Tag: Dwikorita Karnawati

  • Gempa Megathrust Ancam Selatan Jawab, BMKG Tunjuk Wilayah Ini

    Gempa Megathrust Ancam Selatan Jawab, BMKG Tunjuk Wilayah Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi gempa bumi megathrust berkekuatan M8,8 di selatan Jawa. Bencana itu juga berpotensi memicu tsunami besar.

    Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mencatat terdapat 114 kejadian gempabumi di atas magnitudo 5, dua kali gempa merusak, dan 44 guncangan yang dirasakan masyarakat yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Dengan potensi tersebut, masyarakat diingatkan untuk terus memperkuat kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi dan tsunami di DIY.

    “Ancaman ini nyata dan bisa terjadi tiba-tiba. Karena itu, kesiapsiagaan harus terus diperkuat,” kata Dwikorita saat membuka Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG) di Kulon Progo, dikutip dari laman resmi BMKG, Jumat (26/9/2025).

    Dia juga mengatakan SLG adalah wujud kepedulian negara melindungi keselamatan masyarakat dan bencana tersebut.

    Kulon Progo sendiri disebut sebagai wilayah strategis. Sebab berada di kawasan rawan bencana dan juga pintu gerbang wisata Yogyakarta dengan keberadaan Yogyakarta International Airport (YIA).

    YIA dirancang khusus untuk menghadapi ancaman gempa bumi megathrust dan tsunami.

    “Keberadaan YIA adalah simbol kesiapsiagaan bencana. Dengan desain khusus tersebut, Kulon Progo memiliki peluang menjadi contoh daerah tangguh bencana. Ketangguhan inilah yang akan menjaga rasa aman masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan wisatawan dan investor,” tegas Dwikorita.

    BMKG juga melakukan sejumlah program sebagai bentuk penguatan mitigasi. Mulai dari SLG, Masyarakat Siaga Tsunami serta BMKG Goes To School.

    Enam desa di DIY telah diakusi sebagai Masyarakat Siaga Tsunami. Program edukasi di sekolah tercatat menjangkau 166 sekolah dengan lebih 20 ribu peserta.

    Program tersebut dirancang menumbuhkan kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk merespon tanda bahaya dan memahami peringatan dini.

    Dwikorita juga menegaskan implementasi 12 indikator Tsunami Ready dari UNESCO-IOC perlu segera diwujudkan di daerah pesisir. Beberapa di antaranya adalah pembangunan rambu evakuasi, peta bahaya tsunami, serta rencana kontinjensi.

    “Jika indikator tersebut dipenuhi, target zero victim bukan mustahil tercapai. Kuncinya adalah sinergi pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dalam membangun kesiapsiagaan yang berkelanjutan,” ujarnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BMKG Ingatkan DIY Rawan Gempabumi dan Tsunami

    BMKG Ingatkan DIY Rawan Gempabumi dan Tsunami

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan pentingnya memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi gempabumi dan tsunami di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

    Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan DIY, khususnya wilayah pesisir selatan, memiliki tingkat aktivitas seismik yang tinggi.

    Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, tercatat 114 kejadian gempabumi dengan magnitudo di atas 5, dua kali gempabumi merusak, serta 44 guncangan yang dirasakan masyarakat.

    Bahkan, berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia (PUSGEN 2017), potensi gempabumi megathrust di selatan Jawa bisa mencapai magnitudo M8,8 yang berpotensi memicu tsunami besar.

    “Ancaman ini nyata dan bisa terjadi tiba-tiba. Karena itu, kesiapsiagaan harus terus diperkuat. SLG ini adalah wujud kepedulian negara untuk melindungi keselamatan masyarakat dari bencana gempabumi dan tsunami,” ujar Dwikorita dilansir dari laman resmi BMKG.

    Dwikorita menambahkan, Kabupaten Kulon Progo menjadi wilayah strategis karena tidak hanya berada di kawasan rawan bencana, tetapi juga menjadi pintu gerbang wisata Yogyakarta dengan keberadaan Yogyakarta International Airport (YIA).

    YIA disebutnya sebagai satu-satunya bandara di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara atau mungkin di dunia, yang sejak awal dirancang khusus untuk menghadapi ancaman gempabumi megathrust dan tsunami.

    “Keberadaan YIA adalah simbol kesiapsiagaan bencana. Dengan desain khusus tersebut, Kulon Progo memiliki peluang menjadi contoh daerah tangguh bencana. Ketangguhan inilah yang akan menjaga rasa aman masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan wisatawan dan investor,” tegas Dwikorita.

    Sebagai bentuk penguatan mitigasi, BMKG terus menggencarkan sejumlah program, di antaranya Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami, Masyarakat Siaga Tsunami, serta BMKG Goes To School. Hingga kini, enam desa di DIY telah diakui sebagai Masyarakat Siaga Tsunami, sementara program edukasi di sekolah telah menjangkau 166 sekolah dengan lebih dari 20 ribu peserta.

    Program-program tersebut dirancang untuk menumbuhkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam merespons tanda bahaya serta memahami peringatan dini. Dwikorita menegaskan, implementasi 12 Indikator Tsunami Ready yang ditetapkan UNESCO-IOC, seperti pembangunan rambu evakuasi, peta bahaya tsunami, hingga rencana kontinjensi, harus segera diwujudkan di daerah-daerah pesisir.

    “Jika indikator tersebut dipenuhi, target zero victim bukan mustahil tercapai. Kuncinya adalah sinergi pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dalam membangun kesiapsiagaan yang berkelanjutan,” ujarnya.

    Dwikorita berharap SLG di Kulon Progo ini menjadi momentum untuk memperkuat kapasitas daerah dalam menghadapi bencana. Ia juga menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam meneruskan ilmu dan pengalaman yang diperoleh dari program ini.

    “Bencana memang tidak bisa kita cegah, tetapi dampaknya bisa kita kurangi. Dengan kesiapsiagaan, kita tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga memastikan pembangunan dan pariwisata tetap berkelanjutan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Wakil Bupati Kulon Progo, Ahmad Ambar Purwoko, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG) di Kulon Progo. Menurutnya, kegiatan ini merupakan wujud nyata sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memperkuat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi potensi bencana gempabumi dan tsunami. 

  • Kepala BMKG Minta Petani Siap Siaga Petaka Iklim, Cara Lama “Tak Laku”

    Kepala BMKG Minta Petani Siap Siaga Petaka Iklim, Cara Lama “Tak Laku”

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas, dengan suhu rata-rata global mencapai 1,55 °C. Angka ini di atas suhu era pra-industri (1850-1900).

    Anomali suhu tersebut, ujarnya, melampaui ambang (1,5°C) yang telah ditetapkan tahun 2015 silam dalam perjanjian Paris. Fakta ini, imbuh dia, merupakan alarm keras bagi seluruh umat manusia. Termasuk Indonesia, salah satunya dalam hal ini menyangkut produksi pangan.

    Di Indonesia, lanjutnya, tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas sejak pengamatan tahun 1981. Dengan suhu rata-rata 27,5 °C dan anomali 0,8 °C terhadap normal 1991-2020.

    “Tantangan perubahan iklim sudah di depan mata dan semakin terasa dampaknya pada sektor pertanian. Sepuluh tahun terakhir adalah periode terpanas dalam sejarah pencatatan iklim. Tahun 2024 bahkan menjadi tahun terpanas dengan anomali suhu global 1,55 °C di atas era pra-industri. Kondisi ini memaksa kita mengambil langkah adaptasi nyata, apalagi sektor pertanian sangat rentan,” katanya dalam keterangan di situs resmi, dikutip Kamis (25/9/2025).

    Karena itu, Dwikorita menambahkan, perlu langkah mitigasi untuk menghadapi ancaman perubahan iklim yang kian nyata. Salah satunya, sebutnya, BMKG menggencarkan Sekolah Lapang Iklim (SLI), program yang membekali petani dengan pengetahuan dan pendampingan agar siap beradaptasi.

    Melalui SLI, jelasnya, BMKG tidak hanya memberikan edukasi, tetapi juga langkah aksi adaptasi strategis.

    “Petani diajarkan membaca dan memahami prediksi iklim, menyesuaikan pola tanam, memilih varietas sesuai kondisi musim, hingga mengoptimalkan teknik pemanenan air hujan. Dengan begitu, risiko gagal panen dapat ditekan,” terangnya.

    “Karena perubahan iklim, saat ini titi mongso (titimangsa/ pranata mangsa/ tradisi sistem penanggalan pertanian di Jawa) menjadi tidak relevan. Padahal petani di Indonesia terbiasa dengan titi mongso,” ujar Dwikorita.

    BMKG pun telah menggelar SLI Tematik di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (22/9/2025) lalu. Disebutkan, SLI tematik ini diikuti 60 peserta yang terdiri dari petani hortikultura, penyuluh pertanian lapangan (PPL), pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT), kelompok wanita tani, hingga petani milenial mengikuti kegiatan SLI di pendopo kalurahan Kedungpoh ini dengan antusias.

    Turut hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Darmadi Sudibyo Direktur Layanan Iklim BMKG, Marjuki dan Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Sleman Reni Karningtyas.

    “Petani harus mampu membaca cuaca, memahami iklim, dan menyesuaikan pola tanam agar bisa mengurangi risiko gagal panen. Inilah kontribusi BMKG untuk mendukung swasembada pangan sebagaimana tercantum dalam Asta Cita Presiden,” kata Dwikorita.

    “Sekolah Lapang Iklim adalah jembatan antara data iklim dan strategi pertanian. Ini adalah aksi nyata BMKG untuk mendukung ketahanan pangan nasional di tengah tantangan perubahan iklim,” ucapnya.

    Dwikorita mengungkapkan, kini kondisi bumi cukup mengkhawatirkan akibat perubahan iklim. Apabila manusia, semua pihak, tidak berhasil mengendalikan kecepatan kenaikan suhu permukaan bumi atau memitigasi perubahan iklim tersebut.

    “Kondisi ini dipicu kombinasi pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca serta anomali iklim regional. Situasi ini menjadi tantangan serius bagi sektor pertanian yang sangat rentan terhadap iklim,” ujarnya.

    “Tidak hanya bencana yang secara intensitas dan durasi semakin bertambah, namun juga krisis air yang juga berimbas pada berbagai sektor kehidupan. Salah satunya yang terdampak adalah sektor pertanian. Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi dunia akan mengalami ancaman krisis pangan pada tahun 2050 mendatang” sambung Dwikorita.

    Prediksi Musim Hujan di DI Yogyakarta

    Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita menjabarkan prakiraan awal musim hujan di DIY yang diperkirakan masuk pada dasarian ketiga Oktober 2025.

    “Dengan sifat hujan yang normal, petani bisa menyesuaikan pola tanam lebih tepat waktu sekaligus memaksimalkan pemanfaatan air hujan,” terang Dwikorta.

    Sebelumnya, Dwikorita juga telah meminta petani melakukan penyesuaian musim tanam. Menyusul adanya proyeksi terbaru mengenai musim hujan tahun 2025/2026.

    BMKG memprediksi, musim hujan tahun 2025/2026 akan tiba lebih cepat, dengan estimasi masa puncak bervariasi.

    Menurut Dwikorita, sebagian wilayah di Indonesia telah memasuki musim hujan sejak Agustus 2025. Dan bertahap akan meluas ke sebagian besar wilayah RI pada periode September-November 2025.

    Dia pun mengingatkan agar mengantisipasi dampak-dampak yang timbul saat musim hujan.

    “Secara umum, sifat hujan pada musim hujan 2025/2026 diprediksikan berada pada kategori normal (69,5%), artinya curah hujan musiman tidak jauh berbeda dengan biasanya. Namun, terdapat 193 ZOM (27,6%) yang berpotensi mengalami musim hujan dengan sifat atas normal, di antaranya sebagian besar Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, beberapa wilayah Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Selain itu, terdapat pula 20 ZOM (2,9%) yang diprediksi mengalami musim hujan bawah normal,” kata Dwikorita dalam keterangannya, dikutip Senin (15/9/2025).

    Foto: BMKG gelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, 22 September 2025. (Dok. BMKG)
    BMKG gelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, 22 September 2025. (Dok. BMKG)

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ahli BRIN Beri Warning, 29 Pulau di Kepulauan Seribu Terancam Hilang

    Ahli BRIN Beri Warning, 29 Pulau di Kepulauan Seribu Terancam Hilang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingatkan bahwa sebanyak 29 pulau di Kepulauan Seribu terancam tenggelam. Hal itu imbas dari perubahan iklim, kenaikan suhu, cuaca ekstrem, hingga permukaan laut yang terus meninggi.

    “Dalam skenario terburuk, 29 pulau bisa hilang,” ujar Periset Pusat Riset Oseanografi BRIN Martiwi Diah Setiawati, dalam unggahan akun instagram @brin_indonesia, dikutip Minggu (21/9/2025).

    Air laut naik 3-5 meter, imbasnya adalah ancaman bagi beberapa pulau yang tingginya hanya 2,4 meter dari permukaan laut. Jika 29 pulau lenyap di Kepulauan Seribu maka akan berdampak pada 16.500 orang yang tinggal di wilayah tersebut.

    Jika tidak tenggelam, pulau-pulau akan makin sempit, sedangkan penduduknya terus bertambah. Penduduk setempat melakukan reklamasi pantai secara mandiri untuk meningkatkan luas daratan.

    “Dampaknya, polusi air meningkat, ekosistem pesisir rusak, dan alih fungsi dari laut dangkal ke daratan,” imbuhnya.

    Tidak hanya mengancam hilangnya pulau, suhu yang terus naik hingga 2,2 derajat celcius bisa memperburuk kesehatan, produktivitas, bahkan risiko kematian akibat panas ekstrem.

    Dengan begitu, Martiwi menekankan bahwa perlu adanya aksi nyata mulai dari sistem peringatan dini hingga penanaman mangrove sebagai benteng alami.

    Sebelumnya, Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa perubahan iklim adalah kenyataan ilmiah yang harus dihadapi bersama.

    Dalam paparannya, Dwikorita menjelaskan bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan telah terjadi saat ini dan semakin nyata dirasakan di berbagai belahan dunia.

    “Perubahan iklim adalah perubahan signifikan pola cuaca global dan regional dalam jangka panjang. Saat ini, kita menyaksikan perubahan yang dulunya memakan waktu jutaan tahun, kini terjadi hanya dalam beberapa dekade akibat aktivitas manusia, terutama sejak Revolusi Industri,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (30/4/2025).

    BMKG mencatat, tahun 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu global. Suhu rata-rata global tercatat telah melampaui ambang batas 1,5°C dibandingkan masa pra-industri (tahun 1850). Ambang batas ini adalah angka krusial yang ditetapkan dalam Kesepakatan Paris untuk menghindari dampak paling buruk dari perubahan iklim.

    “Target pembatasan suhu global semestinya baru tercapai pada tahun 2100, namun kini sudah dilampaui jauh lebih awal. Ini menjadi alarm keras bagi seluruh dunia,” tegasnya.

    Di Indonesia, anomali suhu rata-rata nasional mencapai +0,8°C dibandingkan periode normal 1991- 2020. Dampaknya bukan hanya suhu yang lebih panas, tetapi juga peningkatan intensitas dan frekuensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, gelombang panas, dan kebakaran hutan.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Musim Hujan Maju di RI, BMKG Warning Cuaca di Wilayah Ini

    Musim Hujan Maju di RI, BMKG Warning Cuaca di Wilayah Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan sejumlah daerah telah memasuki musim hujan terlebih dulu. Termasuk beberapa daerah di Pulau Jawa.

    Dalam konferensi pers yang dilakukan BMKG, Jumat (12/9/2025), Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan 42% wilayah Indonesia (294 Zona Musim atau ZOM) masuk dalam daerah yang mengalami musim hujan lebih awal dari biasanya.

    “Sebagian besar wilayah Indonesia curah hujan, sifat hujannya adalah normal secara mayoritas dengan diwarnai di beberapa daerah 27% itu di atas normal,” jelasnya.

    Selain itu, 7,1% atau 51 ZOM memasuki musim hujan secara normal. Sementara itu, 8% atau 56 ZOM diprediksi mundur.

    Sejumlah wilayah Indonesia (27% ZOM) akan mengalami musim hujan di atas normal atau lebih basah. Daerah yang mengalaminya mulai dari sebagian kecil Sumatra, sebagian besar Banten, sebagian besar Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Timur, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku, Papua Barat bagian timur, dan sebagian Papua.

    Dalam kesempatan itu juga diumumkan cuaca selama sepekan ke depan. Diperkirakan wilayah Indonesia akan mengalami hujan lebat dan angin kencang dengan angin kencang.

    “Berdasarkan dinamika atmosfer di kondisi sepekan ke depan. Selama sepekan ke depan, cuaca Indonesia diperkirakan bervariasi dengan potensi hujan lebat disertai angin kencang di banyak wilayah,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati

    Dwikorita mengingatkan untuk mewaspadai dampak hujan lebat dan angin kencang, mulai dari anjir, genangan air, banjir bandang, tanah longsor, pohon tumbang, serta gangguan transportasi. Selain itu banjir rob yang akan menimpa wilayah pesisir Indonesia.

    “Termasuk risiko gelombang tinggi di perairan dan banjir pesisir atau rob, terutama di wilayah pantai utara Jawa serta pesisir selatan di wilayah Indonesia,” jelasnya.

    Berikut perkiraan potensi hujan lebat dan angin kencang selama 15-18 September:

    Hujan Lebat: Sumatra Utara, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
    Angin Kencang: Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Musim Hujan Datang Lebih Cepat, BMKG Paparkan Ancaman dan Peluang

    Musim Hujan Datang Lebih Cepat, BMKG Paparkan Ancaman dan Peluang

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan 2025/2026 di Indonesia akan datang lebih awal dari kondisi normal. Ada ancaman dan peluang yang dihadapi.

    Berdasarkan pemantauan iklim terkini, sebagian wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan sejak Agustus 2025. Secara bertahap akan meluas ke sebagian besar wilayah pada periode September hingga November 2025.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa dibandingkan dengan rata-rata klimatologis 1991–2020, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah Indonesia. 

    “Musim hujan diprediksi berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan yang bervariasi, sebagian besar terjadi pada November–Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” katanya melalui keterangan pers, Sabtu (13/9/2025)

    Dari 699 zona musim (ZOM) di Indonesia, 79 di antaranya (11,3%) diprediksi akan memasuki musim hujan pada September 2025.

    Kawasan itu meliputi sebagian besar Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat bagian utara, Jambi bagian barat, Bengkulu bagian utara, Bangka Belitung bagian selatan, Sumatera Selatan, sebagian kecil Jawa, Kalimantan Selatan, dan sebagian Papua Selatan.

    Sebanyak 149 ZOM (21,3%) lainnya diprediksikan memasuki musim hujan pada Oktober 2025 yang meliputi sebagian Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, Sulawesi bagian selatan, dan Papua bagian tengah. 

    Sementara itu, 105 ZOM (15%) akan mulai mengalami musim hujan pada November 2025 yang meliputi sebagian besar Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi bagian tengah dan tenggara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, serta sebagian Papua.

    “Dengan kondisi ini, potensi ancaman bahaya hidrometeorologi yang dapat menyebabkan dampak seperti banjir, banjir bandang, genangan air, tanah longsor, dan angin kencang tetap perlu diwaspadai, terutama pada wilayah dengan prediksi curah hujan atas normal,” ujarnya.

    Oleh karena itu, lanjut Dwikorita, BMKG mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sektor terkait, dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan. 

    Penyesuaian kalender tanam pertanian, pengelolaan waduk dan irigasi, perbaikan drainase, pengendalian hama di perkebunan, hingga langkah mitigasi dampak ancaman bahaya hidrometeorologi harus dilakukan sejak dini agar dampak dapat ditekan.

    Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menerangkan bahwa faktor global dan regional turut memengaruhi dinamika musim hujan tahun ini. 

    Pada Agustus 2025, fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) berada dalam kondisi netral (indeks –0,34), sehingga tidak ada pengaruh signifikan dari Samudra Pasifik. 

    Di sisi lain, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam kondisi negatif (indeks –1,2), yang menandakan adanya suplai tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia khususnya bagian barat.

    Selain itu, kata dia, suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia lebih hangat (+0,42) dari rata-rata klimatologis, sehingga memicu pembentukan awan hujan lebih intensif. 

    ENSO netral diprediksikan bertahan hingga akhir 2025, sementara IOD negatif diperkirakan berlangsung hingga November 2025.

    “Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan,” terangnya.

    Oleh karena itu, BMKG mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memanfaatkan informasi cuaca dan iklim yang sudah disediakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

    Di saat yang sama, BMKG menekankan pentingnya langkah antisipasi di berbagai sektor dalam menghadapi musim hujan ini. 

    Untuk sektor pertanian, penyesuaian jadwal tanam, penggunaan varietas tahan genangan, serta perbaikan irigasi dan drainase menjadi kunci agar produksi tidak terganggu. 

    Di sektor perkebunan, kelembaban tinggi perlu diantisipasi melalui pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan drainase yang baik, serta penyesuaian pemupukan.

  • Musim Hujan Datang Lebih Cepat, BMKG Paparkan Ancaman dan Peluang

    Musim Hujan Datang Lebih Cepat, BMKG Paparkan Ancaman dan Peluang

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan 2025/2026 di Indonesia akan datang lebih awal dari kondisi normal. Ada ancaman dan peluang yang dihadapi.

    Berdasarkan pemantauan iklim terkini, sebagian wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan sejak Agustus 2025. Secara bertahap akan meluas ke sebagian besar wilayah pada periode September hingga November 2025.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa dibandingkan dengan rata-rata klimatologis 1991–2020, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah Indonesia. 

    “Musim hujan diprediksi berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan yang bervariasi, sebagian besar terjadi pada November–Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” katanya melalui keterangan pers, Sabtu (13/9/2025)

    Dari 699 zona musim (ZOM) di Indonesia, 79 di antaranya (11,3%) diprediksi akan memasuki musim hujan pada September 2025.

    Kawasan itu meliputi sebagian besar Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat bagian utara, Jambi bagian barat, Bengkulu bagian utara, Bangka Belitung bagian selatan, Sumatera Selatan, sebagian kecil Jawa, Kalimantan Selatan, dan sebagian Papua Selatan.

    Sebanyak 149 ZOM (21,3%) lainnya diprediksikan memasuki musim hujan pada Oktober 2025 yang meliputi sebagian Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, Sulawesi bagian selatan, dan Papua bagian tengah. 

    Sementara itu, 105 ZOM (15%) akan mulai mengalami musim hujan pada November 2025 yang meliputi sebagian besar Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi bagian tengah dan tenggara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, serta sebagian Papua.

    “Dengan kondisi ini, potensi ancaman bahaya hidrometeorologi yang dapat menyebabkan dampak seperti banjir, banjir bandang, genangan air, tanah longsor, dan angin kencang tetap perlu diwaspadai, terutama pada wilayah dengan prediksi curah hujan atas normal,” ujarnya.

    Oleh karena itu, lanjut Dwikorita, BMKG mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sektor terkait, dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan. 

    Penyesuaian kalender tanam pertanian, pengelolaan waduk dan irigasi, perbaikan drainase, pengendalian hama di perkebunan, hingga langkah mitigasi dampak ancaman bahaya hidrometeorologi harus dilakukan sejak dini agar dampak dapat ditekan.

    Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menerangkan bahwa faktor global dan regional turut memengaruhi dinamika musim hujan tahun ini. 

    Pada Agustus 2025, fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) berada dalam kondisi netral (indeks –0,34), sehingga tidak ada pengaruh signifikan dari Samudra Pasifik. 

    Di sisi lain, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam kondisi negatif (indeks –1,2), yang menandakan adanya suplai tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia khususnya bagian barat.

    Selain itu, kata dia, suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia lebih hangat (+0,42) dari rata-rata klimatologis, sehingga memicu pembentukan awan hujan lebih intensif. 

    ENSO netral diprediksikan bertahan hingga akhir 2025, sementara IOD negatif diperkirakan berlangsung hingga November 2025.

    “Kondisi musim hujan yang maju dari normal memberikan manfaat positif bagi petani untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini, guna meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan,” terangnya.

    Oleh karena itu, BMKG mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memanfaatkan informasi cuaca dan iklim yang sudah disediakan sebagai dasar dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

    Di saat yang sama, BMKG menekankan pentingnya langkah antisipasi di berbagai sektor dalam menghadapi musim hujan ini. 

    Untuk sektor pertanian, penyesuaian jadwal tanam, penggunaan varietas tahan genangan, serta perbaikan irigasi dan drainase menjadi kunci agar produksi tidak terganggu. 

    Di sektor perkebunan, kelembaban tinggi perlu diantisipasi melalui pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan drainase yang baik, serta penyesuaian pemupukan.

  • Musim Hujan Maju, BMKG Sebut Bisa Dongkrak Produksi Pangan Nasional

    Musim Hujan Maju, BMKG Sebut Bisa Dongkrak Produksi Pangan Nasional

    JAKARTA – Majunya awal musim hujan di sejumlah wilayah Indonesia dinilai Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dapat dimanfaatkan petani untuk mempercepat masa tanam sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.

    Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat malam, mengatakan bahwa sekitar 42 persen wilayah zona musim di Indonesia diperkirakan memasuki musim hujan lebih cepat dari kondisi biasanya jika dibandingkan dengan rerata klimatologis 1991–2020.

    “Ini kesempatan baik untuk memajukan awal musim tanam berikutnya sehingga upaya ketahanan pangan bisa lebih kuat,” ujarnya, dilansir dari ANTARA, Sabtu, 13 September.

    Musim hujan diperkirakan berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026. Sementara puncak musim hujan diperkirakan berlangsung pada November–Desember 2025 di sebagian besar Sumatera dan Kalimantan, serta Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua.

    BMKG mengumumkan ada sebanyak 79 zona musim atau 11,3 persen diprediksi akan memasuki musim hujan pada September 2025, meliputi sebagian besar Sumatera Utara, sebagian Riau, Sumatera Barat bagian utara, Jambi bagian barat, Bengkulu bagian utara, Bangka Belitung bagian selatan, Sumatera Selatan, sebagian kecil Jawa, Kalimantan Selatan dan sebagian Papua Selatan.

    Sebanyak 149 zona musim atau 21,3 persen lainnya diprediksikan memasuki musim hujan pada Oktober 2025, yang meliputi sebagian Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, Sulawesi bagian selatan dan Papua bagian tengah.

    Sementara itu, 15 persen zona musim lainnya akan mulai mengalami musim hujan pada November 2025, yang meliputi sebagian besar Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi bagian tengah dan tenggara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat, serta sebagian Papua.

    “Dengan kata lain mayoritas wilayah Indonesia diprediksikan menghadapi musim hujan lebih cepat dari biasanya dibandingkan dengan rerata klimatologis 1991–2020,” katanya.

    Ardhasena menambahkan bahwa sifat hujan pada musim hujan 2025/2026 secara umum diperkirakan normal, yakni berada pada kategori normal 69,5 persen, artinya curah hujan musiman tidak jauh berbeda dengan biasanya.

    Lalu ada sekitar 27,6 persen wilayah zona musim akan mengalami hujan di atas normal, termasuk sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah.

    “Kalau jumlah hujan yang jatuh bisa dikelola dengan baik di wilayah sentra pangan, kondisi ini sebenarnya peluang yang mendukung kegiatan pertanian,” katanya.

    Sejumlah rekomendasi

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam kesempatan yang sama memberikan beberapa rekomendasi penting bagi pelaku sektor pertanian – perkebunan untuk meminimalisasi risiko gagal panen dan tetap menjaga peluang yang ada dari musim hujan ini.

    Para pelaku pertanian disarankan memilih varietas tanaman yang tahan terhadap genangan air dan menyesuaikan jadwal tanam sebagaimana waktu yang disarankan di daerah masing-masing.

    Di samping itu, kata dia, dukungan pemerintah juga sangat diperlukan di antaranya dalam bentuk penyediaan benih cadangan, asuransi pertanian dan menjaga sistem irigasi – drainase agar berfungsi maksimal mengingat potensi curah hujan ekstrem dapat turun sewaktu-waktu dan secara singkat.

    Untuk pelaku sektor perkebunan mesti intensif memperhatikan pengendalian hama dan penyakit untuk mengantisipasi kelembaban tinggi, lalu menyesuaikan pola pemupukan demi mengurangi pencucian nutrisi akibat curah hujan tinggi.

    Dengan langkah-langkah ini, Dwikorita berharap sektor pertanian dan perkebunan tetap dapat menjaga produktivitas sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional selama musim penghujan ini.

  • Musim Hujan Maju di RI, Waspada Banjir Bandang Cek Peringatan BMKG

    Musim Hujan Maju di RI, Waspada Banjir Bandang Cek Peringatan BMKG

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan perihal peningkatan potensi bencana hidrometeorologi, termasuk banjir bandang. Hal itu menyusul datangnya musim hujan yang lebih cepat dari biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia.

    Berdasarkan pemantauan iklim terkini, sebagian wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan sejak Agustus 2025, dan secara bertahap akan meluas ke sebagian besar wilayah pada periode September hingga November 2025.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa awal musim hujan tahun ini diprediksi maju dibandingkan rata-rata klimatologis periode 1991-2020.

    “Musim hujan diprediksi berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan yang bervariasi, sebagian besar terjadi pada November-Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari-Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (13/9/2025).

    Dari total 699 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, 79 zona (11,3%) diperkirakan mulai mengalami musim hujan pada September 2025, meliputi sebagian besar Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan sebagian Papua.

    Sementara itu, gelombang musim hujan akan terus meluas dengan 149 ZOM lainnya diprediksi mulai hujan pada Oktober dan 105 ZOM pada November 2025.

    BMKG menyebut terdapat 193 zona (27,6%) yang diprediksi mengalami hujan di atas normal, termasuk:

    Sebagian besar Jawa Barat
    Wilayah di Jawa Tengah
    Beberapa kawasan Sulawesi
    Wilayah Maluku dan Papua

    Kondisi tersebut meningkatkan risiko banjir bandang, tanah longsor, dan gangguan aktivitas harian masyarakat.

    Dengan begitu, Dwikorita mengimbau semua pihak baik pemerintah pusat maupun daerah untuk segera melakukan mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Peringatan BMKG, Awas Hujan Lebat-Angin Kencang Hantam RI!

    Peringatan BMKG, Awas Hujan Lebat-Angin Kencang Hantam RI!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan prediksi cuaca untuk sepekan ke depan. Hampir seluruh wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami hujan lebat dan angin kencang.

    “Berdasarkan dinamika atmosfer di kondisi sepekan ke depan. Selama sepekan ke depan, cuaca Indonesia diperkirakan bervariasi dengan potensi hujan lebat disertai angin kencang di banyak wilayah,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Jumat (12/9).

    Dia mengatakan hampir di seluruh wilayah akan mengalami hujan lebat dan angin kencang, mulai dari Sumatera, Jawa, Indonesia bagian tengah hingga timur.

    Pertumbuhan awan hujan terjadi dengan diperkuat oleh aktivitas masuknya pergerakan awan hujan dari barat Indonesia di sepanjang katulistiwa dari Samudera Hindia.

    Gelombang Kelvin dan Rosby juga menyebabkan caca sepekan. Selain itu gelombang atmosfer frekuensi rendah disebut aktif di berbagai wilayah.

    Dwikorita juga menjelaskan terdapat pergerakan bibit siklon tropis 93S di Samudera Hindia bagian barat Bengkulu. Ini memicu konverfensi dan konfluensi angin membuat pertemuan angin.

    Di Kalimantan Utara juga terjadi pola siklonik, yang membentuk area konvergensi atau pertemuan angin untuk meningkatkan peluang hujan di sejumlah daerah.

    Berikut daftar daerah berdasarkan potensi hujan lebat dan angin kencang sepanjang sepekan ke depan:

    13-14 September

    Hujan Lebat: Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.

    Angin Kencang: Aceh, Banten, Kalimantan Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.

    15-18 September

    Hujan Lebat: Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

    Angin Kencang: Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

    Dalam kesempatan yang sama, dia juga mengingatkan untuk waspada dampak hujan lebat dan angin kencang, seperti banjir, genangan air, banjir bandang, tanah longsor, pohon tumbang, serta gangguan transportasi.

    “Termasuk risiko gelombang tinggi di perairan dan banjir pesisir atau rob, terutama di wilayah pantai utara Jawa serta pesisir selatan di wilayah Indonesia,” dia menuturkan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]