink hanya akan membuat kericuhan pada masa mendatang karena mereka dapat mengendalikan informasi lewat konektivitas satelit.

    Peneliti di China tengah menjajal metode baru untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. 

    Berdasarkan studi terbaru, China diperkirakan membutuhkan ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Kamis (11/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Chatbot Grok Milik Elon Musk Sebar Misinformasi Tragedi Penembakan Pantai Bondi Sydney

    Chatbot Grok Milik Elon Musk Sebar Misinformasi Tragedi Penembakan Pantai Bondi Sydney

    Liputan6.com, Jakarta – Chatbot kecerdasan buatan (AI) Grok milik Elon Musk kembali menuai sorotan. Kali ini, Grok dilaporkan menyebarkan informasi yang keliru terkait peristiwa mematikan di Pantai Bondi, Sydney, Australia. Peristiwa penembakan massal itu setidaknya menewaskan belasan orang dalam sebuah acara perayaan Hanukkah.

    Tragedi tersebut memicu kekhawatiran karena Grok memberikan jawaban yang tidak relevan, salah konteks, hingga mencampuraduk fakta terkait tragedi.

    Dilansir Gizmodo, Senin (15/12/2025), salah satu penyerang kejadian ini akhirnya berhasil dilumpuhkan oleh seorang warga sipil bernama Ahmed al Ahmed (43), yang aksinya terekam dan sudah dibagikan secara luas di media sosial. Banyak pihak yang memuji keberaniannya, meski tidak sedikit yang mencoba memanfaatkan tragedi untuk menyebarkan sentimen Islamofobia.

    Di tengah situasi genting, Grok justru memperkeruh situasi. Saat seorang pengguna menanyakan latar belakang video yang menampilkan Ahmed sedang melumpuhkan pelaku, Grok mengklaim video tersebut adalah rekaman lama.

    Ia menjelaskan rekaman tersebut merupakan seorang pria yang memanjat pohon palem di tempat parkir, mungkin untuk memangkasnya, yang mengakibatkan cabang jatuh dan merusak mobil yang diparkir, tanpa kaitan dengan peristiwa penembakan di Sydney. Chatbot bahkan menyebut keaslian video tidak pasti.

    Kesalahan lain muncul ketika Grok menyebut foto Ahmed al Ahmed yang terluka sebagai gambar sandera Israel yang diculik Hamas pada 7 Oktober 2025. Menanggapi pertanyaan pengguna lain, Grok kembali mempertanyakan keaslian koflik tersebut, setelah sebelumnya menampilkan paragraf yang sama sekali tidak relevan tentang dugaan serangan militer Israel di Gaza.

    Bukan hanya itu, Grok menggambarkan sebuah video yang jelas ditandai dalam tweet sebagai rekaman baku tembakan antara pelaku dan polisi Sydney sebagai rekaman dampak Topan Tropis Alfred yang melanda Australia awal 2025.

    Meski dalam kasus ini pengguna tersebut mempertegas tanggapannya dan meminta Grok untuk mengevaluasi ulang, dan berakhir chatbot Grok menyadari kesalahannya.

  • China Waswas Starlink Picu Konflik Masa Depan, Misi Lumpuhkan Satelit Musk Dimulai

    China Waswas Starlink Picu Konflik Masa Depan, Misi Lumpuhkan Satelit Musk Dimulai

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti di China mempelajari cara untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. Terdapat beberapa metode yang ditemui meski ongkosnya cukup mahal.

    Diketahui jumlah satelit Starlink milik Elon Musk terus bertambah dan dikabarkan telah menembus lebih dari 10.000 pada Oktober 2025, menjadikannya konstelasi satelit terbesar di dunia yang mengorbit Bumi untuk menyediakan internet berkecepatan tinggi.

    China mulai khawatir. Berdasarkan studi terbaru, China memperkirakan butuh ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Minggu (14/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • China Temukan Cara Lumpuhkan Satelit Starlink Elon Musk, Ongkosnya Mahal

    China Temukan Cara Lumpuhkan Satelit Starlink Elon Musk, Ongkosnya Mahal

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti di China tengah menjajal metode baru untuk melumpuhkan jaringan internet satelit konstelasi, seperti Starlink, guna mengantisipasi potensi konflik di masa depan. 

    Berdasarkan studi terbaru, China diperkirakan membutuhkan ribuan drone untuk melakukan jamming atau pengacauan sinyal di wilayah seluas Taiwan.

    Melansir dari Dark Reading Kamis (11/12/2025), sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Systems Engineering and Electronics mengungkapkan temuan tersebut. Peneliti dari dua universitas besar di China menemukan bahwa komunikasi yang disediakan oleh konstelasi satelit dapat diganggu, namun dengan biaya yang sangat besar.

    Studi tersebut mensimulasikan bahwa untuk memutus sinyal dari jaringan Starlink ke wilayah seluas Taiwan, militer membutuhkan pengerahan 1.000 hingga 2.000 drone yang dilengkapi perangkat jammer secara bersamaan.

    Diketahui sebelumnya, konstelasi satelit menjadi peran vital dalam perang Rusia dan Ukraina. Satelit terbukti menjadi urat nadi bagi pasukan Ukraina untuk menjaga konektivitas internet dan komunikasi militer tetap hidup meski di tengah gempuran serangan.

    Temuan ini menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan perusahaan antariksa global. Peneliti pertahanan siber senior di Center for Security Studies (CSS) ETH Zürich Clémence Poirier mengatakan bahwa riset ini adalah realita nyata mengenai strategi perang masa depan.

    Menurut Poirier, jika konflik pecah di Asia, terutama yang melibatkan China dan Taiwan, pemutusan konektivitas satelit akan menjadi strategi langkah pembuka.

    “Perusahaan antariksa harus memantau sistem mereka dengan ketat, memisahkan jaringan antara pelanggan sipil dan militer, serta memperbarui model ancaman mereka jika konflik terjadi,” ujar Poirier.

    Satelit kini memegang peran yang makin krusial, mulai dari menyediakan bandwidth berkecepatan tinggi berbiaya rendah untuk daerah pedesaan hingga komunikasi di zona konflik. 

    Hal ini menjadikan infrastruktur tersebut target utama. Sistem navigasi satelit global (GNSS) makin sering mengalami gangguan di sekitar zona perang, sementara peretas negara menargetkan kendali posisi satelit melalui serangan siber.

    Wakil Direktur Proyek Keamanan Dirgantara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clayton Swope juga menjelaskan mengapa serangan siber dan perang elektronik terhadap satelit kini lebih diminati dibandingkan serangan fisik.

    Menurut Swope, taktik ini memiliki risiko kerusakan tambahan yang lebih kecil dan kemungkinan eskalasi ketegangan yang lebih rendah.

    “Serangan kinetik (fisik) masih menjadi kekhawatiran, tetapi sulit membayangkan serangan kinetik terjadi di masa damai atau ketegangan tinggi karena terlalu memicu eskalasi perang terbuka,” kata Swope.

    Sebaliknya, dia menilai serangan siber serta pengacauan sinyal sering terjadi sebagai taktik “zona abu-abu” yang dianggap tidak mengancam eskalasi yang tidak diinginkan secara langsung.

    Meski China meriset cara melumpuhkannya, jaringan satelit konstelasi sangat sulit untuk dilumpuhlan secara total. Karakteristik satelit ini yang bergerak cepat, berjumlah banyak, dan menggunakan berbagai teknik koreksi sinyal membuat interferensi menjadi tantangan berat.

    Sebagai contoh, Starlink saat ini mengoperasikan sekitar 9.000 satelit yang bergerak di low-earth orbit. Taiwan sendiri telah mengantisipasi risiko ini dengan menandatangani kontrak bersama Eutelsat OneWeb, konstelasi satelit lain yang memiliki lebih dari 600 satelit, untuk menjamin konektivitas jika terjadi bencana atau perang.

    Direktur Strategi dan Keamanan Nasional di The Aerospace Corp Sam Wilson menambahkan bahwa dengan beralihnya AS dan negara lain ke konstelasi satelit terdistribusi yang besar, senjata anti-satelit tradisional menjadi kurang bernilai secara strategis.

    “Menghancurkan satu aset memang akan menyebabkan kerusakan, tetapi tidak akan mematikan seluruh konstelasi. Hal ini mendorong musuh untuk mempertimbangkan vektor ancaman lain, termasuk perang elektronik dan siber,” jelas Wilson. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Elon Musk Persiapkan IPO SpaceX, Valuasi Rp25 Kuadriliun Terbesar dalam Sejarah

    Elon Musk Persiapkan IPO SpaceX, Valuasi Rp25 Kuadriliun Terbesar dalam Sejarah

    Bisnis.com, JAKARTA — SpaceX, perusahaan antariksa milik Elon Musk, bersiap melantai di bursa (IPO) pada 2026 dengan target valuasi fantastis US$1,5 triliun atau Rp25 kuadriliun. Langkah ini berpotensi menjadi IPO terbesar dalam sejarah.

    Dikutip dari Techcrunch Rabu (10/12/2025), SpaceX, perusahaan eksplorasi luar angkasa yang dipimpin Elon Musk, berencana go public. 

    Perusahaan tersebut disebut-sebut akan melaksanakan penawaran saham perdana (IPO) pada tahun 2026, yang bisa menjadi IPO terbesar sepanjang sejarah.

    Menurut laporan eksklusif Bloomberg News dan The Information, SpaceX menargetkan untuk melantai di bursa antara pertengahan hingga akhir 2026. 

    Target valuasinya pun tidak main-main, perusahaan membidik nilai pasar sekitar US$1,5 triliun atau Rp25 kuadriliun, dengan rencana menghimpun dana sekitar US$30 miliar atau Rp500 triliun melalui IPO tersebut. 

    Jika tercapai, pencapaian ini akan melampaui rekor IPO terbesar yang saat ini dipegang Saudi Aramco, yang berhasil mengumpulkan US$29 miliar atau Rp484 triliun pada 2019.

    Langkah menuju IPO ini juga menandai perubahan strategi besar bagi perusahaan. Sebelumnya,  perusahaan sempat mempertimbangkan untuk memisahkan divisi internet satelit Starlink untuk IPO, sementara perusahaan induk tetap dijaga privat. Kini, justru keseluruhan SpaceX yang diproyeksikan melantai di bursa, menyoroti potensi pertumbuhan besar dari seluruh ekosistem perusahaan.

    Hanya beberapa hari sebelum kabar rencana IPO mencuat, The Wall Street Journal melaporkan bahwa SpaceX melakukan penjualan saham sekunder untuk karyawan. Penjualan tersebut mematok valuasi perusahaan di kisaran US$800 miliar atau Rp13,4 kuadriliun. 

    Laporan Bloomberg kemudian mengonfirmasi bahwa transaksi saham sekunder itu telah diselesaikan, dengan estimasi valuasi yang bahkan melampaui angka tersebut. Dalam skema itu, karyawan diizinkan menjual saham senilai sekitar US$2 miliar atau Rp33,4 miliar dengan harga US$420 atau Rp 7 juta per saham.

    Informasi dari Reuters Rabu (10/12/2025), mengatakan SpaceX telah memulai diskusi dengan bank-bank mengenai pencatatan saham publik, yang kemungkinan akan terjadi sekitar bulan Juni atau Juli.

    SpaceX berharap dapat menggunakan dana dari penawaran saham perdana untuk mengembangkan pusat data berbasis luar angkasa, termasuk membeli chip yang dibutuhkan untuk menjalankannya, sebuah ide yang diminati Musk selama acara baru-baru ini dengan Baron Capital. (Nur Amalina)