Tag: Donald Trump

  • Ekonom Prediksi Teknologi jadi Medan Perang Dagang, RI Pilih AS atau China?

    Ekonom Prediksi Teknologi jadi Medan Perang Dagang, RI Pilih AS atau China?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memperkirakan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China akan makin memanas, termasuk di sektor teknologi. Hal ini seiring dengan langkah Presiden AS Donald Trump yang mengerek tarif menjadi 125% untuk China.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebut perang dagang AS–China masih jauh dari kata selesai.

    “Justru, eskalasi dengan China makin tinggi. AS tetap mempertahankan tarif yang sangat besar pada China, bahkan meningkatkan level tarif hingga 125%,” kata Andry kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Di sisi lain, Andry menilai China juga sudah menunjukkan sikap keras dengan membalas tarif AS dan memperkuat strategi substitusi impor hingga diversifikasi pasar ekspor.

    “Jadi, yang akan kita lihat adalah pertarungan jangka panjang, dengan kemungkinan babak baru perang tarif, pembalasan kebijakan non-tarif, dan persaingan teknologi yang semakin tajam,” ujarnya.

    Seiring dengan perang dagang AS—China yang semakin memanas, kata Andry, Indonesia harus memperkuat daya saing domestik dan tetap melakukan diversifikasi pasar ekspor. Serta, menjaga hubungan baik dengan kedua kekuatan besar, tanpa terjebak dalam blokade geopolitik.

    “Bagi negara seperti Indonesia, ini berarti kita harus cermat membaca dinamika dan fleksibel dalam merespons setiap perubahan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan sepanjang AS di bawah pimpinan Donald Trump, perang dagang dengan Negeri Tirai Bambu akan semakin sengit

    “Akan sangat brutal [perang dagang AS—China]. Trump masih memimpin 3,5 tahun lagi, sepanjang masa itu akan selalu ada kejutan baru,” kata Wijayanto kepada Bisnis.

    Bahkan, Wijayanto menyebut pengganti dari Trump di periode berikutnya pun tidak akan mudah mengubah arah, lantaran sifat perubahan yang Trump lakukan sangat struktural.

    Terlebih, dia menyebut AS melihat China sebagai calon hegemoni baru dunia. “Dia tidak ingin berbagi kekuasaan, sehingga AS akan menghentikan kebangkitan China at all cost. Tetapi, langkah yang diambil AS salah, sehingga justru akan mempercepat kejatuhan AS,” tandasnya.

  • Apa Dampak Perang Dagang AS Melawan China yang Digaungkan Donald Trump Terhadap Ekonomi Dunia? – Halaman all

    Apa Dampak Perang Dagang AS Melawan China yang Digaungkan Donald Trump Terhadap Ekonomi Dunia? – Halaman all

    Apa Dampak Perang Dagang AS-China Terhadap Ekonomi Dunia?

    TRIBUNEWS.COM- Perang dagang total antara Amerika Serikat dengan China diperkirakan akan terjadi setelah Presiden Donald Trump mengenakan tarif lebih dari 125 persen pada impor barang China.

    Tiongkok mengatakan akan “berjuang sampai akhir” daripada menyerah pada apa yang dilihatnya sebagai paksaan Amerika Serikat.

    Dan akan menaikkan tarifnya sendiri atas barang-barang Amerika dari 34% menjadi 84% sebagai respons terhadap langkah terbaru Gedung Putih.

    Apa arti konflik perdagangan yang meningkat ini bagi ekonomi dunia? Berapa banyak perdagangan yang mereka lakukan?

    Perdagangan barang antara kedua kekuatan ekonomi tersebut berjumlah sekitar $585 miliar tahun lalu.

    Meskipun AS mengimpor jauh lebih banyak dari China ($440 miliar) dibandingkan China yang mengimpor dari Amerika ($145 miliar).

    Hal ini mengakibatkan AS mengalami defisit perdagangan dengan China – selisih antara barang yang diimpor dan diekspor – sebesar $295 miliar pada tahun 2024. Itu adalah defisit perdagangan yang cukup besar, setara dengan sekitar 1?ri ekonomi AS.

    Namun, jumlah tersebut kurang dari angka $1 triliun yang berulang kali diklaim Trump minggu ini.

    Trump telah memberlakukan tarif yang signifikan terhadap China pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden. Tarif tersebut tetap berlaku dan ditambah oleh penggantinya, Joe Biden.

    Secara bersama-sama hambatan perdagangan tersebut membantu menurunkan barang-barang yang diimpor AS dari China dari pangsa 21% total impor Amerika pada tahun 2016 menjadi 13% tahun lalu.

    Jadi ketergantungan AS terhadap China untuk perdagangan telah berkurang selama dekade terakhir.

    Namun para analis menunjukkan bahwa beberapa ekspor barang China ke AS telah dialihkan melalui negara-negara Asia Tenggara.

    Misalnya, pemerintahan Trump mengenakan tarif 30% pada panel surya impor Cina pada tahun 2018.

    Namun, Departemen Perdagangan AS menyajikan bukti pada tahun 2023 bahwa produsen panel surya China telah mengalihkan operasi perakitan mereka ke negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam, lalu mengirimkan produk jadi ke AS dari negara-negara tersebut, sehingga secara efektif menghindari tarif.

    Tarif “timbal balik” Trump yang baru yang dikenakan pada negara-negara tersebut karenanya akan menaikkan harga AS atas berbagai macam barang yang pada akhirnya berasal dari Tiongkok.

     

    Apa yang diimpor AS dan China satu sama lain?

    Pada tahun 2024, kategori barang ekspor terbesar dari AS ke Cina adalah kacang kedelai – yang terutama digunakan untuk memberi makan sekitar 440 juta babi di Cina.

    AS juga mengirim produk farmasi dan minyak bumi ke China.

    Sebaliknya, dari Tiongkok ke AS, sejumlah besar barang elektronik, komputer, dan mainan diekspor. Sejumlah besar baterai, yang sangat penting untuk kendaraan listrik, juga diekspor.

    Kategori impor AS terbesar dari Cina adalah telepon pintar, yang mencakup 9?ri total. Sebagian besar telepon pintar ini dibuat di Cina untuk Apple, perusahaan multinasional yang berbasis di AS.

    Tarif AS terhadap China telah menjadi salah satu kontributor utama penurunan nilai pasar Apple dalam beberapa minggu terakhir, dengan harga sahamnya turun sebesar 20% selama sebulan terakhir.

    Semua barang impor ke AS dari China tersebut telah ditetapkan menjadi jauh lebih mahal bagi warga Amerika karena tarif 20% yang telah dikenakan pemerintahan Trump terhadap Beijing.

    Sekarang tarifnya naik menjadi 104%, dampaknya bisa lima kali lebih besar.

    Dan impor AS ke China juga akan naik harganya karena tarif pembalasan China, yang pada akhirnya merugikan konsumen China dengan cara yang sama.

    Namun di luar tarif, ada cara lain bagi kedua negara ini untuk mencoba merugikan satu sama lain melalui perdagangan.

    China memiliki peran utama dalam memurnikan banyak logam penting untuk industri, dari tembaga dan litium hingga tanah jarang.

    Beijing dapat saja menempatkan rintangan untuk menghalangi logam-logam ini mencapai AS.

    Ini adalah sesuatu yang telah dilakukan dalam kasus dua bahan yang disebut germanium dan galium , yang digunakan oleh militer dalam pencitraan termal dan radar.

    Adapun AS, mereka dapat mencoba memperketat blokade teknologi terhadap China yang dimulai oleh Joe Biden dengan mempersulit China mengimpor jenis microchip canggih – yang vital untuk aplikasi seperti kecerdasan buatan – yang hingga kini belum dapat diproduksi sendiri.

    Penasihat perdagangan Donald Trump, Peter Navarro, telah menyarankan minggu ini bahwa AS dapat memberikan tekanan pada negara lain, termasuk Kamboja, Meksiko, dan Vietnam, untuk tidak berdagang dengan China jika mereka ingin terus mengekspor ke AS.

     

    Bagaimana hal ini dapat memengaruhi negara lain?

    AS dan China bersama-sama menyumbang porsi yang sangat besar dalam ekonomi global, sekitar 43% tahun ini menurut Dana Moneter Internasional.

    Jika mereka terlibat dalam perang dagang habis-habisan yang memperlambat pertumbuhan mereka, atau bahkan mendorong mereka ke dalam resesi, hal itu kemungkinan akan merugikan ekonomi negara lain dalam bentuk pertumbuhan global yang lebih lambat.

    Investasi global kemungkinan besar juga akan menderita.

     

    Ada konsekuensi potensial lainnya.

    China merupakan negara manufaktur terbesar di dunia dan memproduksi jauh lebih banyak daripada yang dikonsumsi penduduknya di dalam negeri.

    Negara ini sudah mengalami surplus barang hampir $1 triliun – yang berarti negara ini mengekspor lebih banyak barang ke seluruh dunia daripada yang diimpornya.

    Dan sering kali memproduksi barang-barang tersebut di bawah biaya produksi sebenarnya karena subsidi dalam negeri dan dukungan keuangan negara, seperti pinjaman murah, untuk perusahaan-perusahaan yang disukai.

    Baja adalah contohnya.

    Terdapat risiko bahwa jika produk tersebut tidak dapat masuk ke AS, perusahaan China dapat berupaya untuk “membuangnya” ke luar negeri.

    Meskipun hal itu mungkin menguntungkan bagi sebagian konsumen, hal itu juga dapat merugikan produsen di negara-negara yang mengancam lapangan pekerjaan dan upah.

    Kelompok lobi UK Steel telah memperingatkan bahaya kelebihan baja yang berpotensi dialihkan ke pasar Inggris.

    Dampak limpahan perang dagang habis-habisan antara Tiongkok dan AS akan terasa secara global, dan sebagian besar ekonom menilai bahwa dampaknya akan sangat negatif.

     

     

    SUMBER: BBC

  • Pengrajin Keramik Plered Terkena Imbas Tarif Impor AS

    Pengrajin Keramik Plered Terkena Imbas Tarif Impor AS

    Kebijakan Donald Trump soal tarif impor baru AS ternyata berdampak ke pengrajin keramik Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Hingga caturwulan pertama 2025, belum ada pembeli dari Amerika. Padahal 2024 lalu sebanyak 6 kontainer berhasil di ekspor ke sana.

  • Daftar 56 Negara Dapat Penundaan Tarif Trump 90 Hari, Ada Indonesia?

    Daftar 56 Negara Dapat Penundaan Tarif Trump 90 Hari, Ada Indonesia?

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mengejutkan menunda sementara selama 90 hari atas kebijakan tarif impor “balasan” terhadap puluhan negara mitra dagang. 

    Dikutip melalui Bloomberg, keputusan yang telah berjalan sejak diumumkan pada Rabu (9/5/2025) waktu setempat ini terjadi hanya kurang dari 24 jam setelah tarif tersebut diberlakukan.

    Dalam pernyataan resminya, Trump menyebut penundaan ini sebagai strategi untuk memberikan ruang negosiasi bagi negara-negara yang terkena dampak. 

    Dari total 75 negara mitra dagang AS yang disebutnya mengajukan permintaan pembicaraan ulang, sebanyak 56 negara secara spesifik tercantum dalam daftar Gedung Putih sebagai pihak yang dikenai tarif balasan atau tarif resiprokal dengan besaran bervariasi.

    Indonesia termasuk salah satu negara yang menerima tarif resiprokal sebesar 32%. Namun, selama masa penundaan, tarif yang berlaku sementara turun ke level tarif dasar, yakni 10% 

    Berbeda dengan negara-negara lain, China justru mengalami peningkatan tarif secara signifikan hingga 125%. Kenaikan tarif untuk China diumumkan langsung oleh Trump yang kesal dengan sikap Beijing. Kenaikan tajam ini memperkuat indikasi memburuknya hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut. 

    Kebijakan dadakan ini langsung disambut positif oleh pelaku pasar. Bursa saham utama AS melonjak tajam, menandai pemulihan dari ketegangan pasar yang sebelumnya diwarnai volatilitas tinggi—terburuk sejak awal pandemi Covid-19.

    Kendati memberikan kelonggaran sementara, Gedung Putih menegaskan bahwa tidak semua kebijakan tarif terdampak oleh penundaan ini. Tarif dasar sebesar 10% terhadap sebagian besar produk impor tetap diberlakukan. Selain itu, tarif khusus yang telah lebih dahulu dikenakan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak mengalami perubahan.

    Langkah Trump ini dinilai sebagai bagian dari manuver diplomasi ekonomi yang tengah ia bangun, di tengah tekanan global dan domestik terkait arah kebijakan perdagangannya.

    Berikut daftar 56 negara dan kawasan yang dapat penundaan tarif resiprokal oleh AS

    Aljazair 30%
    Angola 32%
    Bangladesh 37%
    Bosnia dan Herzegovina 35%
    Botswana 37%
    Brunei Darussalam 24%
    Kamboja 49%
    Kamerun 11%
    Chad 13%
    Pantai Gading 21%
    Republik Demokratik Kongo 11%
    Equatorial Guinea 13%
    Uni Eropa 20%
    Kepulauan Falkland 41%
    Fiji 32%
    Guyana 38%
    India 26%
    Indonesia 32%
    Irak 39%
    Israel 17%
    Jepang 24%
    Yordania 20%
    Kazakhstan 27%
    Laos 48%
    Lesotho 50%
    Libya 31%
    Liechtenstein 37%
    Madagaskar 47%
    Malawi 17%
    Malaysia 24%
    Mauritius 40%
    Moldova 31%
    Mozambik 16%
    Myanmar 44%
    Namibia 21%
    Nauru 30%
    Nikaragua 18%
    Nigeria 14%
    Makedonia Utara 33%
    Norwegia 15%
    Pakistan 29%
    Filipina 17%
    Serbia 37%
    Afrika Selatan 30%
    Korea Selatan 25%
    Sri Lanka 44%
    Swiss 31%
    Suriah 41%
    Taiwan 32%
    Thailand 36%
    Tunisia 28%
    Vanuatu 22%
    Venezuela 15%
    Vietnam 46%
    Zambia 17%
    Zimbabwe 18%

  • China Deflasi Dua Bulan Beruntun, Imbas Perang Dagang Lawan Trump

    China Deflasi Dua Bulan Beruntun, Imbas Perang Dagang Lawan Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – China mengalami deflasi selama dua bulan beruntun seiring dengan tensi perang dagang yang meningkat dengan AS memberikan tekanan lebih besar pada harga barang.

    Data Biro Statistik Nasional (NBS), China mencatat indeks harga konsumen atau inflasi China turun 0,1% secara year on year (yoy) pada Maret 2025 dibandingkan dengan penurunan 0,7% pada bulan sebelumnya. Sementara itu, perkiraan median ekonom yang disurvei oleh Bloomberg adalah 0%.

    Inflasi inti China, yang mengecualikan barang-barang yang mudah berubah seperti makanan dan energi, pulih menjadi 0,5% pada bulan Maret dari minus 0,1% pada bulan sebelumnya. Deflasi pabrik bertahan selama 30 bulan, dengan indeks harga produsen mencatat penurunan yang lebih cepat sebesar 2,5% dibandingkan dengan 2,2% pada bulan Februari.

    Dong Lijuan, Kepala Ahli Statistik NBS, mengatakan cuaca yang lebih hangat menyebabkan penurunan harga pangan yang mendorong inflasi bulanan. Dia juga menunjuk pada penurunan biaya minyak dan mengatakan lebih sedikit wisatawan setelah liburan panjang turut menekan harga perjalanan.

    “Dampak kebijakan dari peningkatan permintaan konsumen secara bertahap muncul,” kata Dong dikutip dari Bloomberg, Kamis (10/4/2025).

    Kepala ekonom China Raya di ING Bank NV, Lynn Song menyebut, kelanjutan deflasi ini memperkuat alasan bank sentral China untuk pemangkasan suku bunga. Song juga menurunkan perkiraan inflasi China 2025 menjadi nol dari 0,7%. 

    Para pemimpin utama China bersiap untuk bertemu pada Kamis waktu setempat untuk membahas stimulus ekonomi tambahan.

    “Inflasi CPI gagal bangkit di atas ambang batas nol pada bulan Maret karena tekanan harga terus berlanjut secara menyeluruh. Dikombinasikan dengan eskalasi tarif yang tajam, hal ini menciptakan peluang yang tepat bagi People’s Bank of China (PBOC) untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter,” jelas Song.

    Urgensi untuk melakukan reflasi ekonomi meningkat sementara konflik perdagangan dengan AS meningkat. Beijing sebelumnya telah menyusun rencana untuk memompa stimulus fiskal dan menjadikan peningkatan konsumsi domestik sebagai prioritas tahun ini.

    Meski liburan Tahun Baru Imlek yang lebih awal dari biasanya membantu menaikkan harga pada awal tahun 2025, risiko deflasi telah meningkat sejak saat itu karena ketegangan antara AS dan China meningkat menjadi siklus kenaikan tarif yang saling berbalas. 

    Harga dapat mengalami pelemahan lebih lanjut jika eksportir mengalihkan beberapa barang ke pasar domestik atau jika negara lain yang menghadapi tarif AS yang lebih tinggi mengalihkan produk mereka ke China.

    Investor di pasar saham sebagian besar mengabaikan prospek inflasi, dengan fokus pada potensi dukungan stimulus lebih lanjut dari Beijing dalam menghadapi ketegangan perdagangan yang memburuk. 

    Indeks utama saham China yang terdaftar di Hong Kong naik sebanyak 3% dalam perdagangan Kamis pagi, sementara indeks acuan dalam negeri CSI 300 naik lebih dari 1%.

    Presiden AS Donald Trump menaikkan bea masuk terhadap China menjadi 125%. Langkah tersebut diambil setelah China mengumumkan rencana untuk membalas dengan tarif 84% terhadap semua impor dari AS. 

    Pemerintahan Trump telah membidik China secara khusus atas praktik perdagangannya dan pendekatan agresifnya terhadap rencana tarif presiden. 

    Perkiraan Blomberg Economics mencatat, serangan mendadak Trump dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi China sebanyak 3%. Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan Beijing memiliki banyak alat kebijakan untuk sepenuhnya mengimbangi guncangan eksternal.

    China juga telah berjanji untuk meningkatkan konsumsi domestik karena tarif mengancam ekspor, yang berkontribusi terhadap hampir sepertiga dari ekspansi ekonomi negara itu pada tahun 2024. 

    China berada di jalur penurunan harga terpanjang secara ekonomi sejak tahun 1960-an sebagai akibat dari pengeluaran yang lemah, sementara jatuhnya harga properti belum mencapai titik terendah.

  • Reaksi Negara-Negara Asia usai Trump Tunda Tarif Impor 90 Hari

    Reaksi Negara-Negara Asia usai Trump Tunda Tarif Impor 90 Hari

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah negara-negara di seluruh Asia bereaksi terhadap penangguhan tarif yang lebih tinggi selama 90 hari oleh Presiden AS Donald Trump untuk puluhan mitra dagang. Reaksi dari negara-negara tersebut merupakan campuran kelegaan, kehati-hatian, dan sedikit ejekan.

    Melansir Bloomberg pada Senin (10/4/2025), beberapa negara — seperti Vietnam yang menghadapi pungutan sebesar 46%, dan Jepang dengan pajak tambahan sebesar 24% — terus maju dengan upaya untuk memastikan penangguhan tersebut menjadi permanen bagi ekonomi mereka.

    People’s Daily, surat kabar utama Partai Komunis China, memuat komentar yang menyerukan AS untuk membatalkan tarif sepihaknya dan menggembar-gemborkan manfaat dari hubungan ekonomi dan perdagangan yang “saling menguntungkan”. 

    Trump menaikkan pungutannya atas impor dari China sekali lagi menjadi 125% setelah Beijing mengumumkan rencana untuk membalas dengan bea masuk sebesar 84% atas barang-barang Amerika yang akan dimulai pada hari Kamis.

    Wakil Perdana Menteri Vietnam Ho Duc Phoc bertemu dengan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer di Washington dan setuju untuk memulai negosiasi tentang perjanjian perdagangan “timbal balik”, menurut sebuah posting di situs web pemerintah. Saham-saham negara itu melonjak pada perdagangan awal hari Kamis.

    Sementara itu, Jepang akan terus mendesak Trump untuk meninjau kembali langkah-langkah tarifnya, menurut Ryosei Akazawa, perwakilan perdagangan utama negara itu. 

    “Tidak ada perubahan dalam kebijakan Jepang,” kata Menteri Revitalisasi Ekonomi Akazawa pada Kamis.

    Adapun, Perdana Menteri Australia berhaluan kiri-tengah Anthony Albanese, yang berada di tengah-tengah kampanye pemilihan yang ketat menjelang pemungutan suara pada tanggal 3 Mei, mengatakan bahwa rezim tarif pemerintahan Trump adalah “tindakan merugikan diri sendiri” yang merusak ekonomi AS dan itulah sebabnya presiden memilih untuk menunda.

    Tarif Penguin

    Albanese juga mengejek beberapa langkah tarif pemerintahan AS, termasuk pengenaan bea masuk pada Pulau Heard dan Kepulauan McDonald, wilayah luar Australia yang sebagian besar tandus yang dihuni oleh penguin.

    “Saya tidak yakin apa yang mereka perdagangkan,” katanya tentang pulau-pulau Antartika, sambil menambahkan dengan lebih serius “ini adalah dunia yang sangat tidak pasti tempat kita tinggal.” Albanese, dalam sebuah wawancara radio.

    Albanese juga menegaskan bahwa Australia tidak mengenakan tarif kepada AS dan bahwa Washington tidak boleh melakukannya terhadap produk-produk Australia 

    “Karena itulah yang tercantum dalam perjanjian perdagangan bebas kami,” ujarnya.

    Perubahan Sikap

    Perubahan sikap Trump terjadi sekitar 13 jam setelah bea masuk tinggi terhadap 56 negara dan Uni Eropa mulai berlaku, yang memicu kekacauan pasar dan ketakutan akan resesi. Trump menghadapi tekanan besar dari para pemimpin bisnis dan investor untuk mengubah arahnya. 

    Negara-negara yang terkena bea masuk timbal balik yang lebih tinggi yang mulai berlaku Rabu sekarang akan dikenakan pajak pada tarif dasar 10% sebelumnya yang diterapkan untuk negara-negara lain, kecuali China, menurut seorang pejabat Gedung Putih. 

    Jepang diperkirakan akan menjadi salah satu negara yang diprioritaskan dalam negosiasi perdagangan dengan Washington. Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan dia akan berbicara dengan pejabat dari Jepang, Vietnam, India, dan Korea Selatan dalam beberapa hari mendatang. 

    Jepang masih menghadapi tarif 25% untuk mobil, suku cadang mobil, baja, dan aluminium, sementara barang-barang lainnya tetap dikenakan tarif pajak tetap 10% yang diterapkan untuk semua negara. 

    Akazawa menyebut, Jepang melihat jeda pada beberapa tarif timbal balik sebagai perkembangan positif sementara akan terus menyerukan peninjauan ulang tarif yang masih berlaku.

    Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon mengusulkan pembentukan blok perdagangan berbasis aturan sebagai tanggapan terhadap tarif Trump. 

    Luxon mengatakan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik, perjanjian perdagangan bebas antara 12 negara termasuk Selandia Baru, Jepang, Kanada, dan Inggris, dapat menjadi dasar untuk perjanjian yang lebih luas dengan Uni Eropa yang berupaya untuk mempromosikan perdagangan bebas sebagai jalan menuju kemakmuran.

  • Buyback Tanpa RUPS, 19 Emiten Serbu Pasar Saham Triliunan Rupiah

    Buyback Tanpa RUPS, 19 Emiten Serbu Pasar Saham Triliunan Rupiah

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan relaksasi kebijakan buyback tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 19 Maret 2025, gelombang pembelian kembali saham oleh emiten terus mengalir deras.

    Hingga awal April 2025, tercatat 19 emiten telah memanfaatkan kebijakan ini untuk melakukan aksi buyback dengan nilai total mencapai triliunan rupiah.

    Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyatakan, langkah ini diambil sebagai respons atas gejolak pasar saham yang terjadi belakangan ini.

    “Buyback kini dapat dilakukan tanpa perlu melalui RUPS. Ini memberikan fleksibilitas bagi emiten dalam menjaga kestabilan harga sahamnya,” ujar Inarno dalam konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (9/4/2025).

    Relaksasi ini memberikan batas maksimum buyback saham sebesar 20% dari modal disetor dan berlaku selama enam bulan sejak 18 Maret 2025. Emiten juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan pelaksanaan buyback secara berkala.

    “Kami tetap melakukan pengawasan agar pelaksanaan buyback berjalan sesuai regulasi. Apabila kondisi pasar membaik, emiten boleh menghentikan aksi buyback saham, tetapi fleksibilitas ini penting dalam situasi seperti sekarang,” tambah Inarno.

    Beberapa emiten papan atas langsung merespons kebijakan ini dengan mengumumkan rencana buyback besar-besaran. Grup Barito milik konglomerat Prajogo Pangestu menjadi salah satu yang paling agresif.

    PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menetapkan nilai buyback sebesar Rp2 triliun, yang berlangsung dari 24 Maret hingga 23 Juni 2025. PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga melaksanakan aksi serupa senilai Rp2 triliun dari 21 Maret hingga 20 Juni 2025, dengan batas harga maksimal Rp10.000 per saham.

    Sementara itu, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) mengalokasikan Rp500 miliar untuk buyback dalam periode yang sama. Di luar Grup Barito, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) milik Jusuf Hamka, ikut serta dengan nilai buyback mencapai Rp815,61 miliar yang akan dimulai pada 2 Mei hingga 2 Juni 2025.

    Langkah buyback ini dinilai bukan sekadar upaya menjaga harga saham, tetapi juga mencerminkan kepercayaan diri manajemen terhadap kinerja perusahaan.

    Pendiri Stocknow.id Hendra Wardana menyebut, kebijakan ini sebagai penyangga IHSG di tengah volatilitas.

    “Ketika saham-saham mengalami tekanan berlebih, aksi buyback memberi sinyal kuat bahwa saham tersebut undervalued dan manajemen mengambil langkah konkret,” ujarnya.

    Ia menambahkan, mekanisme buyback tanpa RUPS memungkinkan emiten bertindak cepat tanpa terhambat proses birokrasi yang bertele-tele. 

    Selain itu, kebijakan ini juga mampu menstabilkan psikologi pasar, mencegah kepanikan, serta menarik kembali minat investor.

    VP, Head of Marketing, Strategy & Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia menyatakan, aksi buyback menjadi instrumen penting di tengah tekanan eksternal, seperti kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump terhadap produk Tiongkok dan Indonesia.

    “Aksi buyback menjadi sinyal bahwa harga saham mulai menyimpang dari nilai intrinsiknya. Jika dilakukan oleh emiten dengan fundamental kuat dan valuasi rendah, ini bisa jadi penopang signifikan untuk harga saham maupun indeks secara keseluruhan,” jelasnya.

    Namun, ia juga mengingatkan bahwa dampak buyback akan sangat bergantung pada kekuatan neraca keuangan emiten dan dinamika pelaku institusi. Emiten dengan modal dan likuiditas kuat akan lebih mudah menahan tekanan dan menjadi incaran investor institusi kembali.

    Hendra menambahkan, dalam kondisi pasar yang oversold, buyback secara masif dapat mengurangi tekanan jual, menambah permintaan, dan memperkecil jumlah saham beredar. Hal ini berpotensi memperbaiki struktur harga dan menjaga indeks dari penurunan yang lebih tajam.

    “Buyback memang bukan satu-satunya alat untuk menahan IHSG, tetapi bisa sangat membantu menjaga psikologi pasar. Investor akan merasa bahwa perusahaan tidak tinggal diam menghadapi gejolak,” imbuhnya.

    Menurut data OJK, hingga awal April 2025, terdapat 16 emiten yang telah menyampaikan keterbukaan informasi terkait rencana pembelian kembali saham. Jumlah ini kemungkinan masih akan bertambah, seiring respons dunia usaha terhadap dinamika pasar yang belum stabil.

    “Jumlahnya terus bergerak dan kami prediksi akan bertambah, karena fleksibilitas ini berlaku hingga enam bulan sejak 18 Maret,” tutur Inarno.

    Kebijakan ini mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2023 yang memberikan keleluasaan bagi perusahaan terbuka melakukan buyback tanpa harus menggelar RUPS dalam situasi pasar bergejolak.

    Dengan semakin banyak emiten yang terlibat, buyback saham berpotensi menjadi katalis positif jangka pendek untuk pasar modal Indonesia, sekaligus menjaga kepercayaan investor di tengah tekanan eksternal dan ketidakpastian global.

  • Pasar Jangan Panik! BEI Siapkan Langkah Mitigasi Hadapi Dampak Tarif Impor AS

    Pasar Jangan Panik! BEI Siapkan Langkah Mitigasi Hadapi Dampak Tarif Impor AS

    Jakarta: Ketegangan akibat kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tak pelak membuat pasar keuangan global ikut bergolak. 
     
    Namun, investor dan pelaku pasar di Indonesia tak perlu cemas berlebihan. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan bahwa langkah-langkah mitigasi telah disiapkan jika tekanan pasar kembali terjadi.
     
    Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menegaskan BEI siap beradaptasi dan melakukan berbagai penyesuaian jika kondisi pasar memburuk, terutama pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

    “Kita sama-sama memantau perkembangan di pasar global seperti apa, kalau memang nanti dirasa atau disepakati diperlukan penyesuaian-penyesuaian lain, kenapa tidak?” ujar Jeffrey dilansir Antara, Kamis, 10 April 2025.
     

    Langkah cepat dan adaptif dari BEI
    BEI memastikan terbuka terhadap segala bentuk penyesuaian regulasi untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan pasar. 
     
    Menurut Jeffrey, fleksibilitas ini penting agar likuiditas pasar tetap terjaga dan tidak kehilangan momentum di tengah gejolak global.
     
    “Kalau dirasa nanti diperlukan penyesuaian-penyesuaian, kita sangat terbuka. Apapun penyesuaian yang perlu kita lakukan, bisa kita lakukan,” ucap dia.
     
    Salah satu langkah yang sedang dikaji adalah pembukaan kode Anggota Bursa (broker) dan domisili investor dalam sistem online trading. Tujuannya? Memberikan transparansi lebih dan menenangkan investor ritel agar tidak terjebak kepanikan.
     
    “Itu (pembukaan kode broker) termasuk yang sedang kita diskusikan secara intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa kita berikan sebagai informasi tambahan kepada investor, khususnya investor ritel,” jelas Jeffrey.
    Langkah antisipatif yang sudah dijalankan
    Tak hanya sekadar wacana, BEI bersama OJK sudah melakukan beberapa penyesuaian penting, seperti:
     
    – Mengubah ketentuan penghentian sementara perdagangan efek (trading halt) dan batas auto rejection bawah (ARB) per 8 April 2025.
    – Menerbitkan kebijakan buyback saham tanpa harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sejak 19 Maret 2025.
    – Menunda pelaksanaan short selling untuk sementara waktu.
     
    Langkah-langkah tersebut menunjukkan bahwa regulator pasar modal tidak tinggal diam dan siap merespons cepat terhadap ketidakpastian global.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Trump Mendadak Berubah Pikiran Hapus Blokir China, Ini Alasannya

    Trump Mendadak Berubah Pikiran Hapus Blokir China, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Donald Trump tiba-tiba berubah pikiran setelah makan malam bersama CEO Nvidia Jensen Huang di kediaman mewah Mar-a-Lago, Florida, Amerika Serikat (AS).

    Sebelumnya, pemerintahan Trump berencana melarang ekspor chip AI Nvidia H20 ke China. Padahal, Nvidia sengaja merancang chip H20 yang khusus untuk China.

    Pasalnya, pemerintah AS sudah berbulan-bulan melarang chip AI paling canggih ke China. Namun, H20 dikembangkan sedemikian rupa sehingga tak termasuk chip canggih dan bisa disalurkan ke China.

    Jika chip H20 juga dilarang ke China, hal ini akan berdampak besar pada bisnis Nvidia yang cukup bergantung dengan pasar China.

    Namun, setelah makan malam di Mar-a-Lago, pemerintahan Trump melunak dan tak jadi melarang ekspor chip H20 ke China.

    Perubahan tersebut terjadi setelah Nvidia berjanji akan menggelontorkan lebih banyak investasi data center di AS, dikutip dari Reuters, Kamis (10/4/2025).

    Gedung Putih dan Nvidia tak segera merespons permintaan komentar dari Reuters.

    Rencana untuk melarang ekspor chip H20 ke China sebenarnya sudah mencuat sejak Januari 2025, ketika AS masih di bawah kepemimpinan Joe Biden.

    Lalu, pada Februari 2025, Reuters melaporkan permintaan chip H20 yang membludak di China, menyusul kemunculan startup AI canggih dan murah seperti DeepSeek.

    Perusahaan China lainnya seperti ByteDance, Alibaba, dan Tencent, telah memesan chip H20 senilai US$16 miliar dalam 3 bulan pertama di 2025, menurut laporan The Information pada pekan lalu.

    Alhasil, pemangku kebijakan di AS merekomendasikan pelarangan ekspor chip Nvidia lebih lanjut ke China.

    Menurut laporan The Register, Huang rela mengeluarkan uang US$1 juta (Rp16 miliar) demi bisa makan malam dengan Trump.

    (fab/fab)

  • Donald Trump Tunda Tarif Impor, Rupiah Perkasa terhadap Dolar AS – Page 3

    Donald Trump Tunda Tarif Impor, Rupiah Perkasa terhadap Dolar AS – Page 3

    Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan pada Rabu, 9 April 2025. Rupiah ditutup menguat 18 poin terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat melemah 85 poin di level Rp 16.872 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.890.

    “Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.860 – Rp 16.900,” ungkap pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/3/2025).

    Rupiah menguat meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) inflasi 1,65% secara bulanan atau month to month (MtM) pada Maret 2025.

    Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengungkapkan bahwa erjadi kenaikan IHK dari 105,48 pada Februari 2025 menjadi 107,22 pada Maret 2025. Secara year on year (YoY), Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,03% dan secara tahun kalender atau year to date (YtD) terjadi inflasi sebesar 0,39%.

    “Hari ini pasar sedikit goyah setelah Presiden AS Donald Trump menambah tarif baru yang juga ditujukan pada beberapa ekonomi utama di luar Tiongkok salah satunya Indonesia yang terkena dampak tarif 32%,” kata Ibrahim.

    Pada Selasa (8/4), Trump menandatangani perintah yang mengenakan tarif tambahan sebesar 50% pada Tiongkok, sehingga tarif kumulatif AS terhadap negara tersebut menjadi 104%.

    Angka tersebut jauh di atas 60% yang diumumkan Trump selama kampanye Pilpres AS di 2024 lalu.