Tag: Eisha Maghfiruha Rachbini

  • Indef sebut deindustrialisasi ubah struktur ketenagakerjaan Indonesia

    Indef sebut deindustrialisasi ubah struktur ketenagakerjaan Indonesia

    peran industri manufaktur menurun, mereka yang bekerja di sektor industri ini beralih ke sektor lain, di sektor jasa dan banyak yang di sektor informal

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Program Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan deindustrialisasi menyebabkan perubahan struktural pada ketenagakerjaan Indonesia, yang banyak beralih sebagai pekerja informal atau pekerja gig economy.

    “Kebijakan yang tidak sinkron dan tidak adanya strategi khusus untuk menumbuhkan industri manufaktur, menyebabkan kontribusinya (terhadap produk domestik bruto/PDB) terus menurun. Ini menyebabkan adanya perubahan struktural dari tenaga kerja Indonesia,” kata Eisha dalam diskusi yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu.

    “Ketika adanya penurunan kontribusi dan peran industri manufaktur yang menurun, mereka yang bekerja di sektor industri ini beralih ke sektor lain, di sektor jasa dan banyak yang bekerja di sektor informal,” imbuhnya.

    Ia menambahkan deindustrialisasi juga menjadi penyebab dari tidak meningkatnya upah riil, mengingat industrialisasi atau sektor manufaktur merupakan penopang di negara-negara terutama negara maju.

    Eisha mengatakan pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada industrialisasi dapat memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk jadi (output) yang dihasilkan.

    Namun, berdasarkan data Indef, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Indonesia hanya 18,98 persen. Kontribusi penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan pun menurun dari 13,83 persen di tahun 2014, menjadi 13,63 persen tahun lalu.

    Dengan beralihnya tenaga kerja Indonesia dari sektor industri ke sektor informal, Eisha menilai hal ini memberikan ketidakstabilan atas jaminan penghidupan atau pekerjaan yang layak bagi pekerja.

    “Sektor informal juga memberikan pendapatan, tapi secara jaminan kesejahteraan, ini sangat tidak stabil karena sewaktu-waktu mereka bisa bekerja, sewaktu-waktu mereka tidak bekerja, tidak mendapatkan pendapatan. Ini akan memberikan dampak terhadap daya beli masyarakat,” ujar Eisha.

    Untuk itu, ia meminta pemerintah agar fokus untuk membuka seluas-luasnya lapangan kerja. Terlebih, masyarakat juga menuntut hal tersebut melalui “17+8” dan pemerintah merespons dengan reshuffle atau penyegaran kabinet.

    “Membuka lapangan kerja yang luas itu juga perlu, sangat urgent untuk dilakukan oleh pemerintah,” kata Eisha.

    “Refreshment di dalam kabinet ini harusnya bisa mendorong program-program yang bisa mendorong kepada daya beli masyarakat dan peningkatan income masyarakat,” imbuhnya.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Indef sebut deindustrialisasi ubah struktur ketenagakerjaan Indonesia

    Indef: Reshuffle kabinet tekankan kredibilitas untuk kebijakan fiskal

    yang harus diperhatikan mendorong kredibilitas, mengembalikan kepercayaan publik dan pasar agar kebijakan fiskal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Program Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai reshuffle atau perombakan kabinet perlu diarahkan untuk mendorong kredibilitas agar kebijakan fiskal yang dihasilkan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Reshuffle diharapkan dapat memberikan dampak pada kinerja ekonomi, dengan menjalankan program-program prioritas dengan efektif dan tepat sasaran,” kata Eisha dalam diskusi secara daring di Jakarta, Rabu.

    “Namun, PR yang harus diperhatikan adalah mendorong kredibilitas, mengembalikan kepercayaan publik dan pasar agar kebijakan fiskal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makro ekonomi di tengah gejolak eksternal dan ketidakpastian yang tinggi,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Eisha mengatakan Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, dapat meninjau kembali feasibilitas dan kapasitas fiskal dalam menjalankan program-program prioritas di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Beberapa langkah yang perlu disorot antara lain evaluasi pada struktur belanja pemerintah dan mendorong keadilan fiskal antara pusat dan daerah, hingga memenuhi alokasi dana pendidikan 20 persen yang diperuntukkan pada peningkatan infrastruktur fasilitas, kualitas pendidikan, serta kesejahteraan guru.

    Selain itu, Eisha juga meminta pemerintah agar memiliki strategi kebijakan dalam meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dan mengurangi beban utang.

    “Ini melalui upaya mendorong produktivitas terutama di sektor riil yang memiliki magnitude dan dampak berganda yang luas dan meningkatkan daya beli masyarakat,” ujar Eisha.

    Ia juga mengingatkan prioritas kebijakan fiskal harus ditujukan pada program dapat memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan dan mendorong sektor produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Diharapkan memang pengelolaan anggaran ini harus dievaluasi lagi, bagaimana kebijakan fiskal ini bisa memberikan stimulus kepada lapangan pekerjaan yang lebih luas,” kata Eisha.

    “Selain itu, juga melihat lagi feasible dari program-program prioritas. Kalau misalnya memang tidak visibel secara anggaran, kenapa mesti dijalankan dan dipaksakan?” imbuhnya.

    Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengusulkan Menkeu Purbaya untuk berani menerapkan disiplin fiskal dan refocusing anggaran untuk tahun 2026, memperbaiki manajemen utang negara, mendorong pemberantasan underground economy, serta menjunjung kehati-hatian dalam memberikan keterangan publik.

    “Karena apa yang terucap, dicatat oleh investor. Jangan overpromise, overconfidenct, oversimplify, karena market bakal mempertanyakan kredibilitasnya. Selain itu, Menkeu bersama para Wamenkeu juga perlu di-deploy dan bergerak sebagai team player (dalam penyusunan kebijakan fiskal),” ujar Wijayanto.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekonom ingatkan kehati-hatian dalam penerapan skema burden sharing

    Ekonom ingatkan kehati-hatian dalam penerapan skema burden sharing

    Ini (risiko) adalah sesuatu yang saya rasa pemerintah harus antisipasi. Apakah burden sharing ini harus diakhiri? Tidak. Kita jalankan, tapi dengan hati-hati. Gradual.

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam penerapan skema burden sharing oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI), guna mendukung program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

    “Ini (risiko) adalah sesuatu yang saya rasa pemerintah harus antisipasi. Apakah burden sharing ini harus diakhiri? Tidak. Kita jalankan, tapi dengan hati-hati. Gradual,” kata Wijayanto dalam diskusi yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu.

    Adapun kesepakatan antara Kemenkeu dan BI tersebut bertujuan menekan beban fiskal pemerintah, agar pendanaan program perumahan rakyat dan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dapat terealisasi.

    Skema tersebut sebagai bagian dari kebijakan moneter ekspansif, dengan BI membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Dana dari pembelian itu kemudian dialokasikan Kemenkeu untuk mendanai program ekonomi kerakyatan.

    Beban bunga SBN ditanggung bersama oleh BI dan Kemenkeu melalui mekanisme burden sharing, masing-masing separuh.

    Lebih lanjut, Wijayanto mengatakan pemerintah juga harus melihat apakah skema burden sharing ini merupakan langkah strategis yang sudah dipikirkan sejak lama atau karena “terpojok” untuk mencari solusi tercepat.

    Untuk itu, melakukannya secara bertahap pada program strategis perlu dilakukan perlahan dan tidak terburu-buru.

    “Program 3 Juta Rumah juga dilakukan gradual, mulai dari kecil dulu nanti ramp up naik. Kemudian Koperasi Desa Merah Putih juga begitu,” ujar dia lagi.

    Sependapat, Direktur Program Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini juga menekankan independensi dan mencermati risiko dalam penerapan skema burden sharing.

    “Selain memegang independensi, juga harus mencermati beberapa risiko terkait stimulus dari kebijakan moneter ini,” kata Eisha.

    Eisha menilai, kebijakan moneter modern ini memang dapat membantu dalam percepatan target pertumbuhan ekonomi, tapi juga ada sejumlah risiko seperti potensi inflasi hingga antisipasi jika ada program yang tidak berhasil implementasinya.

    “Risiko yang perlu dicermati, apakah stimulus dari kebijakan moneter ini bisa mendorong produktivitas pada Kopdes Merah Putih dan perumahan rakyat. Kalau programnya berjalan dan targetnya tepat sasaran, idealnya sesuai dengan yang tadi diharapkan bahwa kebijakan moneter bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Eisha pula.

    “Namun, jika pada pelaksanaannya, misalnya risiko kegagalan seperti proyek mangkrak di perumahan rakyat, itu (dampak buruk) tidak dapat dihindari. Jika pengelolaannya tidak baik, maka ini bisa menimbulkan efek yang berlawanan,” katanya lagi.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dampak Tarif Impor 32% AS untuk Indonesia Tak Main-Main, Ekonom Beri Berbagai Solusi untuk Pemerintah

    Dampak Tarif Impor 32% AS untuk Indonesia Tak Main-Main, Ekonom Beri Berbagai Solusi untuk Pemerintah

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menerapkan kebijakan tarif reciprocal terhadap beberapa negara mitra dagang yang dianggap telah menerapkan tarif tinggi terhadap barang impor dari AS.

    Langkah proteksionisme ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

    Dalam kebijakan ini, AS menerapkan tarif impor tambahan berkisar antara 10% hingga 39%. Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenai tarif tinggi, yaitu sebesar 32%. Sebagai perbandingan, China dikenai tarif 34%, Uni Eropa 20%, Vietnam 46%, India 26%, Jepang 24%, Thailand 36%, Malaysia 24%, Filipina 17%, dan Singapura 10%.

    Dampak Tarif Impor terhadap Perekonomian Global

    Menurut Direktur Program INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini, penerapan tarif reciprocal oleh AS memberikan dampak luas, baik terhadap ekonomi global maupun domestik, di antaranya:

    Harga saham di AS turun setidaknya 3%, serta terjadi penurunan harga saham di Jepang dan Korea Selatan, terutama di sektor otomotif. Harga emas melonjak ke rekor tertinggi di atas $3160/ounce, sementara harga minyak dunia turun lebih dari 3%. Fluktuasi nilai tukar global meningkat, dengan Yen Jepang menguat terhadap dolar AS sebagai bentuk safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global.

    Meskipun bertujuan melindungi industri dalam negeri, kebijakan tarif ini juga dapat menjadi bumerang bagi AS sendiri, memicu inflasi tinggi, kenaikan harga barang, dan dampak negatif pada pasar tenaga kerja mereka.

    Dampak Terhadap Indonesia

    Indonesia merupakan salah satu negara yang paling terdampak kebijakan ini. Beberapa poin utama yang menjadi perhatian:

    Secara tahunan, ekspor Indonesia ke AS mencapai 10,3% dari total ekspor nasional, menjadikannya mitra dagang terbesar kedua setelah China. Kenaikan tarif ini akan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Industri yang Terkena Dampak: Produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, minyak kelapa sawit, karet, dan perikanan akan mengalami hambatan perdagangan. Biaya produksi meningkat karena adanya tarif tambahan, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan industri dan menyebabkan pengurangan tenaga kerja. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyoroti bahwa industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki menyumbang 27,5% dari total ekspor Indonesia ke AS. Jika tidak ada tindakan konkret, maka ancaman PHK massal tidak terhindarkan. Dengan tarif yang lebih tinggi, akan terjadi peralihan perdagangan dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi, menghambat daya saing ekspor Indonesia. Solusi yang Harus Ditempuh Pemerintah

    Untuk mengatasi dampak negatif dari tarif ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis sebagai berikut:

    1. Percepatan Negosiasi Perdagangan

    Negosiasi perdagangan yang lebih intensif dengan AS menjadi solusi utama.

    “Kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS,” kata Eisha Maghfiruha Rachbini.

    Pemerintah perlu memastikan bahwa produk ekspor unggulan Indonesia mendapatkan keringanan tarif atau pengecualian dalam perjanjian perdagangan bilateral.

    Saat ini, posisi Duta Besar Indonesia untuk AS telah kosong selama hampir dua tahun, sejak Rosan Roeslani ditunjuk sebagai Wakil Menteri BUMN pada Juli 2023.

    “Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” ujar Andry Satrio Nugroho.

    Tanpa perwakilan yang kuat di Washington, posisi tawar Indonesia dalam menghadapi kebijakan perdagangan AS akan semakin lemah.

    3. Diversifikasi Pasar Ekspor

    Untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS, pemerintah perlu memperluas pasar ekspor ke negara-negara nontradisional seperti Timur Tengah dan Afrika.

    “Pemerintah perlu menginisiasi perjanjian kerja sama dengan negara nontradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak,” ucap Eisha.

    Selain itu, Indonesia perlu mengoptimalkan perjanjian dagang bilateral dan multilateral seperti CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) untuk memastikan akses yang lebih luas ke pasar global.

    4. Insentif bagi Industri Dalam Negeri

    Pemerintah harus memberikan berbagai insentif kepada pelaku industri terdampak, termasuk:

    Subsidi untuk mengurangi beban biaya produksi. Keringanan pajak bagi industri padat karya. Bantuan modal untuk meningkatkan daya saing produk ekspor.

    5. Meningkatkan Daya Saing Produk Indonesia

    Dalam jangka panjang, investasi dalam teknologi, inovasi, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

    “Setiap hari tanpa perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” kata Andry Satrio Nugroho.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tarif Impor Trump Akan Berdampak Besar buat Indonesia

    Tarif Impor Trump Akan Berdampak Besar buat Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia merupakan negara yang bakal terdampak besar atas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menaikkan tarif impor sebesar 32%.

    Direktur Program Indef Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3%, terbesar kedua setelah ke China. Dengan adanya penerapan tarif impor baru tersebut, tentu akan berdampak langsung terhadap produksi di Indonesia.

    “Penerapan tarif impor baru pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS akan berdampak langsung. Tarif impor baru tersebut akan menyebabkan penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan,” kata Eisha kepada Beritasatu.com, Kamis (3/4/2025).

    Lebih lanjut, Eisha menjelaskan secara terperinci berbagai produk yang bakal terdampak, di antaranya tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, dan perikanan.

    “Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi. Akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk pertanian. Dampaknya adalah melambatnya produksi dan berkurangnya lapangan pekerjaan,” bebernya.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump, pada Kamis (3/4/2025) WIB, mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang menargetkan sejumlah negara, termasuk beberapa mitra dagang terdekat AS.

    Dalam pidato di Taman Mawar Gedung Putih dengan latar belakang bendera AS, Trump menerapkan tarif impor tinggi terhadap China dan Uni Eropa. Ia menyebut hari itu sebagai Hari Pembebasan. “Selama bertahun-tahun, negara kita telah dieksploitasi oleh berbagai negara, baik sekutu maupun lawan,” ujar Trump.

    Selain Indonesia, China juga terdampak kebijakan ini dengan tarif 34%. Negara Tirai Bambu tersebut menjadi yang pertama disebut oleh Trump saat mengumumkan kebijakan tarif baru.

    Di kawasan ASEAN, beberapa negara juga dikenakan tarif impor yang tinggi, seperti Thailand dengan 36% dan Vietnam dengan 46%. Tidak hanya negara-negara Asia, sekutu AS pun ikut terkena kebijakan tarif impor Trump ini, di antaranya Uni Eropa (20%), Jepang (24%), serta Korea Selatan (25%).

  • Imbas Kebijakan Tarif Trump, Sektor Otomotif dan Elektronik Nasional di Ujung Tanduk – Halaman all

    Imbas Kebijakan Tarif Trump, Sektor Otomotif dan Elektronik Nasional di Ujung Tanduk – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan tarif impor timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’ dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia sebesar 32 persen disebut akan menimbulkan dampak ke sektor otomotif dan elektronik Indonesia

    “Dengan tarif resiprokal 32 persen, sektor otomotif dan elektronik Indonesia berada di ujung tanduk,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira kepada Tribunnews, Kamis (3/4/2025).

    Total ekspor produk otomotif Indonesia tahun 2023 ke AS sebesar 280,4 juta dolar AS atau setara Rp 4,64 triliun (kurs 16.600).

    Rata-rata pada 2019-2023, pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS sebesar 11 persen.

    Bhima mengatakan pertumbuhan bisa jadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang luar biasa seperti sekarang ini.

    Sebab, adanya tarif ini akan membuat konsumen AS menanggung harga pembelian kendaraan yang lebih mahal, yang berujung pada penjualan kendaraan bermotor turun di AS.

    Dengan penjualan kendaraan bermotor di AS yang menurun, produsen otomotif Indonesia tidak akan semudah itu berpindah ke pasar domestik karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda.

    “Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri,” ujar Bhima.

    Bukan hanya otomotif, kata dia, tetapi juga komponen elektronik karena kaitan antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.

    “Ekspor Indonesia tertinggi ke AS adalah komponen elektronik. Jadi elektronik ikut terdampak juga,” ucap Bhima.

    Dampak ke Ekonomi RI

    Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menyampaikan, pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan terhadap Amerika Serikat (AS).

    Negosiasi perlu dilakukan pasca Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor yang disebutnya sebagai timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’. Tarif baru diterapkan terhadap impor yang masuk ke AS dari berbagai negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.

    “Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan atau mengurangi dampak tariffs bagi produk ekspor Indonesia ke AS,” ujar Eisha saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (3/4/2025).

    Menurutnya, kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial, dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS. Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), serta inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara non-tradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak.

    “Misalnya, produk tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor,” tuturnya.

    Eisha melihat, pemerintah perlu memberikan kebijakan Insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak yang dapat membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS.

    “Selain itu, investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja  juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang,” tuturnya.

    Diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang diberikan tariff reciprocal tersebut, sebesar 32 persen, sementara China (34 persen), EU (20 persen), Vietnam (46 persen), India (26%), Jepang (24%), Thailand (36%), Malaysia (24%), Filipina (17%),Singapura (10%).

    Tariff yang diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang. Dampak Tarif terhadap pasar keuangan AS, Harga saham AS turun setidaknya 3 persen, dan terdapat penurunan harga saham di pasar keuangan Jepang atau terendah dalam 8 bulan, juga pasar saham Korea Selatan terutama harga saham otomotif.

    Harga emas meningkat mencapai rekor tinggi di atas  3160 dolar AS per troy ons. Sedangkan, harga minyak dunia turun lebih dari 3 persen. Fluktuasi nilai tukar juga terjadi setelah tarif diberlakukan, Japanese Yen menguat terhadap dolar AS. Dimana Yen menjadi salah satu safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi AS.

    “Tarif yang diberlakukan AS bisa berpotensi menjadi boomerang bagi Ekonomi AS, yakni inflasi tinggi, harga barang tinggi karena tarif, dapat berdampak pada pasar tenaga kerja AS,” tuturnya.

    Bagaimana dampaknya terhadap perekonomi Indonesia?
     
    Secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3 persen, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke China.

    Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS, akan berdampak secara langsung, tarif tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan.

    Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi.

    Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan.

  • Donald Trump Kenakan Tarif 32 Persen pada Barang Impor dari Indonesia, Apa Dampaknya? – Halaman all

    Donald Trump Kenakan Tarif 32 Persen pada Barang Impor dari Indonesia, Apa Dampaknya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor barang dari luar negeri.

    Kebijakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff itu diberlakukan lewat perintah eksekutif yang dikeluarkan pada hari Rabu (3/4/2025).

    Trump meyakini kebijakan tarif ini diperlukan guna menangani kesetidakimbangan perdagangan dan melindungi industri AS. Namun, kebijakan Trump itu disebut mengguncang dunia.

    BBC melaporkan sejumlah negara hanya dikenai tarif dasar 10 persen yang berlaku mulai 5 April. Negara-negara ini misalnya Inggris, Singapura, Brasil, Australia, Selandia Baru, Turki, Kolombia, Argentina, El Salvador, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.

    Negara lainnya dikenai tarif jauh besar, misalnya Vietnam (46 persen), Thailand (36 persen), Jepang (24 persen), Kamboja (49 persen), Afrika Selatan (30 persen), Tiongkok (54 persen), dan Taiwan (32 persen).

    Indonesia dikenai 32 persen

    Indonesia turut terdampak oleh kebijakan tarif yang dikeluarkan Trump. Barang impor dari Indonesia akan dikenai tarif 32 persen.

    Lalu, dampaknya bagi Indonesia?

    Menurut Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, kebijakan itu berdampak signifikan terhadap perekonomian, terutama bagi eksportir.

    “Kebijakan ini secara khusus memukul produk-produk yang selama ini bersaing ketat dengan barang produksi lokal AS, seperti barang elektronik, mesin, bahan kimia, kosmetik, obat-obatan, besi, baja, serta sejumlah besar produk pertanian,” ujar Josua,  Kamis (3/4/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Josua menyebut tarif impor tinggi ini bakal menambah biaya ekspor bagi produsen dan eksportir Indonesia. Oleh karena itu, tarif tersebut akanmengurangi daya saing produk Indonesia di pasar AS.

    Lalu, Josua mengatakan sektor manufaktur berbasis teknologi, misalnya elektronik, otomotif, besi, dan baja diperkirakan bakal menghadapi tekanan besar. Itu karena produk-produk tersebut sangat sensitif terhadap kenaikan harga jual akibat tarif impor yang tinggi. 

    Menurut Josua, dampaknya bagi eksportir Indonesia diperkirakan cukup besar lantaran AS adalah salah satu pasar ekspor utama.

    INDEF: Pemerintah perlu bernegosiasi

    Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha Maghfiruha Rachbini, mengatakan pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS setelah kebijakan tarif timbal balik.

    “Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan atau mengurangi dampak tarif bagi produk ekspor Indonesia ke AS,” kata Eisha kepada wartawan, Kamis.

    Menurutnya, kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial, dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS.

    Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), serta inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara nontradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak.

    “Misalnya, produk tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor,” kata dia.

    Menurut Eisha, pemerintah perlu memberikan kebijakan Insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak yang dapat membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS.

    “Selain itu, investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja  juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang.”

    Pemerintah batal menggelar konpers

    Sementara itu, pemerintah Indonesia batal menggelar konferensi pers (konpers) untuk menanggapi kebijakan Trump mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk-produk Indonesia.

    Konpers yang awalnya akan digelar secara daring itu seharusnya diadakan pada Kamis pukul 10.45 WIB.

    Dari undangan yang tersebar di antara awak media, konpers ini akan dihadiri oleh lima narasumber dari Kabinet Merah Putih.

    Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Menteri Perdagangan, Budi Santoso; Menteri Luar Negeri, Sugiono; dan Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza.

    Ketika waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB, konpers tak kunjung dimulai. Sekitar 17 menit setelah itu, muncul pengumuman di kolom chat, konpers telah dibatalkan.

    (Tribunnews/Febri/Dennis Destryawan/Endrapta/Kompas.com/Agustinus Rangga)

  • AS Umumkan Kebijakan Tarif, Indef: Pemerintah RI Perlu Negosiasi Perdagangan dengan Trump – Halaman all

    AS Umumkan Kebijakan Tarif, Indef: Pemerintah RI Perlu Negosiasi Perdagangan dengan Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menyampaikan, pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan terhadap Amerika Serikat (AS).

    Negosiasi perlu dilakukan pasca Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor yang disebutnya sebagai timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’. Tarif baru diterapkan terhadap impor yang masuk ke AS dari berbagai negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.

    “Pemerintah perlu melakukan negosiasi perdagangan dengan AS dengan segera agar dapat meminimalkan atau mengurangi dampak tarif bagi produk ekspor Indonesia ke AS,” ujar Eisha saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (3/4/2025).

    Menurutnya, kekuatan negosiasi diplomatik menjadi sangat krusial, dalam memitigasi dampak dari perang dagang dengan AS. Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), serta inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara non-tradisional untuk mendorong ekspor produk terdampak.

    “Misalnya, produk tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan. Sehingga, pelaku ekspor dan industri terdampak dapat mengalihkan pasar ekspor,” tuturnya.

    Eisha melihat, pemerintah perlu memberikan kebijakan Insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak yang dapat membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS.

    “Selain itu, investasi dalam kemajuan teknologi dan inovasi, peningkatan keterampilan tenaga kerja  juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, sebagai upaya dalam jangka panjang,” tuturnya.

    Diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang diberikan tariff reciprocal tersebut, sebesar 32 persen, sementara China (34 persen), EU (20%), Vietnam (46%), India (26%), Jepang (24%), Thailand (36%), Malaysia (24%), Filipina (17%),Singapura (10%).

    Tariff yang diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang. Dampak Tarif terhadap pasar keuangan AS, Harga saham AS turun setidaknya 3 persen, dan terdapat penurunan harga saham di pasar keuangan Jepang atau terendah dalam 8 bulan, juga pasar saham Korea Selatan terutama harga saham otomotif.

    Harga emas meningkat mencapai rekor tinggi di atas  3160 dolar AS per troy ons. Sedangkan, harga minyak dunia turun lebih dari 3 persen. Fluktuasi nilai tukar juga terjadi setelah tarif diberlakukan, Japanese Yen menguat terhadap dolar AS. Dimana Yen menjadi salah satu safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi AS.

    “Tarif yang diberlakukan AS bisa berpotensi menjadi boomerang bagi Ekonomi AS, yakni inflasi tinggi, harga barang tinggi karena tarif, dapat berdampak pada pasar tenaga kerja AS,” tuturnya.

    Bagaimana dampaknya terhadap perekonomi Indonesia?
     
    Secara rata-rata tahunan, pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tujuan AS sebesar 10,3 persen, terbesar kedua setelah ekspor Indonesia ke China.

    Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS, akan berdampak secara langsung, tarif tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia ke AS secara signifikan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan, seperti minyak kelapa sawit, karet, perikanan.

    Secara teori, dengan adanya penerapan tarif, maka akan terjadi trade diversion dari pasar yang berbiaya rendah ke pasar yang berbiaya tinggi.

    Sehingga akan berdampak pada biaya yang tinggi bagi pelaku ekspor untuk komoditas unggulan, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furniture, dan produk pertanian, dampaknya adalah melambatnya produksi, dan lapangan pekerjaan.

  • Dampak Tarif Impor Trump Ngeri, 4 Hal Ini Harus Dilakukan Indonesia

    Dampak Tarif Impor Trump Ngeri, 4 Hal Ini Harus Dilakukan Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah perlu menyusun langkah-langkah mitigasi menyusul kebijakan tarif impor yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap mitra dagangnya, termasuk Indonesia.

    Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini menyoroti kebijakan tersebut sebagai ancaman terhadap ekspor Indonesia, serta langkah-langkah mitigasi yang perlu segera diambil pemerintah menyusul kebijakan tarif impor AS ini.

    Disampaikan Eisha, AS merupakan salah satu pasar utama bagi Indonesia, dengan pangsa ekspor tahunan mencapai 10,3%, terbesar kedua setelah China. Pengenaan tarif tinggi ini diprediksi akan menekan ekspor secara signifikan, terutama pada sektor-sektor utama seperti tekstil dan alas kaki, elektronik, furnitur, hingga produk pertanian dan perkebunan seperti minyak kelapa sawit, karet, dan perikanan.

    “Dengan adanya penerapan tarif, akan terjadi trade diversion dari pasar berbiaya rendah akan beralih ke pasar berbiaya tinggi,” kata Eisha Rachbini, Kamis (3/4/2025).

    Akibatnya, pelaku ekspor harus menghadapi biaya lebih besar, yang bisa berdampak pada perlambatan produksi dan lapangan pekerjaan.

    Eisha menekankan, pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi dampak negatif kebijakan tarif ini. Pertama, pemerintah harus segera melakukan negosiasi diplomatik untuk menekan dampak tarif terhadap produk ekspor Indonesia. Kekuatan diplomasi dagang menjadi kunci dalam menghadapi perang dagang yang semakin intensif.

    Kedua, pemerintah juga harus mengoptimalkan perjanjian dagang bilateral dan multilateral, seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan kerja sama dengan negara non-tradisional. Diversifikasi pasar menjadi solusi untuk mengalihkan ekspor dari AS ke negara lain yang lebih potensial.

    Ketiga, pemerintah perlu memberikan kebijakan insentif keuangan, subsidi, dan keringanan pajak untuk membantu bisnis mengatasi peningkatan biaya dan pengurangan permintaan akibat dampak tarif dan perang dagang AS.

    Keempat, dalam jangka panjang, investasi pada teknologi dan inovasi sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Selain itu, peningkatan keterampilan tenaga kerja juga harus menjadi prioritas guna mendukung pertumbuhan industri ekspor yang berkelanjutan. 

    Berbagai kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan dampak tarif impor yang baru diumumkan Donald Trump. 

  • Kisah Sukses Abdus Salam dari Layanan Keuangan Berbasis Internet

    Kisah Sukses Abdus Salam dari Layanan Keuangan Berbasis Internet

    Jakarta, Beritasatu.com – Tiga orang datang berkunjung ke agen BRILink milik Abdus Salam (42) yang terletak di kawasan Jalan Joe, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada siang hari yang cerah. Mereka tampak sibuk dengan berbagai urusan. Masing-masing membawa kebutuhan transaksi yang berbeda.

    Agen ini menjadi salah satu tempat layanan keuangan masyarakat sekitar. Terletak di area yang padat penduduk, agen BRILink bernama Lina Pulsa memberikan pelayanan yang ramah dan efisien. Meski berada di Jakarta, banyak masyarakat yang mempercayai Lina Pulsa untuk memenuhi berbagai layanan perbankan, seperti penarikan tunai, pembayaran, hingga pengiriman uang.

    Selain sebagai agen BRILink, Salam juga membuka rental PlayStation (PS) dan berjualan pulsa. Kedua usaha tersebut berdiri lebih dahulu pada 2011, kemudian ia menjadi agen BRILink.

    Awalnya, Salam membuka jasa pembayaran listrik, membayar cicilan, dan lainnya, untuk menambah pemasukan. Dari layanan tersebut, banyak orang yang bertransaksi. Pada suatu waktu, ada orang yang meminta tolong kepadanya untuk mentransfer uang kepada keluarganya di kampung halaman. Salam kemudian datang ke kantor cabang PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) untuk mengirim uang titipan tersebut.

    Atas jasa itu, Salam mendapatkan upah Rp 30.000 hingga Rp50.000. Kemudian Salam melihat peluang membuka layanan internet banking BRI. Salam pun mendaftar ke kantor unit BRI Kebagusan.

    Semula, Salam masih awam dengan layanan keuangan berbasis internet dari BRI. Pada 2013, ia membeli seperangkat komputer dan printer untuk menunjang layanannya tersebut.

    “Dari orang enggak percaya, orang transfer, sampai percaya banget sama saya,” kata Salam beberapa waktu lalu.

    Abdus Salam. – (Beritasatu.com/Erfan Maruf)

    Dia mengaku belajar dari call center BRI dalam menggunakan layanan internet banking tersebut. Seiring waktu, makin banyak masyarakat yang datang untuk bertransaksi di tempatnya.

    Layanan internet banking Salam menyebar dari mulut ke mulut, sehingga makin banyak orang yang memakai jasanya. Salam sampai empat kali mengganti printer karena rusak.

    “Saking seringnya, itu zaman dahulu ya. Orang zaman dahulu inginnya setruk gede,” katanya.

    Meski saat itu pelayanan bebas biaya administrasi, setiap orang yang datang melakukan transfer kerap memberinya  upah, mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 50.000.

    Transaksi Salam pada suatu waktu sudah mencapai limit Rp 20 juta per hari. Ia pergi ke BRI untuk meningkatkan limitnya. Dari sini, seorang pegawai BRI menawarkan untuk menjadi agen BRILink.

    BRI meluncurkan layanan BRILink pada akhir 2014. Salam merupakan agen yang bergabung pada awal kemunculan layanan tersebut. Menurut Salam, untuk menjadi agen BRILink tidak sulit. Cukup memiliki usaha yang sudah berjalan minimal 2 tahun dan menyerahkan deposit Rp 3 juta.

    Setelah itu, pihak BRI akan memberikan nomor agen dan peralatan yang dibutuhkan, seperti mesin electronic data capture (EDC) hingga mesin penghitung uang. Usahanya ini membuahkan hasil. Salam menyisihkan setiap keuntungan dari layanan ini untuk menambah jumlah agenya. Satu per satu, ia membuka agen di daerah lain.

    Saat ini, Abdus Salam memiliki delapan agen yang tersebar di sejumlah wilayah. Ia memakai nama Eni Pulsa untuk setiap agen miliknya. Eni merupakan nama istrinya.

    Agen BRILink milik Salam lainnya berada di daerah Kebagusan, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jagakarsa, dan Cilandak. Satu kios agen berada di Bogor, Jawa Barat.

    “Saya pertama kali berjualan pulsa, sehingga semua namanya Eni Pulsa,” ujarnya.

    Transaksi di agen tak sebatas transfer ke BRI ataupun bank lain. Beragam layanan tersedia, seperti tarik tunai dari berbagai bank lain, isi saldo aplikasi pembayaran, membayar cicilan, pencairan bantuan sosial (bansos) hingga Kartu Jakarta Pintar (KJP). Agen juga bisa membayar berbagai layanan, seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, bayar listrik, PDAM, internet, TV kabel, hingga pembayaran zakat dan infak. Bahkan, ada masyarakat yang datang hanya untuk mengecek saldo tabungannya.

    Banyak masyarakat yang merasa sangat terbantu dengan kehadiran agen BRILink di sekitar tempat tinggalnya. Mereka senang karena tak perlu antre panjang untuk melakukan berbagai transaksi. “Manfaatnya buat mereka, lebih dekat, lebih mudah, enggak ngantri, nanya-nanya juga gampang,” tutur Abdus Salam.

    Dalam usaha ini, BRI menerapkan sistem bagi hasil 50:50 dalam setiap transaksi. Misalnya, biaya administrasi setiap transaksi Rp 3.000, BRI mendapatkan Rp 1.500 dan dirinya juga kebagian Rp 1.500.

    Salam berencana menambah kios agen di daerah lain di Jakarta. Menurutnya, keberadaan agen BRILink juga turut membantu pemerintah membuka lapangan pekerjaan. “Minta doanya, biar digampangin. Soalnya saya mau menambah cabang dan membuka lapangan pekerjaannya. Saya bukan semata-mata cari uang,” katanya.

    Pemerataan Ekonomi

    Kehadiran BRILink membuktikan perannya sebagai agen pembangunan, khususnya dalam menciptakan pemerataan ekonomi yang inklusif di seluruh Indonesia. Melalui jaringan agen BRILink, BRI berupaya menjangkau lapisan masyarakat yang sebelumnya tidak tersentuh layanan perbankan. Agen BRILink tidak hanya membuka dan mendekatkan akses keuangan semata, juga menciptakan sharing economy bagi masyarakat.

    Hingga akhir Desember 2024, jumlah agen BRILink di seluruh Indonesia mencapai 1,06 juta agen dengan volume transaksi Rp 1.589 triliun. Jaringan ini menjangkau lebih dari 67.000 desa atau lebih dari 80% jumlah desa di Indonesia.

    “BRI sebagai bank BUMN memiliki peran untuk dapat menyalurkan kredit mikro, meningkatkan inklusi keuangan masyarakat,” kata Direktur Program Indef, Eisha Maghfiruha Rachbini.

    Eisha menilai BRI melalui Program UMI (usaha mikro Indonesia) memiliki komitmen dalam memberikan pemberdayaan ekonomi mikro. Program UMI dinilai memberikan kesempatan usaha mikro, sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup. Program ini juga bertujuan meningkatkan inklusi keuangan dan mengurangi kemiskinan di Indonesia. Program UMI telah membantu ribuan usaha mikro di Indonesia, termasuk milik Abdus Salam, untuk berkembang dan meningkatkan pendapatan mereka.