Tuding Ijazah Jokowi Palsu, Dokter Tifa: Tak Mungkin KKN Awal 1985, tapi Tahun Itu Wisuda
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dokter Tifauzia Tyassuma atau akrab disapa
dokter Tifa
mempertanyakan waktu pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo dan kelulusan yang terjadi pada tahun yang sama.
Ia lantas membuat analisis untuk mencocokkan dokumen
ijazah
dengan perilaku, pernyataan, atau pendapat yang pernah disampaikan oleh Jokowi.
Tujuannya untuk mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian, seperti inkonsistensi, inkoherensi, atau bentuk inapropriasi lainnya.
“Seperti misalnya inkonsistensi itu pada KKN (kuliah kerja nyata). Bareskrim mengatakan, KKN itu terjadi pada akhir 1983. Ternyata, yang bersangkutan mengatakan awal tahun 1985,” kata dokter Tifa di
Polda Metro
Jaya, Jumat (11/7/2025).
Temuan tersebut dikaitkan dengan tanggal wisuda Jokowi yang tercantum dalam ijazah, yakni pada November 1985.
“Inkoheren dengan KKN awal 1985. Sebab, tidak mungkin kalau mahasiswa UGM itu awal 1985 baru KKN, lalu November 1985 juga sudah wisuda,” ujar dia.
Dokter Tifa
menjelaskan, ketidakcocokan dalam data tersebut menjadi dasar dari obyek penelitiannya terhadap dugaan
ijazah palsu
tersebut.
“Di situlah saya berperan untuk melakukan itu. Dan kemudian penelitian saya ini juga tidak cuma terhadap perilaku yang terlihat pada video maupun media-media,” ungkap dia.
“Tapi juga pada pernyataan-pernyataan verbal, tapi juga pada data sains. Jadi, kita ini tidak boleh menafikan ya sekarang ini dunia digital itu data yang ada pada digital itu adalah bagian dari data sains,” tambah dia.
Untuk diketahui, Jokowi melaporkan tudingan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya, Rabu (30/4/2025). Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/2831/IV/2025/SPKT/
POLDA METRO
JAYA.
Dalam kronologi yang disampaikan Jokowi saat membuat laporan, terdapat lima nama. Mereka adalah Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Hasiholan Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani.
Kendati demikian, terlapor dalam perkara ini masih dalam penyelidikan karena memerlukan pembuktian dalam proses penyelidikan.
Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menerima barang bukti dari Jokowi berupa satu buah flashdisk berisi 24 tautan video YouTube dan konten dari media sosial X, fotokopi ijazah beserta print out legalisirnya, fotokopi sampul skripsi, serta lembar pengesahan.
Dalam kasus ini, Jokowi menjerat dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Terlepas dari itu, Polda Metro Jaya kini juga menangani sejumlah laporan lain terkait kasus serupa.
Secara keseluruhan, termasuk laporan yang melibatkan Presiden Jokowi maupun laporan lainnya, setidaknya terdapat dua objek perkara yang sedang diselidiki, yaitu pencemaran nama baik dan penghasutan, serta penyebaran berita bohong.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Eggi Sudjana
-
/data/photo/2025/07/11/6870981a40dd7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Tuding Ijazah Jokowi Palsu, Dokter Tifa: Tak Mungkin KKN Awal 1985, tapi Tahun Itu Wisuda Megapolitan
-
/data/photo/2025/06/03/683ed2e881c90.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Masuk Babak Baru, Polisi Temukan Unsur Pidana
Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Masuk Babak Baru, Polisi Temukan Unsur Pidana
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Polda Metro Jaya
resmi meningkatkan status perkara dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (
Jokowi
) dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Keputusan ini diambil setelah gelar perkara yang dilakukan pada Kamis (10/7/2025), menyusul ditemukannya unsur pidana dalam kasus tersebut.
“Satu laporan dari pelapor Ir HJW, dalam gelar perkara disimpulkan ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga perkaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Jumat (11/7/2025).
Ade Ary menyatakan, penyidik Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum kini menangani total enam laporan terkait tudingan tersebut.
Menurut Ade Ary, laporan yang dimaksud merupakan aduan Presiden Jokowi sendiri, yang sebelumnya melaporkan kasus pencemaran nama baik dan fitnah ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.
Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/B/2831/IV/2025/SPKT/
POLDA METRO JAYA
.
Dalam laporan tersebut, Jokowi menyebut lima nama, yakni Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Hasiholan Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani.
Meski begitu, status mereka masih sebagai terlapor karena proses pembuktian masih berlangsung.
Tak hanya itu, terdapat lima laporan lainnya yang merupakan pelimpahan dari tingkat polres.
Tiga dari laporan itu juga naik ke tahap penyidikan dengan objek perkara penghasutan.
“Lima laporan terbagi dua. Yang tiga LP sudah ditemukan dugaan peristiwa pidana sehingga naik ke tahap penyidikan. Dan dua laporan lainnya sudah dicabut dan pelapor tidak memenuhi undangan klarifikasi,” kata Ade Ary.
Namun demikian, polisi tetap akan menyelidiki dua laporan terakhir untuk memastikan kepastian hukumnya.
Barang bukti yang diserahkan Jokowi mencakup satu flashdisk berisi 24 tautan video YouTube, tangkapan konten dari media sosial X, fotokopi ijazah dan legalisirnya, fotokopi sampul skripsi, serta lembar pengesahan.
Dalam kasus ini, Jokowi menjerat para terlapor dengan sejumlah pasal, di antaranya Pasal 310 dan 311 KUHP, serta pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), termasuk Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4).
Secara total, penyidik kini tengah menangani dua pokok perkara utama yak i pencemaran nama baik dan penghasutan, serta penyebaran berita bohong yang menyeret nama kepala negara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5221064/original/009088600_1747300000-IMG_0605.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Roy Suryo dan Eggi Sudjana Diperiksa Terkait Ijazah Jokowi – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) terus bergulir di Polda Metro Jaya. Roy Suryo dan Eggi Sudjana pun hadir memenuhi panggilan untuk diperiksa sebagai saksi pada hari ini, Senin (7/7/2025).
“Kenapa kami hadir hari ini, karena di sini sudah ada ada beberapa nama yang ditulis sebagai terlapor, dan sudah ada tempus locus nya,” kata Roy Suryo di Polda Metro Jaya, Senin.
Roy mengatakan, dia menerima undangan klarifikasi pada 2 Juli 2025. Namun karena suratnya dinilai tak lengkap, ia dan kuasa hukumnya memutuskan tak hadir. Setelah ada panggilan kedua, baru ia datang.
“Kami waktu itu siap semua hadir, tapi kmi atas rekomendasi kuasa hukum kami tidak perlu menghadiri karena ini undangan nggak jelas tidak ada terlapor nya tidak ada locus nya tidak ada juga tempus nya,” ujar dia.
Eggi Sudjana menambahkan, ia menantang Jokowi untuk buka-bukaan soal ijazahnya.
“Saya pernah bilang di pengadilan jika Jokowi menujukan ijazah asli, case close. Tutup kasus,” kata dia.
Eggi bersedia menyampaikan permohonan maaf kepada Jokowi bila bersedia menunjukkan ijazah ke hadapan pubblik. “Tapi kalau tidak saya kejar terus kurang lebih 4 tahun berjalan ini,” ucap dia.
Eggi heran mengapa Jokowi lebih pilih menyewa pengacara dan lapor polisi ketimbang menunjukkan ijazah yang katanya asli.
“Tunjukkan saja saya punya ngapain dia sewa lawyer, ngapain dia panggil polisi lapor polisi padahal dia tinggal tunjukan saja, tidak berbiaya, sederhana,” ucap dia.
Dia juga menyebut ijazah UGM itu seharusnya jadi kebanggaan, bukan ditutup-tutupi
“Kata Rismon justru ijazah UGM itu kebanggaan kenapa ditutupi, padahal Jokowi paling senang difoto giliran foto ijazah tidak boleh,” tandas dia.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi membenarkan adanya pemeriksaan Roy Suryo dan Eggi Sudjana. “Betul,” singkat Ade Ary
-

Dinasti Jokowi Digoyang
Oleh: Tony Rosyid*
BERBEDA dengan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang turun dengan tenang dan nyaris tidak ada gejolak, Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi turun seolah penuh tragedi. Setidaknya ada dua penyebabnya.
Pertama soal ijazah. Kedua, tuntutan pemakzulan terhadap Wapres Gibran Rakabuming Raka. Kedua isu ini secara politik bisa cukup berat. Terutama untuk karir keluarga Jokowi.
Kenapa keluarga Jokowi, dan bukan hanya Jokowi? Perlu dipahami bahwa politik itu sangat personal. Urusan masing-masing orang. Kakak-adik, bapak-anak, bahkan suami istri biasa memiliki identitas politik masing-masing. Satu dengan yang lain terpisah.
Tapi, dalam politik Jokowi, identitas keluarga menyatu menjadi satu entitas. Semua berasal dari satu sumber yaitu kekuasaan Jokowi.
Dari kekuasaan inilah Gibran menjadi Walikota Solo, lalu Wakil Presiden. Bobby Nasution, menantu Jokowi, jadi Walikota Medan, lalu Gubernur Sumut. Juga Kaesang Pangarep dalam hitungan hari langsung menjadi ketua umum PSI. Kesuksesan mereka sulit dirasionalisasi tanpa back up kekuasaan Jokowi.
Politik keluarga Jokowi ibarat pohon. Jokowi sebagai akarnya. Anak dan menantu menjadi cabang dari pohon-pohon itu. Ketika akar pohon tidak kuat menahan terpaan angin, maka semuanya ikut tumbang.
Di atas pundak Jokowi ada beban politik terhadap Gibran, Bobby dan Kaesang. Ketiganya adalah anak-anak muda yang sedang menanjak karirnya. Tapi, karena karir mereka tidak tegak di atas kematangan pengalaman sendiri, tapi lebih karena bersumber dari kekuasaan sang ayah, maka nasibnya akan sangat bergantung kepada kekuatan Jokowi.
Jika Jokowi kuat, mereka akan ikut kuat, dan peluang masa depannya lapang. Tapi, jika kekuatan Jokowi melemah, maka kekuatan dan masa depan politik mereka akan ikut melemah, dan bisa jadi akan menunggu waktu untuk runtuh.
Saat ini, Jokowi sedang menghadapi tuduhan ijazah palsu. Jokowi bahkan dikejar-kejar oleh sejumlah pihak yang selama Jokowi berkuasa, mereka merasa diperlakukan tidak adil. Jokowi terlibat konflik dan permusuhan dengan mereka. Pendekatan konflik yang dilakukan Jokowi saat berkuasa tidak begitu saja terhapus dan terlupakan setelah Jokowi lengser.
Jadi, masalah utama, dan ini yang paling krusial mengapa Jokowi setelah pensiun masih terus dikejar masalah adalah “jejak permusuhan Jokowi sedemikian masif kepada banyak kelompok”. Ini fakta objektif yang tidak bisa dipungkiri”.
Pertama, Jokowi bubarkan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara kontroversial. Ini tentu punya konsekuensi politik untuk jangka panjang.
Kedua, Jokowi penjarakan puluhan aktivis yang mengkritiknya. Mulai dari Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Roy Suryo, Eggi Sudjana, Edi Mulyadi, Buni Yani, dan deretan nama tokoh yang sangat kritis terhadap Jokowi.
Ketiga, Jokowi dianggap orang yang paling ambisius untuk menghancurkan karir Anies Baswedan. Ini membuat para pendukung Anies marah.
Keempat, Jokowi berseteru hebat dengan Megawati Soekarnoputri dan PDIP. Sebuah partai yang sejak tahun 2005 telah membesarkan Jokowi.
Kelima, tragedi pembantaian di KM 50 terjadi di era Jokowi. Tidak sedikit opini dan persepsi yang berkembang di publik menganggap KM 50 adalah bagian dari upaya Jokowi menghancurkan pengaruh pimpinan FPI.
KM 50 sebuah aksi jalanan yang sangat kasar dan brutal, yang membuat banyak pihak bertanya-tanya: kok bisa pembantaian semacam ini terjadi di Indonesia?
Mereka, kelompok yang merasa dimusuhi oleh Jokowi selama berkuasa, terus akan bermanuver dan menuntut pengadilan terhadap Jokowi.
Isu ijazah palsu dan pemakzulan Gibran hanya dua di antara tuntutan yang nanti boleh jadi akan muncul yang lain jika kedua tuntunan ini tidak berhasil. Ini bukan soal dendam, tapi lebih merupakan sebab akibat dalam relasi sosial yang bisa dipahami rasionalitasnya.
Di sisi lain, Jokowi tidak punya penerus kekuasaan yang menjamin “rasa aman” terhadap dirinya. Gibran sebagai Wakil Presiden, posisinya tidak memberinya otoritas untuk mengamankan Jokowi dan dinastinya.
Sementara Presiden Prabowo Subianto tidak mungkin pasang badan untuk mengamankan Jokowi. Prabowo adalah calon presiden yang dua kali dikalahkan “secara kontroversial” oleh Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019. Kontroversial lebih merujuk pada proses, bukan hasil.
Banyak yang menilai bahwa Gibran dianggap sebagai ancaman bagi Prabowo. Bukan Gibran, tapi kekuatan Jokowi yang meletakkan Gibran sebagai bayang-bayang Prabowo.
Tuntutan pemakzulan oleh para jenderal (purn) merupakan petunjuk adanya ancaman itu. Mengapa para jenderal (purn) itu menuntut pemakzulan kalau tidak ada kehawatiran atas potensi lengsernya Prabowo.
Di sinilah publik mesti cerdas membaca apa yang memicu para jenderal (purn) itu ngotot pemakzulan Gibran di tahun pertama Prabowo berkuasa. Takut Gibran capres 2029? Masih terlalu jauh. Takut Prabowo jatuh sakit, lalu meninggal di periode pertama? Prabowo sehat, dan semakin sehat. Lalu, apa trigger-nya? Ini yang menarik untuk anda telisik.
Isu ijazah palsu dan tuntutan pemakzulan Gibran tidak hanya merepotkan Jokowi, tapi semakin berhasil men-downgrade politik dinasti Jokowi. Siapa pun dalam posisi Jokowi, dia akan terjepit. Sementara, Jokowi punya beban untuk mengawal dan membesarkan karir anak dan menantunya.
Jika Jokowi bisa menunjukkan ijazah aslinya ke publik, maka situasi bisa berubah. Pamor Jokowi naik. Berangsur kepercayaan publik ke Jokowi akan membesar. Dengan menunjukkan ijazah asli, Jokowi akan mampu merehabilitasi keadaan politiknya, sekaligus menampar mereka yang menuduhnya.
Sebaliknya, jika para terlapor kemudian jadi tersangka tanpa membuka ijazah asli Jokowi ke publik, maka ini akan memperburuk kondisi politik Jokowi.
Publik akan semakin marah dan hari-hari akan semakin besar narasi kebencian dan kemarahan publik terhadap Jokowi. Ini secara politik, tentu akan sangat merugikan bagi politik Jokowi itu sendiri. Persepsi publik terhadap Jokowi akan semakin negatif.
Soal isu pemakzulan Gibran, selama posisi Prabowo aman, Gibran juga akan aman. Bagaimana dengan masa depan Gibran di 2029? Ini satu hal yang berbeda..
*(Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5204227/original/075931900_1745995104-WhatsApp_Image_2025-04-30_at_13.35.32.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2025/05/22/682f16ff6c86c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)