Tag: Ebrahim Raisi

  • Pangeran MBS Minta Israel Tahan Diri Tak Serang Iran

    Pangeran MBS Minta Israel Tahan Diri Tak Serang Iran

    Jakarta

    Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), meminta Israel untuk menghormati kedaulatan Iran dan menahan diri tak menyerang wilayah Iran. MBS menyoroti hubungan yang menghangat antara kedua rival di Timur Tengah tersebut.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (12/11/2024), Pangeran MBS mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin Arab dan negara muslim bahwa masyarakat internasional harus mewajibkan Israel “untuk menghormati kedaulatan Republik Islam Iran dan tidak melanggar wilayahnya”.

    Arab Saudi yang mayoritas muslim Sunni dan Iran yang mayoritas Syiah sering kali berada di pihak yang berseberangan dalam konflik regional termasuk konflik Suriah.

    Pada tahun 2015, Arab Saudi memobilisasi koalisi militer untuk mendukung pemerintah Yaman yang diakui secara internasional setelah pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota Sanaa dan maju menuju kota utama di selatan Aden.

    Tahun berikutnya, Riyadh dan Teheran memutuskan hubungan setelah serangan terhadap misi diplomatik Saudi di Iran selama protes atas eksekusi ulama Syiah Nimr al-Nimr oleh Riyadh. Namun, pada Maret 2023, mereka mengumumkan kesepakatan pemulihan hubungan yang ditengahi oleh Tiongkok.

    Meskipun masih ada masalah dalam hubungan yang rumit tersebut, pemulihan hubungan tersebut merupakan pencapaian diplomatik yang penting bagi Pangeran MBS, yang telah mengambil pendekatan yang lebih mendamaikan terhadap diplomasi regional dalam beberapa tahun terakhir.

    Jangkauan diplomatik ini menghasilkan panggilan telepon pertama antara Pangeran MBS dan Presiden Iran saat itu Ebrahim Raisi–hanya lima hari setelah perang meletus–dan kunjungan Raisi ke Riyadh setahun yang lalu untuk menghadiri pertemuan puncak bersama Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

    Pada bulan Oktober, Arab Saudi mengumumkan telah mengadakan latihan perang dengan Iran dan negara-negara lain di Laut Oman. Pada hari Minggu (10/11), pejabat tinggi militer Arab Saudi, Fayyad al-Ruwaili, tiba di Teheran untuk berunding dengan pejabat Iran.

    Pezeshkian tidak hadir karena “masalah eksekutif” yang mendesak, kata pernyataan pemerintah Iran, dan Wakil Presiden Pertama Mohammad Reza Aref pergi ke Riyadh sebagai gantinya.

    (rfs/rfs)

  • Investigasi Iran Ungkap Cuaca Buruk Penyebab Jatuhnya Heli Presiden Raisi

    Investigasi Iran Ungkap Cuaca Buruk Penyebab Jatuhnya Heli Presiden Raisi

    Jakarta

    Investigasi final Iran terhadap kecelakaan helikopter yang menewaskan presiden Ebrahim Raisi, menemukan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh cuaca buruk. Demikian disampaikan badan yang menyelidiki peristiwa jatuhnya heli yang dinaiki Raisi dan rombongan, yang terjadi pada bulan Mei tersebut.

    Helikopter yang membawa Raisi yang berusia 63 tahun, dan rombongannya jatuh di lereng gunung yang diselimuti kabut di Iran utara, menewaskan sang presiden dan tujuh orang lainnya. Peristiwa itu pun memicu digelarnya pemilihan umum yang dipercepat.

    Penyebab utama kecelakaan helikopter adalah “kondisi iklim dan atmosfer yang kompleks di wilayah tersebut pada musim semi”, kata badan khusus yang menyelidiki penyebab kecelakaan helikopter, menurut media Iran, IRIB, dilansir kantor berita AFP, Senin (2/9/2024).

    Laporan tersebut menambahkan bahwa “munculnya kabut tebal dan membubung secara tiba-tiba” menyebabkan helikopter menabrak gunung.

    Sebelumnya, militer Iran pada bulan Mei juga mengatakan tidak menemukan bukti aktivitas kriminal dalam kecelakaan, yang juga menewaskan menteri luar negeri Raisi, Hossein Amir-Abdollahian.

    Pada bulan Agustus, kantor berita Fars mengutip penyebab utama kecelakaan pada tanggal 19 Mei tersebut sebagai kondisi cuaca buruk dan ketidakmampuan helikopter untuk terbang dengan dua penumpang tambahan yang melanggar protokol keamanan.

    Namun, angkatan bersenjata Iran dengan cepat menolak temuan tersebut dengan mengatakan, “apa yang disebutkan di berita Fars tentang keberadaan dua orang di dalam helikopter yang melanggar protokol keamanan… sepenuhnya salah”.

    (ita/ita)

  • Masoud Pezeshkian Resmi Dilantik sebagai Presiden ke-9 Iran

    Masoud Pezeshkian Resmi Dilantik sebagai Presiden ke-9 Iran

    Jakarta

    Masoud Pezeshkian dilantik sebagai presiden kesembilan Iran dalam sebuah seremoni di parlemen Iran pada Selasa (30/7) waktu setempat, yang dihadiri oleh para pejabat tinggi asing.

    “Saya sebagai presiden, di hadapan Al-Qur’an dan rakyat Iran, bersumpah kepada Tuhan yang Maha Kuasa untuk menjadi pelindung agama resmi dan sistem Republik Islam serta konstitusi negara,” kata Pezeshkian dalam seremoni yang disiarkan langsung di TV pemerintah, dilansir Al Arabiya dan AFP, Rabu (31/7/2024).

    Pezeshkian diperkirakan akan mengumumkan kabinet pemerintahannya dalam waktu dua minggu.

    Sebelumnya pada hari Minggu (28/7) lalu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pembuat keputusan utama Iran, secara resmi mendukung Pezeshkian sebagai presiden.

    Pezeshkian, 69 tahun, memenangkan pemilihan presiden putaran kedua pada tanggal 5 Juli melawan mantan negosiator nuklir Saeed Jalili. Pemilihan ini digelar lebih cepat untuk memilih pengganti Presiden Ebrahim Raisi, yang meninggal dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei.

    Seorang ahli bedah jantung dan anggota parlemen untuk kota Tabriz di Iran barat laut sejak 2008, Pezeshkian sebelumnya menjabat sebagai menteri kesehatan.

    Di Iran, pemimpin tertinggilah, bukan presiden, yang memegang otoritas tertinggi atas semua masalah negara, termasuk kebijakan luar negeri dan program nuklir.

    Khamenei, 85 tahun, telah menjadi pemimpin tertinggi Iran sejak 1989.

    Pezeshkian, yang didukung oleh kubu politik reformis Iran, berjanji selama kampanyenya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Amerika Serikat dan kekuatan dunia lainnya, yang memberlakukan pembatasan pada aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi. Kesepakatan itu gagal pada 2018 setelah Washington menarik diri dari perjanjian tersebut.

    Dalam sebuah artikel baru-baru ini, Pezeshkian menyerukan “hubungan yang konstruktif” dengan negara-negara Eropa, meskipun menuduh mereka gagal memenuhi komitmen untuk mengurangi dampak sanksi-sanksi AS.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Sikap Berbeda Pemenang Pilpres Iran

    Sikap Berbeda Pemenang Pilpres Iran

    Jakarta

    Calon presiden (capres) reformis Iran, Masoud Pezeshkian, memenangkan pemilihan presiden (pilpres). Pezeshkian menyampaikan sikap yang berbeda dengan para pendahulunya.

    Seperti dilansir AFP dan Press TV, Sabtu (6/7/2024), juru bicara kantor pusat pemilu Iran, yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri Iran, Mohsen Eslami dalam pernyataannya menyebut penghitungan suara telah selesai dilakukan pada Sabtu (6/7/2024), setelah pemungutan suara digelar sehari sebelumnya.

    Hasil penghitungan itu, sebut Eslami, menunjukkan bahwa dari total 30.530.157 suara yang telah dihitung, Pezeshkian memperoleh lebih dari 16 juta suara (tepatnya 16.384.403 suara), sedangkan Jalili meraup lebih dari 13 juta suara (13.538.179 suara).

    Selisih suara di antara kedua capres pada akhirnya mencapai lebih dari dua juta suara.

    Dengan hasil tersebut, maka menurut Eslami dalam pernyataannya, Pezeshkian telah menang atas Jalili dalam pilpres putaran kedua. Dia akan menjabat sebagai Presiden baru Iran untuk menggantikan mendiang Presiden Ebrahim Raisi.

    Data penghitungan akhir itu dirilis otoritas Teheran pada Sabtu (6/7) pagi, sekitar pukul 06.45 waktu setempat. Disebutkan bahwa jumlah partisipasi pemilih dalam putaran kedua mencapai 49,8 persen.

    Pilpres Iran digelar lebih awal setelah Raisi meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter pada 19 Mei lalu. Pilpres putaran pertama yang digelar pada 28 Juni lalu tercatat sebagai pemilu dengan jumlah pemilih yang rendah.

    Sikap Berbeda Presiden Baru

    Dibanding pemimpin-pemimpin Iran sebelumnya, Pezeshkian ini agak beda. Dia adalah politikus reformis yang mau memperbaiki hubungan dengan kubu negara-negara Barat.

    Dilansir AFP, Senin (7/7/2024), Pezeshkian memenangi Pilpres melawan tokoh ultrakonservatif Saeed Jalili. Kabar pilpres tersebut disampaikan kementerian dalam negeri Iran pada Sabtu (6/7) waktu setempat.

    Juru bicara Uni Eropa Nabila Massrali mengucapkan selamat kepada Pezeshkian atas terpilihnya dia, dan menambahkan bahwa blok beranggotakan 27 negara itu “siap untuk terlibat dengan pemerintahan baru sejalan dengan kebijakan keterlibatan kritis Uni Eropa”.

    Pezeshkian adalah seorang ahli bedah jantung berusia 69 tahun. Satu-satunya pengalaman pemerintahannya adalah menjadi menteri kesehatan sekitar dua dekade lalu.

    Dia menyerukan “hubungan konstruktif” dengan negara-negara Barat untuk “mengeluarkan Iran dari isolasinya”. Dia mendukung menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara besar.

    Washington secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018, menerapkan kembali sanksi dan menyebabkan Iran secara bertahap mengurangi komitmen terhadap perjanjian tersebut. Kesepakatan itu bertujuan untuk mengekang aktivitas nuklir, yang menurut Teheran bertujuan damai.

    Sikap AS

    Musuh Iran, Amerika Serikat, pada Senin mengatakan tidak ada bedanya apakah Pezeshkian atau Jalili yang menang. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, mengatakan tidak ada harapan bahwa pemungutan suara tersebut akan “mengarah pada perubahan mendasar dalam arah Iran” atau peningkatan hak asasi manusia.

    Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan hasil Pilpres Iran tersebut merupakan “pesan yang jelas mengenai tuntutan perubahan dan pertentangan” dari rakyat Iran. Katz mendesak komunitas global untuk menunjuk Korps Garda Revolusi Islam sebagai organisasi teroris dan menuntut “pembatalan” program nuklir Iran.

    Dalam Pilpres Iran, semua capres yang maju telah terlebih dahulu disetujui oleh Dewan Wali Iran, dan Pezeshkian adalah satu-satunya reformis yang diizinkan untuk mencalonkan diri.

    Pakar politik Ali Vaez, dari lembaga pemikir International Crisis Group, mengatakan di X bahwa Pezeshkian akan menghadapi tantangan dalam menerapkan platformnya karena “berlanjutnya dominasi konservatif terhadap lembaga-lembaga negara lain dan batasan otoritas presiden”.

    Janji Pezeshkian

    Pezeshkian berjanji untuk melonggarkan pembatasan internet yang sudah berlangsung lama dan “sepenuhnya” menentang patroli polisi yang mewajibkan jilbab bagi perempuan, sebuah isu penting sejak kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi pada tahun 2022.

    Warga Kurdi Iran berusia 22 tahun itu telah ditahan karena dugaan pelanggaran aturan berpakaian, dan kematiannya memicu kerusuhan nasional selama berbulan-bulan.

    Di Pilpres Iran, Pezeshkian meraup lebih dari 16 juta suara, sekitar 54 persen. Pesaingnya, Jalili, meraup lebih dari 13 juta, sekitar 44 persen dari sekitar 30 juta suara yang diberikan, kata juru bicara otoritas pemilu Mohsen Eslami. Jumlah pemilih yang berpartisipasi mencapai 49,8 persen, tambah Eslami, naik dari rekor terendah sekitar 40 persen pada putaran pertama.

    “Saya tidak memberikan janji palsu dalam pemilu ini,” kata Pezeshkian di makam Imam Khomeini di Tehran selatan.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

  • Membedah Profil 6 Kandidat Presiden Iran, Siapa Saja?

    Membedah Profil 6 Kandidat Presiden Iran, Siapa Saja?

    Jakarta

    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Iran merilis daftar mutakhir kandidat untuk pemilihan presiden (pilpres) yang direncanakan berlangsung pada 28 Juni 2024 mendatang. Dewan Wali telah meloloskan enam orang untuk mencalonkan diri setelah dilakukan penelitian kualifikasi profesional dan pengabdian ideologis mereka terhadap Republik Islam Iran.

    Dewan Wali, sebuah lembaga berkuasa sesuai konstitusi yang berisikan enam ulama dan enam ahli hukum, tidak meloloskan banyak wajah terkenal dalam pemilihan ini, contohnya adalah eks presiden sekaligus tokoh populis Mahmoud Ahmadinejad dan mantan ketua parlemen Ali Larijani, seorang konservatif yang dianggap sebagai sekutu mantan Presiden Hassan Rouhani.

    Nyatanya, hampir semua kandidat pengganti Ebrahim Raisi, yang tewas dalam kecelakaan helikopter pada 19 Mei 2024 lalu, dianggap sebagai pihak yang berhaluan keras.

    Siapa saja para kandidat tersebut?

    Mohammad Bagher Qalibaf

    Ketua Parlemen Mohammad Bagher Qalibaf sejatinya telah lama berharap dapat menjadi presiden. Laki-laki berusia 62 tahun ini pernah mencalonkan diri pada 2005 dan 2013. Namun, dia tidak berhasil dan menyerah pada pemilu 2017 lantaran kalah dari Raisi yang berhaluan ultra-konservatif.

    Qalibaf mengklaim dirinya sendiri sebagai “Tentara Revolusi Islam”, dan pernah menjabat sebagai Jenderal Garda Revolusi dan Kepala Polisi Nasional. Tahun 2003 silam, Qalibaf mengawasi operasi penumpasan dengan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa mahasiswa. Dalam kurun 2005 dan 2017, dia pernah didapuk sebagai Wali Kota Teheran.

    Saeed Jalili

    Senasib dengan Qalibaf, Jalili juga sempat bertarung dalam pilpres tahun 2013, dan tidak ikut pemilu 2017 demi mendukung Raisi.

    Amirhossein Ghazizadeh Hashemi

    Berprofesi sebagai dokter, Amirhossein Ghazizadeh Hashemi juga dianggap sebagai tokoh yang berhaluan keras. Hashemi pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Raisi. Saat ini, jabatannya adalah Kepala Yayasan Martir dan Urusan Veteran. Dia diizinkan untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2021. Saat itu, dia meraup 3% suara, yang menempatkannya di posisi keempat dari tujuh kandidat.

    Masoud Pezeshkian

    Mantan Menteri Kesehatan Masoud Pezeshkian dipercaya sebagai tokoh yang lebih moderat dibandingkan pesaing lain dalam pilpres ini. Laki-laki berusia 69 tahun ini pernah mencoba mencalonkan diri pada pilpres tahun 2021, tapi dia didiskualifikasi oleh Dewan Wali.

    Meloloskan Pezeshkian dalam pilpres 2024 ini dapat dilihat sebagai strategi pemerintahan untuk meningkatkan jumlah pemilih dengan menggerakkan lebih banyak pemilih liberal. Namun, peluangnya tipis untuk memenangkan jabatan ini.

    Mostafa Pourmohammadi

    Pourmohammadi adalah satu-satunya ulama Islam yang mencalonkan diri sebagai presiden tahun ini. Laki-laki berusia 64 tahun ini pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di bawah pemerintahan Ahmadinejad antara tahun 2005 dan 2008, serta sebagai Menteri Kehakiman rentang 2013 dan 2017.

    Pada tahun 1980-an, Pourmohammadi pernah menjabat sebagai jaksa penuntut di pengadilan revolusioner dan kemudian sebagai Wakil Menteri intelijen, yang diduga mengaitkannya dengan eksekusi massal tahanan politik.

    Alireza Zakani

    Laki-laki 58 tahun ini juga tokoh berhaluan keras dan saat ini menjabat sebagai Wali Kota Teheran. Dewan Wali sempat menolaknya pada pilpres 2013 dan 2017. Pada 2021, ia mendapat izin untuk mencalonkan diri, tapi dia membatalkannya dengan memberi dukungan untuk Raisi.

    Tidak ada kandidat perempuan

    Perempuan tidak diizinkan untuk mencalonkan diri. Menurut data Kemendagri Iran, 287 orang telah secara resmi menyatakan keinginannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden, dan 80 terdaftar sebagai calon potensial dalam siklus pemilu ini. Dari 80 orang itu ada empat orang perempuan, tapi Dewan Wali tidak meloloskan mereka.

    Apa saja faktor lain yang berperan?

    Lantaran Ayatollah Khamenei dan para ulama senior masih memegang kekuasaan tertinggi di Iran, para kandidat bergantung pada dukungan dari lingkaran berpengaruh dalam kepemimpinan rezim. Almarhum Ebrahim Raisi adalah menantu dari tokoh garis keras Ahmad Alam al-Hoda, perwakilan Khamenei di provinsi Khorosan Razavi. Al-Hoda juga seorang pengkhotbah di Kota Mashhad, tempat ziarah keagamaan terpenting di timur laut Iran, dan anggota Majelis Ahli, lembaga yang menunjuk pemimpin tertinggi.

    Koalisi di pucuk kekuasaan dapat menggalang dukungan dari para pemilih konservatif dan religius. Di masa lalu, para kandidat yang menyerukan perubahan hanya akan berhasil jika mereka menggerakkan segmen lain dari masyarakat Iran dan mendapatkan jumlah pemilih yang tinggi. Namun, banyak pemilih yang kecewa dengan janji-janji yang tidak terpenuhi dalam beberapa tahun terakhir, serta jumlah pemilih yang datang ke TPS juga rendah.

    Dilaporkan, hanya 41% pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara pada pemilihan parlemen Maret 2024 lalu, dan pilpres hanya diikuti oleh 48% pemilih,terendah dalam pemilu presiden sepanjang sejarah Iran.

    (mh/rs)

    (ita/ita)

  • Diplomat Top Iran Akui Perundingan dengan AS Berlanjut

    Diplomat Top Iran Akui Perundingan dengan AS Berlanjut

    Beirut

    Pelaksana tugas (Plt) Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Ali Bagheri mengungkapkan bahwa pemerintahannya sedang terlibat dalam perundingan dengan musuh bebuyutannya, Amerika Serikat (AS), dengan dimediasi oleh Oman.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (4/6/2024), pernyataan itu disampaikan oleh Bagheri saat dirinya soal isu adanya perundingan antara Teheran dan Washington saat dirinya sedang berkunjung ke Lebanon pada Senin (3/6) waktu setempat.

    “Kami selalu melanjutkan perundingan… dan itu tidak pernah berhenti,” ujar Bagheri dalam konferensi pers di Beirut.

    Iran dan AS tidak memiliki hubungan diplomatik sejak Revolusi Islam terjadi di Iran tahun 1979 silam.

    Laporan harian Inggris, Financial Times, pada Maret lalu menyebutkan bahwa Bagheri terlibat dalam pembicaraan tidak langsung dengan AS di Oman pada awal tahun 2024, dengan semakin meningkatnya ketegangan regional akibat perang Israel-Hamas di Jalur Gaza.

    AS merupakan sekutu dekat dan penyedia bantuan militer utama untuk Israel, sedangkan Iran mendukung kelompok Hamas yang berperang melawan Tel Aviv di Jalur Gaza.

    Bagheri tiba di Lebanon pada Senin (3/6) waktu setempat, dalam perjalanan luar negeri pertamanya sejak mengambil alih jabatan Menlu Iran untuk sementara setelah kematian Menlu Hossein Amir-Abdollahian dalam kecelakaan helikopter bulan lalu, yang juga menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi.

    Dijelaskan oleh Bagheri bahwa Beirut menjadi tujuan pertama untuk kunjungan luar negerinya “karena Lebanon adalah tempat lahirnya perlawanan” terhadap Israel. Iran diketahui juga mendukung kelompok Hizbullah yang bermarkas di Lebanon.

    Hizbullah yang lebih kuat secara finansial dan militer, yang merupakan sekutu Hamas, terlibat serangan lintas perbatasan dengan militer Israel yang terjadi hampir setiap hari sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Bagheri yang merupakan mantan perunding nuklir utama Iran ini, mengatakan bahwa diskusi dengan negara-negara Barat mengenai aktivitas nuklir Teheran terus berlangsung.

    Pemerintah negara-negara Barat khawatir Iran sedang berusaha mengembangkan senjata nuklir. Tuduhan itu selalu dibantah mentah-mentah oleh Teheran.

    “Kami menyarankan mereka untuk tidak melewatkan kesempatan ini lebih jauh dan memberikan kompensasi atas tindakan yang seharusnya mereka lakukan tetapi tidak mereka lakukan,” ucap Bagheri saat pertemuan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) digelar di Wina, Austria.

    Para diplomat menuturkan kepada AFP bahwa Inggris, Prancis dan Jerman akan berupaya mengecam Iran atas kurangnya kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam pertemuan dewan organisasi tersebut.

    Dalam pertemuan terakhir dewan tersebut pada Maret lalu, negara-negara Eropa menunda rencana mereka untuk mengkonfrontasi Iran karena kurangnya dukungan dari AS.

    Dari Lebanon, Bagheri dijadwalkan melanjutkan kunjungan luar negeri ke Suriah pada Selasa (4/6) waktu setempat.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tak Ada Tanda Serangan di Balik Jatuhnya Heli yang Tewaskan Presiden Iran

    Tak Ada Tanda Serangan di Balik Jatuhnya Heli yang Tewaskan Presiden Iran

    Jakarta

    Penyelidikan terkait kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi telah rampung. Militer Iran memastikan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan helikopter itu diserang.

    Dilansir Associated Press, Sabtu (25/5/2024), hasil penyelidikan itu diumumkan oleh Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran yang bertugas menyelidiki kecelakaan tersebut.

    Hasil penyelidikan awal militer Iran itu tidak menyebutkan soal siapa yang disalahkan atas kecelakaan maut tersebut. Namun disebutkan bahwa informasi lebih detail akan disampaikan setelah penyelidikan lebih lanjut tuntas dilakukan.

    Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran itu menyebutkan bahwa komunikasi antara menara kendali dan awak helikopter sebelum kecelakaan terjadi, tidak mengandung hal-hal yang mencurigakan. Adapun komunikasi terakhir helikopter yang jatuh dengan dua helikopter lainnya sekitar 90 detik sebelum kecelakaan.

    Tak Ada Tanda-tanda Penembakan

    Dari hasil penyelidikan awal, Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran mengatakan tidak ada tanda-tanda tembakan yang mengarah ke helikopter tersebut. Selain itu, jalur penerbangannya tidak berubah.

    Diketahui, kecelakaan itu terjadi pada Minggu (19/5) lalu. Selain Raisi, penumpang helikopter itu adalah Menteri Luar Negeri (Menlu) Hossein Amir-Abdollahian, dan enam orang lainnya termasuk beberapa pejabat daerah Iran.

    Helikopter Jenis Bell 212 Buatan AS

    Helikopter jenis Bell 212 buatan Amerika Serikat (AS) yang sudah menua itu terjatuh di area pegunungan terpencil yang berkabut di Iran bagian barat laut. Lokasi puing helikopter baru ditemukan pada Senin (20/5) pagi waktu setempat.

    Seremoni pemakaman Raisi digelar selama beberapa hari di sejumlah kota di negara tersebut, sebelum mendiang Presiden Iran itu dimakamkan di Kuil Imam Reza yang ada di Mashhad, kampung halaman Raisi, pada Kamis (24/5) waktu setempat.

    (zap/maa)

  • Iran Sebut Heli Presiden Terbakar Usai Jatuh, Tak Ada Tanda-tanda Serangan

    Iran Sebut Heli Presiden Terbakar Usai Jatuh, Tak Ada Tanda-tanda Serangan

    Teheran

    Militer Iran mengumumkan hasil penyelidikan terhadap kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Ebrahim Raisi pada 19 Mei lalu. Disebutkan Teheran bahwa helikopter itu terbakar sesaat usai jatuh di area pegunungan Iran bagian barat laut dan tidak ada tanda-tanda menunjukkan helikopter itu diserang.

    Seperti dilansir Associated Press, Sabtu (25/5/2024), hasil penyelidikan itu diumumkan oleh Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran yang bertugas menyelidiki kecelakaan tersebut dalam siaran televisi pemerintah Teheran pada Kamis (23/5) malam waktu setempat.

    Hasil penyelidikan awal itu tidak menyebutkan soal siapa yang disalahkan atas kecelakaan maut tersebut. Namun disebutkan bahwa informasi lebih detail akan disampaikan setelah penyelidikan lebih lanjut tuntas dilakukan.

    Kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5) lalu menewaskan Raisi, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hossein Amir-Abdollahian, dan enam orang lainnya termasuk beberapa pejabat daerah Iran.

    Pernyataan yang dirilis Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran itu menyebutkan bahwa komunikasi antara menara kendali dan awak helikopter sebelum kecelakaan terjadi, tidak mengandung hal-hal yang mencurigakan.

    Disebutkan bahwa komunikasi terakhir dari helikopter yang jatuh itu terjadi antara helikopter tersebut dengan dua helikopter lainnya yang menyertainya sekitar 90 detik sebelum kecelakaan.

    Menurut hasil penyelidikan awal Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran, tidak ada tanda-tanda tembakan yang mengarah ke helikopter tersebut dan jalur penerbangannya tidak berubah.

    Saksikan juga ‘Saat Lautan Manusia Tumpah Ruah di Jalanan Iran Antar Pemakaman Raisi’:

    Helikopter jenis Bell 212 buatan Amerika Serikat (AS) yang sudah menua itu terjatuh di area pegunungan terpencil yang berkabut di Iran bagian barat laut pada Minggu (19/5) waktu setempat. Lokasi puing helikopter baru ditemukan pada Senin (20/5) pagi waktu setempat.

    Delapan orang yang ada di dalam helikopter itu semuanya tewas.

    Seremoni pemakaman Raisi digelar selama beberapa hari di sejumlah kota di negara tersebut, sebelum mendiang Presiden Iran itu dimakamkan di Kuil Imam Reza yang ada di Mashhad, kampung halaman Raisi, pada Kamis (24/5) waktu setempat.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Iran Ancam Musnahkan Israel Jika Lancarkan Serangan Besar-besaran

    Iran Ancam Musnahkan Israel Jika Lancarkan Serangan Besar-besaran

    Teheran

    Serangan Israel ke wilayah Iran bisa berbuntut panjang. Iran mengancam akan memusnahkan Israel bila terjadi serangan besar-besaran.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/4), Presiden Iran Ebrahim Raisi berjanji tak ada lagi yang tersisa dari “rezim Zionis”, tuturnya dikutip kantor berita resmi IRNA.

    Raisi memulai kunjungan tiga hari ke Pakistan. Ia berjanji meningkatkan perdagangan antara negara-negara tetangga hingga $10 miliar per tahun. Iran dan Pakistan berupaya memperbaiki hubungan setelah terjadinya serangan militer Iran ke Israel.

    Pada Jumat (19/4), terjadi ledakan di Kota Isfahan di Iran. Disebut-sebut serangan itu berasal dari pihak Israel.

    Meski begitu, Iran tak ambil pusing dengan serangan tersebut. Iran tak memiliki rencana untuk membalas.

    Diketahui, Iran meluncurkan rentetan rudal dan drone ke Israel pada 13 April. Hal ini sebagai pembalasan atas dugaan serangan Isarel di kompleks kedutaan besar di Damaskus pada 1 April. Meski begitu, hampir semua rudal tersebut ditembak jatuh otoritas Israel.

    “Iran dengan terhormat akan terus mendukung perlawanan Palestina,” Raisi menambahkan dalam pidatonya di Lahore.

    (isa/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Presiden Iran Bujuk Pakistan Gabung Aliansi Anti-Israel

    Presiden Iran Bujuk Pakistan Gabung Aliansi Anti-Israel

    Jakarta

    Presiden Iran Ebrahim Raisi tiba Islamabad hari Senin (22/4) untuk kunjungan resmi selama tiga hari. Iran dan Pakistan berupaya memperbaiki hubungan setelah awal tahun ini terlibat dalam konflik dan saling balas serangan militer.

    “Presiden Iran didampingi istrinya dan delegasi tingkat tinggi,” kata Kementerian Luar Negeri Pakistan dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan delegasi Iran juga mencakup menteri luar negeri, anggota kabinet lainnya, dan pejabat senior.

    Kantor Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif menyebutkan, kedua pemimpin melakukan “diskusi yang bersemangat” mengenai kemajuan hubungan bilateral. “Mereka juga menyetujui perlunya upaya bersama kedua negara untuk memerangi terorisme,” ujar pernyataan itu lebih jauh.

    Sebelum meninggalkan Teheran, Raisi mengatakan, “diskusi dengan pemerintah Pakistan akan membahas juga masalah perbatasan antara kedua negara.”

    Situasi keamanan perbatasan yang rumit

    Pakistan, negara mayoritas Sunni, dan Iran, yang mayoritas Syiah, memiliki sejarah hubungan diplomatik yang sulit. Ketegangan antara kedua negara meningkat pada awal tahun ini, menyusul serangan lintas batas yang mematikan.

    Iran melancarkan serangan udara terhadap kelompok bersenjata di wilayah Pakistan pada bulan Januari. Teheran mengatakan, pihaknya menargetkan kelompok militan Sunni Jaish al-Adl, yang dianggap bertanggung jawab atas beberapa serangan terhadap warga sipil dan tentara di Iran.

    Pakistan membalas dengan serangan terhadap sebuah desa di Iran dekat kota Saravan, dengan beralasan mereka menargetkan kelompok separatis Front Pembebasan Balochistan, BLF.

    Iran dan Pakistan berupaya redakan ketegangan

    Setelah serangan lintas batas, Iran dan Pakistan sepakat untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan hubungan keamanan. Sebagai bagian dari pemulihan hubungan, mereka sepakat untuk memerangi terorisme di wilayah masing-masing dan membentuk sistem konsultasi di tingkat menteri luar negeri untuk mengawasi kemajuan di berbagai sektor. Sejak lama, Iran dan Pakistan juga punya proyek pipa gas yang memungkinkan Pakistan mendapat pasokan gas dari Iran.

    Ahsan Raza,analis politik yang berbasis di Lahore berpendapat, kunjungan Presiden Iran Ebrahim Raisi dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan bilateral. “Kunjungan tersebut juga menjadi penting, dengan latar belakang meningkatnya ketegangan di Timur Tengah setelah Teheran melancarkan serangan terhadap Israel yang melibatkan lebih dari 300 drone dan rudal,” ujar Raza lebih lanjut.

    “Iran sejauh ini memiliki hubungan baik dengan Cina, Rusia dan beberapa negara Asia Tengah,” kata Muhammad Akram, mantan senator di Pakistan. Dia menekankan bahwa Teheran juga ingin Pakistan bergabung dalam daftar negara sahabat.

    Tapi Islamabad secara historis lebih dekat dengan musuh bebuyutan Iran, Arab Saudi dan Amerika Serikat. Pakistan juga berada dalam kondisi gejolak ekonomi yang parah, dan perlu bantuan Barat. Pemerintah Pakistan saat ini sedang mencari dana talangan tambahan dari Dana Moneter Internasional IMF untuk mengatasi krisis neraca pembayaran akut.

    “Dalam situasi saat ini, akan sulit bagi Islamabad untuk memberikan dukungan apa pun kepada Teheran,” kata Naeem Khalid Lodhi, mantan menteri pertahanan Pakistan. Dia mengatakan, Pakistan sangat bergantung pada lembaga keuangan internasional yang didominasi AS untuk mendapatkan bantuan.

    (hp/as)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini