Tag: Donald Trump

  • Informasi Bocor, Pejabat AS Akui Israel Ingin Menyabotase Pembicaraan Hamas dan AS – Halaman all

    Informasi Bocor, Pejabat AS Akui Israel Ingin Menyabotase Pembicaraan Hamas dan AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel diduga berupaya menyabotase pembicaraan antara Amerika Serikat (AS) dan Hamas.

    Media Israel Yedioth Ahronoh menyampaikan dugaan itu lewat tulisan salah satu analisnya, Ronen Bergman, hari Jumat lalu.

    Dengan mengutip pernyataan pejabat AS, Bergman menyebut Israel ingin mengganggu pembicaraan AS-Hamas di Kota Doha, Qatar.

    Para pejabat AS pergi ke Doha untuk bertemu dengan pejabat Hamas guna membahas pembebasan sandera Israel yang juga berkewarganegaraan AS. AS tidak memberi tahu Israel tentang hal itu.

    Dikutip dari The Cradle, Israel menentang adanya pembicaraan antara Hamas dan AS tanpa adanya juru penengah. Israel takut bakal ada perkembangan mengenai pembicaraan masa depan Gaza.

    Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kecewa dengan pembicaraan langsung antara Hamas dan AS.

    Seorang narasumber The Times of Israel mengatakan Israel berada di balik bocornya informasi tentang pembicaraan AS-Hamas.

    NETANYAHU – Foto ini diambil dari publikasi Instagram Netanyahu pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato dan mengancam Hizbullah Lebanon pada 24 September 2024. (Instagram @b.netanyahu)

    Menurut narasumber itu, Gedung Putih mengklaim telah berkoordinasi dengan Israel tentang pembicaraan itu. Namun, Netanyahu ternyata tidak tahu.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru mengetahui pembicaraan AS-Hamas setelah pembicaraan,” kata narasumber itu.

    Menurut laporan Axios tanggal 5 Maret, Hamas dan AS sudah menggelar pembicaraan diam-diam untuk membebaskan warga AS di Gaza dan membahas kemungkinan perjanjian yang lebih besar guna mengakhiri perang.

    Sementara itu, seorang narasumber Israel Hayom menyebut Israel sangat khawatir dengan adanya pembicaraan tersebut.

    Komentar Israel mengenai pembicaraan itu juga abu-abu alias tidak jelas.

    “Kepada AS, Israel telah mengungkapkan sikapnya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” demikian kata kantor Netanyahu.

    Kontak langsung antara AS dan Hamas itu menandai tahap baru pembicaraan antara Hamas-Israel.

    Sejak menetapkan Hamas sebagai “organisasi teroris” tahun 1990-an, AS menolak melakukan pembicaraan langsung dengan Hamas.

    Hamas mengonfirmasi bahwa pejabatnya memang menggelar pembicaraan dengan AS di Qatar.

    Ibrahim Al Madhoun, seorang komentator terafiliasi Hamas, mengatakan pembicara kedua belah pihak umumnya berkisar tentang Idan Alexander, seorang sandera yang juga memiliki kewarganegaraan AS.

    BRIGADE AL-QUDS – Foto ini diambil pada Kamis (13/2/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Quds (sayap militer Jihad Islam), memperlihatkan anggota Brigade Al-Quds diapit oleh anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) saat berpatroli selama pertukaran tahanan gelombang ke-3 Kamis (30/1/2025) yang membebaskan sandera Israel; Agam Berger, Arbel Yehud dan Gadi Moses serta 5 warga Thailand dengan imbalan pembebasan 110 warga Palestina. (Telegram Brigade Al-Quds)

    Israel marah

    Israel dilaporkan marah mengetahui pemerintah AS berbicara langsung dengan Hamas.

    Tujuan pembicaraan itu adalah untuk mengamankan pembebasan warga AS yang disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.

    Israel Hayom melaporkan tindakan itu membuat berang para pejabat Israel.

    “Ini tindakan yang sangat problematik,” kata seorang pejabat Israel.

    Israel disebut sudah mengetahui adanya saluran rahasia yang digunakan AS dan Hamas untuk berkomunikasi langsung.  Akan tetapi, para pejabat Israel membeci keberadaan saluran itu.

    Israel Hayom mengatakan pembicaraan itu dipimpin oleh Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump yang ditugasi mengurus pemulangan warga AS yang disandera.

    Narasumber dari Hamas mengatakan delegasi Hamas telah bertemu langsung dengan utusan Trump. Dia menyebut pembicaraan Hamas-AS berfokus pada persoalan warga AS yang disandera.

    Trump dukung pembicaraan AS-Hamas

    Trump mendukung pembicaraan langsung AS dengan Hamas di Qatar. 

    Menurut Trump, pembicaraan itu dilakukan demi kebaikan Israel dan mengamankan pembebasan sandera Israel.

    “Kita membantu Israel dalam pembicaraan itu karena kita membicarakan sandera Israel,” kata Trump di Gedung Putih, dikutip dari The Times of Israel.

    “Kita tidak melakukan apa pun terkait dengan Hamas. Kita tidak memberikan uang.”

    “Kalian harus bernegosiasi. Ada perbedaan antara bernegosiasi dan membayar. Kita ingin memulangkan orang-orang ini.”

    (*)

  • Sempat Tolak Usul Israel, Hamas Kini Diklaim Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata 2 Bulan – Halaman all

    Sempat Tolak Usul Israel, Hamas Kini Diklaim Setujui Perpanjangan Gencatan Senjata 2 Bulan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Media Arab Saudi mengklaim Hamas menyetujui usul perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dan pembebasan sandera Israel.

    Al Hadath, nama media itu, melaporkan Hamas memperlihatkan fleksibilitas dalam perundingan di Kota Kairo, Mesir.

    “Perkembangan pembicaraan dengan Hamas membuat Israel mengirimkan delegasinya pada hari Senin,” kata narasumber Al Hadath, Sabtu malam (8/3/2025).

    Belum ada konfirmasi dari Hamas mengenai laporan media Saudi itu.

    Sementara itu, media Saudi lainnya yang bernama Al Arabiya pada Sabtu kemarin, mengklaim Hamas dan Israel menyepakati gencatan sementara selama Ramadan. Namun, baik Hamas ataupun Israel membantahnya.

    Israel kirim utusan ke Qatar

    Sabtu kemarin, Israel mengumumkan akan mengirimkan delegasinya ke Kota Doha, Qatar, pada Senin, gunan membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Dikutip dari Yedioth Aronoth, Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan pengiriman delegasi itu dilakukan setelah ada undangan dari Mesir dan Qatar sebagai pihak penengah.

    Pernyataan itu muncul setelah ada diskusi keamanan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Di samping itu, ada pula kekhawatiran Israel mengenai pembicaraan langsung antara AS dan Hamas.

    Delegasi Israel yang dikirim termasuk seorang pejabat senior Dinas Keamanan Israel atau Shin Bet, penasihat politik Netanyahu (Ophir Falk), koordinator sandera dan orang hilang (Gal Hirsch), serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Seorang narasumber mengatakan delegasi Israel akan mendorong diberlakukannya usul dari Steve Witkoff, utusan AS.

    SIAP PERANG LAGI – Tangkap layar khaberni, Selasa (4/3/2025) yang menunjukkan petempur Hamas dengan latar belakang peluncur roket. (Khaberni)

    AS tawari Hamas gencatan senjata 2 bulan

    AS dan Hamas kembali melakukan pembicaraan di Qatar pada Rabu (5/3/2025), untuk membahas persoalan sandera.

    The Washington Post melaporkan, AS menawari Hamas perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan kembali masuknya aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Sebagai gantinya, Hamas diharuskan membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup, termasuk seorang sandera berkewarganegaraan AS dan Israel yang bernama Edan Alexander.

    Tawaran AS itu juga dikonfirmasi oleh seorang narasumber Palestina yang mengungkapkannya kepada Sky News Arabia.

    Dia mengatakan pemerintah AS meminta Hamas untuk membebaskan 10 sandera yang masih hidup dengan imbalan seperti di atas.

    Hamas disebut belum menanggapi tawaran atau usul AS itu. Tawaran itu disampaikan dalam pertemuan yang dihadiri Adam Boehler (utusan Presiden AS Donald Trump) dan para pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Yedioth Ahronoth melaporkan, menurut seorang diplomat yang mengetahui pembicaraan itu, Boehler dan Hamas menggelar pertemuan secara langsung tanpa mediasi dari Qatar.

    Hamas dilaporkan menolak rencana yang disampaikan Steve Witkoff, utusan Trump untuk urusan Timur Tengah.

    Rencana itu adalah pembebasan setengah dari seluruh sandera, lalu perundingan tentang sandera yang tersisa akan berkaitan dengan gencatan senjata selama Ramadan dan Paskah.

    Meski demikian, pejabat AS mengklaim Hamas mempertimbangkan keuntungan yang bisa didapat dari pembicaraan langsung dengan AS.

    BERBARIS – Petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). (Khaberni)

    Hamas sempat menolak perpanjangan

    Beberapa hari lalu, Hamas dilaporkan menolak usul perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Menurut Hamas, usul itu tak bisa diterima.

    Sebagai gantinya, Hamas memilih untuk merundingkan tahap kedua guna mengamankan gencatan senjata permanen.

    Al Jazeera melaporkan juru bicara Hamas, Hazem Qassem, sudah mengatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi tahap kedua genatan.

    Dia mengklaim Israel ingin menyelamatkan para sandera yang tersisa di Gaza sembari tetap menghidupkan harapan untuk melanjutkan perang.

    Pernyataan Qassem disampaikan sehari setelah Hamas mendesak Israel untuk merundingjkan tahapan kedua.

    Jika tahap kedua terwujud, semua sandera akan dipulangkan. Lalu, pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (*)

  • Trump Klaim Kirim Surat ke Khamenei soal Negosiasi Nuklir, Iran: Kami Belum Menerimanya – Halaman all

    Trump Klaim Kirim Surat ke Khamenei soal Negosiasi Nuklir, Iran: Kami Belum Menerimanya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran mengatakan hingga saat ini belum menerima surat dari Presiden AS Donald Trump yang katanya ditujukkan kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei terkait perundingan nuklir.

    Hal tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara kedutaan Iran pada hari Jumat (7/3/2025).

    “Kami belum menerima surat seperti itu sejauh ini,” kata jubir kedutaan Iran, dikutip dari Al Jazeera.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan dalam wawancara dengan Fox Business Network bahwa dirinya telah mengirimkan surat kepada Khamenei.

    Dalam surat tersebut, Trump mengatakan menawarkan pembicaraan menuju kesepakatan mengenai program nuklir.

    Menurutnya, negosiasi ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada intervensi yang selama ini iya lakukan.

    “Saya berharap Iran, dan saya telah menulis surat kepada mereka yang mengatakan, saya harap Anda akan bernegosiasi karena jika kita harus melakukan intervensi militer, itu akan menjadi hal yang mengerikan bagi mereka,” kata Trump dalam segmen wawancara yang disiarkan pada hari Jumat, dikutip dari Iran International.

    Trump mengklaim bahwa dengan mengajukan kesepakatan ini tidak akan menyakiti Iran.

    “Ada dua cara untuk menangani Iran, secara militer atau membuat kesepakatan. Saya lebih suka membuat kesepakatan karena saya tidak ingin menyakiti Iran,” imbuh Trump.

    Presiden AS ini juga mengaku memiliki banyak kenalan di Iran.

    “Mereka orang-orang hebat. Saya kenal banyak orang Iran dari negara ini,” terangnya.

    Trump menambahkan dalam wawancaranya bahwa kesepakatan nuklir akan menjadi kemenangan bagi Iran.

    “Saya pikir mereka ingin mendapatkan surat itu. Alternatif lainnya adalah kita harus melakukan sesuatu, karena kita tidak bisa membiarkan senjata nuklir lain,” katanya.

    Meski banyak orang yang tidak setuju dengan keputusannya, Trump yakin bahwa ini akan membawa kemenangan bagi Iran.

    “Saya tidak yakin semua orang setuju dengan saya. Namun, kita dapat membuat kesepakatan yang sama bagusnya seperti jika Anda menang secara militer,” tambah presiden AS.

    Pernyataan Trump muncul tepat di saat pemerintahannya memberikan tekanan besar kepada Teheran.

    Tekanan yang dimaksud adalah Trump memberikan sanksi ekonomi baru dan tindakan penegakan hukum yang menargetkan ekspor minyak Iran.

    Ini juga bukan pertama kalinya Trump mengirimkan pendekatan serupa.

    Pada tahun 2019, surat Trump juga diabaikan oleh Khamenei.

    Menurut Khamenei, surat itu “tidak layak” dibalas.

    Sementara itu, Iran telah lama menegaskan bahwa programnya ditujukan untuk tujuan damai.

    Sejak Trump kembali ke menjabat sebagai Presiden AS, pemerintahannya secara konsisten mengatakan bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir. 

    Akan tetapi, pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan lalu mengatakan bahwa Iran telah mempercepat produksi uraniumnya yang mendekati tingkat senjata.

    Pada tahun 2015, Iran mencapai kesepakatan dengan kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk mengekang program nuklirnya karena kekhawatiran negara itu berpotensi mengembangkan senjata nuklir.

    Akan tetapi pada tahun 2018, keadaan berubah.

    Di mana Presiden AS Donald Trump saat menjabat sebagai presiden AS  secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut.

    Trump justru menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump dan Iran

  • Berkaca dari Trump-Zelensky, Menlu Iran Sebut Negaranya Pilih Jalur Berbeda dalam Hal Keamanan – Halaman all

    Berkaca dari Trump-Zelensky, Menlu Iran Sebut Negaranya Pilih Jalur Berbeda dalam Hal Keamanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyoroti bahwa ketegangan yang muncul dari pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dapat memberikan pelajaran penting bagi negara-negara yang bergantung pada kekuatan besar, termasuk Amerika Serikat.

    Dalam opini yang diterbitkan pada 5 Maret 2025 di surat kabar Ettelaat, Araghchi menggambarkan ketegangan yang terjadi di Gedung Putih sebagai refleksi dari keretakan dalam tatanan global.

    Ia menekankan bahwa perselisihan antara Trump dan Zelensky menunjukkan risiko yang dihadapi oleh negara-negara yang mengandalkan AS untuk keamanan mereka.

    Araghchi mencatat, “Ini bukan sekadar konflik biasa; ini mencerminkan keretakan mendalam dalam tatanan dunia.”

    Pendapatnya ini menggambarkan bahwa bahkan sekutu-sekutu lama AS mulai mempertanyakan kepemimpinan Washington, dan negara-negara Eropa kini lebih berhati-hati terhadap situasi perang di Ukraina.

    Menurut Araghchi, Iran telah memilih jalur yang berbeda, yaitu kemandirian dan kemerdekaan strategis.

    Ia menjelaskan, “Tidak seperti banyak negara yang bergantung pada kekuatan asing untuk keamanan, Iran secara sadar memilih untuk mempertahankan kemandiriannya meskipun harus membayar harga atas keputusan tersebut.”

    Ini menegaskan bahwa kemandirian bukanlah hasil dari sanksi, melainkan sebuah keputusan strategis yang disengaja.

    Araghchi juga menyatakan bahwa Iran tidak membeli keamanannya; sebaliknya, negara tersebut membangun keamanannya sendiri.

    Pandangan ini mencerminkan sikap Iran yang telah lama meyakini bahwa aliansi dengan AS tidak dapat diandalkan.

    Hal ini sejalan dengan pendirian Pemimpin Tertinggi Iran yang menolak negosiasi dengan Washington.

    Meskipun Araghchi menekankan pentingnya kemandirian militer, Iran tetap menjalin kerja sama dengan pihak asing, khususnya Rusia.

    Pada Januari 2025, Iran dan Rusia menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi dan militer yang dianggap sebagai langkah penting dalam memperkuat hubungan bilateral.

    Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian memuji perjanjian tersebut sebagai babak baru dalam kerjasama kedua negara.

    Perjanjian ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang stabil dan berkelanjutan antara Rusia, Iran, dan seluruh kawasan Eurasia.

    Apa Implikasi dari Perjanjian Ini?

    Sejak pecahnya perang di Ukraina pada Februari 2022, Iran semakin dilihat sebagai sekutu strategis oleh Rusia.

    Kedua negara sepakat untuk saling membantu menghadapi ancaman keamanan bersama.

    Meskipun demikian, perjanjian ini tidak mencakup pakta pertahanan seperti yang ditandatangani Rusia dengan Korea Utara.

    Dalam laporan France24, dijelaskan bahwa Iran dan Rusia sepakat untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan ekonomi, terutama dalam menghadapi sanksi Barat terhadap industri energi mereka.

    Mereka juga akan bekerja sama dalam pelatihan militer dan penggunaan fasilitas pelabuhan untuk kapal perang masing-masing negara.

    Sebelumnya, hubungan antara Iran dan Rusia diatur oleh dokumen kerja sama yang ditandatangani pada tahun 2001 dan diperbarui secara berkala.

    Namun, hubungan ini memiliki sejarah yang kompleks, dengan kedua negara pernah berperang pada abad ke-18 dan ke-19 untuk memperebutkan wilayah di Kaukasus.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pejabat AS mengungkapkan bahwa Israel berusaha menggagalkan rencana pembicaraan rahasia antara AS dan Hamas di Doha.

    Pembicaraan rahasia tersebut adalah untuk membahas pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza.

    Ini merupakan pertama kalinya AS dan Hamas terlibat dalam pembicaraan rahasia setelah bertahun-tahun.

    Namun sayangnya, rencana pembicaraan ini disambut dengan ketidaksetujuan oleh pemerintah Benjamin Netanyahu.

    Menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronot , pejabat AS mengatakan bahwa awalnya perundingan ini akan diadakan tanpa sepengetahuan Israel.

    Hal tersebut adalah untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan seperti putaran perundingan sebelumnya yang direncanakan minggu lalu.

    The New York Times mengatakan minggu ini bahwa Israel telah mengetahui pembicaraan tersebut melalui ‘saluran lain’ sebelum pembicaraan itu terjadi.

    Setelah mengetahui informasi tersebut, pejabat Israel kemudian membocorkan informasi ini melalui media sebagai upaya menyabotase perjanjian AS-Hamas.

    Pejabat Israel mengaku bahwa pihaknya takut jika terjadi kesepakatan tanpa melibatkan Israel.

    “AS saat ini tengah merundingkan kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan para sandera, dan Israel pada akhirnya harus membayar setidaknya sebagian dari harga tersebut,” kata seorang sumber Israel yang mengetahui pembicaraan tersebut kepada media berita tersebut, dikutip dari The New Arab.

    Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi dalam pernyataan singkat bahwa Israel telah menyatakan posisinya kepada AS mengenai negosiasi langsung dengan Hamas.

    “Israel telah menyampaikan kepada Amerika Serikat posisinya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” kata kantor Netanyahu.

    Perundingan antara Hamas dan AS ini belum pernah terjadi sebelumnya.

    AS telah menolak kontak langsung dengan kelompok tersebut sejak menetapkannya sebagai organisasi teroris pada akhir tahun 1990-an.

    Dalam pembicaraan ini, utusan Gedung Putih untuk urusan penyanderaan, Adam Boehler menjadi pejabat pertama yang diketahui berbicara langsung dengan organisasi tersebut selama bertahun-tahun.

    Pembicaraan ini juga dikonfirmasi oleh Hamas.

    Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis (6/3/2025) mengumumkan bahwa diskusi sedang diadakan dengan Hamas.

    Menurut Trump, apa yang ia lakukan adalah upaya untuk membebaskan sandera Israel yang ditahan di Gaza.

    “Kami membantu Israel dalam diskusi tersebut karena kami berbicara tentang sandera Israel. Kami tidak melakukan apa pun terkait Hamas. Kami tidak memberikan uang tunai,” tegasnya, dikutip dari Middle East Monitor.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.400 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Hamas dan Konflik Palestina vs Israel

  • Iran Ambil Pelajaran dari Cekcok Trump-Zelensky: Kami Tidak Bergantung pada Negara Lain – Halaman all

    Iran Ambil Pelajaran dari Cekcok Trump-Zelensky: Kami Tidak Bergantung pada Negara Lain – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa pemerintahan AS di bawah Donald Trump telah menciptakan “suasana kacau” setelah pertemuan sengitnya di Ruang Oval dengan pemimpin Ukraina minggu lalu.

    Dalam opini yang diterbitkan pada Rabu (5/3/2025) di surat kabar Ettela’at Iran, Araghchi menilai perselisihan tersebut mengungkapkan keretakan besar dalam tatanan global dan memperjelas bahaya mengandalkan Amerika Serikat dalam urusan keamanan.

    Araghchi mengkritik apa yang ia sebut sebagai “ketegangan verbal” dan “kebijakan impulsif” dalam diplomasi global.

    Ia menyoroti pertikaian di Ruang Oval sebagai momen refleksi bagi negara-negara yang selama ini bergantung pada AS, khususnya dalam konteks hubungan Ukraina dengan Barat.

    “Perselisihan baru-baru ini di Gedung Putih bukan sekadar konflik biasa; hal ini mencerminkan keretakan mendalam dalam tatanan dunia,” tulisnya.

    Araghchi menilai bahwa bahkan sekutu lama AS kini mulai mempertanyakan kepemimpinan Washington, dengan negara-negara Eropa mengambil pendekatan lebih hati-hati terhadap perang di Ukraina.

    Iran Pilih Kemandirian

    Dalam opininya, Araghchi menegaskan bahwa Iran telah memilih jalur berbeda, yaitu kemandirian dan kemerdekaan strategis.

    “Tidak seperti banyak negara yang bergantung pada kekuatan asing untuk keamanan, Iran telah secara sadar memilih untuk mempertahankan kemandiriannya, meskipun harus membayar harga atas keputusan tersebut,” tulisnya.

    Ia menegaskan bahwa pendekatan ini bukanlah akibat dari sanksi, melainkan keputusan strategis yang disengaja.

    “Iran tidak membeli keamanannya; Iran membangunnya,” tambahnya.

    Mengutip Newsweek, pernyataan Araghchi sejalan dengan sikap Iran yang telah lama meyakini bahwa aliansi dengan AS tidak dapat diandalkan.

    Pernyataannya juga mendukung sikap Pemimpin Tertinggi Iran yang menolak negosiasi dengan Washington.

    Garis keras Iran menilai bahwa konfrontasi Trump-Zelensky menjadi bukti ketidakstabilan diplomatik AS.

    Meskipun Araghchi menekankan pentingnya kemandirian militer, Iran tetap menjalin kerja sama dengan pihak asing, khususnya Rusia.

    Hubungan Rusia dan Iran

    Pada Januari 2025, Rusia dan Iran menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi dan militer.

    Kedua negara menganggap perjanjian ini sebagai tonggak penting dalam hubungan bilateral mereka.

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menandatangani perjanjian tersebut dalam sebuah upacara di Kremlin.

    Keduanya memuji kesepakatan ini sebagai babak baru dalam hubungan kedua negara.

    “Dokumen terobosan ini bertujuan menciptakan kondisi bagi pembangunan yang stabil dan berkelanjutan antara Rusia, Iran, serta seluruh kawasan Eurasia,” ujar Putin.

    Pezeshkian menambahkan bahwa perjanjian ini akan membuka babak baru dalam kerja sama Iran dan Rusia di berbagai sektor, terutama ekonomi.

    Mengutip laporan France24 pada 17 Januari 2025, sejak pecahnya perang di Ukraina pada Februari 2022, Rusia semakin memandang Iran sebagai sekutu strategis.

    Dalam dokumen yang diterbitkan Kremlin, kedua negara sepakat untuk saling membantu menghadapi ancaman keamanan bersama.

    Namun, perjanjian ini tidak mencakup pakta pertahanan bersama seperti yang ditandatangani Rusia dan Korea Utara tahun lalu.

    Rusia dan Iran sepakat untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan ekonomi di berbagai sektor, terutama dalam menghadapi sanksi Barat terhadap industri energi mereka.

    Selain itu, mereka juga akan bekerja sama dalam pelatihan militer dan penggunaan fasilitas pelabuhan untuk kapal perang masing-masing negara.

    Namun, perjanjian tersebut tidak secara eksplisit mencakup pertukaran senjata, yang merupakan aspek kerja sama yang telah dikenai sanksi oleh Barat.

    Iran diketahui telah memasok Rusia dengan pesawat nirawak “Shahed” yang digunakan dalam serangan ke Ukraina, menurut pejabat Ukraina dan Barat.

    Moskow dan Teheran telah merancang perjanjian baru ini selama bertahun-tahun.

    Sebelumnya, hubungan kedua negara diatur oleh dokumen kerja sama tahun 2001 yang diperbarui secara berkala.

    Meski kini semakin erat, hubungan Rusia dan Iran memiliki sejarah yang kompleks.

    Pada abad ke-18 dan ke-19, kedua negara berperang memperebutkan wilayah di Kaukasus. Selain itu, Uni Soviet dan Inggris pernah menginvasi Persia selama Perang Dunia II.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Trump Puji Putin, Sebut Negosiasi Rusia Lebih Mudah dari Ukraina – Halaman all

    Trump Puji Putin, Sebut Negosiasi Rusia Lebih Mudah dari Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa negosiasi untuk mencapai perdamaian antara Rusia dan Ukraina lebih mudah dilakukan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dibandingkan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Dalam pernyataannya di Ruang Oval pada Jumat, 7 Maret 2025, Trump menyatakan bahwa Putin lebih kooperatif dalam pembicaraan perdamaian.

    Trump memuji Putin, meskipun ia juga mengecam serangan terbaru Rusia terhadap Ukraina dan mengancam akan memberikan sanksi baru terhadap Moskow. “Saya pikir ia akan lebih murah hati setelah perang berakhir, dan itu cukup bagus,” ujar Trump.

    Trump mengungkapkan bahwa berbicara tentang perdamaian dengan Putin lebih mudah dibandingkan dengan Zelensky. “Terus terang, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina. Mereka tidak punya kartu jelasnya,” kata Trump.

    Ia juga mencatat bahwa Rusia melancarkan serangan yang lebih besar terhadap Ukraina.

    Beberapa jam sebelum pernyataan tersebut, Trump telah memutuskan untuk memberikan sanksi dan tarif besar terhadap Rusia hingga gencatan senjata tercapai.

    Keputusan ini muncul setelah Rusia meluncurkan serangan rudal dan drone terhadap infrastruktur energi Ukraina pada 6 Maret 2025.

    AS juga telah menangguhkan akses Ukraina ke beberapa citra satelit dan menghentikan bantuan militer.

    Pertemuan antara AS dan Ukraina

    Meskipun hubungan antara Ukraina dan AS telah merenggang, Zelensky mengumumkan bahwa delegasi Ukraina dan AS akan bertemu untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian. “Pertemuan ini tidak hanya membahas rencana perdamaian Ukraina-Rusia, tetapi juga usulan-usulan untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan Ukraina,” kata Zelensky.

    Pertemuan antara delegasi AS dan Ukraina dijadwalkan berlangsung pada 11 Maret 2025, dengan beberapa pejabat dari kedua negara diperkirakan akan hadir.

    Dengan situasi yang terus berkembang, perhatian dunia tertuju pada bagaimana negosiasi ini akan mempengaruhi masa depan Ukraina dan hubungan internasional.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump: Negosiasi dengan Rusia Lebih Mudah Daripada dengan Ukraina dalam Mencapai Perdamaian – Halaman all

    Trump: Negosiasi dengan Rusia Lebih Mudah Daripada dengan Ukraina dalam Mencapai Perdamaian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS Donald Trump memberikan pujian terhadap presiden Rusia Vladimir Putin dalam negosiasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Meski telah mengecam serangan terbaru Rusia terhadap ukraina dan mengancam akan memberikan sanksi terhadap Moskow, Trump mengatakan Putin akan lebih kooperatif dan ‘murah hati’ dalam pembicaraan ini.

    “Ia ingin mengakhiri perang dan setelah perang berakhir, dan saya pikir ia akan lebih murah hati daripada yang seharusnya. Dan itu cukup bagus,” kata Trump di Ruang Oval pada hari Jumat (7/3/2025), dikutip dari ABC News.

    Trump mengatakan dirinya telah percaya terhadap Putin.

    “Ya. Tidak, saya percaya padanya, saya percaya padanya. Saya pikir kami baik-baik saja dengan Rusia,” katanya.

    Meskipun mengancam sanksi baru terhadap Rusia, Trump mengatakan ia mengerti mengapa pasukan Putin telah melancarkan kampanye pengeboman besar-besaran di Ukraina semalam.

    “Saya pikir dia menyerang mereka (Ukraina) lebih keras daripada yang pernah dia lakukan,” kata Trump. 

    “Dan saya pikir mungkin siapa pun yang berada di posisi itu akan melakukan hal yang sama sekarang,” tambahnya, dikutip dari NDTV.

    Ia mengaku justru berbicara tentang perdamaian Rusia-Ukraina terhadap Putin lebih mudah dibandingka dengan presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

    “Namun saat ini, mereka mengebom Ukraina dan Ukraina habis-habisan. Terus terang, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina. Mereka tidak punya kartu,” jelasnya.

    Beberapa jam sebelumnya, Trump mengatakan dirinya telah memberikan sanksi dan tarif berskala besar terhadap Rusia hingga gencatan senjata tercapai.

    Keputusan ini diambil oleh Trump tepat setelah Rusia meluncurkan serangan rudal dan drone terhadap infrasturktur energi Ukraina pada Kamis (6/3/2025), dikutip dari BBC.

    Sementara itu, AS telah menangguhkan sementara akses Ukraina ke beberapa citra satelit.

    Tidak hanya itu, AS juga menghentikan bantuan militer ke negara itu.

    Hubungan Ukraina dan AS belakangan ini telah merenggang.

    Hal ini terjadi setelah debat panas Zelensky dan Trump di Gedung Putih pada minggu lalu.

    Meskipun Trump berselisih dengan Zelensky, nada dari tim kebijakan luar negerinya dalam dua hari terakhir terdengar lebih lunak terhadap Ukraina.

    Zelensky kemudian mengatakan bahwa ejabat Ukraina dan Amerika Serikat akan bertemu untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian.

    “Delegasi Ukraina dan AS telah melanjutkan pekerjaan dan dijadwalkan bertemu minggu depan,” kata Zelensky saat menghadiri Dewan Eropa Khusus pada Kamis (6/3/2025), dikutip dari Kyiv Independent.

    Menurut Zelensky, pertemuan ini tidak hanya membahas rencana perdamaian Ukraina-Rusia.

    Namun juga Zelensky akan membuat usulan-usulan untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan Ukraina.

    “Ukraina tidak hanya siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk perdamaian, tetapi kami juga mengusulkan langkah-langkah apa saja yang akan diambil,” jelas Zelensky.

    Melalui X, koresponden senior Gedung Putih Fox News Jacqui Heinrich mengatakan bahwa pembicaraan dijadwalkan pada 11 Maret 2025.

    Sementara menurut Axios, pertemuan antara delegasi AS dan Ukraina dijadwalkan pada 12 Maret 2025.

    Beberapa pejabat dari AS dan Ukraina dikabarkan akan menghadiri pertemuan ini.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Trump Kirim Surat ke Pemimpin Iran untuk Bahas Kesepakatan Nuklir

    Trump Kirim Surat ke Pemimpin Iran untuk Bahas Kesepakatan Nuklir

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa ia ingin merundingkan kesepakatan nuklir dengan Iran dan telah mengirim surat kepada pemimpin negara tersebut. Trump mengatakan bahwa ia berharap negara Republik Islam tersebut akan setuju untuk berunding.

    “Saya katakan saya harap Anda akan berunding, karena itu akan jauh lebih baik bagi Iran,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network yang disiarkan pada hari Jumat (7/3) waktu setempat, dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (8/3/2025).

    “Saya pikir mereka ingin mendapatkan surat itu. Alternatif lainnya adalah kita harus melakukan sesuatu, karena Anda tidak dapat membiarkan senjata nuklir lainnya,” ujar Trump.

    Tidak ada tanggapan langsung dari kementerian luar negeri di Iran atas permintaan komentar mengenai pernyataan Trump tersebut.

    “Ada dua cara untuk menangani Iran: secara militer, atau Anda membuat kesepakatan,” kata Trump. “Saya lebih suka membuat kesepakatan, karena saya tidak ingin menyakiti Iran. Mereka orang-orang hebat,” imbuhnya.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Surat itu tampaknya ditujukan kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Gedung Putih belum memberikan pernyataan mengenai surat itu.

    Trump telah mengubah kebijakan luar negeri AS setelah kembali menjabat sebagai presiden pada bulan Januari lalu. Dia mengambil sikap yang lebih lunak terhadap Rusia, yang telah membuat sekutu Barat waspada saat ia mencoba menjadi penengah untuk mengakhiri perang tiga tahun Rusia-Ukraina.

    Sebelumnya pada tahun 2018, Trump telah menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, sebuah perjanjian multinasional untuk mencegah Iran memproduksi senjata nuklir, setahun setelah masa jabatan pertamanya di Gedung Putih.

    Ia mengatakan pada bulan Februari lalu, bahwa ia ingin membuat kesepakatan dengan Iran yang mencegah negara itu mengembangkan senjata nuklir.

    Lihat juga Video Iran Tak Khawatir dengan Kemenangan Trump: Apa Bedanya?

  • Trump: Negosiasi dengan Rusia Lebih Mudah Daripada dengan Ukraina dalam Mencapai Perdamaian – Halaman all

    Tarif Impor Trump: Ancaman Ekonomi untuk Meksiko dan Kanada – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini memberikan peringatan kepada Kanada dan Meksiko terkait dampak dari kebijakan tarif impor 25 persen yang diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

    Peringatan ini mencerminkan kekhawatiran mengenai potensi dampak negatif yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi kedua negara tersebut.

    Menurut Julie Kozack, juru bicara IMF, kebijakan tarif yang dikenakan oleh AS terhadap Meksiko dan Kanada diprediksi akan memiliki dampak yang signifikan.

    Kozack menjelaskan, “Tarif AS yang dikenakan pada Meksiko dan Kanada akan berdampak buruk yang signifikan pada negara-negara tersebut.” Kebijakan ini berpotensi menciptakan dinamika baru yang bisa mengganggu stabilitas ekonomi global, termasuk menimbulkan ancaman inflasi.

    Mengapa Kebijakan Tarif Ini Diterapkan?

    Penerapan tarif tinggi ini bermula dari upaya Trump untuk menanggulangi isu imigrasi ilegal dan perdagangan narkotika, terutama fentanyl.

    Dia berpendapat bahwa tarif ini akan tetap diberlakukan sampai kedua negara, Kanada dan Meksiko, mengambil langkah tegas untuk memberantas perdagangan narkotika dan menghentikan imigran yang melintasi perbatasan secara ilegal.

    Meskipun ada pengecualian sementara bagi kedua negara, Trump berjanji akan mengumumkan kebijakan perdagangan lebih lanjut di masa mendatang.

    Apa Dampak Ekonomi dari Tarif Tinggi Ini?

    Ketika AS memberlakukan tarif tinggi pada barang-barang impor, produsen di Meksiko dan Kanada terpaksa menanggung biaya tambahan.

    Ini akan berdampak langsung pada inflasi di kedua negara karena meningkatnya biaya produksi, yang pada akhirnya mendorong harga barang di pasar domestik, terutama di sektor yang sangat bergantung pada impor bahan baku dan komponen.

    Seperti yang dijelaskan oleh Bryan Yu, kepala ekonom di Central 1 Credit Union, dampak dari kebijakan AS ini dapat menyebabkan “kontraproduktif” jika Kanada merespons dengan kebijakan balasan, yang hanya akan membatasi respons kebijakan moneter dan merugikan konsumen, produsen, serta keuangan pemerintah Kanada.

    Apakah Terdapat Dampak Jangka Panjang?

    IMF memperkirakan bahwa jika tarif ini tetap bertahan dalam jangka panjang, perekonomian Meksiko dan Kanada, yang sangat tergantung pada perdagangan internasional, dapat mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi.

    Selain itu, tarif tinggi dapat mengganggu rantai pasokan internasional, mengurangi efisiensi, dan meningkatkan biaya operasional bagi perusahaan-perusahaan yang bergantung pada impor bahan mentah atau barang jadi.

    Peringatan IMF menyiratkan bahwa negara-negara tersebut harus bersiap menghadapi kemungkinan dampak yang merugikan akibat kebijakan tarif AS.

    Meksiko, sebagai salah satu mitra dagang terbesar AS, akan sangat terpengaruh.

    Dalam situasi ini, penting bagi para pejabat untuk berhati-hati dalam mengambil langkah-langkah responsif untuk menghindari dampak inflasi yang lebih besar yang dapat memengaruhi ekonomi regional secara keseluruhan.

     

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).