Tag: Donald Trump

  • Saham Tesla Langsung Naik setelah Donald Trump Beli Model S

    Saham Tesla Langsung Naik setelah Donald Trump Beli Model S

    Jakarta, Beritasatu.com – Saham Tesla langsung naik setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membeli Tesla Model S berwarna merah mengilap dan diparkir di halaman Gedung Putih pada Selasa (11/3/2025). Donald Trump juga telah membeli Tesla Cybertruck untuk cucunya.

    Dilansir dari AP, langkah ini dilakukan Trump sebagai bentuk dukungan terhadap CEO Tesla Elon Musk yang belakangan mendapat tekanan karena perannya dalam mendukung kebijakan Trump.

    Saat duduk di kursi pengemudi, Trump tampak terkesan dengan Tesla Model S.

    “Wow, ini sangat indah,” katanya.

    Elon Musk yang berada di kursi penumpang bercanda bahwa aksi mereka bisa membuat Dinas Rahasia AS panik. Keduanya pun mendiskusikan cara menyalakan kendaraan yang mampu melesat hingga 95 kilometer per jam dalam hitungan detik.

    Trump kepada wartawan menyampaikan, ia akan membayar mobil tersebut seharga sekitar US$ 80.000 dengan cek dan membiarkannya berada di Gedung Putih untuk digunakan oleh stafnya. Ia juga berharap pembelian ini dapat membantu Tesla yang tengah menghadapi penurunan penjualan dan harga saham.

    Keputusan Trump membeli Tesla Model S langsung berdampak pada harga saham perusahaan tersebut. Saham Tesla naik hampir 4% pada Selasa setelah sebelumnya turun hampir 48% sejak Trump menjabat sebagai presiden.

    Melalui akun media sosialnya, Trump mengumumkan pembelian ini sebagai bukti kepercayaan dan dukungan untuk Elon Musk yang kini menjabat sebagai penasihat utama Trump.

    “Elon Musk mempertaruhkan segalanya demi membantu negara kita, dan dia melakukan pekerjaan yang fantastis. Namun, kaum kiri radikal mencoba secara ilegal memboikot Tesla, salah satu produsen mobil terbesar di dunia, untuk menyerang Elon Musk dan semua yang ia perjuangkan,” tulis Elon Musk.

    Selain menghadapi tekanan politik, Musk juga mengalami berbagai tantangan dalam bisnisnya. Platform media sosial X baru saja terkena serangan siber besar pada Senin (10/3/2025). Dua uji coba peluncuran roket Starship berakhir dengan ledakan.

    Di sisi lain, Tesla juga menjadi target serangan. Polisi sedang menyelidiki kasus penembakan di salah satu dealer Tesla di Oregon, serta kebakaran misterius yang menghancurkan empat unit Cybertruck di Seattle.

    Sementara itu, tokoh kontroversial Alex Jones juga mengumumkan telah membeli Cybertruck edisi khusus, yang akan diberikan kepada salah satu pelanggannya bulan depan sebagai bentuk dukungan terhadap Musk. Berbagai bentuk dukungan ini membuat harga saham Tesla naik.

  • Wall Street Anjlok Akibat Ketidakpastian Tarif Donald Trump

    Wall Street Anjlok Akibat Ketidakpastian Tarif Donald Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks utama Wall Street anjlok lebih dalam pada Selasa (11/3/2025) menyusul kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait tarif impor yang membuat perang dagang semakin memanas.

    Indeks S&P 500 turun 0,8% setelah mengalami fluktuasi tajam. Bahkan pada level terendahnya sempat berada 10% di bawah rekor penutupan terendah. Indeks utama lainnya juga mengalami pergerakan liar sepanjang hari. Dow Jones Industrial Average kehilangan 478 poin atau 1,1%, sementara Nasdaq Composite merosot 0,2%.

    Dilansir dari AP, ketidakpastian di pasar semakin meningkat akibat kebijakan Donald Trump yang berulang kali mengubah arah perdagangan global. Pada Selasa pagi, pasar saham mulai anjlok setelah Donald Trump mengumumkan rencananya untuk menggandakan tarif baja dan aluminium dari Kanada.

    Meskipun Donald Trump mengakui bahwa kebijakan tarifnya dapat menyebabkan gangguan ekonomi, pemerintahan Gedung Putih tidak memberikan kepastian mengenai batas toleransi mereka terhadap dampak ekonomi yang ditimbulkan. Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt hanya menyatakan presiden akan melindungi Wall Street dan masyarakat umum.

    Dalam pernyataan di media sosial, Donald Trump bahkan menyarankan agar Kanada menjadi negara bagian ke-51 AS, yang menurutnya akan menghilangkan semua tarif perdagangan antara kedua negara.

    Gejolak pasar ini diperparah oleh laporan terbaru dari berbagai perusahaan yang mengindikasikan ketidakpastian ekonomi. Saham Delta Air Lines jatuh 7,3% setelah melaporkan penurunan kepercayaan pelanggan, yang berdampak pada pemesanan tiket penerbangan jarak dekat.

    Di sektor teknologi, saham Oracle turun 3,1% setelah melaporkan laba dan pendapatan kuartalan yang di bawah ekspektasi analis. Berbagai faktor tersebut membuat Wall Street semakin anjlok.

    Secara keseluruhan, S&P 500 turun 42,49 poin menjadi 5.572,07. Dow Jones turun 478,23 poin menjadi 41.433,48, dan Nasdaq Composite turun 32,23 poin menjadi 17.436,10.

    Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS 10 tahun naik menjadi 4,28% dari 4,22% pada hari sebelumnya, setelah sebelumnya turun tajam akibat kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS.

    Pada saat Wall Street anjlok, indeks utama di Eropa dan Asia sebagian besar juga mengalami penurunan. 

  • Armada F-16 Ukraina Terancam karena Trump Tangguhkan Bantuan Militer, Bisakah Eropa Menggantinya? – Halaman all

    Armada F-16 Ukraina Terancam karena Trump Tangguhkan Bantuan Militer, Bisakah Eropa Menggantinya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – F-16 dari Amerika Serikat adalah jet tempur Barat pertama yang tiba di Ukraina dan sejak itu berperan penting dalam mempertahankan negara tersebut dari serangan udara Rusia.

    Namun, keputusan Presiden Donald Trump untuk menangguhkan sementara bantuan militer AS ke Ukraina pekan lalu telah menimbulkan kekhawatiran baru.

    Dilansir Business Insider, dengan absennya dukungan AS, Eropa—rumah bagi sekutu-sekutu terdekat Ukraina—mungkin harus mencari cara untuk mengisi kekosongan, termasuk dalam aspek pertahanan udara.

    Bisakah Eropa Menggantikan Peran AS?

    Beberapa negara Eropa memiliki jet tempur yang cocok untuk Ukraina, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan F-16 yang disediakan AS.

    Beralih ke jenis pesawat lain akan membawa berbagai tantangan yang sulit ditanggung Ukraina, mulai dari pelatihan pilot hingga kesiapan infrastruktur.

    Ukraina telah meminta pesawat tempur F-16 sejak awal invasi besar-besaran Rusia pada Februari 2022.

    F-16 UKRAINA – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) bersama Menteri Pertahanan Belanda Kajsa Ollongren di Pangkalan Udara Eindhoven di Belanda, 20 Agustus 2023. Ukraina menerima F-16 dari Belanda. (Dutch Ministry of Defence)

    Pada Agustus 2024, Ukraina akhirnya menerima jet tempur tersebut yang dipasok oleh sekutu-sekutu Eropa, meskipun pesawat itu sendiri dibuat oleh Lockheed Martin di AS.

    Sejak kedatangannya, F-16 telah mencatat sejumlah keberhasilan penting, termasuk menembak jatuh drone dan rudal jelajah Rusia serta menyerang target darat di dekat garis depan.

    Namun, meskipun F-16 terbukti efektif, Ukraina masih kekurangan sistem pertahanan udara yang memadai untuk menandingi kekuatan Rusia.

    Beberapa sekutu Ukraina memiliki lebih banyak F-16 yang bisa mereka kirim, dan tindakan Trump mungkin memotivasi mereka untuk menyuplai lebih banyak jet tempur.

    Namun, karena F-16 adalah buatan AS, Trump dapat memblokir pengiriman lebih lanjut ke Ukraina.

    Trump juga bisa menghentikan pasokan suku cadang yang diperlukan untuk operasional pesawat tempur ini.

    Meskipun negara-negara Eropa memiliki stok suku cadang, mereka tetap membutuhkan izin dari AS untuk mentransfernya ke Ukraina.

    Jika izin ini tidak diberikan, armada F-16 Ukraina bisa perlahan-lahan tidak dapat digunakan lagi.

    Alternatif Jet Tempur dari Eropa

    Ukraina saat ini telah menerima Mirage 2000, jet tempur buatan Prancis, tetapi hanya enam unit yang dilaporkan telah dikirim.

    Meskipun Mirage 2000 dapat membantu pertahanan udara Ukraina, jet ini belum tentu menjadi pilihan terbaik untuk pertempuran yang terjadi saat ini.

    Sementara itu, Gripen—jet tempur buatan Swedia Saab—dianggap sebagai pilihan yang bahkan lebih baik daripada F-16.

    Gripen dirancang khusus untuk menghadapi ancaman dari Rusia, dengan keunggulan berupa kemampuannya lepas landas dari jalan raya sipil serta kemudahan dalam perawatan.

    Justin Bronk, pakar kekuatan udara dari Royal United Services Institute (RUSI), menyatakan, dalam hampir setiap aspek, Gripen lebih cocok untuk kebutuhan Ukraina dibandingkan F-16.

    Namun, hingga kini, belum ada satu pun Gripen yang dikirim ke Ukraina.

    Jet tempur lain seperti Eurofighter Typhoon juga tersedia di Eropa, tetapi sejauh ini belum ada keputusan untuk mengirimnya ke Ukraina.

    Kendala Pergantian ke Jet Tempur Baru

    Masalah utama yang dihadapi Ukraina adalah, seluruh program pertahanan udaranya telah diatur untuk menggunakan F-16.

    Beralih ke jet tempur lain berarti Ukraina harus melatih ulang pilot dan teknisi, serta membangun kembali sistem logistik dan perawatan.

    Bulan lalu, Menteri Pertahanan Swedia, Pål Jonson, mengatakan kepada Business Insider, bnegaranya telah berdialog dengan Ukraina dan anggota Koalisi Angkatan Udara—sekelompok negara yang berkomitmen untuk mendukung kekuatan udara Ukraina.

    Namun, ia menekankan, menggunakan jet tempur lain akan jauh lebih sulit bagi Ukraina.

    Akibatnya, Swedia lebih memilih untuk fokus pada pengiriman sensor udara guna meningkatkan komando dan kendali atas F-16.

    Justin Bronk menambahkan, meskipun Gripen bisa menjadi opsi yang sangat baik bagi Ukraina, transisi dari F-16 ke Gripen tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

    Selain pelatihan pilot, teknisi dan sistem logistik yang telah disiapkan untuk F-16 juga harus diadaptasi untuk pesawat baru, yang dapat memakan waktu lama dan sumber daya besar.

    Mark Cancian, pakar pertahanan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), menegaskan, tantangan utama bukanlah memilih antara F-16 atau jet tempur Eropa, melainkan persoalan waktu, jumlah pesawat, dan biaya.

    Jumlah Jet Tempur Eropa Tidak Sebanyak F-16

    Salah satu alasan utama mengapa F-16 dianggap sebagai pilihan terbaik bagi Ukraina adalah karena pesawat ini tersedia dalam jumlah besar, memiliki banyak suku cadang, serta teknisi yang berpengalaman dalam merawatnya.

    Sebaliknya, jet tempur Eropa seperti Gripen hanya dioperasikan oleh beberapa negara, sehingga jumlahnya lebih sedikit, dan tidak banyak pilot yang terlatih untuk menggunakannya.

    George Barros, pakar Rusia dari Institute for the Study of War, menyebut F-16 sebagai model ideal karena sifatnya yang serba guna dan banyak digunakan di berbagai negara.

    Ia juga menambahkan, pelatihan pilot untuk pesawat seperti Gripen lebih sulit dilakukan karena relatif lebih sedikit negara yang mengoperasikannya.

    Eropa Bisa Membantu, tapi Tantangannya Besar

    Eropa telah berjanji untuk terus mendukung Ukraina, tetapi kehilangan bantuan dari AS akan memerlukan peningkatan besar dalam anggaran pertahanan.

    Di samping itu, beberapa jenis senjata akan lebih sulit untuk digantikan.

    Jet tempur lain bisa menjadi opsi bagi Ukraina jika pasokan F-16 terhenti, tetapi perubahan ini akan menghadapi berbagai hambatan teknis dan operasional.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Mengapa Arab Saudi Menjadi Pihak Penting dalam Perundingan Damai Ukraina? – Halaman all

    Mengapa Arab Saudi Menjadi Pihak Penting dalam Perundingan Damai Ukraina? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Upaya Ukraina untuk mengakhiri perang dengan Rusia semakin tidak menentu setelah perdebatan sengit antara Presiden Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump di Ruang Oval pada 28 Februari lalu.

    Kini, bukan lagi Amerika Serikat, melainkan Arab Saudi yang menjadi pihak penting dalam pembicaraan damai.

    Zelensky tiba di Jeddah pada Senin (10/3/2025) dan bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), penguasa de facto Arab Saudi.

    Delegasi Ukraina dan AS dijadwalkan menggelar perundingan damai pada Selasa (11/3/2025).

    Saat berita ini ditulis, pembicaraan damai baru saja dimulai.

    Pembicaraan ini mempertemukan delegasi Ukraina yang mencakup Menteri Luar Negeri Ukraina Andriy Sybiha, Kepala Staf Zelensky Andriy Yermak, dan Menteri Pertahanan Rustem Umerov.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga hadir di Jeddah.

    Selain bertemu mitra dari Ukraina, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, Rubio juga dijadwalkan bertemu putra mahkota Saudi.

    Dalam pernyataannya sebelum kunjungan tersebut, Zelensky menegaskan, upaya diplomatik akan menjadi fokus utama, dengan mengatakan bahwa timnya terus berkomunikasi dengan pemerintahan Trump di berbagai tingkatan.

    “Topiknya jelas: perdamaian sesegera mungkin dan keamanan yang semaksimal mungkin,” ujar Zelensky.

    “Ukraina berkomitmen penuh pada pendekatan yang konstruktif.”

    Menurut analisis dari RFE/RL, pernyataan ini menunjukkan upaya mendamaikan setelah pertemuan di Ruang Oval, yang sebelumnya menempatkan diplomasi Ukraina dalam posisi sulit.

    Setelah pertemuan tersebut, pemerintahan Trump sempat menghukum Ukraina dengan menghentikan aliran informasi intelijen yang penting serta menangguhkan sementara bantuan militer AS.

    Namun, Trump kemudian menunjukkan sikap lebih optimistis terhadap prospek perundingan damai.

    “Saya pikir pada akhirnya, meskipun mungkin tidak dalam waktu dekat, kita akan melihat hasil yang cukup baik dari Arab Saudi minggu ini,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One.

    Hubungan Dekat Arab Saudi dengan Trump

    Peran Arab Saudi dalam perundingan perdamaian mulai tampak sejak Februari, ketika pejabat diplomatik AS dan Rusia mengadakan putaran pertama perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Hasil dari perundingan itu adalah komitmen untuk sedikit melonggarkan hubungan antara Washington dan Moskow, termasuk kesepakatan awal untuk mulai memulihkan hubungan diplomatik.

    Namun, Ukraina tidak diundang dalam perundingan tersebut, menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan ibu kota Eropa bahwa AS dan Rusia mungkin merundingkan kesepakatan tanpa melibatkan Ukraina.

    Perdebatan sengit di Ruang Oval menunjukkan bahwa bernegosiasi dengan Trump bukan hanya persoalan diplomasi formal, tetapi juga bersifat sangat pribadi.

    Putra mahkota Saudi memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Trump.

    Salah satu contohnya adalah MBS menjadi pemimpin asing pertama yang dihubungi Trump setelah dilantik pada Januari lalu.

    Dalam komunikasi tersebut, MBS menyampaikan rencananya untuk menginvestasikan 600 miliar dolar AS di Amerika Serikat dalam empat tahun ke depan.

    Selain itu, Trump juga telah mengumumkan rencana kunjungannya ke Arab Saudi dalam beberapa minggu mendatang.

    Di sisi lain, MBS juga memiliki hubungan erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Selama beberapa tahun terakhir, Rusia dan Arab Saudi telah menjalin kemitraan strategis, khususnya dalam kesepakatan produksi minyak OPEC+.

    MBS bahkan pernah menjadi tamu kehormatan Putin, terutama saat diterima dalam pembukaan Piala Dunia 2018.

    Dengan latar belakang ini, peran Arab Saudi dalam perundingan damai Ukraina dapat dipahami sebagai langkah strategis yang cermat dari MBS.

    Sebagai negara dengan pengaruh diplomatik yang besar, Arab Saudi dapat menyediakan forum negosiasi yang lebih tertutup dari sorotan media internasional.

    Pada akhirnya, keterlibatan Arab Saudi dalam perundingan ini dapat semakin memperkuat posisi MBS sebagai salah satu pialang kekuasaan utama di dunia internasional.

    Meski resolusi akhir dari konflik Ukraina-Rusia masih belum terlihat, pertemuan ini menegaskan betapa pentingnya peran Arab Saudi dalam dinamika geopolitik global.

    Ukraina Siap Melakukan Segalanya Demi Perdamaian

    Mengutip The Telegraph, Ukraina siap melakukan apa pun demi perdamaian, ujar negosiator utama utusan Volodymyr Zelensky menjelang perundingan dengan AS di Arab Saudi.

    “Tidak ada yang lebih menginginkan perdamaian selain rakyat Ukraina,” kata Andriy Yermak, Kepala Staf Volodymyr Zelensky, kepada wartawan.

    “Ukraina siap untuk mencapai tujuan ini, karena itulah yang paling diinginkan rakyat Ukraina setelah lebih dari tiga tahun menghadapi invasi besar-besaran Rusia.”

    Serangan Drone Besar-Besaran di Rusia

    Sementara itu, beberapa jam sebelum perundingan damai ini, Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak terbesarnya terhadap Rusia pada Selasa (11/3/2025) dini hari.

    Sekitar 337 pesawat nirawak diluncurkan oleh Ukraina ke berbagai wilayah di Rusia, termasuk hampir 100 ke Moskow.

    Serangan tersebut, menewaskan sedikitnya dua pekerja dan melukai 18 orang lainnya di sebuah gudang daging di ibu kota, menurut pejabat setempat.

    Serangan berskala besar ini juga menyebabkan penutupan sementara empat bandara utama di Moskow.

    Ukraina tidak secara langsung mengonfirmasi serangan itu, meskipun Rusia mengeklaim bahwa serangan ini menunjukkan Ukraina mulai terdesak di medan perang.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara  – Halaman all

    AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara  – Halaman all

    AS Main Dua Kaki, Niat Israel Lanjut Perang di Gaza Terjegal Krisis Pasukan: Peserta Wajib Militer Kabur

     

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah laporan dari surat kabar Israel, Haaretz mengungkap kalau tentara Israel (IDF) tengah menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya di kalangan divisi prajurit cadangan.

    Reserve division adalah tulang punggung IDF di berbagai operasi militer dan pertempuran yang mereka hadapi.

    Dalam sistem kemiliterannya, Israel mengandalkan perekrutan pemukim dan warga negara sebagai prajurit tempur dalam kerangka wajib militer.

    Masalahnya, kata laporan Haaretz, tanda-tanda yang jelas muncul dari meningkatnya keengganan dari warga Israel untuk menanggapi panggilan dinas militer.

    “Hal ini melemahkan kemampuan Israel untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza jika terjadi gagalnya negosiasi gencatan senjata dengan Gerakan Perlawanan Palestina Hamas,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Selasa (11/3/2025).

    Koresponden militer Haaretz, Amos Harel mengungkapkan, angka perkiraan dari IDF menunjukkan kalau setengah dari pasukan cadangan di beberapa unit tempur belum bergabung dengan kedinasan militer baru-baru ini.

    “Sementara, IDF berusaha menutupi masalah ini, mengingat 70 persen dari masyarakat Israel menentang kembalinya operasi militer, menurut jajak pendapat baru-baru ini,” kata ulasan tersebut.

    Wanita polisi Israel mengamankan seorang pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang wajib militer bagi kaum Yahudi Ultra-Ortodoks Haredi. (khaberni)

    Krisis Prajurit Divisi Cadangan dan Haredi

    Laporan Harel tersebut juga menyoroti masalah mendalam yang dihadapi tentara Israel untuk pertama kalinya.

    “Bahaya tersebut adalah sejumlah prajurit cadangan benar-benar tidak akan bergabung jika pemerintah memutuskan untuk kembali berperang, sesuatu yang belum pernah ada dalam bentuk pembangkangan seperti ini sebelumnya,” kata laporan tersebut.

    “Di banyak unit militer, hanya sekitar setengah dari prajurit yang baru-baru ini melapor bertugas, menurut perkiraan IDF, yang mencerminkan menurunnya antusiasme terhadap perang seiring berjalannya waktu,” tambah laporan tersebut.

    Perkembangan ini menempatkan kepemimpinan militer IDF dan kalangan politik Israel dalam posisi yang sulit, karena mereka harus membujuk prajurit untuk kembali ke medan perang di tengah meningkatnya penentanagan dan perdebatan tentang patut tidaknya melanjutkan perang Gaza, kata ulasan Harel.

    Analis militer tersebut menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang dikenal karena posisi garis kerasnya mendukung kembali pecahnya perang Gaza.

    Dalam wawancara dengan Lembaga Penyiaran Israel Kan, Smotrich meminta prajurit cadangan untuk mempersiapkan diri menghadapi panggilan segera untuk tugas tambahan, menekankan bahwa Israel akan segera kembali berperang melawan Hamas di Gaza.

    Bagi Harel, komentar Smotrich ini adalah upaya untuk mengaburkan keparahan krisis yang dialami IDF.

    Harel yakin bahwa Smotrich hidup di dunia yang terpisah dari realitas politik dan militer saat ini, dan mengabaikan beban berat yang ditanggung oleh tentara cadangan dan tentara reguler.

    Ia mengatakan kalau pernyataan menteri ini “menunjukkan adanya kesenjangan yang jelas antara kepemimpinan politik dan realitas di lapangan, karena tampaknya para menteri tidak menyadari besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh tentara dan keluarga mereka.”

    Hal ini, kata Harel, juga menyoroti perpecahan di Israel atas masalah perang, dengan perdebatan sengit dalam pemerintahan, yang ia yakini tampak terpecah soal apakah Israel akan melanjutkan perang atau bersedia menegosiasikan kesepakatan baru soal pertukaran sandera-tahanan dengan Hamas.

    Dalam konteks ini, katanya, “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang sejauh ini sebagian besar setuju dengan Smotrich untuk melanjutkan operasi, menghadapi tekanan internal dan eksternal yang meningkat.”

    Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Kirya, markas militer Israel, di Tel Aviv, untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, 16 Januari 2025. ( (Gerakan Pro-Demokrasi/Yael Gadot)

    70 Persen Warga Israel Ingin Perang Gaza Setop, Netanyahu di Simpang Jalan

    Analis militer tersebut menjelaskan, jajak pendapat, yang menunjukkan kalau 70 persen warga Israel mendukung kesepakatan pertukaran tawanan bahkan jika kesepakatan itu mencakup konsesi besar kepada Hamas, menempatkan pemerintah di depan pilihan yang sulit.

    Bak simalakama, Israel menghadapi posisi sama-sama sulit di Gaza, penyelamatan sandera yang berarti bernegosiasi dengan Hamas dan perpecahan di pemerintahan yang mengancam posisi Netanyahu atau melanjutkan perang tapi dengan krisis pasukan dan risiko kekalahan lagi seperti yang terjadi pada 15 bulan agresi pertama.

    Kekalahan Israel yang dimaksud adalah tidak tercapainya tujuan-tujuan utama agresi yaitu, penyelamatan sandera dan pemberangusan Hamas.

    “Pilihan sulit itu adalah tetap melanjutkan perang sambil menghadapi krisis internal yang belum pernah terjadi sebelumnya di militer, atau menerima penyelesaian (negosiasi dengan Hamas) yang dapat menyebabkan dampak politik bagi Netanyahu dan sekutunya di sayap kanan,” ujar Harel.

    Ia juga mengomentari upaya Kepala Staf yang baru, Eyal Zamir, yang saat ini tengah mengembangkan rencana operasional untuk mengantisipasi kemungkinan gagalnya negosiasi dan dimulainya kembali pertempuran di lapangan.

    PANTAU PASUKAN – Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Letnan Jenderal Eyal Zamir memantau pasukan seusai menjabat sebagai panglima baru Militer Israel. Eyal Zamir dilaporkan menghapuskan jadwal cuti tahunan personel IDF sepanjang tahun. (IDF/Ynet/Tangkap Layar)

    Ia mengatakan, “Tentara Israel tengah berupaya beradaptasi dengan situasi baru, tetapi menghadapi kendala terkait dengan menurunnya moral pasukan reguler dan kurangnya semangat prajurit cadangan.”

    Harel meyakini beban yang ditanggung tentara Israel semakin bertambah karena meningkatnya kebutuhan keamanan, baik di Jalur Gaza maupun di perbatasan utara dengan Lebanon dan Suriah.

    Ia mencatat kalau tentara IDF perlu memperkuat pertahanannya untuk mencegah terulangnya serangan serupa dengan yang terjadi pada 7 Oktober 2003.

    Selain itu, pengerahan pasukan di Golan dan Lebanon selatan menghabiskan sumber daya tambahan, yang mempersulit pengalokasian kekuatan yang cukup untuk operasi darat baru di Gaza.

    Analis militer itu tak lupa menyoroti masalah lain, yakni persoalan perekrutan kaum Yahudi religius (Haredim), seraya menunjuk pada krisis yang dihadapi tentara Israel, karena level politik saat ini tidak berniat membatalkan kesepakatan politik dengan partai Haredi, yang menjamin berlanjutnya penghindaran sektor ini dari kewajiban dinas militer.

    Ia yakin bahwa “solusi yang diusulkan oleh militer, seperti pembentukan brigade Haredi, tidak dapat didiskusikan. Sebab dalam praktiknya, tidak ada perubahan signifikan dalam jumlah pria ultra-Ortodoks yang melamar dinas militer.”

    Masalah ini telah membuat marah sebagian besar masyarakat Israel, karena pengecualian berkelanjutan bagi Haredim dianggap sebagai pengurasan sumber daya tentara reguler dan ketidakadilan bagi prajurit yang menghadapi tekanan yang semakin meningkat.

    AGRESI GAZA – Pasukan Israel (IDF) dilengkapi dengan kendaraan militer berpatroli di reruntuhan Gaza. Israel kini dihadapkan pada posisi sulit antara melanjutkan agresi dan perang di Gaza atau bernegosiasi dengan Hamas demi keselataman nyawa sandera.

    Posisi Amerika: Dua Kaki

    Analis militer Israel itu juga membahas keadaan kebingungan yang dialami Israel karena langkah baru Amerika Serikat (AS) untuk membangun saluran belakang rahasia untuk negosiasi dengan Hamas melalui Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump, dan pernyataan mengejutkan yang dibuatnya dalam wawancara dengan media di Amerika Serikat.

    Meskipun ia mengatakan kalau pernyataan-pernyataan ini telah diabaikan oleh tindakan balasan Israel, ia juga percaya bahwa “Presiden AS Donald Trump masih berharap untuk mencapai kesepakatan, dan diragukan bahwa ia percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan adalah melalui pendudukan Israel yang baru di Jalur Gaza.

    ” Trump terus mengancam Hamas bahwa ia akan mendukung operasi Israel yang menyakitkan, tetapi ia tidak menghalangi jalan untuk mencapai kesepakatan pada kesepakatan berikutnya untuk mengembalikan para sandera yang tersisa,” kata analis tersebut menjelaskan sikap dua kaki AS.

    Ia juga menunjukkan bahwa konteks rencana Mesir yang disetujui oleh pertemuan puncak Arab di Kairo minggu lalu masih berputar di sekitar gencatan senjata, pengembalian semua tahanan, penarikan penuh Israel dari seluruh Jalur Gaza, pembentukan pemerintahan teknokratis Palestina tanpa partisipasi Hamas, dan kehadiran pasukan Arab di Jalur Gaza, yang dilihat Harel sebagai langkah yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintahan Trump dalam konteks mempertahankan gencatan senjata dan pengembalian tahanan Israel.

    “Penting bagi Amerika agar gencatan senjata dipertahankan dan lebih banyak lagi yang diculik mulai kembali ke rumah, meskipun itu terjadi dalam jangka waktu tertentu,” simpul Harel.

    “Di depan mata mereka ada contoh lain yang relatif berhasil dari sebuah kesepakatan yang telah bertahan sejauh ini, terlepas dari semua pelanggaran dan hambatan, yaitu gencatan senjata antara Israel dan Lebanon,” katanya.

     

    (oln/hrtz/khbrn/*)

     
     

  • Trump Tambah Tarif Impor Baja dan Aluminium dari Kanada jadi 50%

    Trump Tambah Tarif Impor Baja dan Aluminium dari Kanada jadi 50%

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden AS Donald Trump menaikkan rencana pengenaan tarif untuk seluruh impor baja dan aluminium dari Kanada menjadi 50%. Tarif baru ini naik dua kali lipat dibandingkan rencana semula 25%.

    Hal itu merupakan respons Trump karena Ontario memutuskan untuk memberi tarif 25% untuk ekspor listriknya ke AS. Dalam akun media sosialnya, Trump mengatakan sudah memberikan instruksi ke Menteri Perdagangan AS untuk menambahkan 25% lagi untuk tarif produk logam dari Kanada. Kebijakan baru Trump ini disebut akan berlaku mulai Rabu (12/3/2025) pagi waktu setempat.

    “Kanada harus segera membatalkan tarif Anti-Petani-Amerika dari 250% menjadi 390% atas produk susu AS, yang selama ini sudah keterlaluan. Saya akan mengumumkan Darurat Nasional untuk Listrik di daerah yang terancam,” tulis Trump, dikutip dari Reuters, Selasa (11/3/2025).

    Dia pun mengancam AS akan menaikkan tarif untuk mobil yang masuk ke AS mulai 2 April 2025 apabila tarif tinggi dari Kanada itu tidak juga dibatalkan.

    Sementara itu, Perdana Menteri Ontario Doug Ford yang mengawasi pusat manufaktur dan otomotif di Kanada menyampaikan dia tidak akan mengalah sampai tarif dari Trump untuk impor Kanada juga dihapuskan.

    Adapun, perkembangan terbaru dari tarif Trump ini kembali memukul pasar keuangan. Indeks S&P 500 tergelincir 1% saat perdagangan dibuka. Investor khawatir pajak impor tersebut akan menahan laju pertumbuhan ekonomi AS dan merusak inflasi. Sementara itu, indeks komposit di Toronto juga melemah 0,5% dan dolar Kanada tersungkur di hadapan dolar AS.

    Sementara itu, tarif impor 25% untuk impor baja dan aluminium ke AS dari berbagai negara akan berlaku mulai Rabu (12/3/2025). Adapun, tarif tersebut akan dikenakan untuk jutaan ton baja dan aluminium asal Kanada, Brasil, Meksiko, Korea Selatan, dan negara lain.

    Trump sudah bersumpah bahwa tarif itu akan dilakukan untuk semua tanpa kecuali. Adapun, alasan Trump mengenakan tarif impor itu untuk melindungi industri AS yang saat ini terancam.

    Perkembangan tarif Trump sejak Januari 2025 ini pun mengacaukan selera investor, serta merusak keyakinan bisnis dan konsumen. Ekonom pun mewanti-wanti tarif itu bisa menyebabkan resesi.

  • Israel Panik Campur Geram Saat Utusan AS Sebut Hamas ‘Orang Baik’ dan ‘AS Bukan Agen Israel’ – Halaman all

    Israel Panik Campur Geram Saat Utusan AS Sebut Hamas ‘Orang Baik’ dan ‘AS Bukan Agen Israel’ – Halaman all

    Israel Panik Campur Geram Saat Utusan AS Sebut Hamas ‘Orang Baik’ dan ‘AS Bukan Agen Israel’

    TRIBUNNEWS.COM – Para pejabat terkait Israel dilaporkan sangat panik menyusul komentar yang dilontarkan Adam Boehler, utusan Amerika Serikat (AS) untuk urusan sandera.

    Laporan The National, Selasa (11/3/2025), menyatakan kepanikan ini terjadi saar Boehler menggambarkan gerakan perlawanan Palestina, Hamas sebagai “orang baik” dan bahwa negaranya “bukan agen Israel”.

    “Kini Para pejabat AS mulai meredakan suasana setelah komentar Adam Boehler, yang membuat Israel panik,” kata laporan itu.

    Sebelumnya, para pejabat Israel dilaporkan sudah sangat marah saat mengetahui kalau AS menggelar pembicaraan langsung dengan Hamas terkait pembebasan sandera warga negara mereka.

    Israel merasa tidak dilibatkan dalam pembicaraan yang juga membahas soal kelanjutan kesepakatan gencatan senjata Tiga Tahap yang sudah dicapai pada bulan Januari.

    Israel yang sudah cemas, makin gerah saat Boehler memicu kekhawatiran lebih lanjut dengan serangkaian wawancara media di saluran AS dan Israel, di mana ia mengatakan AS memiliki “kepentingan khusus yang dipertaruhkan”.

    “Komentarnya menimbulkan kekhawatiran di Israel kalau AS, sekutu terpenting Israel, yang telah memainkan peran utama dalam negosiasi penyanderaan dan mendukung negara tersebut selama perang Gaza , dapat menjadi mitra yang kurang dapat diprediksi di bawah Presiden Donald Trump,” kata laporan The National.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Israel Tuding AS Tidak Konsisten

    Chuck Freilich, peneliti senior di lembaga pemikir The Institute for National Security Studies (INSS) dan mantan wakil penasihat keamanan nasional Israel, mengatakan kepada The National bahwa siapa pun yang menyetujui komentar Boehler telah “melanggar kebijakan Amerika selama puluhan tahun untuk tidak berbicara dengan Hamas sejak lembaga itu didirikan.

    Hal itu juga melanggar  sikap umum AS yang selama ini teguh untuk tidak bernegosiasi dengan organisasi yang sudah dilabeli sebagai “organisasi teroris”.

    Menyadari banyak salah tafsir oleh pihak Israel, Boehler kemudian berkata dalam sebuah posting di X:

    “Saya ingin MENJELASKAN dengan SANGAT JELAS karena beberapa orang telah salah menafsirkan. Hamas adalah organisasi teroris yang telah membunuh ribuan orang tak berdosa. Mereka secara DEFINISI adalah orang-orang JAHAT.”

    Sehari setelah wawancara Boehler, Menteri Luar Negeri, AS Marco Rubio mengatakan negosiasi langsung negaranya dengan Hamas merupakan “situasi satu kali” yang belum “membuahkan hasil”.

    “Utusan khusus kami untuk para sandera, yang tugasnya adalah membebaskan orang-orang, memiliki kesempatan untuk berbicara langsung dengan seseorang yang memiliki kendali atas orang-orang ini dan diberi izin serta didorong untuk melakukannya,” kata Rubio.

    Adapun Freilich mengatakan, pertemuan AS-Hamas itu sudah berlangsung beberapa kali.

    “Jadi ini bukan hanya sekali, tetapi katakanlah itu adalah upaya satu kali untuk melakukan pembicaraan dengan mereka, itu mungkin telah merusak upaya Witkoff,” tambahnya, merujuk pada utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff, yang sangat dihormati di kalangan warga Israel yang menginginkan pembebasan sandera diprioritaskan. 

    “Sepertinya mungkin pemerintahan AS di bawah Trump) tidak terkoordinasi dan berbicara dengan satu suara.”

    Komentar Rubio memang muncul saat Witkoff, tokoh kunci dalam upaya pembebasan sandera di Gaza, yang beberapa di antaranya memegang kewarganegaraan AS, mengatakan “semua hal bisa didiskusikan” dalam perundingan saat ini asalkan Hamas melakukan demiliterisasi dan meninggalkan Gaza.

    “Jika mereka pergi, maka semua hal bisa didiskusikan untuk mencapai perdamaian dan itulah yang harus mereka lakukan,” katanya.

    ISRAEL KERAHKAN TANK – Foto yang diambil Tribunnews.com melalui Telegram Quds News Agency pada Selasa (25/2/2025) memperlihatkan tentara Israel melanjutkan agresinya terhadap Jenin dengan mengerahkan tank. Warga Palestina takut Tepi Barat akan menjadi Gaza kedua setelah Israel mengerahkan tank untuk pertama kalinya di sana. (Telegram Quds News Agency)

    Israel Ogah-ogahan Negosiasi Tahap II Gencatan Senjata

    Sementara itu, banyak media Israel mengkritik utusan yang disandera tersebut, dengan menerbitkan artikel opini yang menggambarkan pejabat tersebut sebagai “naif”.

    Tim negosiator tingkat menengah Israel tiba di Qatar pada hari Senin untuk melakukan negosiasi tidak langsung terbaru dengan Hamas mengenai nasib gencatan senjata di Gaza.

    Sumber-sumber mengatakan, dilansir The National kalau delegasi Israel di Doha kurang berminat dalam negosiasi tahap kedua dari kesepakatan tersebut.

    Hal itu karena pembahasan akan berfokus pada gencatan senjata permanen di Gaza dan penarikan penuh Pasukan Israel dari wilayah tersebut.

    Meskipun jajak pendapat di Israel secara konsisten menunjukkan kalau  mayoritas publik mendukung kelanjutan kesepakatan pembebasan sandera, pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menggaungkan pernyataan sejumlah menteri yang menentang keras kesepakatan apa pun dengan Hamas.

    Netanyahu sendiri dituduh oleh banyak pihak di Israel mengulur-ulur kesepakatan untuk menghentikan koalisinya dari keruntuhan.

    Penundaan dalam transisi dari fase pertama kesepakatan yang telah berakhir ke fase kedua telah memunculkan kekhawatiran bahwa pimpinan Israel siap untuk melanjutkan pertempuran, sebuah langkah yang akan menjerumuskan Gaza ke dalam bencana kemanusiaan lebih lanjut.

    Menurut para kritikus, niat Israel melanjutkan perang akan menempatkan para sandera Israel  yang masih hidup di Gaza dalam bahaya yang mematikan.

    Kepala staf militer baru Israel, Eyal Zamir, pada hari Senin mengatakan negaranya “harus siap menghadapi kenyataan bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun perang”.

  • Potret Serangan Terbesar Ukraina, Ratusan Drone Serbu ‘Jantung’ Rusia

    Potret Serangan Terbesar Ukraina, Ratusan Drone Serbu ‘Jantung’ Rusia

    Ukraina akan menyampaikan kepada Amerika Serikat (AS) sebuah rencana untuk gencatan senjata sebagian dengan Rusia, dengan harapan untuk memulihkan dukungan dari dermawan utamanya, yang di bawah Presiden Donald Trump telah menuntut konsesi untuk mengakhiri perang tiga tahun tersebut. (Moscow Region Governor Andrei Vorobyev official telegram channel via AP)

  • Video: Fitch Tahan Rating Kredit RI – Kapitalisasi Wall Street Turun

    Video: Fitch Tahan Rating Kredit RI – Kapitalisasi Wall Street Turun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Lembaga pemeringkat fitch kembali mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level triple B dengan outlook stabil. Fitch menilai prospek ekonomi Indonesia masih terjaga didukung oleh pertumbuhan jangka menengah yang solid dan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang rendah.

    Sementara itu, pasar saham Amerika Serikat terguncang. Kapitalisasi Wall Street lenyap Rp 66 Kuadriliun imbas kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

    Selengkapnya dalam Evening Up, CNBC Indonesia (Selasa, 11/03/2025)

  • Elon Musk Ribut dengan Pejabat Negara NATO, Ada Apa?

    Elon Musk Ribut dengan Pejabat Negara NATO, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Miliarder teknologi Elon Musk dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio bentrok dengan Menlu Polandia Radoslaw Sikorski atas penggunaan layanan internet Starlink milik Musk di Ukraina.

    Bentrokan terjadi di platfrom media sosial X pada Minggu (9/2/2025). Sikorski menyarankan bahwa Polandia, yang membayar biaya Starlink Ukraina untuk membantu mengusir invasi Rusia, mungkin harus mencari pemasok alternatif jika jaringan satelit Musk terbukti menjadi “penyedia yang tidak dapat diandalkan”.

    Sikorski membuat komentar setelah Musk, salah satu sekutu paling berpengaruh Presiden AS Donald Trump, mengatakan bahwa “seluruh garis depan akan runtuh” tentara Ukraina tanpa Starlink.

    “Saya benar-benar menantang Putin untuk satu lawan satu pertempuran fisik atas Ukraina dan sistem Starlink saya adalah tulang punggung tentara Ukraina. Seluruh garis depan mereka akan runtuh jika saya mematikannya,” kata Musk sebagai tanggapan terhadap pengguna X yang menuduhnya tidak memperlakukan Rusia sebagai agresor dan hanya mengkritik Ukraina.

    “Apa yang saya sakit adalah tahun pembantaian dalam kebuntuan yang Ukraina pasti akan kehilangan,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera pada Selasa (11/3/2025).

    Rubio sendiri membela Musk dan menuduh politisi Polandia itu “membuat sesuatu”.

    “Tidak ada yang membuat ancaman apapun tentang memotong Ukraina dari Starlink,” kata Rubio. “Dan ucapkan terima kasih karena tanpa Starlink Ukraina akan kalah perang ini sejak lama dan Rusia akan berada di perbatasan dengan Polandia sekarang.”

    Musk kemudian mengecam Sikorski sendiri. Ia memposting: “Diamlah, pria kecil. Anda membayar sebagian kecil dari biaya. Dan tidak ada pengganti untuk Starlink.”

    Bulan lalu, kantor berita Reuters, mengutip tiga sumber yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa perunding AS telah meningkatkan kemungkinan memotong akses Ukraina ke layanan Starlink sambil mendorong Kyiv untuk akses ke mineral penting negara itu.

    Pada Minggu, Musk, yang memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah Trump, bersikeras bahwa ia tidak akan memotong akses Ukraina ke Starlink meskipun ia melakukan ledakan dengan diplomat top Polandia.

    Polandia mendanai sekitar setengah dari 42.000 terminal Starlink yang beroperasi di Ukraina.

    Terminal-terminal tersebut telah menyediakan konektivitas internet penting bagi militer dan layanan penting Ukraina setelah Rusia menghancurkan jaringan komunikasi negara tersebut selama invasi skala penuh pada Februari 2022.

    (luc/luc)