Tag: Dwikorita Karnawati

  • Modifikasi Cuaca Jabodetabek Sempat Batal karena Hujan Petir
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Juli 2025

    Modifikasi Cuaca Jabodetabek Sempat Batal karena Hujan Petir Megapolitan 8 Juli 2025

    Modifikasi Cuaca Jabodetabek Sempat Batal karena Hujan Petir
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
    BMKG
    ) sempat mengalami kendala saat Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) dilakukan di wilayah
    Jabodetabek
    pada Senin (7/7/2025) sore.
    Direktur Operasional
    Modifikasi Cuaca
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Budi Harsoyo mengatakan saat melakukan penerbangan pertama dari Posko Landasan Udara Halim Perdanakusuma sempat terlambat karena mengurus pemberitahuan kepada penerbang.
    “Kemarin agak terlambat karena hari pertama kegiatan. Pesawat juga baru tiba di Posko Halim siang harinya, masih harus mengurus notam dan lain-lain, baru siap (terbang) sore menjelang jam 17.00 WIB,” ujar Budi saat dihubungi, Selasa (8/7/2025).
    Namun penerbangan kedua OMC pada sore dibatalkan karena cuaca hujan deras disertai petir. 
    “Rencana diterbangkan setelah Maghrib batal terlaksana karena di Posko Halim diguyur hujan lumayan deras disertai petir sampai dengan sekitar jam 21.00 WIB sehingga tidak safety untuk proses refuel pesawat,” kata Budi.
    Modifikasi cuaca
    rencananya dilakukan mulai 7 Juli hingga 11 Juli 2025. Nantinya langit Jakarta dan Jawa Barat disemai 800 kilogram garam atau NaCl setiap penerbangan. 
    Budi menjelaskan, OMC untuk mengurangi intensitas curah hujan di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.
    “Misal adanya dinamika atmosfer yang mengakibatkan sangat masifnya potensi hujan, atau pada puncak-puncak musim hujan, bukan berarti meniadakan hujan,” ucapnya.
    Adapun,
    modifikasi cuaca
    dalam konteks penanggulangan banjir dilakukan melalui penerbangan penyemaian awan untuk mengurangi supply awan hujan yang berpotensi masuk ke area target atau daerah yang ingin diamankan.
    Bahan semai yang ditabur yakni higroskopis dan glasiogenik. Secara perinci, higroskopis adalah garam atau natrium klorida/kalsium klorida.
    Kemudian glasiogenik berupa perak iodida membantu pembentukan kristal es yang tumbuh menjadi partikel hujan.
    “Bahan semai yang ditaburkan efeknya mempercepat proses terjadinya hujan. Jadi kalau dari radar teramati ada pertumbuhan awan yang bergerak ke arah target dan diperkirakan akan menjadi hujan, jauh-jauh sebelum sampai target kami semai agar hujannya tidak terjadi di daerah target,” ujar Budi.
    Umumnya, penerbangan OMC untuk penanggulangan banjir selalu diarahkan untuk “mengadang” pasokan awan hujan yang datang dari perairan sehingga hujan lebih cepat terjadi di perairan sebelum memasuki daratan.
    Namun saat awan hujan tumbuh di daratan, maka OMC memprioritaskan untuk awan hujan tersebut bisa jatuh atau menjadi hujan di atas tampungan air, seperti waduk.
    “Umumnya kami jatuhkan di perairan laut atau di wilayah yang masih relatif aman dari banjir, misal di tiga waduk Citarum,” katanya.
    Diketahui, BMKG memperingatkan
    cuaca ekstrem
    masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah sepekan ke depan, termasuk Jabodetabek. 
    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, intensitas hujan lebat tercatat lebih dari 100 mm per hari, bahkan mencapai 150 mm per hari di daerah Puncak, Jawa Barat. 
    “Pada sepekan ke depan, BMKG mewaspadai cuaca ekstrem yang masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah, terutama di Pulau Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, termasuk Mataram; Maluku bagian tengah, serta Papua bagian tengah dan utara,” kata Dwikorita dalam siaran pers, Selasa (8/7/2025). 
    Dwikorita menjelaskan, hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari (lebat hingga sangat lebat) terjadi di wilayah Bogor, Mataram, dan sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan pada Sabtu (5/7/2025) lalu. 
    Hujan ekstrem tersebut berdampak pada banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan pohon tumbang.
    “Hujan lebat juga terjadi di wilayah Tangerang dan Jakarta Timur yang mengakibatkan genangan, kerusakan infrastruktur, dan gangguan aktivitas masyarakat,” paparnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hati-hati! Kemarau Basah Diprediksi Terjadi hingga Oktober 2025

    Hati-hati! Kemarau Basah Diprediksi Terjadi hingga Oktober 2025

    Jakarta

    Fenomena kemarau basah atau hujan yang turun berkala di musim kemarau diperkirakan terjadi hingga bulan Oktober 2025. Masyarakat diminta waspada terhadap risiko bencana hidrometeorologi.

    Mengutip dari situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hasil prediksi curah hujan bulanan menunjukkan bahwa anomali curah hujan yang sudah terjadi sejak Mei 2025, akan terus berlangsung dengan kondisi curah hujan di atas normal di sebagian besar wilayah Indonesia hingga Oktober 2025.

    “Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat dan hal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan tersebut,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Senin (7/7).

    Selain itu, gelombang Kelvin aktif yang terpantau melintas di pesisir utara Jawa, disertai pelambatan dan belokan angin di Jawa bagian barat dan selatan, memicu penumpukan massa udara. Kemudian, konvergensi angin dan labilitas atmosfer lokal juga terpantau kuat sehingga mempercepat pertumbuhan awan hujan.

    Berdasarkan iklim global, BMKG dan beberapa pusat iklim dunia memprediksi ENSO (suhu muka air laut di Samudra Pasifik) dan IOD (suhu muka air laut di Samudra Hindia) akan tetap berada di fase netral pada semester kedua tahun 2025.

    Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal dari yang seharusnya terjadi di musim kemarau atau disebut juga dengan kemarau basah.

    Pemantauan hingga akhir Juni 2025 menunjukkan bahwa baru sekitar 30 persen Zona Musim yang telah memasuki musim kemarau. Angka ini hanya setengah dari kondisi normal, di mana secara klimatologis sekitar 64 persen Zona Musim biasanya telah mengalami musim kemarau pada akhir Juni.

    Waspada Bencana Hidrometeorologi

    Saat ini, BMKG terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD, operator transportasi, dan pihak lain sebagai tindak lanjut atas kondisi ini. Bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, akan melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) sebagai respon cuaca ekstrem yang berdampak kepada masyarakat.

    Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan siaga terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang. Masyarakat harus mewaspadai risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, banjir bandang, serta gangguan transportasi.

    (kny/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi di Jabodetabek Sepekan ke Depan

    BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi di Jabodetabek Sepekan ke Depan

    BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi di Jabodetabek Sepekan ke Depan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
    BMKG
    ) memperingatkan bahwa
    cuaca ekstrem
    masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah sepekan ke depan, termasuk Jabodetabek.
    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, intensitas hujan lebat tercatat lebih dari 100 mm per hari, bahkan mencapai 150 mm per hari di daerah Puncak, Jawa Barat.
    “Pada sepekan ke depan, BMKG mewaspadai cuaca ekstrem yang masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah, terutama di Pulau Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, termasuk Mataram; Maluku bagian tengah, serta Papua bagian tengah dan utara,” kata Dwikorita dalam siaran pers, Selasa (8/7/2025).
    Dwikorita menjelaskan, hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari (lebat hingga sangat lebat) terjadi di wilayah Bogor, Mataram, dan sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan pada Sabtu (5/7/2025) lalu.
    Hujan ekstrem tersebut berdampak pada banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan pohon tumbang.
    “Hujan lebat juga terjadi di wilayah Tangerang dan Jakarta Timur yang mengakibatkan genangan, kerusakan infrastruktur, dan gangguan aktivitas masyarakat,” paparnya.
    Begitu pula pada Minggu (7/7/2025), hujan kembali terjadi secara luas di wilayah Jakarta dan sekitarnya, terutama Tangerang, yang menyebabkan genangan air, antrean lalu lintas, serta peningkatan potensi bencana hidrometeorologi.
    “Kemudian, periode 10-12 Juli 2025, potensi hujan signifikan diperkirakan akan bergeser ke wilayah Indonesia bagian tengah dan timur seiring dengan pergeseran gangguan atmosfer dan distribusi kelembapan tropis,” tutur Dwikorita.
    Sementara itu, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto menjelaskan, BMKG berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD, operator transportasi, dan pihak lain sebagai tindak lanjut atas kondisi ini.
    BMKG bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) sebagai respons terhadap cuaca ekstrem yang berdampak pada masyarakat.
    Operasi Modifikasi Cuaca di DKI Jakarta dan Jawa Barat dilaksanakan mulai hari ini dan direncanakan sampai tanggal 11.
    “Tentu nanti kami akan lihat perkembangan cuacanya. Kami terus berkoordinasi dengan Pemda dan BNPB sebagai pihak yang menyediakan anggaran,” jelasnya.
    BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada serta bersiaga terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang.
    Masyarakat diminta mewaspadai risiko bencana banjir, tanah longsor, pohon tumbang, banjir bandang, serta gangguan transportasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Musim Kemarau Basah Diprediksi hingga Oktober 2025, Waspada Bencana Hidrometeorologi!

    Musim Kemarau Basah Diprediksi hingga Oktober 2025, Waspada Bencana Hidrometeorologi!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan hujan akan terus turun di musim kemarau.

    Hasil prediksi curah hujan bulanan menunjukkan bahwa anomali curah hujan yang sudah terjadi sejak Mei 2025 akan terus berlangsung, dengan kondisi curah hujan di atas normal terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia hingga Oktober 2025.

    “Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat dan hal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan tersebut,” kata Dwikorita dilansir dari laman resmi BMKG.

    Selain itu, gelombang Kelvin aktif yang terpantau melintas di pesisir utara Jawa, disertai pelambatan dan belokan angin di Jawa bagian barat dan selatan memicu penumpukan massa udara.

    Kemudian, konvergensi angin dan labilitas atmosfer lokal juga terpantau kuat sehingga mempercepat pertumbuhan awan hujan. Adapun berdasarkan iklim global, BMKG dan beberapa pusat iklim dunia memprediksi ENSO (suhu muka air laut di Samudra Pasifik) dan IOD (suhu muka air laut di Samudra Hindia) akan tetap berada di fase netral pada semester kedua tahun 2025.

    Hal ini berarti, dapat dipastikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal dari yang seharusnya terjadi di musim kemarau atau disebut juga dengan kemarau basah.

    Lebih lanjut, kondisi ini sejalan dengan prediksi BMKG pada Maret 2025 bahwa kemarau tahun ini akan mengalami kemunduran pada sekitar 29 persen Zona Musim (ZOM). Terutama di wilayah Lampung, sebagian besar Pulau Jawa Bali, NTB, dan NTT.

    Pemantauan hingga akhir Juni 2025 menunjukkan bahwa baru sekitar 30 persen Zona Musim yang telah memasuki musim kemarau. Angka ini hanya setengah dari kondisi normal, di mana secara klimatologis sekitar 64 persen Zona Musim biasanya telah mengalami musim kemarau pada akhir Juni.

    Dwikorita menyoroti cuaca ekstrem yang mengintai sejumlah wilayah destinasi wisata, padat penduduk, dan aktivitas transportasi tinggi. Oleh karena itu, peringatan dini telah dikeluarkan sejak 28 Juni agar aktivitas libur sekolah dapat termitigasi. Beberapa wilayah yang perlu diwaspadai adalah sebagian Pulau Jawa bagian barat dan tengah (terutama Jabodetabek), Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua. Wilayah tersebut sudah terkonfirmasi terjadi hujan intensitas lebat, sangat lebat, hingga ekstrem pada beberapa hari terakhir.

    “Pada 5 Juli 2025, hujan intensitas lebih dari 100 mm per hari (lebat hingga sangat lebat) di wilayah Bogor, Mataram, dan sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan. Hujan ekstrem tersebut berdampak kepada banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan pohon tumbang. Hujan lebat juga terjadi di wilayah Tangerang dan Jakarta Timur yang mengakibatkan genangan, kerusakan infrastruktur, dan gangguan aktivitas masyarakat,” paparnya.

    Begitu pula pada 6 Juli 2025, hujan kembali terjadi secara luas di wilayah Jakarta dan sekitarnya, terutama Tangerang yang menyebabkan genangan air, antrean lalu lintas, serta peningkatan potensi bencana hidrometeorologi. Intensitas hujan lebat tercatat lebih dari 100 mm per hari, bahkan mencapai 150 mm per hari di daerah Puncak, Jawa Barat.

    Sementara pada sepekan ke depan, BMKG mewaspadai cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah, terutama di Pulau Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek; Kalimantan Timur; Sulawesi Selatan, dan wilayah sekitarnya; Nusa Tenggara Barat, termasuk Mataram; Maluku bagian Tengah; Papua bagian tengah dan utara.

    “Kemudian periode 10-12 Juli 2025, potensi hujan signifikan diperkirakan akan bergeser ke wilayah Indonesia bagian tengah dan timur seiring dengan pergeseran gangguan atmosfer dan distribusi kelembapan tropis,” lanjutnya.

    Sementara itu, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto menjelaskan saat ini BMKG terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD, operator transportasi, dan pihak lain sebagai tindak lanjut atas kondisi ini. Demikian pula bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) sebagai respon cuaca ekstrem yang berdampak kepada masyarakat.

    “Operasi Modifikasi Cuaca di DKI Jakarta dan Jawa Barat dilaksanakan mulai hari ini dan direncanakan sampai tanggal 11. Tentu nanti kami akan lihat perkembangan cuacanya. Kami terus berkoordinasi dengan Pemda dan BNPB sebagai pihak yang menyediakan anggaran,” jelasnya.

    Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada serta bersiaga terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang. Masyarakat harus mewaspadai risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, banjir bandang, serta gangguan transportasi.

  • BMKG Proyeksi Cuaca Ekstrem Terjadi Sepekan Ke Depan, Pemda Diminta Siaga

    BMKG Proyeksi Cuaca Ekstrem Terjadi Sepekan Ke Depan, Pemda Diminta Siaga

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta pemerintah daerah untuk bersiaga dalam sepekan ke depan terkait dengan adanya potensi cuaca ekstrem. Dia menyebut fenomena tersebut bisa bergeser hingga ke Indonesia Tengah dan Timur. 

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut fenomena cuaca ekstrem yang kini tengah terjadi di Pulau Jawa, khususnya Jakarta dan Jawa Barat, berpeluang terjadi juga di Indonesia Tengah dan Timur. Dia memperkirakan hal itu bisa terjadi setelah 8 Juli 2025. 

    “Oleh karena itu mohon pemerintah daerah itu tetap berjaga-jaga, bersiaga gitu ya. Bukan hanya sekadar waspada, bersiaga caranya bagaimana, terus memonitor perkembangan informasi cuaca dari BMKG,” terangnya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025). 

    Dwikorita menyebut lembaganya selalu berjejaring dengan pemerintah maupun aparat di setiap daerah. Bahkan, komunikasi antar lembaga dan instansi langsung dilakukan melalui WhatsApp Group. 

    Pada jejaring itu, BMKG akan selalu memberikan peringatan dini terhadap beberapa fenomena cuaca yang diperkirakan terjadi. Peringatan akan diberikan sepekan sebelum perkiraan waktu terjadinya fenomena tertentu. 

    Peringatan itu akan disampaikan juga kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Balai Wilayah Sungai (BWS) serta Basarnas. 

    “Katakan peringatan dini untuk cuaca ekstrem kemarin mulai keluar tanggal 28 Juni. Diulang lagi 3 Juli, tapi berlaku mulai 4 Juli sampai 11 Juli. Jadi diulang lagi, nah kemudian setiap 3 hari diulang lagi,” tutur Dwikorita. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sempat melaporkan bahwa terdapat 50 titik di Jakarta tergenang banjir, Minggu (6/7/2025). Ratusan orang akhirnya mengungsi akibat situasi tersebut. 

    Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi BNPB Abdul Muhari menyebut, curah hujan yang tinggi sejak Sabtu telah memicu kenaikan tinggi muka air di sejumlah pintu air. Terdapat pula pengaruh fenomena pasang air laut di pesisir utara Jakarta. 

    “Adapun, wilayah terdampak di Jakarta Selatan mencakup 20 RT yang tersebar di Kelurahan Tanjung Barat, Pengadegan, Rawa Jati, Pejaten Timur, Kebon Baru, dan Manggarai,” katanya dalam keterangan resmi. 

    Lebih lanjut, sebanyak 30 RT lainnya berada di Jakarta Timur, meliputi Kelurahan Bidara Cina, Kampung Melayu, Bale Kambang, Cawang, dan Cililitan. Ketinggian muka air bervariasi antara 40 hingga 270 sentimeter.

  • 5
                    
                        Peringatan BMKG: Hujan Ekstrem Masih Terjadi di Jakarta, Lalu Bergerak ke Indonesia Timur
                        Nasional

    5 Peringatan BMKG: Hujan Ekstrem Masih Terjadi di Jakarta, Lalu Bergerak ke Indonesia Timur Nasional

    Peringatan BMKG: Hujan Ekstrem Masih Terjadi di Jakarta, Lalu Bergerak ke Indonesia Timur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
    BMKG
    )
    Dwikorita Karnawati
    memperingatkan bahwa
    hujan
    ekstrem masih bisa terjadi di Jakarta, Jawa Barat, dan sekitarnya.
    Namun, setelah tanggal 8 Juli 2025 besok,
    hujan ekstrem
    akan mulai bergeser ke arah Indonesia tengah dan timur.
    “Ini (hujan ekstrem) potensinya paling tidak sepekan ke depan itu masih bisa terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Tidak hanya di Jawa Barat, DKI, itu bahkan nanti setelah tanggal 8 itu bergerak ke wilayah Indonesia Tengah, terus nanti ke Timur. Jadi, berangsur-angsur bergerak, termasuk gelombang, selain cuaca ya,” ujar Dwikorita, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).
    Berhubung
    cuaca ekstrem
    akan bergeser, Dwikorita meminta kepada pemerintah daerah untuk berjaga dan bersiaga.
    Dia meminta mereka terus memonitor perkembangan informasi cuaca dari BMKG.
    “Kami melalui jaringan aparat pemerintah daerah, jadi ada jaringannya kami di setiap BMKG daerah itu berjejaring dengan pihak-pihak terkait di daerah. Nah, di situ antara lain lewat WA Group ya, kadang-kadang temu darat juga,” papar dia.
    “Nah, di situ kami selalu memberikan peringatan dini. Peringatan dini BMKG itu keluarnya kapan? Seminggu, katakan kemarin peringatan dini untuk cuaca ekstrem kemarin mulai keluar tanggal 28 Juni. Diulang lagi 3 Juli, tapi berlaku mulai 4 Juli sampai 11 Juli. Jadi diulang lagi, nah kemudian setiap 3 hari diulang lagi,” sambung Dwikorita.
    Dengan begitu, jika terjadi hujan lebat, pemerintah daerah sudah harus membersihkan saluran di wilayahnya masing-masing agar tidak meluap.
    Selain itu, kata Dwikorita, masyarakat juga harus diberi kewaspadaan ketika terjadi hujan lebat.
    “Jadi, ya harus menjaga lingkungan, jangan membuang sampah gitu ya, disiapkan pompa, itu sebenarnya terutama dengan DKI ya. Bahkan, kadang-kadang dengan Pak Gubernur kami chat juga ya, DKI lalu Jawa Barat. Beberapa gubernur kami lakukan koordinasi itu agar ada persiapan-persiapan,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kena Efisiensi Sampai 2 Kali, Jatah Anggaran BMKG Kini Jadi Rp2,28 T

    Kena Efisiensi Sampai 2 Kali, Jatah Anggaran BMKG Kini Jadi Rp2,28 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pagu anggaran untuk BMKG mengalami beberapa kali perkembangan. Mulai dari efisiensi hingga relaksasi, hingga akhirnya menemui pagu final. Hal tersebut diutarakan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (7/7/2025).

    “Bahwa anggaran 2025 mengalami beberapa kali perkembangan awalnya efisiensi kemudian rekonstruksi akhirnya relaksasi 2 kali,” ucap Dwikorita.

    Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam pagu awal pagu BMKG pada 2025 adalah Rp2,827 triliun. Kemudian mengalami efisiensi pada Februari 2025 sebesar Rp1.423 triliun menjadi Rp1.404 triliun.

    Selanjutnya, ada rekonstruksi pagu anggaran BMKG 2025 pada Maret 2025 ditambah sebesar Rp378 miliar, sehingga menjadi Rp 1.728 triliun. Ditambahkan, terjadi dua kali relaksasi anggaran BMKG, yakni pada April dan Juni 2025. Masing-masing sebesar bertambah Rp100 miliar dan Rp402 miliar.

    “Pada akhirnya pagu akhir sampai Juli 2025 sebesar Rp2,284 triliun. Jadi relaksasi 2 kali di April 2025 dan Juni 2025,” ujar Dwikorita.

    Dwikorita mengungkapkan, untuk relaksasi terakhir dengan tambahan Rp402 miliar digunakan untuk dua program utama yakni program meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang menghabiskan dana total Rp342,28 miliar.

    Adapun rinciannya adalah pertama untuk belanja dukungan operasional tugas dan fungsi unit berupa operasional peralatan operasional utama dengan dana Rp227,55 miliar. Kemudian untuk operasional pengamatan udara sebesar Rp42,27 miliar. Lalu, kegiatan penyediaan Aloptama (Alat Operasional Utama) melalui pendanaan pinjaman luar negeri sebesar Rp76,8 miliar dan operasi modifikasi cuaca sebesar Rp643 juta.

    Program utama kedua adalah untuk mendukung manajemen dengan rincian untuk operasional layanan publik sebesar Rp49,98 miliar dan pengadaan perangkat pengolah data sebesar Rp5,16 miliar. Sehingga total Rp55,14 miliar.

    Sementara dari sisi realisasi pagu terakhir, Dwikorita mengatakan, “Per 30 Juni 2025 mencapai 32,23% dengan realisasi fisik sebesar 39,11%.”

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Musim Kemarau 2025 Mundur, BMKG Ungkap Hujan Deras Sampai Kapan

    Musim Kemarau 2025 Mundur, BMKG Ungkap Hujan Deras Sampai Kapan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap bahwa musim kemarau tahun ini mengalami kemunduran dan berpotensi berlangsung lebih singkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

    Menurut data BMKG, hingga awal Juni 2025, baru 19% zona musim (ZOM) di Indonesia yang masuk kemarau. Sementara mayoritas wilayah masih diguyur hujan.

    Secara klimatologis, musim kemarau di RI padahal seharusnya sudah dimulai di banyak wilayah pada periode ini.

    Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebut bahwa kemunduran musim kemarau tahun ini dipengaruhi oleh curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya (Atas Normal) pada April hingga Mei 2025, yang seharusnya merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.

    Kondisi tersebut terjadi terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, seperti Sumatra Selatan, Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT. BMKG sebelumnya telah memprediksi fenomena ini melalui prakiraan iklim bulanan yang dirilis sejak Maret 2025.

    “Prediksi musim dan bulanan yang kami rilis sejak Maret lalu menunjukkan adanya anomali curah hujan yang di atas normal di wilayah-wilayah tersebut,” jelas Dwikorita dalam keterangan resmi, dikutip Senin (23/6/2025).

    Berdasarkan analisis curah hujan periode Dasarian I Juni 2025, 72% wilayah Indonesia berada dalam kategori normal, 23% mengalami kondisi kering (Bawah Normal), dan hanya 5% yang masih tergolong hujan tinggi (Atas Normal).

    Sumatra dan Kalimantan mulai menunjukkan tanda awal musim kemarau, meskipun wilayah selatan Indonesia masih belum sepenuhnya bertransisi.

    BMKG memperkirakan curah hujan kategori Atas Normal akan berlanjut di sejumlah wilayah hingga Oktober 2025. Dengan demikian, musim kemarau tahun ini diperkirakan lebih pendek dari biasanya.

    Dwikorita mengingatkan bahwa curah hujan tinggi selama kemarau membawa dampak ganda. Di satu sisi, hal ini menguntungkan sektor pertanian padi karena irigasi tetap terjaga. Namun, di sisi lain, tanaman hortikultura menjadi lebih rentan terhadap hama dan penyakit akibat kelembapan tinggi.

    “Kami mendorong petani hortikultura untuk mengantisipasi kondisi ini dengan menyiapkan sistem drainase yang baik dan perlindungan tanaman yang memadai,” ujar dia.

    Selain itu, Dwikorita juga menegaskan pentingnya kesiapsiagaan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, untuk merespons dinamika iklim yang semakin tidak menentu.

    “Kita tidak bisa lagi berpaku pada pola iklim lama. Perubahan iklim global menyebabkan anomali-anomali yang harus kita waspadai dan adaptasi harus dilakukan secara cepat dan tepat.” pungkasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ini Penjelasan BMKG soal Cuaca di Bekasi sampai Depok Diselimuti Kabut Tipis Seperti di Puncak – Page 3

    Ini Penjelasan BMKG soal Cuaca di Bekasi sampai Depok Diselimuti Kabut Tipis Seperti di Puncak – Page 3

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang masih dapat terjadi di sejumlah daerah tujuan wisata selama libur panjang sekolah. Meskipun Indonesia telah memasuki periode musim kemarau, kondisi atmosfer yang masih labil menyebabkan sejumlah wilayah tetap berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat, disertai angin kencang dan petir.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini belum merata karena angin Monsun Australia, yang menjadi pendorong utama kemarau, masih relatif lemah. Selain itu, suhu muka laut yang lebih hangat dari normal di selatan Indonesia turut memperkuat potensi pertumbuhan awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan deras meskipun secara klimatologis sudah memasuki musim kemarau.

    “Seharusnya, pada periode Maret hingga Mei angin Monsun Australia sudah dominan membawa massa udara kering dari selatan. Namun tahun ini, kekuatannya tertahan, sehingga sistem atmosfer skala mingguan seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin masih aktif dan turut mendorong pembentukan awan-awan hujan,” ujar Dwikorita di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

    Dwikorita menerangkan, dalam sepekan ke depan, wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk beberapa destinasi wisata utama, diprakirakan mengalami peningkatan tutupan awan dan curah hujan. Aktivitas MJO yang saat ini berada di wilayah Indonesia, terutama meliputi Jawa bagian tengah dan timur, Bali, Nusa Tenggara, serta sebagian Kalimantan, menjadi pemicu utama kondisi ini.

    Selain itu, kelembapan atmosfer yang masih tinggi serta angin timuran yang belum stabil menciptakan lingkungan yang mendukung terjadinya hujan, bahkan di kawasan yang biasanya sudah kering di musim kemarau. Di wilayah pegunungan, hujan berpotensi memicu longsor atau tumbangnya pohon, sementara di wilayah laut, angin kencang dan gelombang tinggi dapat mengancam keselamatan aktivitas wisata air.

  • Waspada! Cuaca Ekstrem Masih Mengintai Sejumlah Destinasi Wisata

    Waspada! Cuaca Ekstrem Masih Mengintai Sejumlah Destinasi Wisata

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat waspada potensi cuaca ekstrem yang masih dapat terjadi di sejumlah daerah tujuan wisata selama libur panjang sekolah.

    Meskipun Indonesia telah memasuki periode musim kemarau, kondisi atmosfer yang masih labil menyebabkan sejumlah wilayah tetap berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat, disertai angin kencang dan petir.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menerangkan, dalam sepekan ke depan, wilayah Indonesia bagian selatan, termasuk beberapa destinasi wisata utama, diprakirakan mengalami peningkatan tutupan awan dan curah hujan. Aktivitas MJO yang saat ini berada di wilayah Indonesia, terutama meliputi Jawa bagian tengah dan timur, Bali, Nusa Tenggara, serta sebagian Kalimantan, menjadi pemicu utama kondisi ini.

    Selain itu, kelembapan atmosfer yang masih tinggi serta angin timuran yang belum stabil menciptakan lingkungan yang mendukung terjadinya hujan, bahkan di kawasan yang biasanya sudah kering di musim kemarau. Di wilayah pegunungan, hujan berpotensi memicu longsor atau tumbangnya pohon, sementara di wilayah laut, angin kencang dan gelombang tinggi dapat mengancam keselamatan aktivitas wisata air.

    Dia menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini belum merata karena angin Monsun Australia, yang menjadi pendorong utama kemarau, masih relatif lemah. Selain itu, suhu muka laut yang lebih hangat dari normal di selatan Indonesia turut memperkuat potensi pertumbuhan awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan deras meskipun secara klimatologis sudah memasuki musim kemarau.

    “Seharusnya, pada periode Maret hingga Mei angin Monsun Australia sudah dominan membawa massa udara kering dari selatan. Namun tahun ini, kekuatannya tertahan, sehingga sistem atmosfer skala mingguan seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin masih aktif dan turut mendorong pembentukan awan-awan hujan,” ujar Dwikorita dilansir dari laman BMKG.

    Dwikorita menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam merencanakan perjalanan liburan, terutama menuju destinasi seperti kawasan Puncak, Bandung Utara, Yogyakarta, Malang, dan Batu, yang berpotensi mengalami hujan pada siang hingga malam hari.

    Sementara itu, kawasan wisata pesisir seperti Bali dan Lombok juga perlu diwaspadai karena potensi gelombang tinggi dan angin kencang dari arah timur yang dapat membahayakan aktivitas di laut. Di wilayah Labuan Bajo dan Nusa Tenggara Timur, hujan lebat dan angin kencang juga diperkirakan dapat terjadi, terutama pada sore hingga malam hari.

    “Masyarakat yang hendak bepergian ke tempat wisata agar selalu memperhatikan informasi cuaca terkini dari BMKG. Jangan hanya mengandalkan prediksi berdasarkan musim, karena dinamika atmosfer saat ini sangat aktif dan cepat berubah. Kami terus memutakhirkan prakiraan cuaca harian dan peringatan dini untuk memastikan masyarakat dapat berwisata dengan aman dan nyaman,” tegas Dwikorita.

    Dwikorita juga mengingatkan, dengan kondisi cuaca yang masih dinamis, masyarakat diminta untuk menyesuaikan aktivitas wisata dengan perkembangan cuaca terkini, termasuk membawa perlengkapan seperti jas hujan dan pakaian hangat, serta menghindari aktivitas luar ruang jika terdapat peringatan cuaca buruk. BMKG, lanjut dia, terus memantau perkembangan sistem atmosfer secara real-time dan akan menyampaikan peringatan dini apabila terindikasi adanya peningkatan risiko cuaca ekstrem.