Tag: Donald Trump

  • Indonesia Kena Tarif Impor 32% dari Trump, Bagaimana Nasib Sawit RI?

    Indonesia Kena Tarif Impor 32% dari Trump, Bagaimana Nasib Sawit RI?

    Jakarta, CNBC Indonesia Kebijakan tarif tinggi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan jadi pukulan keras bagi Indonesia yang dikenakan bea masuk sebesar 32% untuk produk ekspor, termasuk minyak sawit mentah (CPO). Para petani dan pelaku industri sawit dalam negeri pun mulai was-was dengan dampaknya, terutama terhadap keberlangsungan harga dan penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani.

    Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menilai langkah Trump bukan sekadar proteksi ekonomi, tetapi bagian dari strategi yang lebih kompleks. Ia melihat kebijakan tarif ini berkaitan dengan kepatuhan negara-negara terhadap regulasi dan jejak produksi (traceability).

    “Saya dengar di media, banyak negara-negara pengekspor barang ke AS melanggar beberapa aturan dan kemudian mereka dikenakan tarif tinggi. Jika begini polanya, bisa dipertanyakan soal kualitas kepatuhan hukum pada barang-barang kita yang masuk ke Amerika sehingga dikenakan 32%,” kata Darto kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/4/2025).

    Berdasarkan data SPKS, ekspor CPO Indonesia ke AS pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton. Namun, pada Januari 2025 saja, ekspor sudah turun 20% dibanding Januari tahun sebelumnya, padahal saat itu kebijakan tarif baru masih sebatas rumor.

    Sejalan dengan kebijakan tarif Trump, Darto menyebut persoalan ekonomi AS akan berdampak kepada Indonesia. “Dulu waktu krisis Lehman Brothers tahun 2008, harga sawit anjlok sampai Rp100 per kilogram (kg). Saya masih ingat, anak-anak petani putus kuliah, makan pakai raskin, ada yang sampai masuk rumah sakit jiwa. Jadi kalau AS terguncang, kita kena juga,” kenangnya.

    Yang membuat kondisi makin rumit, pemerintah Indonesia justru memberlakukan tarif ekspor, seperti Pungutan Ekspor (PE) dan tarif Bea Keluar (BK) sawit sebesar US$ 170 per metrik ton. Ini dianggap semakin membebani petani dan pelaku usaha sawit, terutama di tengah pasar global yang mulai menyempit.

    “Boleh saja kita dorong Biodiesel 40%. Tapi ingat, harga jual CPO di luar negeri masih bagus. Kalau pasar ekspor dipersempit, tapi domestik juga belum siap, ya dampaknya balik lagi ke petani,” terang dia.

    Efisiensi Bukan Solusi, Harga TBS Bisa Terjun Bebas

    Menurut Darto, kebijakan efisiensi seperti mengurangi pupuk, jam kerja, hingga herbisida bukanlah solusi jangka panjang. Sebab, produksi akan turun dan merugikan pelaku usaha sendiri. Justru yang paling dikhawatirkan adalah jika perusahaan sawit mulai menolak atau membatasi pembelian TBS dari petani swadaya.

    “Kalau mereka cuma tampung minyak sawit dari pabrik tanpa kebun dan beli TBS dengan harga minimal, ya gawat. Petani bisa bangkrut,” tegasnya.

    Darto menilai Indonesia tidak bisa pasrah begitu saja. Pemerintah harus aktif melobi pasar baru dan menyesuaikan diri dengan standar keberlanjutan global seperti EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang akan berlaku mulai 2026. Ia juga mendesak agar pemerintah menurunkan tarif PE dan BK, serta memperkuat kepastian hukum untuk iklim usaha yang sehat.

    “Solusinya? Tantangi Uni Eropa, wajibkan compliance, tapi juga bangun petani kita. Jangan lupa, kita perlu badan sawit nasional yang independen, bukan seperti Danantara yang dikangkangi,” ujar Darto.

    Ia menambahkan, pembenahan regulasi dan tata kelola sektor sawit di dalam negeri juga sangat mendesak. Terutama untuk menghindari korupsi dan mempercepat pengambilan keputusan strategis.

    “Kementerian-kementerian yang ngurus sawit kebanyakan tumpang tindih. Harus dirampingkan supaya lebih efektif. Ini penting untuk masa depan sawit Indonesia,” pungkasnya.

    (hsy/hsy)

  • Usul Pengusaha ke Pemerintah buat Hadapi Kebijakan Tarif Trump

    Usul Pengusaha ke Pemerintah buat Hadapi Kebijakan Tarif Trump

    Jakarta

    Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah Indonesia tidak tinggal diam terhadap kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Pemerintah perlu segera mengambil langkah yang tepat untuk merespons kebijakan baru Trump agar tidak menimbulkan kekhawatiran, baik di kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Akbar Himawan Buchari dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).

    Ia memiliki sejumlah rekomendasi untuk pemerintah dalam merespons kebijakan tarif timbal balik Trump. Pertama, mendorong kesepakatan bilateral dengan AS. Tujuannya, untuk memastikan Indonesia bisa memperoleh akses pasar terbaik dan paling kompetitif.

    Kedua, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan revisi biaya impor AS ke Indonesia. Menurut Akbar, hal ini penting dilakukan mengingat sempat menjadi sorotan Trump karena Indonesia membebankan traffic charge untuk komoditas impor dari AS 64%.

    Ketiga, pemerintah harus lebih gencar menstimulasi diversifikasi pasar tujuan ekspor. Dengan upaya ini, kegiatan ekspor bisa tetap berjalan, dan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Apabila hal itu berjalan mulus, maka kinerja ekspor nasional lebih maksimal dan lebih stabil. Sekalipun terdapat kebijakan yang lebih restriktif terhadap ekspor Indonesia di AS,” kata Akbar.

    Keempat, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya. Selain juga melakukan deregulasi agar produk-produk Indonesia lebih kompetitif dan dapat lebih bersaing di pasar ekspor.

    Akbar menyambut baik rencana Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang akan mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC. Harapannya, pertemuan itu berbuah manis bagi dunia usaha Indonesia.

    “Jika keempat rekomendasi itu dilakukan Pemerintah dan berhasil, saya rasa kinerja ekspor kita akan baik-baik saja. Sekarang tinggal bagaimana lobi-lobi yang dilakukan Pemerintah,” pungkasnya.

    (acd/acd)

  • Efek Tarif Trump, Harta Mark Zuckerberg hingga Elon Musk Hilang Rp3.444 Triliun

    Efek Tarif Trump, Harta Mark Zuckerberg hingga Elon Musk Hilang Rp3.444 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 500 orang terkaya di dunia mengalami penurunan harta kekayaan atau net worth sebesar US$208 miliar atau sekitar Rp3.444 triliun (Asumsi kurs: Rp16.560) imbas dari penetapan tarif baru AS yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Adapun, penurunan kekayaan gabungan para miliarder dunia itu menjadi salah satu yang cukup besar terjadi dalam 13 tahun belakangan. Serta menjadi yang terburuk sejak Pandemi Covid – 19.

    Melansir laporan Bloomberg, total kekayaan para miliarder dunia itu rata-rata tergerus hingg 3,3%. Di mana, miliarder asal Amerika Serikat menjadi yang paling terpukul.

    Nama Mark Zuckerberg yang merupakan bos Meta Platforms Inc. dan Jeff Bezos pemilik Amazon.com Inc. menjadi salah satu yang merasakan dampak tersebut.

    Sementara itu, Carlos Slim yang orang terkaya di Meksiko, termasuk di antara sekelompok kecil miliarder di luar AS yang lolos dari dampak tarif. Bolsa Meksiko naik 0,5% setelah negara itu dikeluarkan dari daftar target tarif timbal balik Gedung Putih, mendorong kekayaan bersih Slim naik sekitar 4% menjadi $85,5 miliar.

    Secara terperinci, berikut pergerakan kejayaan para miliarder usai Trump mengumumkan kebijakan tarif baru AS pada 3 April 2025 waktu setempat.

    1. Mark Zuckerberg

    Pendiri Meta ini mengalami penurunan kas hingga 9%, hal itu membuat Mark kehilangan US$17,9 miliar atau sekitar Rp296,42 triliun. Padahal, gerak saham Meta masuk pada indeks Magnificent Seven yang terdiri dari saham-saham teknologi besar.

    Saat memasuki awal tahun, saham Meta sehmpat mengalami kenaikan berturut-turut selama hampir sebulan hingga menambah nilai pasar Meta tembus US$350 miliar. Namun, sejak pertengahan Februari, saham-saham tersebut telah jatuh sekitar 28%.

    2. Jeff Bezos

    Saham Amazon anjlok 9% pada hari Kamis (4/4/2025). Di mana, anjloknya saham Amazon itu menjadi yang terbesar sejak April 2022, membuat pendiri perusahaan teknologi raksasa ini kehilangan kekayaan pribadinya sebesar US$15,9 miliar atau Rp263,3 triliun.

    3. Elon Musk

    CEO Tesla Elon Musk tercatat mengalami kerugian hingga US$11 miliar atau sekitar Rp182,16 triliun usai Presiden Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal pada puluhan negara yang menjadi mitra dagang AS.

    Kondisi itu memperburuk kinerja saham-saham milik Elon Musk yang sepanjang tahun ini memang telah kehilangan hingga US$110 miliar.

    Bloomberg melaporkan, penurunan saham Elon Musk ini diyakini berkorelasi dengan kedekatan Elon dengan Presiden Trump yang juga menetapkan aturan kepada perusahaan-perusahaan kendaraan listrik.

  • Waka MPR Sebut Pentingnya Diplomasi Perdagangan untuk Respons Tarif Impor AS

    Waka MPR Sebut Pentingnya Diplomasi Perdagangan untuk Respons Tarif Impor AS

    Jakarta

    Indonesia masuk daftar negara yang dikenakan tarif impor baru oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan ini dipercaya akan mempengaruhi neraca ekspor Indonesia, mengingat AS merupakan pasar produk elektronik, tekstil, alas kaki, dan CPO.

    Merespons hal ini, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN Eddy Soeparno menekankan pentingnya penguatan diplomasi perdagangan atau trade diplomacy untuk mencegah dampak negatif bagi ekonomi Indonesia.

    “Kita harus proaktif dalam trade diplomacy untuk bernegosiasi dengan pemerintah AS sebagai bagian dari upaya menurunkan tarif. Jangan sampai industri dalam negeri kita terdampak lebih dalam lagi. Gugurnya sejumlah pabrik textile seperti Srtitex, produsen sepatu olah raga serta elektronik merupakan pil pahit yang harus kita cegah ke depannya. Oleh karena itu menjalin dialog perdagangan secara dini merupakan upaya untuk mendapatkan pengecualian tarif atas sejumlah produk ekspor andalan Indonesia,” kata Eddy dalam keterangan, Jumat (4/4/2025).

    Dia menegaskan pentingnya memperluas pasar ekspor sebagai salah satu pilar pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.

    “Di awal pemerintahan, Presiden Prabowo sudah bergerak cepat dengan bergabung dan menjadi anggota tetap BRICS. Sekarang saatnya memanfaatkan status sebagai Anggota Tetap BRICS untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara emerging economy,” tuturnya.

    Eddy menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk terus menumbuhkan kegiatan ekspornya agar neraca perdagangan tetap stabil dan tidak terdampak oleh kebijakan proteksionisme dari negara tertentu.

    “Ke depan tentu kita tidak boleh bergantung pada satu negara tujuan ekspor dan harus memperluas pasarnya. Indonesia tidak boleh kehilangan momentum untuk menumbuhkan kegiatan ekspornya ke negara BRICS maupun negara Timur Tengah lainnya agar neraca ekspor kita tidak terpengaruh ke depannya,” jelas Eddy.

    Selain itu, Wakil Ketua Umum DPP PAN ini menegaskan bahwa kebijakan proteksionisme AS ini harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk nasional.

    “Industri dalam negeri harus lebih inovatif dan efisien. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi industri strategis agar kita bisa bersaing secara global, terlepas dari kebijakan negara lain,” jelasnya.

    Eddy yang pernah menjabat sebagai Direktur Investment Banking Merrill Lynch Asia Pacific ini menjelaskan investasi dan ekspor menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kedepannya sehingga harus diperkuat.

    “Perlu akselerasi industrialisasi produk unggulan ekspor. Hambatan-hambatan struktural perlu segera dibenahi agar semakin banyak investasi masuk dan berorientasi ekspor. Indonesia harus bergegas menjadi basis produksi untuk ekspor,” tutupnya.

    (akn/ega)

  • Ekonom Sebut Dasar Trump Kenakan Tarif 32% ke RI Tak Jelas

    Ekonom Sebut Dasar Trump Kenakan Tarif 32% ke RI Tak Jelas

    Jakarta

    Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai perhitungan untuk menentukan tarif imbal balik (resiprokal) yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tak berdasarkan basis ekonomi yang jelas. Hal ini disampaikan oleh Ekonom Senior INDEF M Fadhil Hasan.

    Indonesia dikenakan tarif impor Trump sebesar 32%. Angka ini didapati karena Trump menilai Indonesia mengenakan tarif impor terhadap produk-produk AS sebesar 64%. Padahal, menurut Fadhil, Indonesia hanya mengenakan tarif impor sebesar 8-9%

    “Cara mereka menentukan resiprokal tarif yang dikenakan kepada negara-negara itu perhitungannya itu tidak memiliki basis ekonomi yang jelas. Nah ini kenapa Amerika sampai ke perhitungan seperti ini, simpel karena mereka menghitung bahwa 64% tarif yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia adalah jumlah defisit yang terjadi dalam misalnya perdagangan Indonesia-AS sekitar US$ 16,8 miliar. Nah itu defisit Amerika, kita surplus segitu kemudian itu dibagi dengan total impor Amerika dari Indonesia sebesar US$ 28 miliar sekian,” kata Fadhil dalam acara ‘Waspada Genderang Perang Dagang’ yang disiarkan secara daring, Jumat (4/4/2025).

    Fadhil menyebut dari hitungan tersebut didapati tarif impor Indonesia ke produk AS adalah sebesar 64%. Di sisi lain, hitungan tarif impor 64% oleh Indonesia termasuk dengan nilai tukar dan non-tarif barrier (NTB). Namun, perhitungan NTB sangat sulit sehingga perhitungan AS dengan tarif 64% dinilai membingungkan.

    “Padahal tarif kita itu paling 8-9% itu. Perhitungan ini sangat membingungkan dan tidak memiliki suatu argumen yang jelas. Ekonom di Amerika Serikat sendiri juga paling mentertawakan metode atau formula tersebut,” jelas Fadhil.

    Senada, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Ahmad Heri Firdaus menilai pengenaan tarif impor Indonesia ke AS tidak terlalu tinggi. Berdasarkan rata-rata sederhana (simple average), tarif Indonesia terhadap AS hanya mencapai 8,56%.

    “Kalau kita lihat tarif Indonesia terhadap Amerika Serikat, simple average itu mencapai 8,56%. Kemudian yang weighted average (rata-rata tertimbang) itu 4,16%,” ujar Ahmad.

    Ahmad pun mengakui pengenaan tarif AS terhadap Indonesia relatif lebih kecil. Apabila dilihat dari simple average, tarif AS terhadap Indonesia hanya 4,18%. Sementara, dilihat dari weighted average sebesar 5,1%.

    “Nah, kemudian kalau tarif AS terhadap Indonesia itu memang lebih kecil. Artinya kita menerapkan tarif yang masih relatif besar dibanding Amerika Serikat. Tapi tidak sampai sebesar 64% terus di-discount 32%. Jadi memang betul, tarif kita juga tidak tinggi-tinggi banget. Karena trendnya adalah semakin ke sini kita semakin mengurangi hambatan-hambatan yang bersifat tarif,” jelas Ahmad.

    (acd/acd)

  • Andry Satrio Kritik Sikap Pemerintah saat Respons Kebijakan Tarif Timbal Balik Trump, Ini Alasannya  – Halaman all

    Andry Satrio Kritik Sikap Pemerintah saat Respons Kebijakan Tarif Timbal Balik Trump, Ini Alasannya  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengkritik sikap pemerintah Indonesia saat merespons kebijakan tarif timbal balik Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

    Menurut Andry, pemerintah tidak menganggapnya serius karena merasa hal tersebut bukan sesuatu yang darurat untuk ditanggapi.

    Alasan Andry mengatakan hal demikian karena melihat sikap pemerintah yang membatalkan konferensi pers pada Kamis (3/4/2025) dalam menanggapi kebijakan Trump tersebut.

    Konferensi pers tersebut rencananya akan dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, dan Wakil Menteri Industri. 

    “Respons dari pemerintah itu justru batal dilakukan, ini menurut saya ada hal yang saya tidak bisa katakan lagi selain pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah.”

    “Dan merasa bahwa ini bukan sesuatu yang urgen untuk ditanggapi,” ujar Andry saat dihubungi, Jumat (4/4/2025), dilansir Kompas.com.

    Padahal, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), AS adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. 

    Neraca perdagangan nonmigas Indonesia terhadap AS mengalami surplus yang terus meningkat.

    Pada 2024, surplus perdagangan nonmigas Indonesia terhadap AS mencapai 16,84 miliar dolar AS. 

    Ekspor Indonesia ke AS tercatat 26,31 miliar dolar AS, sementara impor dari AS hanya 9,46 miliar dolar AS.

    “Ini sesuatu hal yang menurut saya sepertinya pemerintah Prabowo ini tidak mengerti ya, bahwa kita tahu banyak produk yang akan sulit masuk ke pasar US, dan produk-produk di antaranya produk industri padat karya,” ujar Andry.

    Selain itu, sebelumnya, pemerintah Indonesia juga dinilai abai dengan AS, karena pemerintah tak segera menunjuk Duta Besar Indonesia untuk Washington DC yang sudah kosong selama hampir dua tahun, usai Rosan Roeslani menyelesaikan tugasnya pada 17 Juli 2023. 

    “Jadi ada kekosongan representatif (Indonesia) di US. Ini yang juga menurut saya sesuatu yang melihat bahwa US itu bukan mitra dagang potensial atau strategis kita. Pemerintah abai dalam hal ini menurut saya,” ujar Andry.

    Sebelumnya, Trump  mengumumkan tarif baru sebesar 10 persen terhadap hampir semua barang impor yang masuk ke Amerika, Rabu (2/4/2025). 

    Indonesia pun tercantum dalam daftar tarif timbal balik yang diumumkan oleh Trump tersebut.

    Dilansir Kompas TV, Indonesia menerapkan tarif sebesar 64 persen terhadap barang-barang dari AS.

    Kemudian, sebagai respons, AS akan mengenakan tarif sebesar 32 persen terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di Amerika. 

    Tarif ini akan mulai berlaku pada Rabu (9/4/2025) mendatang. 

    Trump menyatakan bahwa dana dari penerapan tarif ini akan digunakan untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional. 

    Dampak bagi Indonesia

    Dilansir web resmi Kemlu, pengenaan tarif timbal balik ini akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.

    Diketahui, Indonesia memiliki sejumlah produk ekspor utama di pasar AS.

    Di antaranya adalah elektronik, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furnitur, udang, dan produk-produk perikanan laut.

    Guna menyikapi kebijakan dari Trump itu, pemerintah akan segera menghitung dampak pengenaan tarif AS terhadap sektor-sektor tersebut dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. 

    Lantas, apa langkah-langkah pemerintah untuk menghadapi kebijakan Trump tersebut?

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan pemerintah akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif terhadap perekonomian nasional Indonesia.

    Dia menyebutkan, sejak awal tahun ini, pemerintah Indonesia telah mempersiapkan berbagai strategi dan langkah untuk menghadapi penerapan tarif resiprokal AS dan melakukan negosiasi dengan Pemerintah AS.

    Tim lintas kementerian dan lembaga, perwakilan Indonesia di AS, dan para pelaku usaha nasional pun telah berkoordinasi secara intensif untuk persiapan menghadapi tarif resiprokal AS itu.

    “Pemerintah Indonesia akan terus melakukan komunikasi dengan Pemerintah AS dalam berbagai tingkatan,” ucap Susiwijono.

    “Termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS,” katanya.

    Sebagai bagian dari negosiasi, Pemerintah Indonesia disebut telah menyiapkan berbagai langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat Pemerintah AS.

    Terutama yang disampaikan dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang diterbitkan US Trade Representative.

    “Indonesia telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama mengingat 10 negara ASEAN seluruhnya terdampak pengenaan tarif AS,” kata Susiwijono.

    Susiwijono mengatakan, langkah-langkah Pemerintah Indonesia itu salah satunya berkomitmen menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar keuangan global pasca pengumuman tarif resiprokal AS.

    Bersama Bank Indonesia, Indonesia juga akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

    Serta memastikan likuiditas valas tetap terjaga guna mendukung kebutuhan pelaku dunia usaha serta memelihara stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

    Presiden Prabowo Subianto juga menginstruksikan Kabinet Merah Putih untuk melakukan langkah strategis dan perbaikan struktural serta kebijakan deregulasi melalui penyederhanaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs).

    Hal itu sejalan dalam upaya meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar, dan menarik investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

    “Langkah kebijakan strategis lainnya yang akan ditempuh oleh Pemerintah Indonesia adalah memperbaiki iklim investasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja yang luas,” kata Susiwijono. 

    (Tribunnews.com/Rifqah/Endrapta Ibrahim) (Kompas.com)

  • Pasar AS Tertutup, Pengusaha Sepatu Desak Pemerintah Lakukan Ini

    Pasar AS Tertutup, Pengusaha Sepatu Desak Pemerintah Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri alas kaki nasional tengah menghadapi ancaman serius menyusul kebijakan tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Melalui Perintah Eksekutif terbaru, AS akan menerapkan tarif bea masuk tambahan sebesar 10%, yang akan berlaku mulai 5 April 2025. Khusus untuk Indonesia, tarif tambahan mencapai 32%, sehingga total bea masuk produk alas kaki Indonesia ke AS menjadi 42%, efektif 9 April 2025.

    Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan tersebut terhadap ekspor sepatu nasional.

    “AS adalah pasar ekspor alas kaki terbesar bagi Indonesia. Tarif baru ini jelas akan memberikan tekanan besar terhadap daya saing produk kita,” kata Eddy dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (4/4/2025).

    Eddy menjelaskan, ekspor alas kaki Indonesia ke AS sempat menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Pada 2020, nilai ekspor tercatat sebesar US$ 1,38 miliar, naik menjadi US$ 2,61 miliar pada 2022. Meski sempat turun 26% pada tahun 2023, ekspor kembali meningkat sebesar 24% pada 2024 dengan nilai mencapai US$ 2,39 miliar.

    Namun, tambahan tarif hingga 42% dinilai akan menjadi pukulan berat bagi industri padat karya ini.

    “Kemampuan anggota Aprisindo perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan ini. Beban biaya jelas akan meningkat dan bisa berdampak pada pemangkasan produksi bahkan tenaga kerja,” ujarnya.

    Sebagai solusi, Aprisindo mendorong pemerintah untuk mempercepat penyelesaian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang telah tertunda selama 9 tahun. Perjanjian ini diyakini bisa membuka pasar alternatif dan menurunkan tarif masuk produk alas kaki Indonesia ke pasar 27 negara Uni Eropa.

    “Negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh sudah punya perjanjian dagang serupa dengan Uni Eropa,” tegasnya.

    Menurut Aprisindo, IEU-CEPA bukan hanya menjadi strategi jangka panjang, tetapi juga solusi konkret untuk menekan ketergantungan terhadap pasar AS dan menyelamatkan industri dalam negeri.

    Di sisi lain, Eddy menilai peluang negosiasi langsung dengan pemerintahan Donald Trump masih terbuka. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengirimkan delegasi tingkat tinggi yang memiliki kapasitas dan kredibilitas untuk berdialog langsung dengan pihak AS.

    “Pemerintah harus kirim utusan ke Washington DC sesegera mungkin. Masih ada ruang negosiasi, dan ini harus dimanfaatkan untuk melindungi industri alas kaki kita,” tukas dia.

    Meski menghargai hubungan dagang yang terjalin melalui Kemitraan Strategis Global Komprehensif antara Indonesia dan AS, Aprisindo menegaskan bahwa kepentingan nasional harus tetap menjadi prioritas.

    (hsy/hsy)

  • Ngeri! PM Singapura Sebut Efek Tarif Trump Bisa Picu Krisis Global

    Ngeri! PM Singapura Sebut Efek Tarif Trump Bisa Picu Krisis Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrence Wong memperingatkan bahwa kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS) dyang ditetapkan Presiden Donald Trump menandai berakhirnya era globalisasi berbasis aturan dan dapat menjadi awal dari krisis ekonomi global baru.

    Dalam pidatonya yang disampaikan melalui Youtube pribadinya seperti dikutip dari CNA, Wong menekankan bahwa dunia sedang memasuki fase yang jauh lebih proteksionis, arbitrer, dan berbahaya bagi negara kecil dengan ekonomi terbuka seperti Singapura yang sangat rentan terdampak. 

    Menurutnya, kebijakan tarif timbal balik atau tarif resiprokal AS, yang diumumkan dalam pernyataan bertajuk “Liberation Day” oleh Trump, menandai perubahan besar dalam lanskap perdagangan internasional. Dalam kerangka kebijakan ini, Singapura dikenai tarif sebesar 10%.

    Dia menilai bahwa meskipun tarif ini tidak setinggi yang dikenakan kepada negara lain seperti Indonesia yang mencapai 32%, PM Wong menekankan bahwa konsekuensi jangka panjang jauh lebih luas dan mengkhawatirkan.

    “Era globalisasi berbasis peraturan dan perdagangan bebas sudah berakhir. AS tidak lagi sekadar melakukan reformasi terhadap sistem multilateral seperti WTO, tetapi justru meninggalkannya sepenuhnya,” ujarnya dalam tayangan video itu, Jumat (4/4/2025)

    Menurutnya, langkah AS yang memilih untuk melakukan pembalasan tarif terhadap negara demi negara merupakan penolakan langsung terhadap kerangka WTO yang selama ini menjadi dasar stabilitas perdagangan global.

    Wong menegaskan bahwa meskipun dampak langsung terhadap Singapura mungkin masih terbatas, kerusakan sistemik terhadap tatanan ekonomi global bisa sangat besar.

    Dia menilai bahwa jika negara-negara lain mengikuti langkah AS dan meninggalkan sistem multilateral demi kepentingan bilateral semata, negara kecil seperti Singapura berisiko terpinggirkan, dimarginalisasi, dan ditinggalkan dari pusat perdagangan internasional. 

    “Kami tidak akan memimpin tindakan balasan seperti tarif retaliasi. Namun, negara-negara lain mungkin tidak akan bersikap sama. Risiko perang dagang global yang menyeluruh kini semakin nyata,” katanya. 

    Dia juga mengingatkan bahwa tarif yang tinggi dan ketidakpastian kebijakan antarnegara akan melemahkan perdagangan internasional dan investasi global, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.

    Menurutnya, karena ekonomi Singapura sangat bergantung pada perdagangan luar negeri, negara tersebut diperkirakan akan menerima pukulan lebih berat dibandingkan negara lain. 

    Dalam refleksi historis yang mengkhawatirkan, PM Wong membandingkan situasi saat ini dengan era 1930-an, ketika proteksionisme global berkembang dan akhirnya memicu Perang Dunia Kedua.

    “Tak ada yang bisa memastikan bagaimana situasi ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun ke depan. Namun kita harus bersikap jelas dan waspada terhadap bahaya yang sedang tumbuh di dunia,” ucapnya. 

    Wong juga menyampaikan bahwa lembaga-lembaga global semakin melemah, sedangkan norma internasional terus tergerus. Dalam kondisi ini, lebih banyak negara akan bertindak berdasarkan kepentingan diri semata, menggunakan kekuatan dan tekanan untuk mencapai tujuan mereka. Menurutnya, kondisi tersebut adalah realitas dunia saat ini.

    Respons Pemerintah Singapura

    Sebagai respons, pemerintah Singapura berkomitmen untuk memperkuat ketahanan nasional, membangun kemampuan internal, serta memperluas jaringan kerja sama dengan negara-negara berpikiran sama.

    “Kami lebih siap dibandingkan banyak negara lain, tetapi kita harus tetap berhati-hati. Akan ada lebih banyak kejutan yang datang,” tegasnya.

    PM Wong menutup pidatonya dengan seruan persatuan dan kewaspadaan. Dia menekankan bahwa keamanan dan stabilitas global tidak akan kembali dalam waktu dekatdan peraturan yang selama ini melindungi negara-negara kecil bisa saja lenyap.

    “Kami harus bersiap secara mental. Karena jalan ke depan akan semakin sulit. Tapi jika kita tetap waspada dan bersatu, Singapura akan mampu bertahan dalam dunia yang sedang terluka ini,” pungkas Wong.

    Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump resmi mengumumkan pengenaan bea masuk yang diatur dalam tarif timbal balik (Resiprokal).

    Pengumuman kebijakan penetapan tarif timbal balik itu dilakukan Presiden Donald Trump di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu sore (2/4/2025) waktu setempat. 

    Dalam agenda tersebut, Trump memajang sebuah poster yang berisi daftar tarif resiprokal yang diterapkan AS kepada negara-negara mitra dagang.

    China dikenakan tarif baru sebesar 34%, sedangkan Uni Eropa 20%. Pengenaan tarif resiprokal itu sebagai tanggapan atas bea masuk yang dikenakan pada barang-barang AS.

    Adapun, Kamboja menjadi negara yang mendapat tarif tertinggi, yakni 49%. Posisi kedua diduduki Vietnam dengan 46%. Sri Lanka mendapat tarif resiprokal 44%, Bangladesh 37%, Thailand 36%, dan Taiwan 32%.

    Sementara itu, Indonesia menerima tarif resiprokal sebesar 32%, sedangkan Singapura cuma dikenai tarif 10%.

  • PCO ungkap langkah pemerintah hadapi kebijakan tarif Trump

    PCO ungkap langkah pemerintah hadapi kebijakan tarif Trump

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    PCO ungkap langkah pemerintah hadapi kebijakan tarif Trump
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 04 April 2025 – 18:11 WIB

    Elshinta.com – Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) mengungkap beberapa langkah Pemerintah Republik Indonesia menghadapi kebijakan tarif resiprokal yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada Indonesia.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi kepada wartawan, di Jakarta, Jumat, menyebut paralel dengan langkah-langkah itu, pemerintah saat ini juga menghitung dengan cermat dampak dari kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh AS kepada barang-barang dari Indonesia.

    “Pemerintah sedang menghitung dengan cermat dampak penerapan tarif resiprokal yang dilakukan oleh Pemerintah AS. Paralel dengan itu, pemerintah juga mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bernegosiasi dengan Pemerintah AS,” kata Hasan Nasbi.

    Dia melanjutkan, di dalam negeri pemerintah juga berupaya menjadikan produk-produk Indonesia lebih kompetitif, di antaranya melalui penyederhanaan regulasi.

    “Di dalam negeri, pemerintah juga sedang menerapkan penyederhanaan regulasi agar produk-produk Indonesia bisa lebih kompetitif,” kata Hasan Nasbi.

    Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025 mengumumkan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara termasuk Indonesia, yang efektif 3 hari setelah diumumkan. Kebijakan Trump itu bakal diterapkan secara bertahap, yaitu mulai dari pengenaan tarif umum 10 persen untuk seluruh negara terhitung sejak tanggal 5 April 2025, kemudian tarif khusus untuk sejumlah negara termasuk Indonesia mulai berlaku pada 9 April 2025 pukul 00.01 EDT (11.01 WIB).

    Dari kebijakan baru itu, Indonesia terkena tarif resiprokal 32 persen.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran resmi di Jakarta, Kamis (3/4), menyebut kebijakan Presiden Trump itu bakal berdampak signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS.

    “Selama ini produk ekspor utama Indonesia di pasar AS, antara lain adalah elektronik, tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furnitur, udang, dan produk-produk perikanan laut,” kata Menko Airlangga.

    Oleh karena itu, demi meminimalisir dampak negatif akibat kebijakan tersebut, Airlangga menyebut Pemerintah Indonesia menyiapkan beberapa langkah strategis, di antaranya menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar keuangan global pascapengumuman tarif resiprokal AS, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta memastikan likuiditas valuta asing (valas) tetap terjaga, dan negosiasi dengan pemerintah AS yang telah berjalan sejak awal tahun ini.

    Sumber : Antara

  • Ambisi Zelensky Belum Padam, Ingin Ukraina Gabung NATO meski Ditentang AS-Rusia – Halaman all

    Ambisi Zelensky Belum Padam, Ingin Ukraina Gabung NATO meski Ditentang AS-Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, masih berambisi untuk mendorong Ukraina menjadi anggota aliansi pertahanan NATO.

    Ia yakin Ukraina masih dapat mewujudkan ambisi tersebut meski pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menentang keinginan Ukraina.

    Sebelumnya, Trump mengecam Zelensky pada awal minggu ini, dengan mengatakan, “Dia ingin menjadi anggota NATO. Ya, dia tidak akan pernah menjadi anggota NATO. Dia mengerti itu.”

    Namun, Zelensky menegaskan ia belum menyerah pada ambisinya yang sudah lama untuk bergabung dengan blok yang dipimpin AS itu.

    “Anda tahu siapa yang tidak mendukung keanggotaan Ukraina di NATO sejauh ini, tetapi bagaimanapun juga, tidak ada seorang pun yang akan menyingkirkan masalah ini dari meja perundingan di masa mendatang,” kata Zelensky selama pertemuan dengan para kepala komunitas teritorial Wilayah Chernihiv, Kamis (3/4/2025). 

    “Setidaknya, kita berbicara tentang fakta bahwa bahkan jika sekarang seseorang tidak ingin mendukung (Kyiv bergabung dengan NATO), kita akan melihat apa yang terjadi di masa depan,” imbuh Zelensky, seperti diberitakan Ukrinform.

    Menurut Zelensky, hingga Kyiv menjadi anggota NATO, Ukraina harus diberikan jaminan keamanan seperti NATO oleh negara-negara Barat yang mendukungnya.

    “Ukraina akan mampu mencapai perdamaian yang adil dengan Rusia, namun untuk melakukannya Ukraina harus kuat saat memasuki meja perundingan,” tegasnya.

    Utusan Kremlin: Trump Sependapat dengan Rusia, Ukraina Mustahil Gabung NATO

    Utusan Kremlin, Kirill Dmitriev, mengatakan posisi pemerintahan Trump mengenai keanggotaan Ukraina di NATO sejalan dengan pandangan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

    “Saya pikir Ukraina bergabung dengan NATO, seperti yang dikatakan presiden kita, sama sekali tidak mungkin. Dan itu, menurut saya, telah diterima secara luas, termasuk oleh pemerintahan Trump,” kata Dmitriev kepada Fox News, Jumat (4/4/2025).

    “Beberapa jaminan keamanan dalam beberapa bentuk mungkin dapat diterima,” lanjutnya, setelah mengunjungi Gedung Putih pada hari Kamis.

    Ia menyatakan Putin menginginkan perdamaian permanen di Ukraina dan ia secara terbuka menyuarakan beberapa syarat untuk itu. 

    Utusan Rusia itu juga ditanya apakah Rusia akan terus melakukan agresi terhadap negara lain jika perjanjian damai mengenai Ukraina tercapai.

    “Banyak narasi palsu yang beredar, seperti kemungkinan Rusia masuk ke Eropa. Itu ide yang gila. Masalahnya, ada banyak orang gila, dan mereka membahasnya bersama-sama, sehingga menjadi seperti ‘kelompok gila’ […] Saya pikir Presiden Trump sangat realistis; dia tahu itu tidak akan terjadi,” jawabnya.

    Dalam wawancara yang sama, Dmitriev menuduh Ukraina melanggar gencatan senjata energi.

    Ia juga menyatakan Rusia tidak meminta Amerika Serikat untuk mencabut sanksi sebagai bagian dari negosiasi untuk mengakhiri perang.

    Sebelumnya, Dmitriev berada di Washington untuk berunding dengan pemerintah AS mengenai pembentukan dialog antara AS dan Rusia, dan AS telah mencabut sanksi terhadapnya atas kunjungannya.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina