Tag: Eddy Hiariej

  • Revisi KUHAP: Negara Beri Kompensasi Korban jika Pelaku Tidak Mampu Bayar Ganti Rugi

    Revisi KUHAP: Negara Beri Kompensasi Korban jika Pelaku Tidak Mampu Bayar Ganti Rugi

    Bisnis.com, JAKARTA — Panitia kerja (panja) Komisi III DPR revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyepakati negara akan memberi kompensasi jika pelaku tindak pidana tidak mampu membayar ganti rugi kepada korban.

    Semula, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menuturkan bahwa pemerintah mengusulkan substansi baru di Revisi KUHAP dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) nomor 56.

    Hal tersebut dia sampaikan langsung dalam rapat panja yang dilakukan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (10/7/2025).

    “Ini 56 juga baru kalau kemarin kan ada restitusi dan lain sebagainya kita menambahkan kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada korban atau keluarganya,” katanya.

    Dia melanjutkan, hal tersebut juga pihaknya sesuaikan dengan Undang-Undang tentang tindak pidana kekerasan seksual yang membuktikan bahwa negara itu harus hadir.

    “Jadi ketika korban itu memang mohon maaf, pelakunya kemudian mungkin orang yang tidak mampu tidak ada harta yang bisa disita padahal korban ini kan harus direhabilitasi siapa yang melakukan itu yang mau tidak mau adalah negara yang melakukan itu,” terangnya.

    Dengan demikian, ujarnya, ada kompensasi dalam pengertian ganti kerugian kepada korban dan definisi ini sama dengan definisi pada UU tindak pidana kekerasan seksual. 

    Setelah itu Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menanyakan kepada para anggota panja untuk menyetujui substansi baru dari pemerintah tersebut.

    “Setuju ya?” tanyanya dan kemudian dia mengetuk palu.

  • Revisi KUHAP: Komisi III DPR dan Pemerintah Sepakat Beri Hak Impunitas Advokat

    Revisi KUHAP: Komisi III DPR dan Pemerintah Sepakat Beri Hak Impunitas Advokat

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR RI dan pemerintah setuju untuk menambahkan ayat berkenaan impunitas bagi advokat dalam menjalani tugasnya, dalam Pasal 140 Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Mulanya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan usulan rumusan ini muncul setelah pihaknya menggelar RDPU dengan organisasi advokat hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

    Legislator Gerindra ini berpendapat bahwa impunitas advokat perlu ditegaskan di dalam UU KUHAP, sehingga impunitas ini bukan hanya ada di UU Advokat saja. 

    “Kemarin seluruh poksi yang hadir kebetulan pada RDPU tersebut seluruh poksi hadir sehingga dan seluruh mayoritas anggota hadir memenuhi kuorum, bersepakatlah kami anggota Komisi III secara bulat untuk memasukan pasal tersebut dalam pasal 140 ayat 2,” tuturnya dalam rapat panja, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    Adapun, dia menyebut bunyi pasal 140 ayat 2 ini adalah sebagai berikut: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan”.

    “Ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Advokat berikut putusan Mahkamah Konstitusi, yang menambahkan frasa di luar pengadilan itu,” ucap dia.

    Merespons hal tersebut, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej berpandangan selama usulan itu mengacu pada UU Advokat yang ada maka tidak ada masalah. Dia sepakat untuk menambahkan DIM ke-812 itu dalam pasal 140. 

    “Pasal 140 kan ayat 1 berbunyi ‘Advokat berstatus sebagai penegak hukum menjalankan tugas dan fungsi Jasa Hukum sesuai dengan etika profesi serta dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan’. Kemudian ayat 2 yang tadi pak ketua sebutkan, … setuju,” ucapnya.

    Setelah mendengar itu, Habiburokhman langsung mengetuk palu sembari mengucapkan Alhamdulillah.

  • Panja Revisi KUHAP Tolak Usulan Saksi Dilarang ke Luar Negeri

    Panja Revisi KUHAP Tolak Usulan Saksi Dilarang ke Luar Negeri

    Jakarta

    Panitia kerja (Panja) penyusunan revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) mulai memasuki pembahasan substansi. Pemerintah mengusulkan, selain tersangka, saksi juga dilarang untuk keluar wilayah Indonesia selama proses pengusutan suatu kasus.

    Hal itu mulanya disampaikan pemerintah, yakni Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) di ruang Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025). Eddy menyebut dalam praktiknya, saksi juga termasuk pihak yang dilarang atau dicegah ke luar negeri.

    “Di sini kan dalam DIM DPR larangan bagi tersangka untuk keluar wilayah Indonesia. Padahal dalam praktiknya, tidak hanya tersangka. Saksi pun kadang-kadang dilarang untuk keluar negeri sehingga kami menambahkan saksi,” kata Eddy dalam rapat.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut hal itu harus didiskusikan dahulu. Ia menyebut pencegahan saksi pergi ke luar negeri ini masuk pada kategori upaya paksa.

    “Mungkin karena keterangannya dibutuhkan oleh penyidik? Setuju? Oke ya,” kata pimpinan Panja, Rano Alfath menanggapi Eddy.

    “Diskusi dulu, Bos, itu kan upaya paksa tuh. Masih saksi tapi bisa diupaya paksa, gimana ini?” respons Habiburokhman.

    “Izin Ketua, kami berpendapat bahwa yang bersangkutan kan masih saksi. Jangan dilarang ke mana-mana. Dia bukan tersangka. Sehingga kami keberatan kalau saksi dimasukkan untuk mendapatkan upaya paksa, dicekal. Kami keberatan,” kata Tandra.

    Legislator Fraksi NasDem Rudianto Lallo juga menyampaikan keberatan. Rudianto ingin penambahan narasi saksi untuk dihapus dalam RUU KUHAP.

    Pimpinan rapat, Rano Al Fath, mengusulkan pasal 85 huruf h untuk kembali seperti draf yang diusulkan DPR. Diketahui, DPR hanya memasukkan tersangka sebagai pihak yang dilarang ke luar wilayah RI.

    “Sebetulnya, memang begini. Memang sering kali baru ditetapkan jadi saksi, terus dicekal, nah memang gambaran masyarakat akhirnya berubah. Nah ini kan upaya paksa. Nah ini kami hematnya kita ikutin aja yang sesuai ini. Kalau yang awal kan larangan bagi tersangka? Gimana?” ujar Rano.

    Legislator PKS Nasir Djamil juga menyampaikan hal serupa. Ia menyebut ada potensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) jika saksi turut dikenakan upaya paksa.

    “Izin ketua, kalau ini (disetujui) berpotensi abuse of power ya penerapannya. Daripada kita menuju ke sana, lebih bagus kembali rancangan awal aja ya,” kata Nasir Djamil.

    Pemerintah akhirnya menyetujui hal itu. Mayoritas fraksi di DPR tak setuju saksi dimasukkan dalam upaya pencegahan ke luar negeri.

    “Jadi saksi tidak termasuk ya, dihapus,” ungkap Rano sambil mengetuk palu.

    (dwr/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Terima DIM dari Pemerintah, Habiburokhman Bakal Pimpin Panja RUU KUHAP

    Terima DIM dari Pemerintah, Habiburokhman Bakal Pimpin Panja RUU KUHAP

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR resmi memulai rapat pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan pembentukan panitia kerja atau panja, Selasa (8/7/2025). 

    Pembentukan panja itu langsung disetujui pada rapat kerja (raker) antara Komisi III DPR dan perwakilan pemerintah, yakni Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto. 

    Habiburokhman, selaku Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, disepakati sebagai ketua panja berikut dengan seluruh pimpinan Komisi III DPR, yang berasal dari Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

    “Langsung kita sahkan panja ini ya? Saya bacakan daftar nama panitia kerja Komisi III. Komposisinya Ketua Habiburokhman, Wakil Ketua Dede Indra Permana (PDI Perjuangan), Sari Yuliati (Golkar), Ahmad Sahroni (Nasdem), Rano Alfath (PKB),” ujarnya di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). 

    Kemudian, anggota panja terdiri dari PDIP (4 anggota), Golkar (4 orang), Gerindra (3 orang), Nasdem (2 orang), PKB (2 orang), PKS (2 orang), PAN (2 orang), dan Demokrat (1 orang).

    Habiburokhman lalu menyebut rapat panja akan dimulai langsung esok hari, Rabu (9/7/2025), dan berlanjut secara marathon sampai dengan Rabu (23/7/2025). Agedan rapat yang dimulai esok hari adalah pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) pada RUU KUHAP. 

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu bahkan tidak menutup peluang rapat digelar sampai dengan malam hari.

    “Pokoknya selama hari kerja ini pak sampai habis masa sidang kita terus, kita marathon pak. Sampai kamis kami masih ada di pagi hari masih ada rapat anggaran pak. Berikutnya dari pagi sore, pagi sore. Kalau perlu malam,” terangnya. 

    Tidak hanya itu, Habiburokhman berjanji pembahasan RUU KUHAP akan seluruhnya dilaksanakan di Gedung DPR dan bisa diikutik secara terbuka oleh masyarakat dan wartawan. 

    “Bila perlu mungkin teman-teman nanti yang di panja kalau bisa sih menurut saya hari Jumat juga kita lembur lah ya kan Harusnya hari fraksi, tapi kita maksimalkan di sini,” ucapnya. 

    Sebelumnya, pemerintah telah menyelesaikan DIM RUU KUHAP dan pada hari ini menyerahkan dokumen tersebut secara resmi ke Komisi III DPR. Pemerintah menyebut ada sebanyak 6.000 poin masalah, usulan perbaikan maupun alternatif yang dimuat dalam naskah DIM RUU KUHAP tersebut. 

    Naskah DIM itu telah selesai disusun dan ditandatangani oleh tim penyusun yang meliputi Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung serta Kementerian Sekretariat Negara, Senin (23/6/2025). 

    “[Jumlah DIM] sekitar 6.000,” ungkap Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada konferensi pers usai acara penandatanganan naskah DIM RUU KUHAP, di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

    Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu mengatakan, pihak pemerintah bersama MA, Polri dan Kejagung telah menjaring aspirasi dari berbagai elemen masyarakat sejak Maret 2024. Hal itu termasuk tim ahli yang terdiri dari 15 orang dari berbagai perguruan tinggi. 

    Untuk diketahui, pemerintah resmi menandatangani naskah DIM RUU KUHAP, Senin (23/6/2025). Dengan demikian, DIM dari pemerintah siap dibawa ke DPR untuk segera dibahas.

    DIM terkait dengan revisi KUHAP itu ditandatangani oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanudin serta Wakik Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto. 

    Pada kesempatan tersebut, Supratman menyebut penyusunan DIM atas rancangan revisi KUHAP itu telah melalui koordinasi yang baik antara lima lembaga. 

    Supratman menyebut UU KUHAP yang saat ini berlaku yakni UU No.8/1981 sudah tidak lagi relevan dengan paradigma yang ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru, yakni UU No.1/2023. Dia berharap agar revisi UU KUHAP bisa segera tuntas dan berlaku bersamaan dengan KUHP baru, yakni 1 Januari 2025. 

    “Sebuah harapan besar Insyaallah dalam waktu dekat mudah-mudahan dengan pemberlakuan Undang-Undang No.1/2023  di 1 Januari 2026, hukum acara kita juga sudah bisa berlaku,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025).

  • Pemerintah Resmi Serahkan DIM RUU KUHAP, DPR Janji Bisa Diakses Publik

    Pemerintah Resmi Serahkan DIM RUU KUHAP, DPR Janji Bisa Diakses Publik

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP ke Komisi III DPR, Selasa (8/7/2025). 

    Wakil pemerintah yang hadir pada rapat kerja penyerahan DIM itu yakni yakni Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto. 

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, selaku juga Ketua Panja RUU KUHAP, menyebut pihak sekretariat akan menyinkronkan antara versi DIM cetak dan softfile itu terlebih dahulu. Kemudian, dia menyatakan bakal mengunggahnya ke website DPR setelah upaya sinkronisasi selesai. 

    “Begitu juga teman-teman wartawan kepada masyarakat yang ingin melihat DIM ini kami akan masukan ke website-nya DPR setelah sinkronisasi tersebut. Kita minta waktu mungkin ya semalaman mungkin kita kasih tugas kawan-kawan sekretariat,” terang Habiburokhman di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). 

    Senada dengan Habiburokhman, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej juga menyebut naskah DIM itu akan diunggah ke website parlemen. Dia juga menyebut akan segera membahas DIM itu besok, Rabu (9/7/2025). 

    “Besok kita mulai bahas. Belum [pernah dibahas internal] baru hari ini kami serahkan,” terang Eddy. 

    Pada keterangan sebelumnya, Eddy menyebut pemerintah memuat ebanyak 6.000 poin masalah, usulan perbaikan maupun alternatif pada naskah DIM RUU KUHAP tersebut. 

    Naskah DIM itu telah selesai disusun dan ditandatangani oleh tim penyusun yang meliputi Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung serta Kementerian Sekretariat Negara, Senin (23/6/2025). 

    Pihak pemerintah bersama MA, Polri dan Kejagung juga telah menjaring aspirasi dari berbagai elemen masyarakat sejak Maret 2024. Hal itu termasuk tim ahli yang terdiri dari 15 orang dari berbagai perguruan tinggi. 

    Untuk diketahui, pemerintah resmi menandatangani naskah DIM RUU KUHAP, Senin (23/6/2025). Dengan demikian, DIM dari pemerintah siap dibawa ke DPR untuk segera dibahas.

    DIM terkait dengan revisi KUHAP itu ditandatangani oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanudin serta Wakik Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto.

    Pada kesempatan tersebut, Supratman menyebut penyusunan DIM atas rancangan revisi KUHAP itu telah melalui koordinasi yang baik antara lima lembaga. 

    Supratman menyebut UU KUHAP yang saat ini berlaku yakni UU No.8/1981 sudah tidak lagi relevan dengan paradigma yang ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru, yakni UU No.1/2023. Dia berharap agar revisi UU KUHAP bisa segera tuntas dan berlaku bersamaan dengan KUHP baru, yakni 1 Januari 2025. 

    “Sebuah harapan besar Insyaallah dalam waktu dekat mudah-mudahan dengan pemberlakuan Undang-Undang No.1/2023  di 1 Januari 2026, hukum acara kita juga sudah bisa berlaku,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025).

  • Pemerintah ungkap 6.000 Poin Masalah di Naskah DIM RUU KUHAP

    Pemerintah ungkap 6.000 Poin Masalah di Naskah DIM RUU KUHAP

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengungkap ssbanyak 6.000 poin masalah, usulan perbaikan maupun alternatif yang dimuat dalam naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). 

    Naskah DIM itu telah selesai disusun dan ditandatangani oleh tim penyusun yang meliputi Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung serta Kementerian Sekretariat Negara, Senin (23/6/2025). Nantinya, naskah DIM itu akan segera diserahkan ke DPR setelah pembukaan masa sidang. 

    “[Jumlah DIM] sekitar 6.000,” ungkap Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada konferensi pers usai acara penandatanganan naskah DIM RUU KUHAP, di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

    Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu mengatakan, pihak pemerintah bersama MA, Polri dan Kejagung telah menjaring aspirasi dari berbagai elemen masyarakat sejak Maret 2024. Hal itu termasuk tim ahli yang terdiri dari 15 orang dari berbagai perguruan tinggi. 

    Beberapa kementerian/lembaga juga diundang untuk memberikan masukan seperti Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Koordinator Hukum Asasi Manusia Imigrasi dan Pemasyarakatan, termasuk advokat dan Koalisi Masyarakat Sipil. 

    “Bahwa hak untuk didengarkan, hak untuk dijelaskan, dan hak untuk dipertimbangkan itu sudah kita masukkan. Meskipun tidak semua masukan itu akan kita tuangkan, tetapi kita secara fair akan memberitahu kepada DPR bahwa ini adalah hasil penyusunan yang kita ambil dari masukan masyarakat sipil, dari ahli maupun dari teman-teman advokat,” kata Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UGM itu.

    Nantinya, setelah naskah DIM diserahkan ke DPR, pihak eksekutif akan menunggu undangan dari legislatif untuk memulai pembahasan. 

    Untuk diketahui, pemerintah resmi menandatangani naskah DIM RUU KUHAP, Senin (23/6/2025). Dengan demikian, DIM dari pemerintah siap dibawa ke DPR untuk segera dibahas.

    DIM terkait dengan revisi KUHAP itu ditandatangani sore hari ini oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanudin serta Wakik Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto. 

    Pada kesempatan tersebut, Supratman menyebut penyusunan DIM atas rancangan revisi KUHAP itu telah melalui koordinasi yang baik antara lima lembaga. 

    Supratman menyebut UU KUHAP yang saat ini berlaku yakni UU No.8/1981 sudah tidak lagi relevan dengan paradigma yang ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru, yakni UU No.1/2023. Dia berharap agar revisi UU KUHAP bisa segera tuntas dan berlaku bersamaan dengan KUHP baru, yakni 1 Januari 2025. 

    “Sebuah harapan besar Insyaallah dalam waktu dekat mudah-mudahan dengan pemberlakuan Undang-Undang No.1/2023  di 1 Januari 2026, hukum acara kita juga sudah bisa berlaku,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025).

  • Industri Rokok di Tengah Perubahan Aturan Pemerintah, Apa Dampaknya?

    Industri Rokok di Tengah Perubahan Aturan Pemerintah, Apa Dampaknya?

    Jakarta

    Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menuai kritik. Regulasi yang seharusnya menjadi tonggak penguatan sistem kesehatan nasional justru dinilai minim koordinasi antarkementerian dan berpotensi menimbulkan dampak luas yang merugikan banyak sektor, terutama industri strategis seperti tembakau dan makanan-minuman.

    Beberapa pasal dalam PP 28/2024 ini mengatur pembatasan konsumsi Gula-Garam-Lemak (GGL), serta larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dan iklan rokok di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Kebijakan ini memicu kekhawatiran karena dinilai mengancam keberlangsungan ekosistem industri yang menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari petani, buruh pabrik, hingga pedagang kecil.

    Minimnya koordinasi lintas kementerian menjadi sorotan utama Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana yang menekankan pentingnya sinergi dalam penyusunan kebijakan lintas sektor.

    “PP 28/2024 ini sebenarnya ketentuan yang bisa meredam ego sektoral dari satu kementerian ke kementerian lain dan bagaimana pemerintah kita membuat aturan yang lebih adil. Adil bagi para pelaku usahanya, perkebunan sebagai suatu industri strategis di Indonesia, perusahaan-perusahaan rokok, dan adil juga bagi konsumen,” ujar dia dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).

    Menurutnya, regulasi yang baik harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan yang kontraproduktif. “Kementerian Kesehatan (Kemenkes) walaupun mereka akan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), tapi harus berkoordinasi dengan kementerian-kementerian lainnya. Nah, di sinilah pentingnya Menteri Koordinator (Menko). Menko sekarang sudah ada beberapa Menko itu harus bisa memastikan bahwa kepentingan kita, kepentingan kementerian-kementerian itu semua terakomodasi,” tegasnya.

    Selain PP 28/2024, salah satu isu paling kontroversial adalah rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain pacakging), yang tengah disusun dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai aturan turunan dari PP 28/2024. Kebijakan ini dinilai berpotensi merusak ekosistem pertembakauan nasional.

    Dampaknya diprediksi luas: mulai dari meningkatnya peredaran rokok ilegal hingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor hilir. Lebih jauh, kebijakan ini disebut-sebut mengadopsi prinsip dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang secara resmi tidak diratifikasi oleh Indonesia, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan intervensi asing dalam kebijakan domestik.

    Kritik juga datang dari Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, yang menyoroti potensi cacat prosedural dalam penyusunan PP 28/2024.

    “Kalau misalnya terbukti PP (28/2024) dibuat tanpa ada partisipasi. Ya berarti secara prosedur cacat. Berarti dibatalkan, secara formilnya tidak terpenuhi. Cacat. Itu kita belum bicara substansi loh,” kata Eddy Hiariej.

    Ia mendorong pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum melalui uji materiil dan formil (Judicial Review) ke Mahkamah Agung (MA), baik secara materiil dan fomil. Jika terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, PP 28/2024 bisa dibatalkan secara hukum.

    (fdl/fdl)

  • PP 28/2024 Tuai Kritik Pelaku Usaha, Wamenkum: Bisa Dibatalkan Jika Tanpa Partisipasi Publik – Halaman all

    PP 28/2024 Tuai Kritik Pelaku Usaha, Wamenkum: Bisa Dibatalkan Jika Tanpa Partisipasi Publik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan kembali menuai kritik tajam dari para pelaku usaha. Aturan yang mengatur secara ketat peredaran produk tembakau dan rokok elektronik ini dinilai memberatkan, bahkan dianggap berpotensi mematikan industri hasil tembakau di Indonesia.

    Salah satu pasal yang paling disorot adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Kebijakan ini dinilai sulit diterapkan, terutama di kota besar seperti Jakarta, di mana toko kelontong dan warung penjual rokok tersebar di dekat fasilitas umum.

    Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, atau akrab disapa Eddy Hiariej, menanggapi pro kontra yang berkembang.

    Ia menegaskan, jika terbukti PP tersebut disusun tanpa partisipasi publik yang bermakna, maka secara hukum peraturan itu bisa dibatalkan.

    “Kalau misalnya terbukti PP dibuat tanpa ada partisipasi. Ya berarti secara prosedur cacat. Berarti dibatalkan, secara formilnya tidak terpenuhi. Cacat. Itu kita belum bicara substansi loh,” kata Eddy dikutip pada Sabtu (26/4/2025).

    Definisi “Satuan Pendidikan” Dinilai Terlalu Luas

    Eddy juga menyoroti salah satu titik lemah dalam regulasi ini, yakni definisi “satuan pendidikan” yang dianggap terlalu luas dan multitafsir, dalam pasal yang mengatur pelarangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam jarak 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

    Menurut Eddy, penerapan aturan ini harus dilakukan secara hati-hati.

    “Memang satuan pendidikan itu banyak sekali, formal maupun informal. Saya kira memang harus berhati-hati,” kata Eddy.

    Ia pun mempersilakan pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA), baik secara materiil maupun formil. 

    Eddy menjelaskan bahwa secara substansi, PP bisa dibatalkan jika terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

    Pelaku Usaha: Minim Partisipasi, Sulit Diterapkan

    Kritik terhadap PP 28/2024 tentang Kesehatan yang baru ini juga datang dari Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo). 

    Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, mengaku pihaknya diminta memberikan masukan dalam penyusunan PP Kesehatan. Namun, tidak ada satu pun masukan mereka yang diakomodasi.

    “Minim sekali partisipasi pengusaha. Memang kami diminta masukan tapi kita ga tahu masukan mana yang masuk dalam PP itu,” kata Benny.

    Ia menyebut implementasi aturan ini di lapangan sangat sulit, terutama di wilayah perkotaan yang padat.

    “Kami khawatir pasal tersebut akan sulit diberlakukan,” katanya.

    Aprindo: Siap Tempuh Jalur Hukum

    Sikap serupa juga disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

    Ketua Umum Aprindo, Solihin, menegaskan pihaknya tengah mempersiapkan langkah uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung atas PP tersebut.

    “Kami sudah menyambangi beberapa kementerian, tapi kami sama sekali tidak diminta pendapat,” katanya.

    Ia juga mempertanyakan siapa yang akan menegakkan aturan larangan penjualan rokok dekat satuan pendidikan tersebut, khususnya di warung-warung kecil yang sulit dikontrol.

    “Siapa yang berani ambil tindakan pada toko kelontong penjual rokok?” ucapnya.

  • Menteri Hukum Beberkan 8 RUU Prioritas Nasional 2025, Ada UU Amnesti hingga Hukuman Mati

    Menteri Hukum Beberkan 8 RUU Prioritas Nasional 2025, Ada UU Amnesti hingga Hukuman Mati

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas memaparkan sejumlah produk hukum yang menjadi prioritas untuk dibahas pada 2025. Beberapa di antaranya berbentu rancangan undang-undang (RUU), serta rancangan peraturan pemerintah (RPP). 

    Supratman memerinci bahwa produk hukum dimaksud meliputi 8 RUU, serta 3 RPP yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang (UU) No.1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan harus segera diselesaikan.

    “Timnya saya sudah meminta kepada Bapak Wamen [Eddy Hiariej] untuk memimpin langsung, menyangkut ketiga RPP yang sementara akan segera disusun dan juga beberapa undang-undang yg merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No.1/2023,” jelas Supratman pada konferensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (15/4/2025). 

    Supratman lalu memaparkan bahwa 8 RUU itu meliputi di antaranya RUU tentang Narkotika dan Psikotropika. Dia menyebut RUU tersebut akan segera diajukan untuk dibahas di DPR setelah koordinasi lintas kementerian:

    “Akan segera kita ajukan setelah rapat antar kementerian dilakukan dan tercapai kesepakatan di antara semua lembaga dan kementerian untuk kita ajukan guna memaksimalkan upaya pemberantasan ataupun penindakan kejahtaan di bidang narkotika,” terang mantan Ketua Baleg DPR itu. 

    Selanjutnya, terdapat RUU Hukum Acara Perdata; RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber; RUU tentang Kepailitan dan PKPU; RUU Jaminan Benda Bergerak; RUU tentang Grasi, Amnesti dan Abolisi; RUU Pelaksanaan Pidana Mati; serta RUU Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam UU dan Peraturan Daerah. 

    Kemudian, RPP tentang Tata Cara dan Kriteria Penetapam Hukum yang Hidup dalam Masyarakat; RPP tentang Tata Cara Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup dan Pidana Mati; serta RPP tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan. 

    Selain itu, Supratman menyebut terdapat 7 RUU, 8 RPP, 5 Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) serta 23 Rancangan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) dalam tahap penyusunan. 

  • Pengakuan Fachrul Razi Mantan Menteri Agama Kembali Heboh, Singgung Dua Sosok Pembubaran FPI

    Pengakuan Fachrul Razi Mantan Menteri Agama Kembali Heboh, Singgung Dua Sosok Pembubaran FPI

    GELORA.CO – Pengakuan Fachrul Razi mantan Menteri Agama kembali heboh pasca munculnya penantang Habib Rizieq di media sosial.

    Diketahui salah satu penantang Habib Rizieq Shihab yang merupakan mantan pimpinan Front Pembela Islam atau FPI adalah PWI LS Pati beserta Pak Mono yang ngaku Kakek Tua anggota PWI PWI LS Karanganyar.

    Pak Mono sendiri diketahui telah diamankan oleh pihak kepolisian Karananyar pada Sabtu 5 April malam lalu setelah kediamannya didatangi oleh massa dan kepolisian.

    Seperti diketahui bahwa FPI sendiri dibubarkan tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

    Sedangkan isi SKB yang berlaku mulai 30 Desember 2020 itu juga resmi diumumkan dan dibacakan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej.

    Saat itu Jenderal TNI Purn Fachrul Razi menjabat sebagai Menteri Agama dan dirinya mengakui bahwa sebelumnya dipaggil ke Istana untuk melakukan rapat kabinet terbatas yang membahas tentang pembubaran FPI.

    Salah satu pendiri Partai Hanura serta ketua umum pejuang Bravo 5 ini menyebutkan jika sebenarnya dirinya menyarankan jika FPI tidak perlu dibubarkan dan hanya dilakukan pembinaan.

    Fachrul menyempaikan bahwa saat menjabat sebagai Menteri Agama dirinya mendapatkan mandate dari Jokowi yang menjabat sebagai Presiden saat itu untuk menangani permasalahan radikalisme.

    Menurut Fachrul dirinya memiliki pandangan yang berbeda dengan Presiden dan Wapres tentang pembubaran FPI.

    Fachrul menjelaskan jika Presiden dan Wapres menginginkan jika FPI dibubarkan dan tidak menerima sarannya untuk dilakukan pembinaan.

    “Saya bersikap bahwa FPI tidak perlu dibubarkan dan hanya perlu dibina karena bukan ancaman,” terangnya dalam salah satu poscast @EdShareOn Eddy Wijaya.

    “Saat dipanggil saya menyampaikan ke istri saya bahwa ada undangan ke Istana yang akan membahas khusus tentang pembubaran FPI,” jelasnya.

    “Istri saya bilang, ‘Pa, kalau Papa bertahan tidak membubarkan FPI sudah pasti 100 persen Papa akan direshuffle,” ungkapnya.

    “Tapi Istri saya menyampaikan jika itu adalah pilihan terbaik, karena Papa akan malu dengan umat Islam dan orang Aceh, karena organisasi begitu besar kenapa harus dibubarkan dan bukan dibina,” kenangnya.

    Fachrul menyampaikan saat rapat tersebut semua Menteri menyetujui pembubaran FPI kecuali dirinya yang memberikan masukan jika FPI hanya perlu di bina dan tidak harus dibubarkan.

    “Saya sudah tahu bahwa akan direshuffle dan setelah rapat saya direshuffle dan saya senang karena pembubaran FPI setelah saya tidak menjabat sebagai Menteri Agama,” terangnya.

    Menurut Fachrul, dirinya tidak memiliki ikatan khusus atau kedekatan dengan pihak FPI karena dirinya mengenal Habib Rizieq serta bertemu hanya saat acara pernikahan anak dari Pimpinan FPI tersebut.