BANTEN — Menteri Kebudayaan Fadli Zon meresmikan monumen simbolisasi jalur masuk Cornelis de Houtman di kawasan Banten Lama, Minggu, 26 Oktober. Peresmian ini bagian akhir dari rangkaian kegiatan Sasaka Cibanten 2025 yang bertema “Naritis Cai, Mapag Kabantenan”. Acara ini sendiri digelar Kementerian Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII Banten dan Jakarta.
Menbud Fadli Zon mengatakan, monumen tersebut menandai awal upaya rekonstruksi sejarah Banten sebagai pelabuhan besar dan pusat peradaban Nusantara. “Banten memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan akulturasi budaya. Karena itu, kami menandai titik masuk Cornelis de Houtman sebagai bagian penting dari rekonstruksi sejarah bangsa,” ujarnya.
Menurut Menbud Fadli, Banten telah memiliki peradaban maju jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Masjid Banten Lama berdiri pada 1527, jauh sebelum Cornelis de Houtman tiba, begitu pula Keraton Surosowan dan Kaibon. “Kami ingin menghidupkan kembali ekosistem budaya di Banten agar menjadi wisata budaya dan sumber ekonomi masyarakat,” tambahnya.
Menbud Fadli juga menyinggung rencana pemugaran Keraton Surosowan dan Kaibon serta pemanfaatan museum di sekitar situs sebagai ruang edukasi. “Kita ingin masyarakat, khususnya generasi muda, belajar sejarah melalui pengalaman langsung di situs-situs bersejarah,” katanya.
Akademisi Universitas Indonesia, Prof. R. Cecep Eka Permana, menyebut monumen ini sebagai penanda penting kedatangan Cornelis de Houtman ke Nusantara. “Kapalnya berlabuh di Pulau Lima karena tak bisa masuk ke pelabuhan akibat dangkal. Ia lalu naik sekoci menuju Pabean, tempat pembayaran cukai. Ini bukti Banten sudah maju dalam perdagangan,” jelasnya.
Prof. Cecep menambahkan, sejumlah temuan seperti keramik, mata uang, dan gerabah akan menjadi bahan penelitian lanjutan dan kelak dipamerkan di Museum Situs Kebudayaan Banten Lama.
Kepala BPK Wilayah VIII, Lita Rahmiati, mengatakan Sasaka Cibanten menjadi ruang kolektif untuk menghubungkan kembali arus peradaban Banten. “Tema Naritis Cai, Mapag Kabantenan menggambarkan air sebagai simbol yang mengalir, menyatukan, dan menghidupkan kembali kebudayaan Banten,” ujarnya.
Juga hadir dalam peresmian ini Dirjen Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Restu Gunawan, Wakil Wali Kota Serang Nur Agis Aulia, Ketua DPRD Muji Rohman, Kapolda Banten Irjen Pol. Hengki, dan sejumlah pejabat daerah.
Rangkaian Sasaka Cibanten sebelumnya digelar di Titik Nol Cibanten (4–5 Oktober) dan Banten Girang (11–12 Oktober). Kegiatan ini menjadi penutup perjalanan kebudayaan yang meneguhkan kembali identitas sejarah dan ekologi Banten.








/data/photo/2025/06/12/684a9dab5654b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/30/68625d583b463.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)