Tag: Donald Trump

  • McGregor Bakal Maju Capres Irlandia, ini Lawannya

    McGregor Bakal Maju Capres Irlandia, ini Lawannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan bintang UFC, Conor McGregor, kembali mengumumkan bahwa ia akan mencalonkan diri sebagai presiden Irlandia dalam pemilihan tahun ini. Hal ini terjadi saat dirinya terus mengkritisi kebijakan imigrasi di negara itu.

    Dalam pernyataannya di X, Jumat (21/3/2025), McGregor berjanji bahwa jika ia menang, ia akan menentang Pakta Migrasi Uni Eropa, yang diadopsi oleh Parlemen Eropa tahun lalu. Menurutnya, aturan ini sangat tidak mempertimbangkan suara rakyat Irlandia.

    “Pemilihan presiden berikutnya harus dilaksanakan paling lambat 11 November 2025. Siapa lagi yang akan melawan Pemerintah dan menentang RUU ini? Saya akan melakukannya!” tulis McGregor di X pada hari Kamis.

    “Sebagai Presiden, saya akan mengajukan RUU ini untuk referendum,” tulisnya, seraya menambahkan bahwa “itu bukan pilihan saya atau pemerintah untuk melakukannya. Itu adalah pilihan rakyat Irlandia!”

    Postingan itu muncul beberapa hari setelah McGregor bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. Berbicara kepada pers setelahnya, McGregor menuduh pemerintah Irlandia secara politis mencabut hak pilih rakyat Irlandia.

    Perdana Menteri Irlandia (Taoisaech) Micheal Martin kemudian mengkritik McGregor di. Ia menyebut petarung itu salah dan menentang pandangan rakyat Irlandia.

    Pada tahun 2023, McGregor muncul sebagai pemimpin sayap kanan Irlandia yang mengkritik sistem imigrasi Irlandia setelah seorang pria kelahiran Aljazair menikam tiga anak dan seorang pekerja perawatan di luar sebuah sekolah di Dublin. Pemerintah Irlandia kemudian menuduh McGregor memicu kerusuhan yang pecah setelah serangan itu.

    Meskipun memiliki pengikut fanatik, petarung itu tetap menjadi tokoh yang memecah belah dan kontroversial. Tahun lalu, pengadilan perdata di pengadilan Irlandia memutuskan McGregor bersalah atas pemerkosaan seorang wanita pada tahun 2018.

    Mantan bintang UFC itu telah mengajukan banding atas putusan tersebut, meminta untuk mengajukan bukti, dan mengklaim bahwa ia hanya melakukan hubungan seks suka sama suka.

    (pgr/pgr)

  • Gaduh IHSG Amblas, Benarkah Ekonomi Indonesia Baik-baik Saja?

    Gaduh IHSG Amblas, Benarkah Ekonomi Indonesia Baik-baik Saja?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pasar terus merespons negatif kebijakan pemerintah. Hal itu terbukti dengan runtuhnya sejumlah sektor perekonomian selama beberapa waktu terakhir. Yang terbaru, otoritas bursa sampai harus membekukan sementara perdagangan alias trading halt imbas kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang turun lebih dari 5% pada Selasa lalu.

    Ekonomi Indonesia belakangan ini memang sedang dalam kondisi tidak stabil. Badai pemutusan hubungan kerja (PHK), indikasi penurunan daya beli, rupiah jeblok, tren deindustrialisasi, hingga ruang fiskal yang menyempit telah memicu ketidakpastian. Berbagai persoalan tersebut semakin rumit dengan kebijakan efisiensi anggaran yang sejauh ini belum berimbas secara positif ke perekonomian negara. 

    Di sisi lain, pembentukan Badan Pengelola Investasi alias BPI Danantara, yang digadang-gadang akan mengerek perekonomian dan tetek bengeknya, juga masih memicu ketidakpastian. Investor di pasar saham wait and see. Saham-saham bank milik negara, justru kompak turun. Tidak jelas alasannya. Namun banyak analis menyinggung tentang peran Danantara.

    Pasar sepertinya belum yakin betul Danantara mampu mengelola BUMN-BUMN jumbo yang selama ini menjadi backbone perekonomian. Apalagi komposisi di level elite Danantara, sebagian terafiliasi dengan kelompok politik dan korporasi tertentu.

    Semua kerumitan itu semakin kompleks dengan proyeksi terbaru Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang sampai harus merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hanya di angka 4,9%. Padahal sebelumnya, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 bisa mencapai angka 5,2%.

    Pemangkasan proyeksi ini tentu menjadi ‘peringatan’ bagi pemerintah. Ada indikasi tentang ketidakpastian bahkan ketidakpercayaan terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh saat ini. Apalagi, di level global, tantangan begitu besar. Perang tarif yang berkecamuk antara Amerika Serikat di bawah Donald Trump dengan China, dua negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia, bisa kembali memicu pasang surut ekonomi global.

    Publik tentu masih ingat dengan dampak besar perang dagang jilid 1 pada tahun 2018-2019 lalu. Saat itu Trump menjadi presiden Amerika Serikat pada periode pertama. Ekonomi dunia nyaris morat-marit. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global dipangkas oleh hampir semua lembaga. Akibatnya, terjadi banyak goncangan, meski Vietnam bisa menjadi pengecualian.

    Vietnam, yang sistem politiknya masih totaliter, cukup menjanjikan pada waktu itu. Aliran modal mengalir cukup deras. Negeri Paman Ho itu menjadi tujuan relokasi besar-besaran industri dari China. Pada tahun 2018-2019 lalu, ekonomi Vietnam mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup mentereng. Kisarannya di angka 7,4%-7,5%.

    Sementara itu, pada 2018-2019, Indonesia benar-benar harus berjibaku untuk mempertahankan supaya ekonomi tetap stabil. Belum lagi pemerintah harus memutar otak serta harap-harap cemas subsidi jebol karena harga minyak yang meroket. Perang tarif atau perang dagang benar-benar memukul ekonomi dan ancaman itu kemungkinan berulang saat ini. 

    Investor jelas tidak ingin momen tahun 2018-2019 terulang. Mereka berharap besar dengan langkah pemerintah. Mereka menunggu kebijakan-kebijakan yang pro pasar. Kebijakan yang pro dunia usaha. Tidak perlu intervensi langsung. Tetapi kebijakan yang memiliki dampak alias multiplier effect yang besar bagi semua kalangan. Tidak lagi terkonsentrasi ke kelompok-kelompok tertentu, sehingga distribusi pendapatan semakin luas.

    Kalau pendapatan terdistribusi dengan adil, pemerintah akan menikmatinya, karena bisa menarik pajak secara optimal. Pada akhirnya tax ratio akan naik, beban utang berkurang, APBN jauh lebih sehat, tak perlu repot-repot minta BI beli surat berharga negara, dan kalau itu terjadi, upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan bisa terealisasi. 

  • Diplomasi Asia: Momen Penting bagi Jepang, China, dan Korea Selatan – Halaman all

    Diplomasi Asia: Momen Penting bagi Jepang, China, dan Korea Selatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Jepang, China, dan Korea Selatan mengadakan pertemuan tatap muka di Tokyo untuk memperkuat kerja sama di tengah tantangan geopolitik yang meningkat dan ketidakpastian ekonomi global.

    Pertemuan trilateral ini dipimpin oleh Menlu Jepang, Iwaya Takeshi, yang menekankan pentingnya kerja sama di antara ketiga negara.

    Dalam keterangan resminya, Iwaya menyatakan bahwa pertemuan ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk bertukar pandangan tentang isu-isu regional dan internasional yang menjadi kepentingan bersama.

    Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 22 Maret 2025.

    Apa Saja Topik yang Dibahas?

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menjelaskan bahwa ketiga Menlu akan membahas berbagai isu, termasuk promosi pertukaran antarmasyarakat dan transformasi hijau.

    Salah satu fokus utama dari pertemuan ini adalah situasi di Korea Utara dan upaya untuk memperkuat kerja sama di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi global, terutama setelah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Donald Trump.

    Meskipun tarif AS tidak termasuk dalam agenda resmi pertemuan, Mao mengungkapkan bahwa isu tersebut mungkin tetap muncul dalam diskusi.

    Pembicaraan Bilateral yang Penting

    Selain pertemuan trilateral, Menlu Iwaya juga dijadwalkan untuk bertemu secara bilateral dengan Menlu Wang Yi dari China.

    Pertemuan ini bertujuan untuk membahas larangan impor makanan laut Jepang yang diterapkan oleh China, yang terkait dengan pembuangan air limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima.

    Mao Ning menekankan bahwa hubungan antara China dan Jepang telah menunjukkan kemajuan dan mereka berharap bisa bekerja sama untuk mengatasi masalah serta kekhawatiran yang ada.

    “Kami berharap Jepang dapat bekerja sama dengan China ke arah yang sama dan mengikuti arahan dari pemahaman bersama yang penting antara para pemimpin kedua negara,” kata Mao.

    Mengapa Penting untuk Merayakan Hubungan Diplomatik?

    Dalam konteks hubungan antara Jepang dan Korea Selatan, Menlu dari kedua negara diharapkan akan membahas persiapan untuk merayakan 60 tahun normalisasi hubungan diplomatik mereka yang akan jatuh pada Juni tahun ini.

    Ini merupakan momen penting yang dapat menjadi landasan untuk memperkuat hubungan bilateral yang telah mengalami berbagai tantangan.

    Dengan mempertemukan para pemimpin dan diplomat dari ketiga negara, diharapkan akan tercipta saluran komunikasi yang lebih terbuka dan produktif.

    Hal ini sangat penting bagi Jepang, China, dan Korea Selatan sebagai kekuatan ekonomi utama di Asia, karena kerja sama yang lebih erat dapat membawa manfaat yang signifikan bagi kawasan.

    Dengan upaya kolaborasi ini, diharapkan ketiga negara dapat mengatasi tantangan yang dihadapi secara lebih efektif.

    Dalam konteks global yang semakin kompleks, dialog dan kerja sama antar negara menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas dan kemakmuran kawasan Asia.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Reaksi Khamenei Terhadap Ancaman Trump: Iran Tidak Takut – Halaman all

    Reaksi Khamenei Terhadap Ancaman Trump: Iran Tidak Takut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menolak ultimatum Presiden AS Donald Trump yang mengancam akan menyerang Iran jika kesepakatan nuklir tidak tercapai.

    Dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Khamenei menegaskan bahwa ancaman tersebut tidak akan menakut-nakuti Teheran.

    Khamenei menyatakan, “Orang Amerika harus tahu bahwa ancaman tidak akan membawa mereka ke mana pun dalam menghadapi Republik Islam.”

     Dia juga menegaskan bahwa Iran akan memberikan balasan yang tegas jika diserang. “Jika ada yang melakukan kejahatan terhadap rakyat Iran, mereka akan ditampar dengan keras,” ujarnya.

    Pernyataan ini muncul setelah Trump mengirim surat kepada Khamenei awal bulan ini, yang berisi tawaran negosiasi dalam waktu terbatas.

    Isi Surat Trump ke Khamenei

    Surat yang diungkap oleh Axios pada 19 Maret 2025 ini memberikan tenggat waktu dua bulan bagi Iran untuk mencapai kesepakatan nuklir baru.

    Namun, surat tersebut tidak mencantumkan kapan tenggat waktu itu dimulai.

    Trump juga mengancam bahwa jika Iran menolak untuk bernegosiasi, mereka akan menghadapi risiko besar, termasuk serangan dari AS dan Israel yang menargetkan fasilitas nuklir Iran.

    Surat tersebut disampaikan melalui diplomat senior UEA, Anwar Gargash, dan Teheran telah mengonfirmasi penerimaan surat tersebut.

    Meskipun demikian, Iran menyatakan tidak akan segera menanggapi isi surat tersebut.

    Sementara itu, Khamenei menolak saran dari pejabat lain, termasuk Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, yang menyarankan pembicaraan tidak langsung dengan AS.

    Araghchi berpendapat bahwa negosiasi melalui perantara seperti Oman adalah cara yang tepat untuk menemukan titik tengah.

    Namun, Khamenei menegaskan, “Kami tidak pernah menjadi pihak yang memulai konflik,” dan berjanji akan memberikan respons tegas terhadap pihak-pihak yang ingin menyerang Iran.

    Sejak Trump menjabat kembali sebagai Presiden AS, pemerintahannya telah berulang kali menyatakan bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir.

    Pengawas nuklir PBB melaporkan bulan lalu bahwa Iran telah mempercepat produksi uraniumnya mendekati tingkat senjata.

    Kesepakatan nuklir yang dicapai pada tahun 2015 antara Iran dan kekuatan dunia, termasuk AS, mulai terguncang setelah Trump menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018 dan menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Usulkan AS Kelola PLTN Ukraina untuk Gencatan Senjata – Halaman all

    Trump Usulkan AS Kelola PLTN Ukraina untuk Gencatan Senjata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengusulkan agar AS mengambil alih dan mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Ukraina, yang saat ini berada di bawah kendali Rusia.

    Gagasan ini muncul dalam percakapan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Rabu, 19 Maret 2025.

    Usulan ini dilontarkan sebagai bagian dari upaya untuk mendorong gencatan senjata antara Kyiv dan Moskow.

    Apa yang Dibahas dalam Percakapan Antara Trump dan Zelensky?

    Dalam diskusi tersebut, Zelensky mengonfirmasi bahwa perhatian utama tertuju pada PLTN Zaporizhzhia, yang sejak invasi Rusia pada Februari 2022 dikuasai oleh pasukan Moskow.

    PLTN ini merupakan yang terbesar di Eropa dan menjadi perhatian utama karena potensi ancaman nuklirnya.

    Zelensky menekankan bahwa diperlukan lebih dari dua tahun agar PLTN tersebut dapat beroperasi kembali. “Kapasitasnya sangat dibutuhkan oleh Ukraina dan Eropa,” ujar Zelensky, menambahkan pentingnya integrasi Zaporizhzhia ke dalam jaringan listrik Eropa untuk stabilitas energi kawasan.

    Apa Tantangan Gencatan Senjata di Tengah Konflik Ini?

    Meskipun Trump berusaha mencari solusi gencatan senjata, tantangan masih sangat besar.

    Dalam percakapan terpisah dengan Trump pada Selasa, 18 Maret 2025, Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan bahwa negara-negara Barat harus menghentikan semua bantuan militer ke Ukraina sebelum gencatan senjata bisa terwujud.

    Namun, percakapan antara Trump dan Zelensky dilaporkan berjalan dengan lebih positif, dan Gedung Putih bahkan menyebutnya sebagai “fantastis”, meskipun hubungan keduanya pernah tegang di masa lalu.

    Apa Pendapat Pejabat AS Mengenai Usulan Ini?

    Dukungan untuk usulan Trump datang dari sejumlah pejabat AS.

    Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, dalam pernyataan bersama, menyatakan bahwa pembahasan antara Trump dan Zelensky mencakup masalah pasokan listrik serta pengelolaan PLTN Ukraina.

    Meski demikian, masih terdapat ketidakjelasan tentang bagaimana rencana ini dapat direalisasikan secara hukum dan teknis, terutama dengan keberadaan pasukan Rusia di Zaporizhzhia.

    Apa Langkah Selanjutnya?

    Dengan situasi yang terus berkembang dan tantangan yang signifikan, penting untuk melihat bagaimana proposal ini akan berlanjut.

    Akankah AS mampu meraih kesepakatan yang membawa kedamaian?

    Dan bagaimana pengelolaan PLTN ini akan diatur dalam kerangka hukum internasional?

    Pertanyaan-pertanyaan ini masih menggantung dan akan mempengaruhi langkah ke depan dalam konflik yang berkepanjangan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Reaksi dan Kontroversi Pencalonan Conor McGregor – Halaman all

    Reaksi dan Kontroversi Pencalonan Conor McGregor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan petarung MMA Conor McGregor baru saja mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai Presiden Irlandia.

    Keputusan ini mengemuka setelah kunjungannya yang kontroversial ke Gedung Putih.

    Dalam artikel ini, kita akan membahas latar belakang dan reaksi yang muncul seputar pencalonan McGregor.

    Apa yang Mendorong McGregor untuk Maju di Pilpres Irlandia?

    Pengumuman McGregor datang hanya beberapa hari setelah ia bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

    Dalam unggahannya di Instagram, McGregor menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Pakta Migrasi Uni Eropa.

    Dia berpendapat bahwa Irlandia harus menerapkan pakta ini sebelum 12 Juni 2026 dan menegaskan bahwa rakyat Irlandia lah yang seharusnya menentukan keputusan tersebut.

    “Meski saya sangat menentang pakta ini, itu bukan pilihan saya atau pemerintah untuk membuat perjanjian. Itu adalah pilihan rakyat Irlandia. Selalu, itulah demokrasi sejati,” tulis McGregor seperti dikutip dari TRT Global.

    Siapa yang Mendukung McGregor?

    Meskipun McGregor menerima dukungan dari beberapa kelompok sayap kanan, termasuk tokoh-tokoh seperti Elon Musk dan Andrew Tate, banyak pihak meragukan peluangnya untuk menang dalam pemilihan.

    Untuk mencalonkan diri, McGregor harus memperoleh dukungan dari 20 anggota Oireachtas atau empat dari 31 otoritas lokal di Irlandia.

    Di sisi lain, beberapa politisi senior seperti mantan Perdana Menteri Irlandia, Bertie Ahern, dan mantan Komisaris Eropa, Mairead McGuinness, disebut sebagai kandidat potensial dalam pemilihan yang akan dilaksanakan pada 11 November 2025.

    Apa yang Terjadi di Kunjungan McGregor ke Gedung Putih?

    Pada Hari St.

    Patrick, McGregor memberikan pidato di Gedung Putih sebelum bertemu dengan Trump dan Musk.

    Ia mengenakan setelan hijau dan mengkritik pemerintah Irlandia yang dianggap tidak mampu menangani isu domestik.

    Trump pun memberikan dukungan kepada McGregor, menyebutnya salah satu orang Irlandia favoritnya.

    Namun, kunjungan ini tidak lepas dari kritik.

    Taoiseach Irlandia, Michel Martin, menilai komentar McGregor tidak mencerminkan semangat Hari St.

    Patrick dan pandangan masyarakat Irlandia.

    Wakil Perdana Menteri Irlandia, Simon Harris, bahkan menegaskan bahwa McGregor tidak memiliki mandat untuk mewakili rakyat Irlandia.

    Apakah Kasus Hukum McGregor Mempengaruhi Cita-Citanya?

    Selain ambisi politiknya, McGregor juga menghadapi sejumlah masalah hukum.

    Dua tahun lalu, ia dinyatakan bertanggung jawab dalam kasus perdata atas dugaan pemerkosaan seorang wanita di Dublin pada 2018 dan dijatuhi ganti rugi hampir 250.000 euro.

    Dia telah mengajukan banding atas keputusan tersebut.

    Kasus hukum lainnya mencakup tuduhan kekerasan seksual di Miami dan insiden di mana ia menyerang maskot tim NBA Miami Heat.

    Pusat Krisis Pemerkosaan Dublin mengeluarkan surat protes ke Kedutaan Besar AS di Irlandia, menyatakan bahwa kunjungan McGregor ke Gedung Putih menormalkan kekerasan seksual dan meremehkan dampaknya terhadap korban.

     

    Pencalonan Conor McGregor sebagai Presiden Irlandia menyajikan berbagai pertanyaan dan tantangan, baik dari segi dukungan politik maupun isu hukum yang mengelilinginya.

    Meskipun dia mendapatkan perhatian media dan dukungan dari beberapa tokoh terkemuka, peluangnya untuk menjadi presiden tampak minim.

    Sementara itu, reaksi dari pejabat pemerintah Irlandia menunjukkan bahwa tidak semua orang mendukung langkah McGregor dalam ambisi politiknya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Khamenei Tolak Ultimatum Trump, Siap Beri Balasan Tegas jika Iran Diserang – Halaman all

    Khamenei Tolak Ultimatum Trump, Siap Beri Balasan Tegas jika Iran Diserang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dengan tegas mengabaikan ancaman Presiden AS Donald Trump terkait potensi adanya serangan dari AS jika kesepakatan nuklir tidak segera tercapai.

    Menurut Khamenei, ancaman Trump tidak akan membuat Teheran takut.

    “Orang Amerika harus tahu bahwa ancaman tidak akan membawa mereka ke mana pun dalam menghadapi Republik Islam,” katanya dalam pidato yang disiarkan secara nasional di Teheran pada Jumat (21/3/2025), dikutip dari Iran Internasional.

    Khamenei berjanji akan memberikan balasan jika negaranya diserang.

    “Jika ada yang melakukan kejahatan terhadap rakyat Iran, mereka akan ditampar dengan keras,” tegas Khamenei.

    Pernyataan Khamenei ini menyusul surat yang dikirim Trump kepada dirinya pada awal bulan ini.

    Dalam surat tersebut Trump menawarkan negosiasi dalam jangka waktu terbatas. 

    Isi Surat Trump ke Khamenei

    Axioos pada Rabu (19/3/2025) mengungkapkan isi surat Presiden AS Donald Trump terhadap pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei yang dikutip dari seorang pejabat AS dan dua sumber yang mengetahui surat tersebut.

    Dalam surat itu, Trump dilaporkan memberi tenggat waktu kepada Iran selama 2 bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir baru.

    Namun dalam surat tersebut tidak dituliskan kapan dimulainya tenggat waktu tersebut, dikutip dari Al-Arabiya.

    Selain berisi ultimatum, surat tersebut juga tampaknya berisi ancaman.

    Trump mengatakan apabila Iran menolak untuk bernegosiasi, maka mereka akan mendapatkan resiko yang cukup besar.

    Resiko yang dimaksud adalah serangan dari AS dan Israel yang menargetkan fasilitas nuklir Iran.

    Ia menegaskan bahwa dirinya tak ingin adanya negosiasi terbuka.

    Sebagai informasi, surat tersebut dikirimkan ke Khamenei melalui diplomat senior UEA Anwar Gargash pada minggu lalu.

    Teheran mengonfirmasi telah menerima surat tersebut.

    Sebelumnya Iran mengatakan tidak akan langsung menanggapi isi surat tersebut.

    Sementara Khamenei dengan tegas tidak ingin mengikuti saran dari pejabat lain, terutama untuk berunding dengan AS. 

    Minggu lalu, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi menyarankan bahwa pembicaraan tidak langsung dengan Amerika Serikat dapat dilakukan, mungkin melalui perantara seperti Oman .

    Menurut Araghci, ini adalah cara yang paling tepat agar kedua pihak dapat menemui titik tengah.

    “Ini bukan metode yang aneh, dan telah terjadi berulang kali sepanjang sejarah,” kata Araghchi dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Iran. 

    “Yang penting adalah kemauan untuk bernegosiasi dalam kondisi yang adil dan setara; bentuk apa pun yang diambil tidak menjadi masalah,” tambahnya.

    Akan tetapi, Khamenei dengan tegas menolak saran dari Araghci.

    “Kami tidak pernah menjadi pihak yang memulai konflik,” katanya.

    Akan tetapi, ia berjanji akan memberikan respons tegas terhadap pihak-pihak yang ingin menyerang Iran.

    “Namun, jika seseorang bertindak dengan niat jahat, responsnya akan tegas,” tegasnya.

    Sejak Trump kembali ke menjabat sebagai Presiden AS, pemerintahannya secara konsisten mengatakan bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir. 

    Akan tetapi, pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan lalu mengatakan bahwa Iran telah mempercepat produksi uraniumnya yang mendekati tingkat senjata.

    Pada tahun 2015, Iran mencapai kesepakatan dengan kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk mengekang program nuklirnya karena kekhawatiran negara itu berpotensi mengembangkan senjata nuklir.

    Akan tetapi pada tahun 2018, keadaan berubah.

    Presiden AS Donald Trump saat menjabat sebagai presiden AS  secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut.

    Setelah menarik diri, Trump kemudian menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Ayatollah Ali Khamenei dan Donald Trump

  • Dampak Pembubaran Departemen Pendidikan AS oleh Trump: Apa Kata Pakar? – Halaman all

    Dampak Pembubaran Departemen Pendidikan AS oleh Trump: Apa Kata Pakar? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada tanggal 20 Maret 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi menandatangani perintah eksekutif yang memulai proses pembubaran Departemen Pendidikan AS.

    Langkah ini merupakan realisasi dari janji kampanyenya yang mengedepankan pengembalian kewenangan pendidikan ke negara bagian, alih-alih diatur oleh pemerintah pusat.

    Apa Motivasi di Balik Pembubaran Departemen Pendidikan?

    Pembubaran Departemen Pendidikan bukanlah isu baru di kalangan Partai Republik.

    Sejak era Presiden Ronald Reagan pada 1980-an, wacana ini telah muncul sebagai bagian dari dorongan untuk mengurangi campur tangan pemerintah federal dalam pendidikan.

    Dalam pandangannya, sistem pendidikan harus sepenuhnya berada di bawah kendali negara bagian, yang dianggap lebih memahami kebutuhan spesifik daerah mereka.

    Meskipun Departemen Pendidikan tidak secara langsung mengatur kurikulum sekolah, Trump berusaha untuk mengurangi pengaruhnya.

    Salah satu cara yang diambil adalah dengan memotong anggaran dan membatalkan hibah serta kontrak yang sebelumnya telah dijalankan oleh departemen ini.

    Sebagian besar anggaran Departemen Pendidikan digunakan untuk program hibah dan pinjaman federal, termasuk program Title I untuk sekolah di daerah miskin dan program IDEA untuk pendidikan siswa berkebutuhan khusus.

    Bagaimana Reaksi Terhadap Keputusan Ini?

    Keputusan Trump untuk membubarkan Departemen Pendidikan mendapatkan respons yang beragam.

    Kelompok konservatif, terutama pendukung gerakan Make America Great Again, menyambut baik langkah ini.

    Namun, banyak pihak dari kalangan Demokrat mengecam tindakan ini sebagai ancaman bagi pendidikan publik dan bantuan finansial bagi siswa-siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.

    Hakeem Jeffries, pemimpin minoritas DPR AS, menegaskan bahwa menutup Departemen Pendidikan akan merugikan jutaan siswa, meningkatkan jumlah murid di kelas, dan mengurangi dana untuk program pendidikan khusus.

    Apakah Pembubaran Departemen Pendidikan Akan Efektif?

    Beberapa pakar menilai bahwa pembubaran Departemen Pendidikan tidak serta merta menyelesaikan masalah birokrasi yang selama ini menjadi kritik Partai Republik.

    Frederick Hess dari American Enterprise Institute menyatakan bahwa kebijakan pendidikan federal sudah diatur dalam undang-undang, sehingga perintah eksekutif saja tidak cukup untuk menghapus kewajiban tersebut. “Jika ingin perubahan mendasar, harus ada revisi undang-undang, bukan hanya membubarkan departemen,” tegasnya.

    Apa Yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    Meskipun Kongres masih harus memberikan persetujuan penuh untuk pembubaran Departemen Pendidikan, pemerintahan Trump tetap bisa mengambil langkah-langkah untuk mengurangi kewenangan departemen ini.

    Beberapa kebijakan yang mungkin diterapkan adalah peningkatan penggunaan voucer sekolah, pelibatan lebih banyak pihak swasta dalam pendidikan, serta hak orang tua untuk menentukan materi ajar.

    Trump juga telah menandatangani perintah eksekutif untuk mempromosikan pilihan sekolah dengan mendukung dana publik bagi sekolah swasta dan mencabut pendanaan bagi institusi yang dianggap melakukan indoktrinasi radikal.

     

    Langkah pembubaran Departemen Pendidikan AS yang diambil oleh Trump mencerminkan dorongan ideologis Partai Republik untuk mengurangi campur tangan pemerintah federal dalam pendidikan.

    Sementara dukungan dari kelompok konservatif ada, kritik dari pihak Demokrat serta pakar pendidikan menunjukkan adanya keraguan mengenai dampak langkah ini terhadap pendidikan publik dan keadilan sosial.

    Masa depan pendidikan di AS akan sangat tergantung pada bagaimana Kongres dan masyarakat merespons kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh pemerintahan Trump.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Cabut Status Hukum 532 Ribu Imigran, Harus Angkat Kaki dari AS

    Trump Cabut Status Hukum 532 Ribu Imigran, Harus Angkat Kaki dari AS

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat akan mencabut status hukum sekitar 532 ribu imigran, memberi mereka waktu beberapa minggu untuk meninggalkan negara itu.

    Presiden Donald Trump sebelumnya telah berjanji untuk melaksanakan kampanye deportasi terbesar dalam sejarah AS dan mengendalikan imigrasi, terutama dari negara-negara Amerika Latin.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (22/3/2025), perintah pencabutan status hukum tersebut berdampak pada sekitar 532.000 warga Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela yang datang ke Amerika Serikat di bawah skema yang diluncurkan pada bulan Oktober 2022 oleh pendahulu Trump, Joe Biden, dan diperluas pada bulan Januari tahun berikutnya.

    Mereka akan kehilangan perlindungan hukum mereka 30 hari setelah perintah Departemen Keamanan Dalam Negeri dipublikasikan dalam Federal Register, yang dijadwalkan pada hari Selasa.

    Artinya, para imigran yang disponsori oleh program tersebut “harus meninggalkan Amerika Serikat” paling lambat 24 April mendatang, kecuali mereka telah mendapatkan status imigrasi lain yang memungkinkan mereka untuk tetap tinggal di negara tersebut.

    Welcome.US, yang mendukung orang-orang yang mencari perlindungan di Amerika Serikat, mendesak mereka yang terdampak oleh langkah tersebut untuk “segera” mencari nasihat dari pengacara imigrasi.

    Program Proses untuk Warga Kuba, Haiti, Nikaragua, dan Venezuela (CHNV), yang diumumkan pada Januari 2023, mengizinkan imigran asal empat negara tersebut masuk ke Amerika Serikat selama dua tahun hingga 30.000 migran per bulan dari keempat negara tersebut, yang memiliki catatan hak asasi manusia yang buruk.

    Biden memuji rencana tersebut sebagai cara yang “aman dan manusiawi” untuk meredakan tekanan di perbatasan AS-Meksiko yang padat.

    Namun, Departemen Keamanan Dalam Negeri menekankan pada hari Jumat (21/3) waktu setempat, bahwa skema tersebut bersifat “sementara.”

    Trump minggu lalu menerapkan undang-undang masa perang yang langka untuk menerbangkan lebih dari 200 orang yang diduga anggota kelompok geng Venezuela ke El Salvador, yang telah menawarkan untuk memenjarakan para migran dan bahkan warga negara AS dengan potongan harga.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Pilih Bungkam, Tolak Tanggapi Seruan Aneksasi Gaza oleh Menhan Israel – Halaman all

    AS Pilih Bungkam, Tolak Tanggapi Seruan Aneksasi Gaza oleh Menhan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Departemen Luar Negeri AS menolak untuk menanggapi pernyataan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz yang menyerukan aneksasi di beberapa Jalur Gaza.

    Hal tersebut terlihat ketika juru bicara Deplu AS, Tammy Bruce mengindari pernyataan soal aneksasi tersebut.

    Menurutnya, pernyataan Israel Katz hanyalah untuk pengalihan isu. Sehingga ia memilih untuk tidak menanggapinya.

    “Yang lain, mungkin mereka ingin kita selalu berbicara tentang hal lain, agar orang lain teralihkan perhatiannya dengan hal itu sehingga kita berhenti memikirkan hal yang harus segera kita tangani,” katanya, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Pihaknya mengklaim bahwa saat ini fokus AS tidak akan teralihkan untuk menghentikan pembantaian massal.

    “Menarik bahwa kita dapat terus mengingat hakikat dari apa yang ada di depan kita, yaitu menghentikan pembantaian massal terhadap orang-orang, penggunaan orang lain sebagai tameng manusia, kekacauan umum yang ditimbulkannya, dan fakta bahwa ada cara untuk menghentikannya,” tambahnya.

    Sebelumnya, Israel Katz mengatakan negaranya akan mengancam akan melakukan aneksasi di Gaza.

    Ia memerintahkan kepada pasukan Israel untuk mencaplok lebih banyak wilayah Gaza setelah mengusir penduduk Palestina.

    “Saya perintahkan (tentara) untuk merebut lebih banyak wilayah di Gaza,” katanya, dikutip dari Al-Arabiya.

    Katz mengatakan bahwa ini ancaman untuk Hamas, agar mereka segera membebaskan sandera.

    “Semakin Hamas menolak membebaskan para sandera, semakin banyak wilayah yang akan hilang, yang akan dianeksasi oleh Israel,” tambahnya.

    Tidak hanya itu, Katz juga mengancam akan memperluas zona penyangga apabila Hamas tidak segera membebaskan sandera.

    “Jika Hamas tidak mematuhinya, kami akan memperluas zona penyangga di sekitar Gaza untuk melindungi wilayah penduduk sipil dan tentara Israel dengan menerapkan pendudukan permanen Israel di wilayah tersebut,” ancamnya.

    Senada dengan Katz, juru bicara militer Israel, Avichay Adraee telah mendesak seluruh warga Gaza yang berada di daerah Al-Salatin, Al-Karama dan Al-Awda untuk segera mengungsi dari rumah mereka.

    “Demi keselamatan Anda, segera menuju ke selatan menuju tempat perlindungan yang diketahui,” kata Adraee melalui X. 

    Namun pernyataan Katz ini mendapat kecaman dari menteri luar negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Barrot dengan tegas menolak aneksasi seperti yang diucapkan Katz.

    “Negara kami menentang segala bentuk aneksasi, baik yang menyangkut Tepi Barat maupun Jalur Gaza,” tegasnya.

    Sementara itu, Hamas telah berupaya memajukan negosiasi ke tahap kedua dari gencatan senjata yang disepakati pada bulan Januari.

    Namun Israel bersikeras agar Hamas segera membaskan semua sandera yang tentunya ini melanggar kesepakatan awal.

    Israel Terus Bombardir Gaza

    Israel melanjutkan pemboman intensif di Gaza pada Selasa (18/3/2025).

    Mereka beralasan serangan ini sebagai kebuntuan dalam perundingan gencatan senjata.

    Di mana gencatan tahap pertama telah berakhir pada awal bulan ini.

    Serangan ini juga merupakan persetujuan dari Presiden AS Donald Trump.

    Akibat serangan ini, lebih dari 700 warga Palestina tewas dan lebih dari 900 lainnya cedera.

    Serangan ini tentunya mendapat kecaman dari berbagai pihak, bahkan dari presiden Israel sendiri.

    Presiden Israel, Isaac Herzoh  menyampaikan kekhawatirannya mengenai tindakan pemerintah dalam sebuah pernyataan video pada hari Kamis (19/3/2025).

    Herzog mengatakan bahwa dirinya khawatir keputusan Netanyahu saat ini menjadi boomerang di masa depan.

    “Tidak mungkin untuk tidak merasa sangat terganggu oleh kenyataan pahit yang terbentang di depan mata kita,” kata Herzog dalam sebuah pernyataan video,dikutip dari Arab News.

    Herzog dengan jelas mengatakan bahwa keputusan berperang di Gaza tidak dapat diterima.

    Menurutnya, pasukan Israel tidak dapat fokus membebaskan sandera apabila melanjutkan agresi di Gaza.

    “Tidak terpikirkan untuk melanjutkan pertempuran sementara masih menjalankan misi suci untuk membawa pulang para sandera kita,” kata Herzog.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Israel Katz dan Konflik Palestina vs Israel