Tag: Dwikorita Karnawati

  • Pariaman Banjir Lagi Setelah 40 Tahun Aman, Apa Penyebabnya?

    Pariaman Banjir Lagi Setelah 40 Tahun Aman, Apa Penyebabnya?

    Jakarta

    Pemerintah terus menggencarkan aksi tanggap darurat terhadap bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera. Padang Pariaman menjadi salah satu wilayah terdampak banjir, setelah lebih dari 40 tahun aman.

    Ada lebih dari 9 kabupaten/kota di Pulau Sumatera yang dilanda bencana banjir mulai dari Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat. Banjir di Sumatera menjadi salah satu bencana terparah yang terjadi di Indonesia tahun 2025 ini.

    “Kemarin saya dengar dari, misalnya Padang Pariaman, di situ sudah 40 tahun nggak pernah ada banjir. Tapi sekarang ada banjir kayak gitu,” kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti ditemui di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Jumat (28/11/2025).

    Diana mengaku, sebelumnya ia sempat berdiskusi dengan Pakar Geologi UGM yang juga Eks Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, tentang bencana banjir di Sumatera ini. Diduga bahwa penyebab utama banjir ini ialah faktor alam.

    Sebab, dalam beberapa hari ke belakang ini intensitas hujan di kawasan tersebut terbilang sangat tinggi. Selain itu, juga disoroti tentang masalah tata ruang di Pulau Sumatera.

    “Karena hujan yang terus menerus selama empat hari. Ini alam, tetapi salah satu juga yang menjadi penyebab adalah masalah tata ruang ya. Tata ruang alih fungsi, yang mungkin dulunya ini berubah menjadi lahan yang permukiman dan sebagainya, atau lahan dipakai untuk apa, itu yang menyebabkan banjir. Itu saya mengutip Bu Dwikorita,” ujar Diana.

    Diana sendiri belum dapat memastikan berapa jumlah infrastruktur yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera. Sebab, data tersebut masih terus berkembang, seiring dengan proses identifikasi yang dilaksanakan oleh balai setempat, adan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bantuan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

    “Masih berproses ya ada, tapi bertambah-bertambah terus tadi barusan saya rapat dengan teman-teman balai jam 10 tadi saya rapat dan itu, bu ini tambah lagi bu ini tambah lagi mungkin belum final ya kami sedang melakukan identifikasi. Kami punya catatannya, tapi ini berubah terus berubah terus,” katanya.

    Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sendiri telah mengirimkan sejumlah alat berat ke lokasi-lokasi terdampak bencana. Alat tersebut difungsikan salah satunya untuk membuka akses untuk mempercepat mobilitas bantuan.

    Diana merincikan, setidaknya total ada sebanyak 20 unit alat berat yang dikirimkan ke Aceh, lalu 21 alat berat ke Sumatera Utara, dan 15 alat berat ke Sumatera Barat. Alat berat itu dikirimkan ke lokasi-lokasi yang sudah bisa terjangkau.

    “Alat berat ini yang semuanya sudah ada di lokasi yang sudah terjangkau. Tapi yang belum (akses tertutup banjir), menunggu sampai surut banjirnya. Juga kami sedang upayakan juga untuk (semua alat berat dan bantuan)sampai ke sana, ada yang masih kurang dan sebagainya kami upayakan karena ini darurat ya harus secepat,” tegas Diana.

    (shc/eds)

  • Cuaca Ekstrem Bakal Terjadi hingga Februari 2026, BMKG Minta Masyarakat Waspada

    Cuaca Ekstrem Bakal Terjadi hingga Februari 2026, BMKG Minta Masyarakat Waspada

    Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak untuk siaga menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026.

    Hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) telah resmi memasuki musim hujan. 

    Peralihan musim ini membawa konsekuensi meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang, hingga ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.
    Cuaca ekstrem 
    Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan hujan kini mulai meluas dari wilayah barat menuju timur Indonesia dan akan terus meningkat intensitasnya dalam beberapa pekan mendatang.

    “Kita sedang memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah selatan Indonesia yang mulai terpengaruh sistem siklon tropis dari Samudra Hindia,” ujarnya dalam Konferensi Pers di Jakarta beberapa waktu lalu yang dikutip kembali pada Rabu, 12 November 2025.
     

    Berdasarkan analisis BMKG, kata dia, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran di atas 150 milimeter per dasarian berpotensi terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah.

    Dalam sepekan terakhir yakni pekan terakhir Oktober, hujan dengan intensitas sangat lebat tercatat di beberapa daerah, seperti Tampa Padang, Sulawesi Barat dengan 152 milimeter per hari, Torea, Papua Barat 135,7 milimeter, serta Naha, Sulawesi Utara 105,8 milimeter. 

    Selama periode 26 Oktober hingga 1 November 2025, BMKG juga mencatat 45 kejadian bencana cuaca ekstrem, didominasi hujan lebat dan angin kencang yang menyebabkan banjir, tanah longsor, serta kerusakan bangunan di berbagai daerah.

    Meski hujan mulai meningkat, lanjut Dwikorita, namun suhu maksimum harian masih cukup tinggi di sejumlah wilayah Indonesia, mencapai 37 derajat Celsius di Riau dan lebih dari 36 derajat Celsius di beberapa wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara. Kondisi atmosfer yang belum stabil ini membuat potensi cuaca ekstrem dapat muncul sewaktu-waktu.

    Dwikorita menjelaskan, dinamika atmosfer saat ini cukup aktif dengan pengaruh MJO, gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut positif di perairan Indonesia yang memperkuat pembentukan awan hujan.

    “Kombinasi faktor ini menyebabkan potensi hujan lebat dan badai meningkat di banyak wilayah. Oleh karena itu, masyarakat perlu terus memantau informasi peringatan dini dari BMKG,” tegasnya.
    Potensi siklon tropis selatan
    Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga memperingatkan meningkatnya potensi siklon tropis selatan yang dapat membawa hujan ekstrem dan angin kencang di wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. 

    Ia menambahkan bahwa pada November ini, periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang dapat berkembang menjadi siklon tropis.

    “Siklon tropis yang berkembang di Samudra Hindia dapat memicu peningkatan curah hujan secara drastis dan menyebabkan banjir besar di wilayah pesisir. Kami mengimbau pemerintah daerah untuk memastikan kesiapsiagaan infrastruktur dan masyarakat terhadap kemungkinan dampak bencana,” tambah Dwikorita.

    Selain itu, pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di wilayah Pasifik dan melewati ambang batas La Niña, yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di Pasifik tengah dan timur sebesar -0,54°C dan pada Oktober sebesar -0,61°C. Sementara itu, kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran.

    Dua indikasi tersebut menandakan perkembangan awal La Niña dan menunjukkan bahwa La Niña lemah telah terjadi. Namun demikian, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena ini tidak akan berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia, karena kondisi hujan pada November–Desember 2025 hingga Januari–Februari 2026 diprediksi tetap berada pada kategori normal.

    Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak untuk siaga menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026.
     
    Hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) telah resmi memasuki musim hujan. 
     
    Peralihan musim ini membawa konsekuensi meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang, hingga ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.
    Cuaca ekstrem 
    Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menegaskan hujan kini mulai meluas dari wilayah barat menuju timur Indonesia dan akan terus meningkat intensitasnya dalam beberapa pekan mendatang.

    “Kita sedang memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah selatan Indonesia yang mulai terpengaruh sistem siklon tropis dari Samudra Hindia,” ujarnya dalam Konferensi Pers di Jakarta beberapa waktu lalu yang dikutip kembali pada Rabu, 12 November 2025.
     

    Berdasarkan analisis BMKG, kata dia, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran di atas 150 milimeter per dasarian berpotensi terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah.
     
    Dalam sepekan terakhir yakni pekan terakhir Oktober, hujan dengan intensitas sangat lebat tercatat di beberapa daerah, seperti Tampa Padang, Sulawesi Barat dengan 152 milimeter per hari, Torea, Papua Barat 135,7 milimeter, serta Naha, Sulawesi Utara 105,8 milimeter. 
     
    Selama periode 26 Oktober hingga 1 November 2025, BMKG juga mencatat 45 kejadian bencana cuaca ekstrem, didominasi hujan lebat dan angin kencang yang menyebabkan banjir, tanah longsor, serta kerusakan bangunan di berbagai daerah.
     
    Meski hujan mulai meningkat, lanjut Dwikorita, namun suhu maksimum harian masih cukup tinggi di sejumlah wilayah Indonesia, mencapai 37 derajat Celsius di Riau dan lebih dari 36 derajat Celsius di beberapa wilayah Sumatera dan Nusa Tenggara. Kondisi atmosfer yang belum stabil ini membuat potensi cuaca ekstrem dapat muncul sewaktu-waktu.
     
    Dwikorita menjelaskan, dinamika atmosfer saat ini cukup aktif dengan pengaruh MJO, gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut positif di perairan Indonesia yang memperkuat pembentukan awan hujan.
     
    “Kombinasi faktor ini menyebabkan potensi hujan lebat dan badai meningkat di banyak wilayah. Oleh karena itu, masyarakat perlu terus memantau informasi peringatan dini dari BMKG,” tegasnya.
    Potensi siklon tropis selatan
    Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga memperingatkan meningkatnya potensi siklon tropis selatan yang dapat membawa hujan ekstrem dan angin kencang di wilayah pesisir selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. 
     
    Ia menambahkan bahwa pada November ini, periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang dapat berkembang menjadi siklon tropis.
     
    “Siklon tropis yang berkembang di Samudra Hindia dapat memicu peningkatan curah hujan secara drastis dan menyebabkan banjir besar di wilayah pesisir. Kami mengimbau pemerintah daerah untuk memastikan kesiapsiagaan infrastruktur dan masyarakat terhadap kemungkinan dampak bencana,” tambah Dwikorita.
     
    Selain itu, pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di wilayah Pasifik dan melewati ambang batas La Niña, yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di Pasifik tengah dan timur sebesar -0,54°C dan pada Oktober sebesar -0,61°C. Sementara itu, kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran.
     
    Dua indikasi tersebut menandakan perkembangan awal La Niña dan menunjukkan bahwa La Niña lemah telah terjadi. Namun demikian, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena ini tidak akan berdampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia, karena kondisi hujan pada November–Desember 2025 hingga Januari–Februari 2026 diprediksi tetap berada pada kategori normal.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (ANN)

  • Profil Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani: Ahli Kebencanaan dan Penemu Alat Pendeteksi Longsor

    Profil Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani: Ahli Kebencanaan dan Penemu Alat Pendeteksi Longsor

    Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Teuku Faisal Fathani resmi menggantikan Prof Dwikorita Karnawati sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 

    Kepala Bagian Humas BMKG Akhmad Taufan mengatakan bahwa serah terima jabatan antara Dwikorita dan Faisal telah dilaksanakan pada Senin pagi di Jakarta dan dipimpin oleh Menteri Perhubungan Duddy Purwagandhi.

    “Sudah mas, tadi pagi jam sembilan,” kata Taufan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (3/11/2025). Dilansir Antara.

    Prof Teuku Faisal Fathani dikenal sebagai akademisi dan pakar kebencanaan dari UGM yang aktif dalam penelitian sistem peringatan dini longsor dan mitigasi bencana hidrometeorologi. 

    Teuku Faisal lahir di Banda Aceh, 26 Mei 1975. Faisal merupakan alumni SMA Taruna Nusantara angkatan pertama (TN 1) dan dikenal luas di kalangan ilmuwan kebumian karena kiprahnya dalam riset dan pengabdian kebencanaan di berbagai daerah.

    Dia adalah Guru Besar Teknik Sipil dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang meraih gelar profesor tahun 2017. Dia meraih gelar PhD di bidang geoteknik dari Tokyo University of Agriculture and Technology serta pengalaman post-doctoral di Public Policy Center, The University of Iowa.

     

  • Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Titip Tranformasi

    Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Titip Tranformasi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi melantik Prof. Teuku Faisal Fathani sebagai Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di kantor pusat Kementerian Perhubungan, Kota Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025).

    Pelantikan ini merupakan bagian dari upaya penguatan organisasi dan penyegaran kepemimpinan untuk menjawab kebutuhan sumber daya manusia yang adaptif, profesional, serta mampu memperkuat sinergi antara sektor transportasi dan lembaga sistem informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

    Kolaborasi tersebut menjadi kunci dalam mewujudkan konektivitas nasional yang selamat, aman dan berkelanjutan. Dalam sambutannya, Dudy mengatakan BMKG memiliki peran strategis dalam menjaga keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam sektor transportasi.

    “BMKG memegang peran esensial dalam menjaga keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terelisasikan dalam peran penting BMKG, yang merupakan garda terdepan dalam memberikan informasi cuaca, iklim, dan kualitas udara, dalam kaitannya dengan upaya mitigasi risiko dan perencanaan kebijakan nasional di berbagai sektor, termasuk transportasi,” katanya seperti dikutip siaran pers.

    Dudy berharap pelantikan ini menjadi momentum percepatan transformasi BMKG agar semakin berbasis data, teknologi, dan kolaborasi lintas instansi. Ia pun berharap momentum ini menjadikan BMKG semakin solid, profesional, dan berintegritas untuk mewujudkan pelayanan publik yang semakin prima.

    Lebih lanjut, Dudy juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan ke depan, terutama menjelang periode angkutan Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta Lebaran 2026.

    “Saya berharap kolaborasi dan sinergi lintas sektor antara BMKG dengan Kementerian Perhubungan dalam mengantisipasi berbagai hal kaitannya dengan aspek Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, dapat terjalin dengan baik demi memastikan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan perjalanan masyarakat,” ujar Dudy.

    Dalam kesempatan ini pula, Dudy menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pejabat sebelumnya, Prof. Dwikorita Karnawati, atas dedikasi dan pengabdian selama memimpin BMKG.

    “Terima kasih atas capaian dan kontribusi luar biasa yang telah diberikan. Kepemimpinan beliau menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan kinerja BMKG ke depan,” kata Dudy.

    (miq/miq)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Indonesia Masuki Puncak Musim Hujan, BMKG Peringatkan Ancaman La Nina

    Indonesia Masuki Puncak Musim Hujan, BMKG Peringatkan Ancaman La Nina

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi hujan dengan sedang hingga lebat seiring dengan masuknya sebagian besar wilayah Indonesia ke puncak musim hujan.

    Kondisi ini turut didukung dengan dinamika atmosfer yang aktif, sehingga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan dalam beberapa hari terakhir, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat melanda sebagian besar wilayah Jawa bagian barat dan tengah, meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta sebagian wilayah Yogyakarta. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaan.

    “Kondisi atmosfer sangat labil dan kaya uap air akibat aktifnya monsun Asia serta suhu muka laut yang hangat. Hujan lebat hingga sangat lebat dengan curah hujan 80-150 mm per hari sudah terjadi di beberapa wilayah. Ini adalah sinyal kuat bahwa kita harus meningkatkan kesiapsiagaan,” kata Dwikorita dilansir dari laman BMKG.

    Saat ini, sekitar 43,8% wilayah Indonesia atau 306 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim hujan. Sementara puncak musim hujan di Indonesia diperkirakan terjadi secara bertahap mulai November 2025 hingga Februari 2028 dengan pola umum pergerakan dari barat ke timur.

    “Namun demikian, pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026 menjadi fase puncak musim hujan utama bagi sebagian besar wilayah Indonesia yang berpotensi meningkatnya curah hujan tinggi dan bencana hidrometeorologi,” ujarnya.

    Di sisi lain, pada November ini periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang memicu hujan sangat lebat dan angin kencang, serta gelombang tinggi terutama di pesisir Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

    Dalam sepekan ke depan, sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mengalami kondisi cuaca berawan hingga hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, disertai potensi peningkatan hujan menjadi sedang hingga sangat lebat di sejumlah daerah. Berdasarkan analisis peringatan dini BMKG, hujan berintensitas sedang hingga lebat yang perlu diwaspadai berpotensi terjadi di berbagai wilayah, meliputi Aceh, Sumatera bagian selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Sementara itu, hujan lebat hingga sangat lebat (kategori Siaga) diprakirakan terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, serta Papua, dan dalam beberapa hari ke depan berpotensi meluas hingga Maluku Utara dan sebagian wilayah Sulawesi.

    Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG bekerjasama dengan BNPB dan unsur terkait saat ini sedang melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk wilayah sekitar DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Yogyakarta untuk mengurangi intensitas hujan ekstrem di wilayah rawan bencana.

    Di Jawa Tengah, operasi dilakukan sejak 25 Oktober dan masih berlanjut hingga awal November, dengan pelaksanaan dari Posko Semarang dan Solo. OMC ini telah melaksanakan 41 sorti penerbangan menggunakan dua pesawat Cessna Caravan, dengan hasil efektif menurunkan dan meredistribusi curah hujan di wilayah target.

    Sementara untuk wilayah Jawa bagian barat, operasi dilakukan sejak 23 Oktober dan juga masih berlanjut, dengan pelaksanaan dari Posko Jakarta. Sebanyak 29 sorti penerbangan telah dilakukan dan menunjukkan hasil pengurangan curah hujan di wilayah sasaran secara signifikan.

    Ancaman La Nina

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan berdasarkan pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di samudra pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di samudra pasifik dan melewati ambang batas La Nina yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di pasifik tengah dan timur sebesar -0.54 dan pada Oktober sebesar -0.61.

    Sementara kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran. Dua indikasi tersebut menunjukkan terjadinya perkembangan awal La Nina dan respon atmosfer menegaskan bahwa La Nina lemah telah terjadi.

    “Namun demikian, La Nina lemah diprediksi tidak memberikan dampak yang signifikan pada curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, dengan kondisi curah hujan pada November-Desember 2025 dan Januari-Februari 2026 diprediksi tetap pada kategori normal,” ujar Guswanto.

    Lebih lanjut, ia menjelaskan peningkatan potensi hujan ini didukung oleh beberapa fenomena atmosfer yang aktif secara bersamaan, antara lain aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut yang hangat di perairan Indonesia. Kombinasi faktor ini meningkatkan suplai uap air dan pembentukan awan hujan secara signifikan.

    Kombinasi antara kondisi atmosfer yang sudah aktif ini dengan kemunculan siklon tropis dari arah selatan menciptakan potensi ancaman bencana hidrometeorologi seperti angin kencang dan gelombang tinggi. Mengingat dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sering mengalami dampak merusak dari siklon tropis, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan.

    Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan terdampak.

    Selain itu, saat terjadi hujan disertai petir dan angin kencang, masyarakat diimbau menghindari berteduh di bawah pohon, baliho, atau bangunan yang rapuh, serta tetap menjaga kesehatan dan asupan cairan tubuh karena suhu panas pada siang hari masih dapat terjadi.

  • Peringatan Terbaru BMKG RI! Puncak Musim Hujan Tiba, Waspada Bencana

    Peringatan Terbaru BMKG RI! Puncak Musim Hujan Tiba, Waspada Bencana

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat. Peringatan ini disampaikan seiring dengan masuknya sebagian besar wilayah Indonesia ke puncak musim hujan.

    Aktivitas atmosfer yang sedang meningkat juga membuat risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang, menjadi lebih tinggi.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, dalam beberapa hari terakhir, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat melanda sebagian besar wilayah Jawa bagian barat dan tengah, meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta sebagian wilayah Yogyakarta. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaan.

    “Kondisi atmosfer sangat labil dan kaya uap air akibat aktifnya monsun Asia serta suhu muka laut yang hangat. Hujan lebat hingga sangat lebat dengan curah hujan 80-150 mm per hari sudah terjadi di beberapa wilayah. Ini adalah sinyal kuat bahwa kita harus meningkatkan kesiapsiagaan,” kata Dwikorita dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (2/11/2025).

    Saat ini, lanjut dia, sekitar 43,8% wilayah Indonesia atau 306 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim hujan. Sementara puncak musim hujan di Indonesia diperkirakan terjadi secara bertahap mulai November 2025 hingga Februari 2028 dengan pola umum pergerakan dari barat ke timur.

    “Namun demikian, pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026 menjadi fase puncak musim hujan utama bagi sebagian besar wilayah Indonesia yang berpotensi meningkatnya curah hujan tinggi dan bencana hidrometeorologi,” ujarnya.

    Di sisi lain, pada November ini periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang memicu hujan sangat lebat dan angin kencang, serta gelombang tinggi terutama di pesisir Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

    Dalam sepekan ke depan, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan mengalami kondisi cuaca berawan hingga hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, disertai potensi peningkatan hujan menjadi sedang hingga sangat lebat di sejumlah daerah.

    Berdasarkan analisis peringatan dini BMKG, hujan berintensitas sedang hingga lebat yang perlu diwaspadai berpotensi terjadi di berbagai wilayah, meliputi Aceh, Sumatera bagian selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Sementara itu, hujan lebat hingga sangat lebat (kategori Siaga) diperkirakan terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, serta Papua, dan dalam beberapa hari ke depan berpotensi meluas hingga Maluku Utara dan sebagian wilayah Sulawesi.

    Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG bekerjasama dengan BNPB dan unsur terkait saat ini sedang melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk wilayah sekitar DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Yogyakarta untuk mengurangi intensitas hujan ekstrem di wilayah rawan bencana.

    Di Jawa Tengah, operasi dilakukan sejak 25 Oktober dan masih berlanjut hingga awal November, dengan pelaksanaan dari Posko Semarang dan Solo. OMC ini telah melaksanakan 41 sorti penerbangan menggunakan dua pesawat Cessna Caravan, dengan hasil efektif menurunkan dan meredistribusi curah hujan di wilayah target.

    Sementara untuk wilayah Jawa bagian barat, operasi dilakukan sejak 23 Oktober dan juga masih berlanjut, dengan pelaksanaan dari Posko Jakarta. Sebanyak 29 sorti penerbangan telah dilakukan dan menunjukkan hasil pengurangan curah hujan di wilayah sasaran secara signifikan.

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, berdasarkan pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di samudra pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di samudra pasifik dan melewati ambang batas La Nina yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di pasifik tengah dan timur sebesar -0.54 dan pada Oktober sebesar -0.61.

    Sementara kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran. Dua indikasi tersebut menunjukkan terjadinya perkembangan awal La Nina dan respon atmosfer menegaskan bahwa La Nina lemah telah terjadi.

    “Namun demikian, La Nina lemah diprediksi tidak memberikan dampak yang signifikan pada curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, dengan kondisi curah hujan pada November-Desember 2025 dan Januari-Februari 2026 diprediksi tetap pada kategori normal,” ujar Guswanto.

    Lebih lanjut, ia menjelaskan peningkatan potensi hujan ini didukung oleh beberapa fenomena atmosfer yang aktif secara bersamaan, antara lain aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut yang hangat di perairan Indonesia. Kombinasi faktor ini meningkatkan suplai uap air dan pembentukan awan hujan secara signifikan.

    Kombinasi antara kondisi atmosfer yang sudah aktif ini dengan kemunculan siklon tropis dari arah selatan menciptakan potensi ancaman bencana hidrometeorologi seperti angin kencang dan gelombang tinggi. Mengingat dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sering mengalami dampak merusak dari siklon tropis, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan.

    Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan terdampak.

    Selain itu, saat terjadi hujan disertai petir dan angin kencang, masyarakat diimbau menghindari berteduh di bawah pohon, baliho, atau bangunan yang rapuh, serta tetap menjaga kesehatan dan asupan cairan tubuh karena suhu panas pada siang hari masih dapat terjadi.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini melalui aplikasi InfoBMKG. Aplikasi ini menyediakan informasi prakiraan cuaca yang lebih detail dan berbasis geolokasi serta diperbarui secara rutin termasuk prakiraan cuaca dalam tujuah harian, diulang tiga harian, hingga tiga jam sebelum cuaca ekstrem di seluruh kecamatan di Indonesia.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video 4 Fenomena Ini Picu Cuaca Ekstrem di Indonesia

    Video 4 Fenomena Ini Picu Cuaca Ekstrem di Indonesia

    Lagi sering banget hujan deras, nggak, sih? Apa penyebabnya? BMKG kasih penjelasan, nih…

    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan sejumlah fenomena atmosfer yang memicu potensi cuaca ekstrem di Indonesia. Setidaknya ada empat fenomena.

    “Ada MJO (Madden Julian Oscillation). Ada gelombang atmosfer atau gelombang ekuator, Kelvin dan Rossby. Kemudian ada fenomena lokal tadi belokan, pertemuan angin dan belokan angin. Serta adanya fenomena makin hangatnya suhu muka air laut maka mengakibatkan kondisi di Indonesia dalam kondisi berawan, meningkat pertumbuhan awan-awan hujannya dan meningkat potensi terjadinya hujan lebat hingga ekstrem,” jelas Dwikorita dalan konferensi pers pada Sabtu (1/11).

    Tonton berita video lainnya di sini, ya!

  • Peringatan BMKG! Puncak Musim Hujan di RI Sampai Tahun Depan

    Peringatan BMKG! Puncak Musim Hujan di RI Sampai Tahun Depan

    Jakarta, CNBC Indonesia — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan sebagian wilayah Indonesia resmi memasuki puncak musim hujan pada awal bulan November ini.

    Mengutip detikcom (2/11), hal ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. Ia menyatakan puncak musim hujan ini akan terus berlangsung hingga Februari 2026.

    Sebelumnya, Dwikorita menerangkan jika periode musim hujan di Indonesia tidak dimulai dalam waktu yang sama. Ada daerah yang memulai musim hujan di bulan Agustus, September, bahkan Oktober.

    Meski sudah memasuki periode hujan, cuaca di pagi sampai siang hari cenderung terik. Namun, hujan akan mulai turun pada sore sampai malam hari.

    “Mulai hari ini, mulai November ini kita memasuki puncak musim hujan di sebagian wilayah Indonesia,” ujar Dwikorita dalam Jumpa Pers Kesiapsiagaan Hadapi Puncak Musim Hujan disiarkan via Zoom Meeting pada Sabtu (1/11/2025).

    Beberapa Wilayah Sudah Diguyur Hujan Lebat

    Dwikorita menerangkan jika sebelum memasuki puncak musim hujan, beberapa wilayah sudah diguyur hujan lebat hingga sangat lebat dengan intensitas 80-150 mm/hari.

    “Cuaca ekstrem juga terpantau di sejumlah wilayah lain di Indonesia, antara lain di Sumatera Barat, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Bali, dan Kepulauan Riau,” tuturnya.

    Lebih lanjut, puncak musim hujan tahun ini juga dinilai berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika biasanya puncak musim hujan hanya berlangsung Desember hingga Januari, kali ini Indonesia akan diguyur hujan lebat hingga empat bulan lamanya.

    “Ini relatif berbeda signifikan dengan tahun-tahun sebelumnya. Puncak musim hujan itu biasanya tidak sepanjang ini. BIasanya Desember-Januari. Saat ini, mulai November hingga Februari yaitu November 2025 hingga Februari 2026,” ujarnya.

    Adapun pola hujan akan bergerak dari arah barat ke timur. Artinya, puncak musim hujan di Indonesia tidak serempak pada bulan November.

    “Puncak musim hujan untuk wilayah Indonesia bagian barat November-Desember dan selanjutnya Indonesia tengah hingga timur di bulan Januari-Februari,” paparnya.

    Meski sudah memasuki fase puncak, Dwikorita mengingatkan jika fase paling puncak dari musim hujan Indonesia baru akan dimulai pada Desember mendatang.

    “Puncaknya puncak fase hujan utama di sebagian wilayah Indonesia terjadi pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026,” ungkap Dwikorita

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 9
                    
                        Ini Daftar Wilayah di Indonesia yang Sudah Memasuki Musim Hujan
                        Nasional

    9 Ini Daftar Wilayah di Indonesia yang Sudah Memasuki Musim Hujan Nasional

    Ini Daftar Wilayah di Indonesia yang Sudah Memasuki Musim Hujan
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 43,8 persen wilayah di Indonesia telah memasuki musim hujan berdasarkan pembaruan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
    “Berdasarkan pembaruan data zona musim (ZOM), pada dasarian ketiga Oktober, sekitar 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara dengan 306 zona musim, telah memasuki musim hujan,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam agenda jumpa pers Kesiapsiagaan Hadapi Puncak Musim Hujan 2025/2026, Sabtu (1/11/2025).
    Berikut wilayah di Indonesia yang telah memasuki musim hujan:
    Adapun puncak musim hujan di Indonesia, BMKG memperkirakan bahwa hal tersebut akan terjadi pada November 2025 hingga Februari 2026.
    Puncak musim hujan tahun ini juga diperkirakan lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya yang biasa berlangsung dalam waktu lebih singkat.
    “Jadi ini relatif berbeda signifikan dengan tahun-tahun sebelumnya, puncak musim hujan itu biasanya tidak sepanjang ini, jadi biasanya Desember-Januari atau Januari-Februari,” ujar Dwikorita.
    BMKG pun memperingatkan masyarakat untuk bersiaga menghadapi bencana alam yang berisiko terjadi pada puncak musim hujan.
    Potensi bencana banjir dan tanah longsor semakin meningkat seiring dengan kondisi cuaca yang diperkuat dengan angin Asia.
    “Kondisi ini diperkuat oleh mulai aktifnya monsun Asia atau angin Asia, angin yang bertiup dari arah Asia. Monsun Asia membawa masa udara lembap dari wilayah samudra menuju daratan Indonesia,” ujar Dwikorita.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video Kapan Puncak Musim Hujan di Indonesia? Ini Kata BMKG

    Video Kapan Puncak Musim Hujan di Indonesia? Ini Kata BMKG

    Kapan puncak musim hujan di Indonesia akan terjadi? Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memberikan jawaban berikut ini…

    “Saat ini (puncak musim hujan) mulai November hingga Februari dengan pola umum pergerakan dari arah barat ke timur.Artinya terjadinya puncak musim hujan itu tidak serempak,” jelas Dwikorita dalam konferensi pers yang digelar Sabtu (1/11).

    “Namun, fase puncak musim hujan utama… Jadi puncaknya puncak. Fase puncak musim hujan utama di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026,” tambahnya.

    Tonton berita video lainnya di sini!