Tag: Eggi Sudjana

  • Buntut Jokowi Janji Tunjukkan Ijazah Asli di Pengadilan, Dokter Tifa Ragu: Bikinan Mana Lagi?

    Buntut Jokowi Janji Tunjukkan Ijazah Asli di Pengadilan, Dokter Tifa Ragu: Bikinan Mana Lagi?

    GELORA.CO  – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), berjanji akan menunjukkan ijazah miliknya yang menjadi polemik selama setahun terahir. 

    Jokowi merasa, kegaduhan mengenai ijazahnya bukan karena tudingan liar, melainkan ada agenda besar di baliknya. 

    Untuk itu, mantan Wali Kota Solo ini memilih diam dan menunggu saat tepat untuk menunjukkan keabsahan ijazahnya. 

    “Ya, itu (pengadilan) forum yang paling baik untuk menunjukkan ijazah asli saya dari SD, SMP, SMA, universitas, semuanya dan saya bawa,” ujar Jokowi dalam wawancara eksklusif Program Khusus Kompas TV di kediamannya, Solo, Jawa Tengah, Selasa (9/12/2025) malam.

    Jokowi menegaskan, persoalan ijazah palsu yang dibawanya ke ranah hukum diharapkan jadi pembelajaran untuk tidak mudah menuduh seseorang.

    “Untuk pembelajaran kita semuanya bahwa jangan sampai gampang menuduh orang, jangan sampai gampang menghina orang, memfitnah orang, mencemarkan nama baik seseorang,” ujar Jokowi.

    Jokowi mengatakan, kasus serupa bisa saja terjadi ke orang lain jika dirinya tidak membawanya ke ranah hukum.

    “Ya kan bisa terjadi tidak hanya kepada saya, bisa ke yang lain. Bisa ke menteri, bisa ke presiden yang lain, bisa ke gubernur, bupati, wali kota, semuanya dengan tuduhan asal-asalan,” ujar Jokowi.

    Dokter Tifa Meragukan Ijazah Jokowi

    Tifauzia Tyassuma alias dokter Tifa angkat bicara terkait rencana Jokowi itu. 

    Melalui unggahan X (Twitter), dokter Tifa yang kini berstatus tersangka dalam kasus tersebut, menyebut dirinya meyakini bahwa ijazah Jokowi sudah berada di Polda Metro Jaya.

    “Sebelum menjawab pertanyaan penyidik, saya memastikan, menurut penuturan Pemeriksaan juga, bahwa Ijazah Joko Widodo ada di Polda Metro Jaya,” tulis dokter Tifa.

    “Itu adalah Ijazah yang dinyatakan oleh Joko Widodo sendiri, di tanggal 25 Juli 2025 ketika ybs diperiksa oleh Polda Metro Jaya di Solo, dengan dengan alasan sakit,” sambungnya.

    Saat dirinya diperiksa sebagai tersangka di Polda Metro Jaya pada tanggal 13 November 2025, Polda Metro Jaya telah menyita ijazah Jokowi.

    Kemudian, ijazah tersebut dibawa ke Polda Metro Jaya hari itu juga.

    “Lalu sekarang dia katakan mau bawa Ijazahnya ketika di pengadilan. Ijazah bikinan mana lagi yang mau dibawa? Pasar Pramuka? Pasar Terban? Atau pasar yang lain?” tanya Tifa.

    Polda Metro Jaya Gelar Perkara Khusus

    Sementara Polda Metro Jaya tengah mempersiapkan gelar perkara khusus kasus ijazah Jokowi.

    Gelar perkara khusus ini merupakan permintaan kubu Roy Suryo Cs.

    Polda Metro Jaya telah menjadwalkan gelar perkara khusus, Senin (15/10/2025).

    “Diagendakan hari Senin, tanggal 15 Desember 2025 sekira pukul 10.00 akan dilaksanakan gelar perkara khusus atas permintaan tersangka Roy Suryo dan kawan-kawan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto di Polda Metro Jaya, Sabtu (13/12/2025), dikutip dari TribunJakarta.

    Budi menjelaskan, nantinya Polda Metro Jaya akan melibatkan sejumlah pihak eksternal dalam gelar perkara khusus.

    Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Ombudsman RI termasuk pihak eksternal yang dilibatkan saat gelar perkara khusus.

    “Akan dihadiri pihak internal maupun eksternal. Sebagai contoh, dari Irwasum, dari Propam, Divkum, dan eksternal ada Kompolnas, Ombudsman, ini akan kita hadiri,” ujar Kabid Humas.

    Dua Kali Minta Gelar Perkara Khusus

    Ini kali kedua kubu Roy Suryo Cs meminta gelar perkara khusus kasus tudingan ijazah palsu Jokowi ke penyidik.

    Awalnya, kubu Roy Suryo Cs melalui tim pembela ulama dan aktivis (TPUA) meminta penyidik Bareskrim Mabes Polri melakukan gelar perkara khusus kasus ijazah Jokowi, dan dan penuhi. 

    Namun, hasil akhir gelar perkara khusus di Bareskrim Mabes Polri tidak memuaskan kubu Roy Suryo Cs. 

    Dalam gelar perkara khusus yang akan dilakukan penyidik Polda Metro Jaya ini terkait penetapan delapan tersangka di kasus ijazah Jokowi.

    Mereka dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan jenis pelanggaran yang dilakukan.

    Klaster pertama ada lima tersangka, yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

    Sementara itu, klaster kedua ada tiga tersangka, yakni Roy Suryo, Rismon, dan Tifa.

    “Jadi kami update tentang penanganan terkait tentang dugaan ijazah terkait tentang klaster 1 dan 2. Klaster 2 sudah dilakukan pemanggilan. Kami jelaskan bahwa delapan orang ini berstatus sebagai tersangka,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (28/11/2025), dikutip dari siaran langsung YouTube KompasTV.

    Dikatakan Kombes Budi, Polda Metro Jaya akan memenuhi permintaan tersebut di mana penyidik sedang berkoordinasi dengan Pengawasan Penyidikan (Wassidik).

    “Jadi atas permintaan tiga orang pertama (yang sudah diperiksa) mengajukan untuk dilakukan gelar perkara khusus sehingga penyidik saat ini berkoordinasi dengan Wassidik mempersiapkan waktu untuk melaksanakan gelar perkara khusus,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa ada tahapan-tahapan proses penyidikan yang didalami oleh penyidik.

    “Setelah gelar perkara khusus akan ditindaklanjuti pemeriksaan saksi ahli yang diajukan oleh tiga tersangka. Setelah itu baru tahap kepada lima tersangka lainnya.” 

    “Jadi ada tahapan-tahapan, ada kegiatan proses penyidikan ini yang didalami oleh penyidik,” ungkapnya.

    Ia pun meminta supaya semua pihak memberi ruang kepada penyidik agar fokus kepada gelar perkara khusus.

    “Kita beri ruang teman-teman penyidik untuk bisa melaksanakan fokus kepada gelar perkara khusus dulu,” pintanya.

    Kuasa hukum Roy Suryo cs, Ahmad Khozinudin menyatakan pihaknya kembali mengajukan gelar perkara khusus kepada Bag Wassidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

    Gelar perkara khusus pernah diajukan pada 21 Juli 2025 saat Roy Suryo cs masih berstatus saksi di Polda Metro Jaya.

    “Kami juga kembali mengirimkan permohonan gelar perkara khusus yang hari ini kami serahkan kembali ke Wassidik,” ucapnya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan.

    Khozinudin menyinggung gelar perkara khusus di Bareskrim Polri yang mana saat itu penyelidikannya.

    Sebaliknya, penanganan kasus di Polda Metro Jaya, penyelidikannya ditingkatkan menjadi penyidikan.

    “(Di Polda Metro Jaya) tidak dilakukan gelar perkara khusus,” tuturnya.

    Khozinudin mendorong agar dilakukan gelar perkara khusus terkait kasus yang dilaporkan Jokowi di Polda Metro Jaya.

    Hal ini sejalan dengan semangat wacana perbaikan institusi Polri.

    “Sebagaimana sudah dilakukan oleh Mabes Polri pada Dumas yang dilakukan oleh TPUA,” pungkasnya

  • Jokowi Buka-bukaan soal Isu Ijazah

    Jokowi Buka-bukaan soal Isu Ijazah

    Jokowi Buka-bukaan soal Isu Ijazah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya bicara lebih terbuka soal isu ijazah palsu yang selama empat tahun terakhir menjadi perhatian publik.
    Dalam wawancara eksklusif bersama Kompas TV di kediamannya di Solo, Selasa (9/12/2025) malam,
    Jokowi
    beberapa kali menegaskan bahwa isu itu bukan sekadar tudingan liar.
    Ia menduga kuat ada “agenda besar politik” dan “
    operasi politik
    ” yang sengaja digerakkan untuk merusak reputasinya.
    Padahal,
    Universitas Gadjah Mada
    (UGM) sebagai kampus tempat Jokowi kuliah telah menyatakan bahwa presiden ke-7 RI tersebut merupakan lulusan mereka.
    “Yang membuat ijazah saja sudah menyampaikan asli, masih tidak dipercaya, gimana,” kata Jokowi.
    Jokowi mengaku heran bagaimana isu yang sudah berulang kali dibantah justru terus diputar.
    Ia menyebut, ada kepentingan tertentu yang sengaja merawat keraguan publik.
    “Yang saya lihat ini memang ada agenda besar politik, ada operasi politik, yang sehingga bisa sampai bertahun-tahun enggak rampung-rampung,” ucap dia.
    Menurut Jokowi, isu tersebut tampak dirancang untuk merendahkan dan menurunkan reputasinya.
    “Ya mungkin untuk kepentingan politik. Kenapa sih kita harus mengolok-olok, menjelek-jelekan, merendahkan, menghina, menuduh, semua dilakukan untuk apa? Kalau hanya untuk main-main, kan mesti kepentingan politiknya di situ,” ujar dia.
    Dalam kesempatan itu, Jokowi menyinggung kegelisahannya melihat energi publik tersedot pada isu yang menurutnya tidak substantif.
    Ia menekankan pentingnya fokus pada agenda besar negara, termasuk perubahan teknologi yang pesat.
    “Untuk strategi besar negara, untuk kepentingan yang lebih besar bagi negara ini. Misalnya tadi yang berkaitan dengan menghadapi masa-masa ekstrem, menghadapi masa-masa perubahan karena
    artificial intelligence
    , karena
    humanoid robotic
    ,” tutur Jokowi.
    “Jangan malah kita, energi besar kita, kita pakai untuk urusan-urusan yang sebetulnya menurut saya urusan ringan,” ucap dia.
    Ketika pembawa acara Frisca Clarissa bertanya apakah memang ada agenda tertentu dan “orang besar” di balik isu
    ijazah palsu
    , Jokowi tidak menampik.
    “Iya,” jawabnya singkat.
    Frisca kembali menggali apakah Jokowi mengetahui siapa sosok besar itu.
    “Ya, saya kira gampang ditebak lah. Tidak perlu saya sampaikan,” kata dia.
    Jokowi menegaskan bahwa logika hukum menempatkan beban pembuktian pada pihak penuduh.
    Ia mengaku selama empat tahun memilih diam karena merasa cukup memegang bukti asli, namun kini menunggu proses hukum berjalan.
    “Ya ini kan sebuah isu yang sudah 4 tahunan dibicarakan, dan sebetulnya sudah 4 tahun diam tidak banyak menanggapi, karena tahu ijazahnya saya pegang gitu loh. Tetapi saya tidak menyampaikan kepada publik ijazah itu,” kata Jokowi.
    Ia memastikan proses hukum adalah forum paling sah untuk menyelesaikan tuduhan itu.
    “Artinya yang menuduh itu yang harus membuktikan. Dalam hukum acara, siapa yang menuduh, itu yang harus membuktikan. Itu yang saya tunggu, itu coba dibuktikannya seperti apa,” ujar dia.
    Jokowi memastikan seluruh ijazah pendidikannya dari sekolah dasar hingga Universitas Gadjah Mada akan ia tunjukkan di persidangan.
    Langkah ini, menurut dia, sekaligus menjadi edukasi publik agar tidak mudah memfitnah.
    “Untuk pembelajaran kita semuanya bahwa jangan sampai gampang menuduh orang, jangan sampai gampang menghina orang, memfitnah orang, mencemarkan nama baik seseorang,” ujar dia.
    Sementara, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, pernyataan Jokowi dalam wawancara eksklusif ini menandai pergeseran sikap yang lebih tegas.
    Pertama, menurut Adi, Jokowi ingin menegaskan bahwa arena penyelesaian isu ini adalah pengadilan, bukan perang narasi.
    “Sepertinya bagi Jokowi pembuktian ijazah hanya di pengadilan, bukan saling perang narasi politik. Karena yang berkekuatan hukum pengadilan, bukan pendapat politik. Publik sangat nunggu itu pembuktian nanti di pengadilan. Biar terang benderang siapa yang salah dan siapa yang benar,” kata Adi.
    Kedua, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu melihat Jokowi semakin eksplisit soal orkestrasi politik di balik isu tersebut.
    “Jika betul omongan Jokowi, menarik jika di-
    spill
    siapa yang operasikan isu ijazah. Ini kali kedua Jokowi secara terbuka ‘menyebut’ ada pihak yang mengorkestrasi di belakang ijazah. Sebelumnya nyebut ada orang besar, kini menyebut ada operasi politik,” ucap dia.
    Adi menilai, format wawancara eksklusif menjadi sinyal bahwa Jokowi ingin menunjukkan ketegasannya.
    “Wawancara eksklusif dengan Kompas TV ini sepertinya Jokowi ingin kasih pesan bahwa yang nuduh dan yang mengoperasikan ijazah bakal dilawan di pengadilan. Biasanya selama ini Jokowi hanya bicara sepotong-sepotong soal tudingan ijazah lewat
    door
    setop media, kini dengan wawancara eksklusif di Kompas TV, pesannya khusus kalau Jokowi ingin lawan yang nuduh itu lewat jalur hukum,” ucap dia.
    Polda Metro Jaya resmi menetapkan delapan tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.
    Penetapan ini dilakukan setelah penyidik melakukan penyelidikan mendalam dengan melibatkan sejumlah ahli di bidang hukum pidana, ITE, komunikasi sosial, hingga bahasa.
    Sebelumnya, polisi telah memastikan
    ijazah Jokowi
    yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan dokumen asli dan sah secara hukum.
    Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri mengungkapkan, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, serta manipulasi data elektronik.
    “Telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, edit, dan manipulasi data elektronik,” ujar Asep, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025).
    Mereka adalah Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Royani (KTR), M Rizal Fadillah (MRF), Rustam Effendi (RE), Damai Hari Lubis (DHL), Roy Suryo (RS), Rismon Hasiholan Sianipar (RHS), dan Tifauziah Tyassuma (TT).
    Asep menuturkan, delapan tersangka tersebut dibagi dalam dua klaster.
    Klaster pertama terdiri dari ES, KTR, MRF, RE, dan DHL.
    Sementara klaster kedua meliputi RS, RHS, dan TT.
    “Untuk tersangka dari klaster pertama dikenakan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, Pasal 27a Juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang ITE,” ujar Asep.
    Sedangkan untuk klaster kedua, para tersangka dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 Juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 Juncto Pasal 51 Ayat 1, serta pasal-pasal lain di bawah Undang-Undang ITE.
    “Penentuan klaster adalah berdasarkan fakta penyidikan yang diperoleh oleh penyidik dan sesuai dengan perbuatan hukum yang dilakukan masing-masing tersangka,” ujar dia.
    Kapolda mengungkapkan, proses penetapan tersangka dilakukan setelah melalui asistensi dan gelar perkara yang menghadirkan sejumlah pengawas dan ahli.
    “Penetapan ini dilakukan setelah melalui proses asistensi dan gelar perkara yang melibatkan ahli dan pengawas, baik dari eksternal maupun internal,” kata Asep.
    Dalam proses itu, penyidik meminta keterangan ahli pidana, ahli ITE, ahli sosiologi hukum, ahli komunikasi sosial, dan ahli bahasa.
    Selain itu, gelar perkara di Direktorat Reserse Kriminal Umum turut dihadiri perwakilan dari Itwasda, Wasidik, Propam, dan Bidkum untuk memastikan penyidikan berjalan transparan dan ilmiah.
    Penyidik menyita sebanyak 723 item barang bukti, termasuk dokumen asli dari Universitas Gadjah Mada yang menegaskan keaslian ijazah Joko Widodo.
    “Berdasarkan temuan tersebut, penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik,” ujar Asep.
    Kapolda menegaskan bahwa penanganan kasus tuduhan ijazah palsu Presiden Jokowi dilakukan murni sebagai proses penegakan hukum.
    “Kami tegaskan bahwa penanganan perkara yang kami lakukan murni proses penegakan hukum. Kemudian seluruh tahapan juga dilakukan secara profesional, proporsional, transparan, dan akuntabel,” kata dia.
    Ia mengimbau masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial serta tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak benar.
    “Serta selalu melakukan cek dan klarifikasi sebelum menyebarkan sesuatu,” ujar Asep.
    Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri juga memastikan bahwa ijazah sarjana Fakultas Kehutanan UGM milik Jokowi adalah asli.
    Penyelidikan dilakukan bersama Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri yang memeriksa dokumen secara saintifik.
    “Penyelidik mendapatkan dokumen asli ijazah bernomor 1120 atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681/KT Fakultas Kehutanan UGM pada tanggal 5 November 1985,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers sebelumnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jokowi Buka-bukaan soal Isu Ijazah

    Jokowi Pastikan Teruskan Proses Hukum Ijazah Palsu: Jangan Sampai Gampang Nuduh Orang

    Jokowi Pastikan Teruskan Proses Hukum Ijazah Palsu: Jangan Sampai Gampang Nuduh Orang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan dirinya akan meneruskan proses hukum kasus ijazah palsu. Hal ini untuk memberikan pembelajaran sekaligus efek jera kepada para tersangka agar tidak menyebar fitnah.
    Hal tersebut
    Jokowi
    sampaikan dalam wawancara eksklusif bersama Kompas TV di kediamannya, Solo, Jawa Tengah, Selasa (9/12/2025).
    “Ya untuk pembelajaran kita semua, jangan sampai gampang menuduh orang, jangan sampai gampang menghina, fitnah, mencemarkan nama baik seseorang,” ujar Jokowi.
    Jokowi berpandangan, demi pembelajaran, maka harus dilakukan
    penegakan hukum
    . Menurutnya, keaslian ijazahnya akan lebih baik jika diputuskan di pengadilan, agar lebih adil.
    “Itu forum paling baik untuk menunjukkan ijazah asli saya, dari SD, SMP, SMA, universitas semua. Akan saya bawa,” tegasnya.
    Sementara itu, Jokowi mengajak semua pihak berfokus pada hal besar demi kepentingan negara. Dia meminta agar orang-orang tidak menghabiskan energinya hanya untuk mengurus ijazahnya saja.
    “Tapi mestinya dalam masa-masa ekstrem seperti ini, kita konsentrasi untuk hal yang besar, untuk strategi besar negara, untuk kepentingan yang lebih besar bagi negara. Misalnya yang berkaitan menghadapi masalah-masalah ekstrem, perubahan karena AI, sehingga jangan energi besar kita pakai untuk urusan ringan,” imbuh Jokowi.
    Sebelumnya, polisi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus tudingan
    ijazah palsu
    yang diarahkan kepada Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Adapun kedelapan tersangka tersebut adalah:
    1. Eggi Sudjana
    2. Kurnia Tri Royani
    3. M Rizal Fadillah
    4. Rustam Effendi
    5. Damai Hari Lubis
    6. Roy Suryo
    7. Rismon Sianipar
    8. Tifauziah Tyassuma.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kubu Roy Suryo Tambah Kekuatan, Tunjuk Refly Harun cs Jadi Pengacara

    Kubu Roy Suryo Tambah Kekuatan, Tunjuk Refly Harun cs Jadi Pengacara

    GELORA.CO  – Roy Suryo, Rismon Sianipar dan Tifauzia Tyassuma (Dokter Tifa) sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menambah kekuatan. Mereka menambah tim penasihat hukum yang akan mendampingi saat menjalani proses hukum.

    Dokter Tifa menyampaikan, tim pengacara yang baru ini bukan untuk menggantikan tim kuasa hukum yang lama.

    “Maka kami bertiga memutuskan untuk menambah amunisi kami atau menambah kekuatan kami dengan pembentukan tim kuasa hukum baru,” kata Tifa di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).

    Nantinya, kata dia, terdapat tiga orang koordinator yang secara khusus menggawangi langkah-langkah hukum yang akan dijalani ke depan.

    “Yang pertama adalah Bapak Muhammad Taufiq, kemudian Bapak Jahmada Girsang, kemudian triumvirat ketiga ada Bapak Refly Harun,” ujarnya.

    “Sekali lagi kami tegaskan bahwa tim ini dibentuk bukan untuk mengganti atau mensubtitusi dari tim yang sudah ada selama ini mendampingi kami,” lanjutnya.

    Kasus fitnah ijazah palsu Jokowi sendiri telah menyeret delapan tersangka. Pada klaster pertama terdapat Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi dan Muhammad Rizal Fadillah.

    Sementara klaster kedua mencakup Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma alias Dokter Tifa

  • Kuasa Hukum Roy Suryo Minta Ijazah Jokowi Diuji di Laboratorium Forensik Independen
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 November 2025

    Kuasa Hukum Roy Suryo Minta Ijazah Jokowi Diuji di Laboratorium Forensik Independen Megapolitan 27 November 2025

    Kuasa Hukum Roy Suryo Minta Ijazah Jokowi Diuji di Laboratorium Forensik Independen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kuasa hukum Roy Suryo meminta agar dokumen ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) diuji di laboratorium forensik independen.
    Kuasa hukum
    , Abdul Ghafur Sangadji mengatakan pemeriksaan
    ijazah Jokowi
    di
    laboratorium independen
    sebagai pembanding hasil dari laboratorium forensik Polda Metro Jaya.
    “Jadi hasil pertemuan kami tim kuasa hukum tadi malam memutuskan terhadap hasil laboratorium forensik Polda Metro Jaya, kami meminta agar bisa dilakukan uji forensik secara pembanding,” tutur Abdul Ghafur Sangadji kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (27/11/2025).
    Namun Sangadji tidak menyebut nama laboratorium forensik independen yang bakal diminta untuk menguji ijazah Jokowi.
    “Ada satu laboratorium dari satu universitas terkenal di Indonesia yang akan kami minta kepada Polda Metro Jaya supaya dilakukan uji forensik secara pembanding,” ujar dia.
    Sementara kuasa hukum lain, Khozinudin menjelaskan alasan ijazah Jokowi harus diuji di laboratorium forensik independen karena untuk mengetahui keasliannya.
    “Pertama, untuk memeriksa substansi, apakah ijazah itu benar-benar otentik atau tidak otentik ya, bukan sekedar identik atau tidak identik, otentik atau tidak otentik begitu,” ujar Khozinudin.
    “Yang kedua, kaitan dengan kredibilitas lembaga yang memberikan deklarasi otentik atau tidak otentik,” imbuh dia.
    Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai
    tersangka kasus
    tudingan ijazah palsu Jokowi.
    “Polda Metro Jaya telah menetapkan 8 orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, dan manipulasi data elektronik yang dilaporkan oleh Bapak Ir. H. Joko Widodo,” kata Kapolda Metro Jaya, Arjen Asep Edi Suheri, dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).
    Mereka adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma.
    “Berdasarkan hasil penyidikan kami bagi dalam dua kluster antara lain 5 tersangka klaster pertama yang terdiri atas RS, KTR, MRF, RE, dan DHL. Klaster kedua RS, RHS dan TT,” ujar Asep.
    Klaster pertama dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP serta pasal-pasal dalam UU ITE, sedangkan klaster kedua dikenai kombinasi pasal serupa dengan tambahan Pasal 32 dan 35 juncto Pasal 48 dan 51 UU ITE.
    Asep menegaskan penetapan tersangka dilakukan secara hati-hati melalui asistensi dan gelar perkara.
    “Penetapan dilakukan asistensi dan gelar perkara melibatkan ahli dan pengawas internal dan eksternal, ahli dilibatkan ahli pidana, ITE, sosiologi hukum dan bahasa,” jelasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Mahfud Kenang Saat Tokoh NU-Muhammadiyah Bersatu Gugat soal Tambang ke MK
                        Nasional

    7 Mahfud Kenang Saat Tokoh NU-Muhammadiyah Bersatu Gugat soal Tambang ke MK Nasional

    Mahfud Kenang Saat Tokoh NU-Muhammadiyah Bersatu Gugat soal Tambang ke MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, bercerita kembali ketika para tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bersatu menggugat Undang-Undang pengelolaan Minyak dan Gas Nomor 22 Tahun 2001 ke MK.
    Hal ini diungkapkan Mahfud dalam acara podcast Terus Terang di kanal Youtube pribadinya @MahfudMDOfficial, diunggah Selasa (25/11/2025).
    Dalam podcast tersebut, dia teringat tokoh NU Kyai Hasyim Muzadi yang juga pernah menjadi Ketua Umum
    PBNU
    menjadi pemohon perkara uji materi UU
    Migas
    tersebut, bersama tokoh Islam lainnya, termasuk Professor Din Syamsuddin, yang pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP)
    Muhammadiyah
    .
    “Mereka datang ke kantor saya (mengeluhkan) ‘Pak, pengelolaan tambang Migas ini Pak, korupsi di mana-mana, saya sudah lapor ke DPR enggak didengar, saya minta tolong
    MK
    yang memutus’,” kata Mahfud menirukan para pemohon perkara dengan nomor 36/PUU-X/2012.
    Kedua tokoh organisasi terbesar umat Islam di Indonesia itu kompak datang dan disatukan oleh bentuk ketidakadilan pengelolaan migas yang saat itu dipegang oleh BP Migas.
    Sehingga saat itu, MK yang diketuai oleh
    Mahfud MD
    memutuskan membubarkan BP Migas karena ada beragam bukti pengelolaan tambang di Indonesia penuh dengan korupsi.
    “Antara pengatur dan pelaksana di lapangan itu sama. Yang mengevaluasi sama, korupsinya banyak sekali, sehingga BP Migas saya bubarkan,” ucapnya.
    Dalam ikhtisar putusan MK nomor 36/PUU-X/2012 dijelaskan, ada 42 pemohon dalam perkara tersebut yang merupakan tokoh dan organisasi yang terafiliasi dengan umat Islam.
    Pemohon pertama disebutkan adalah PP Muhammadiyah, kemudian ada juga Hizbut Tahrir Indonesia, Pusat Persatuan Umat Slam, Pusat Syarikat Islam Indonesia, dan Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam.
    Sedangkan perwakilan NU diwakili perseorangan dari Kyai Achmad Hasyim Mizadi. Terlihat juga beberapa tokoh seperti Ali Mochtar Ngabalin, A.M Fatwa, Hendri Yosodiningrat, hingga Eggi Sudjana.
    Mahfud bicara mengenai persatuan umat Islam yang menggugat UU Migas dalam konteks perpecahan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) beberapa hari ini.
    Dia mengatakan, sebagai NU Kultural yang tak lagi tergabung dalam struktur organisasi tetap merasa peduli dengan wajah teras NU tersebut.
    Diketahui, belakangan beredar surat risalah rapat harian pengurus Rais Syuriyah PBNU yang meminta agar Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mundur dari jabatannya.
    Alasan yang tertera dalam surat itu memang jelas, berkaitan dengan pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) NU dan kehadiran pemateri yang terafiliasi zionisme Israel.
    Namun sumber
    Kompas.com
    menyebut, alasan itu hanyalah permukaan, karena Gus Yahya sebelum menjabat sebagai Ketua PBNU pun sudah dikenal memiliki hubungan dengan petinggi Israel.
    Sumber tersebut meyakini, hubungan Gus Yahya dengan petinggi Israel tak ada bedanya dengan Kyai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mencoba pendekatan berbeda untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
    Sebab itu, isu pengunduran diri lebih kuat dipicu oleh isu lain yang diyakini sebagai isu tambang.
    Mahfud MD juga meyakini demikian. Dia menyebut, isu tambang menjadi pemantik percobaan pelengseran Gus Yahya.
    “Apalagi isunya kan soal tambang, ya. Ada juga soal itu. Saya sudah bicara ke dalam, asal muasalnya soal pengelolaan tambang,” kata Mahfud dalam acara yang sama.
    Mahfud mengatakan, ada dualisme pengelolaan izin tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU sehingga Ketua Umum PBNU Gus Yahya tak lagi sejalan dengan Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.
     
    Meskipun tak lagi terkait dengan NU Struktural, Mahfud berharap wajah depan ormas Islam terbesar di Indonesia ini bisa diselamatkan.
    Kompleksitas masalah internal NU ini dinilai bisa berbahaya dan memberikan guncangan besar di kalangan umat Islam.
    Pada ujungnya, negara akan merasakan gesekan yang terjadi dan akan menjadi kerugian besar.
    “Saya tidak tahu siapa yang salah siapa yang benar, tapi menurut saya sebaiknya diselesaikan,” kata Mahfud.
    Hal senada juga disampaikan A’wan PBNU Kyai Abdul Muhaimin.
    Dia mengatakan, tak seharusnya forum NU menyelesaikan masalah dengan alot dan gaduh di muka publik seperti saat ini.
    Seharusnya, masalah internal PBNU bisa diselesaikan dengan cara yang seperti sering dikatakan Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
    “Saya kira di kalangan NU itu kan biasa gegeran (berdebat) tapi nanti kan hasilnya
    ger-geran
    (tertawa bersama), itu kan kata Gus Dur,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemeriksaan Tersangka Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Masih Dijadwalkan

    Pemeriksaan Tersangka Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Masih Dijadwalkan

    JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan penyidik masih menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima tersangka kasus tuduhan ijazah palsu mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

    Agenda itu juga mencakup pemeriksaan saksi dan ahli yang diajukan oleh tiga tersangka dalam klaster kedua yakni Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, serta dr. Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tiffa untuk kepentingan peringanan pada tahap penyidikan.

    “Masih diagendakan,” kata Budi Hermanto kepada VOI, Selasa, 24 November 2025.

    Ia menjelaskan bahwa penyidik Polda Metro Jaya saat ini masih berkoordinasi dengan wewenang pengawas penyidikan (Wassidik) untuk pelaksanaan gelar perkara khusus terkait kasus tersebut.

    “Saat ini penyidik masih koordinasi dengan Wassidik untuk gelar perkara khusus,” ujarnya.

    Ketika ditanya mengenai kemungkinan hadirnya Jokowi sebagai pihak pelapor dalam gelar perkara tersebut, Budi belum dapat memberikan keterangan lebih jauh.

    “Mohon waktu,” singkatnya.

    Sebelumnya, polisi telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ijazah palsu Jokowi. Lima tersangka dalam klaster pertama adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

    Tiga tersangka dalam klaster kedua yaitu Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr. Tifauzia Tyassuma.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara atas laporan yang dibuat oleh Jokowi.

    “Berdasarkan hasil penyidikan, kami menetapkan delapan orang sebagai tersangka yang kami bagi dalam dua klaster,” ujarnya.

    Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr. Tiffa tidak dilakukan penahanan karena ketiganya masih mengajukan ahli dan saksi yang meringankan.

    Para tersangka dijerat Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 27A juncto Pasal 32 juncto Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

  • Pencekalan Roy Suryo Cs ke Luar Negeri Berlaku 20 Hari

    Pencekalan Roy Suryo Cs ke Luar Negeri Berlaku 20 Hari

    JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan bahwa penyidik melakukan pencekalan terhadap ke delapan tersangka kasus tudingan ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), termasuk Roy Suryo Cs, ke luar negeri selama 20 hari.

    “Pencekalan oleh penyidik itu dilakukan, dikirimkan untuk ke delapan yang berstatus tersangka. Itu berlaku selama 20 hari, dari tanggal 8 November sampai dengan 27 November 2025,” kata Budi, kepada media di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat 21 November.

    Budi mengungkapkan, pencekalan delapan tersangka akan diperpanjang selama enam bulan untuk kepentingan penyidikan.

    “Tetapi akan diperpanjang untuk pencekalan selama 6 bulan ke depan. Ini surat masih akan berproses untuk pencekalan kedua,” ujarnya.

    Budi menegaskan, alasan pencekalan dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan.

    “Proses pencekalan ini adalah untuk mempermudah proses penyidikan yang dilakukan oleh oleh Polda Metro Jaya,” ujarnya.

    “Jadi, untuk mempermudah sehingga dilakukan pencekalan karena dari tersangka sendiri pada saat pemeriksaan terakhir itu mengajukan saksi dan ahli yang meringankan sehingga proses ini juga berjalan,” tandasnya.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus pencemaran nama baik terkait dugaan ijazah palsu yang di laporkan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Delapan tersangka tersebut dibagi menjadi dua kluster.

    Lima tersangka dalam klaster pertama adalah pengacara Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Rohyani (KTR), M. Rizal Fadillah (MRF), Rustam Effendi (RE), dan Damai Hari Lubis (DHL).

    Klaster kedua terdiri dari tiga nama, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo (RS), Tifauziah Tyassuma alias dr. Tifa (TT), dan ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RHS).

  • Polisi Bakal Segera Periksa Eggi Sudjana dkk di Kasus Ijazah Jokowi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 November 2025

    Polisi Bakal Segera Periksa Eggi Sudjana dkk di Kasus Ijazah Jokowi Megapolitan 21 November 2025

    Polisi Bakal Segera Periksa Eggi Sudjana dkk di Kasus Ijazah Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Polda Metro Jaya akan segera memanggil Eggi Sudjana dan empat tersangka lainnya dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
    Keempat tersangka lainnya adalah Kurnia Tri Royani, Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.
    “Nah, penyidik harus melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap saksi dan ahli, setelah itu akan mengagendakan kepada lima orang tersangka lainnya,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Bhudi Hermanto saat ditemui di Mapolres Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025).
    Kelima tersangka kasus 
    tudingan ijazah palsu Jokowi
    itu akan diperiksa setelah pemeriksaan terhadap ahli dan saksi dari Roy Suryo cs.
    “Ini masih diagendakan dari penyidik, karena masih pada saat pemeriksaan minggu lalu dari tiga tersangka mengajukan saksi dan ahli,” kata Bhudi 
    Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka atas kasus tudingan ijazah palsu Jokowi setelah penyidikan yang panjang.
    “Polda Metro Jaya telah menetapkan 8 orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, dan manipulasi data elektronik yang dilaporkan oleh Bapak Ir. H. Joko Widodo,” kata Kapolda Metro Jaya, Arjen Asep Edi Suheri, dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).
    Secara umum, delapan tersangka dijerat dengan Pasal 27A dan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 310 dan/atau 311 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.
    Para tersangka ini kemudian dibagi ke dalam dua klaster sesuai dengan perbuatannya.
    “Klaster pertama lima orang berinisial ES, KTR, MRF, RE dan DHL dan klaster kedua RS, RHS dan TT,” ucap dia.
    Klaster pertama juga dijerat Pasal 160 KUHP dengan tuduhan penghasutan untuk melakukan kekerasan kepada penguasa umum.
    Eggi Sudjana
    , Kurnia Tri Royani, Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis dimasukkan ke dalam klaster ini.
    Sementara klaster kedua terdiri atas Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. Mereka dijerat Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 35 UU ITE tentang menghapus atau menyembunyikan, serta memanipulasi dokumen elektronik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polda Metro Cekal Roy Suryo ke Luar Negeri Usai Berstatus Tersangka Kasus Ijazah Jokowi

    Polda Metro Cekal Roy Suryo ke Luar Negeri Usai Berstatus Tersangka Kasus Ijazah Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya menyatakan telah mencekal Roy Suryo dkk ke luar negeri usai menjadi tersangka di kasus tudingan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan total ada delapan tersangka yang dicegah ke luar negeri.

    “Betul karena statusnya adalah tersangka, wajib lapor seminggu sekali, dan kita cekal untuk ke luar negeri,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis (20/11/2025).

    Dia menambahkan, Roy Suryo dkk masih bisa ke luar kota. Namun, kewajiban melapor seminggu sekali masih melekat pada tersangka kasus ijazah Jokowi itu.

    “Tapi bukan tahanan kota. Kalo mau jalan-jalan ke luar kota boleh saja, yang penting wajib lapor seminggu sekali,” pungkas Budi.

    Sekadar informasi, dalam perkara yang telah dilaporkan langsung Jokowi ini, Polda Metro sudah menetapkan delapan tersangka.

    Delapan tersangka ini dibagi menjadi dua klaster. Klaster pertama yakni menjadi dua klaster. Klaster pertama yakni Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana (ES) dan Anggota TPUA Kurnia Tri Royani (KTR).

    Kemudian, Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik Damai Hari Lubis (DHL), Mantan aktivis ’98 Rustam Effendi (RE) dan Wakil Ketua TPUA Muhammad Rizal Fadillah (MRF).

    Sementara itu, klaster kedua Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo (RS), Ahli Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RSH) dan Dokter Tifauzia Tyassuma alias dr Tifa (TT).

    Adapun, klaster pertama dijerat dengan Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.

    Kemudian, dalam klaster kedua dipersangkakan Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 32 Ayat 1 jo Pasal 48 Ayat 1 dan atau Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat 1 dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.