Tag: Donald Trump

  • Vietnam Kena Tarif Tinggi AS Buat Samsung ‘Khawatir’, Kok Bisa?

    Vietnam Kena Tarif Tinggi AS Buat Samsung ‘Khawatir’, Kok Bisa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketika pimpinan Samsung Electronics Jay Y. Lee bertemu dengan perdana menteri Vietnam Pham Minh Chinh pada bulan Juli, ia menyampaikan pesan sederhana.

    “Keberhasilan Vietnam adalah keberhasilan Samsung, dan perkembangan Vietnam adalah perkembangan Samsung,” kata Lee kepada Pham Minh Chinh dilansir dari Reuters.

    Ia juga menjanjikan investasi jangka panjang untuk menjadikan negara itu sebagai basis manufaktur terbesar untuk produk display.

    Sejak konglomerat Korea Selatan itu memasuki Vietnam pada tahun 1989, perusahaan itu telah menggelontorkan miliaran dolar untuk memperluas jejak manufaktur globalnya di luar Tiongkok. Banyak perusahaan sejenisnya mengikuti jejak itu setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif tinggi pada barang-barang Tiongkok pada masa jabatan pertamanya.

    Langkah itu menjadikan Samsung sebagai investor dan eksportir asing terbesar di Vietnam.

    Sekitar 60% dari 220 juta ponsel yang dijual Samsung setiap tahun secara global dibuat di Vietnam, dan banyak yang ditujukan untuk AS, tempat Samsung menjadi vendor ponsel pintar nomor 2, menurut firma riset Counterpoint.

    Kini, ketergantungan pada Vietnam itu terancam menjadi bumerang karena negara ini terkena tarif tinggi 46%, salah satu paling tinggi di Asean.

    Sementara Vietnam dan Samsung memperoleh penangguhan hukuman minggu ini setelah Trump menghentikan tarif pada 10% selama 90 hari, wawancara Reuters dengan lebih dari 12 orang, termasuk di Samsung dan pemasoknya, menunjukkan bahwa perusahaan itu akan menjadi korban utama jika tarif AS yang lebih tinggi mulai berlaku pada bulan Juli.

    “Vietnam adalah tempat kami memproduksi sebagian besar ponsel pintar kami, tetapi tarif (awalnya) jauh lebih tinggi dari yang diharapkan untuk negara itu, jadi ada rasa kebingungan secara internal,” kata seorang eksekutif Samsung yang enggan disebutkan Namanya.

    Bahkan jika kedua negara mencapai kesepakatan, surplus perdagangan Vietnam sekitar $120 miliar dengan AS telah menjadi perhatian serius Donald Trump. Hanoi berharap bea masuk dapat dikurangi ke kisaran 22% hingga 28%, kalua bisa lebih rendah.

    Di tengah ketidakpastian tersebut, Samsung dan para pemasoknya tengah mempertimbangkan untuk menyesuaikan produksi, kata empat orang yang mengetahui masalah tersebut. Hal itu dapat melibatkan peningkatan produksi di India atau Korea Selatan, meskipun langkah-langkah tersebut akan mahal dan memakan waktu, kata mereka.

    Samsung menolak berkomentar tentang bagaimana mereka menghadapi ancaman tarif tersebut. Sebelumnya, Samsung telah mengatakan akan menanggapi tarif AS secara fleksibel dengan rantai pasokan global dan jejak manufakturnya.

    Kementerian luar negeri dan industri Vietnam juga tidak membalas permintaan komentar.

    Saingan Samsung, Apple membuka langkah baru menghadapi tantangan yang lebih besar setidaknya dalam jangka pendek, karena tarif Trump atas impor Tiongkok telah meningkat menjadi 145%. Apple mengimpor sekitar 80% iPhone yang dijual di AS dari Tiongkok, menurut Counterpoint. Apple tidak membalas permintaan komentar.

    Kehilangan Daya Tarik Biaya Rendah

    Ketakutan tarif adalah awan terbaru yang menyelimuti lanskap manufaktur di Vietnam, yang telah menjadi tujuan populer bagi perusahaan yang ingin melakukan diversifikasi di tengah ketegangan Tiongkok-AS.

    Namun, lonjakan tersebut telah menyebabkan masalah pasokan listrik. Vietnam juga telah meningkatkan tarif pajak efektifnya pada perusahaan multinasional besar sesuai dengan standar global yang dipimpin OECD, yang menurut beberapa perusahaan tidak disertai kompensasi yang memadai atas hilangnya insentif pajak sebelumnya.

    (fsd/fsd)

  • Uni Eropa dan UEA Akan Mulai Pembicaraan Perdagangan Bebas

    Uni Eropa dan UEA Akan Mulai Pembicaraan Perdagangan Bebas

    Brussels: Uni Eropa (UE) dan Uni Emirat Arab (UEA) telah sepakat untuk memulai negosiasi perdagangan bebas.
     
    Hal itu diungkapkan oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. 
     
    “Ini menandai langkah positif dalam hubungan UE-UEA dan, di samping negosiasi Perjanjian Kemitraan Strategis yang lebih luas, dapat berfungsi sebagai katalisator untuk hubungan yang lebih kuat antara UE dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC),” kata Komisi Eropa dalam sebuah pernyataan dilansir dari Xinhua, Sabtu, 12 April 2025.

    Komisioner Eropa untuk Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Maros Sefcovic diperkirakan akan segera berkunjung ke UEA untuk memajukan diskusi, kata Komisi.
     
    Negosiasi ini akan bertujuan untuk meliberalisasi perdagangan barang, jasa, dan investasi, sambil memperluas kerja sama di bidang-bidang strategis seperti energi terbarukan, hidrogen hijau, dan bahan baku penting.
     

    Meskipun Presiden AS Donald Trump secara tiba-tiba mengumumkan jeda 90 hari pada tarif resprokal yang dia umumkan minggu lalu, yang mencakup pungutan 20 persen pada impor Uni Eropa, Uni Eropa berjuang untuk mendiversifikasi mitra dagang.
     
    Von der Leyen menyatakan keyakinannya tentang kemajuan tersebut, dengan mengatakan bahwa kedua belah pihak berkomitmen untuk bergerak capat.
     
    Uni Eropa adalah mitra dagang terbesar kedua UEA, menyumbang USD67,6 miliar dalam perdagangan non-minyak pada tahun 2024. Ini mewakili 8,3 persen dari total perdagangan luar negeri non-minyak UEA, menurut data resmi UEA.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • ISIS Peringatkan Bahaya Nuklir Iran, Negosiasi Dimulai di Oman tapi 2 Delegasi Pisah Ruang – Halaman all

    ISIS Peringatkan Bahaya Nuklir Iran, Negosiasi Dimulai di Oman tapi 2 Delegasi Pisah Ruang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Institut Sains dan Keamanan Internasional (ISIS) yang berpusat di Washington, DC telah membunyikan peringatan tentang program nuklir Iran.

    Mereka menyebutnya sebagai “sangat berbahaya.”

    Institut tersebut memperingatkan bahwa aktivitas Iran dapat dengan cepat beralih ke aplikasi militer kapan saja.​

    Dalam laporannya yang berjudul “The Iran Threat Geiger Counter: Extreme Danger Grows,” yang dirilis pada 12 April 2025, ISIS menyoroti peningkatan signifikan dalam tingkat ancaman yang dirasakan sejak Februari 2024.

    Penilaian ini menggarisbawahi urgensi yang berkembang seputar ambisi nuklir Iran.

    Laporan tersebut menekankan kurangnya kerja sama Iran yang transparan dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), khususnya terkait produksi ribuan sentrifus canggih di luar pengawasan IAEA, dikutip dari khaama.

    Kerahasiaan ini memicu kecurigaan tentang niat dan kemampuan Iran.

    Menyadari meningkatnya kekhawatiran ini, ISIS telah meningkatkan peringkat ancaman nuklir Iran dari 151 menjadi 157 dari kemungkinan 180 poin, yang menunjukkan status “bahaya serius”.

    Ini menandai kedua kalinya berturut-turut tingkat ancaman mencapai status tinggi ini.

    Laporan tersebut menggunakan metafora penghitung Geiger, sebuah alat yang mengukur peluruhan radioaktif, untuk melambangkan meningkatnya ancaman nuklir.

    Sama seperti alarm penghitung Geiger yang semakin kuat seiring meningkatnya radiasi, laporan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat internasional harus menanggapi perkembangan nuklir Iran dengan semakin waspada.

    Peringatan ini bertepatan dengan dimulainya kembali perundingan tidak langsung antara pejabat Iran dan AS di Muscat, Oman.

    Perundingan ini bertujuan untuk membahas program nuklir Iran yang terus berkembang dan menjajaki kemungkinan jalan untuk meredakan ketegangan regional.

    Laporan ISIS berfungsi sebagai pengingat penting tentang potensi risiko yang terkait dengan aktivitas nuklir Iran.

    Laporan tersebut menyerukan peningkatan kewaspadaan dan upaya diplomatik terpadu untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

    Negosiasi yang sedang berlangsung di Oman merupakan peluang penting untuk mengatasi masalah ini dan berupaya mencapai hasil yang stabil dan aman.

    Masyarakat internasional harus tetap memperhatikan dinamika yang berkembang dalam program nuklir Iran.

    Pemantauan berkelanjutan, pelaporan yang transparan, dan diplomasi proaktif sangat penting untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh ambisi nuklir Iran.

    Perkembangan di Oman dapat menjadi langkah yang menentukan untuk memastikan keamanan regional dan global.

    Negosiasi Dimulai

    Iran dan Amerika Serikat telah memulai perundingan nuklir tingkat tinggi di Oman, dengan masing-masing delegasi ditempatkan di aula terpisah.

    Sementara pejabat Oman bergerak di antara mereka untuk menyampaikan pesan, menurut Kementerian Luar Negeri Iran pada 12 April.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff memimpin delegasi masing-masing dalam apa yang merupakan keterlibatan diplomatik signifikan pertama antara kedua musuh bebuyutan itu sejak ketegangan meningkat menyusul runtuhnya kesepakatan nuklir 2015.

    “Tujuan kami adalah mencapai kesepakatan yang adil dan terhormat dari posisi yang setara,” kata Araghchi kepada wartawan IRIB saat tiba di Oman.

    “Jika pihak lain masuk dengan posisi yang sama, akan ada peluang untuk pemahaman awal yang dapat mengarah pada proses negosiasi.”

    Pemisahan delegasi secara fisik menggarisbawahi sifat rumit dari diskusi tersebut, dengan pejabat Iran menekankan bahwa ini adalah “pembicaraan tidak langsung” yang hanya berfokus pada isu nuklir. 

    Sumber yang mengetahui pengaturan tersebut mengindikasikan bahwa konfigurasi dua aula merupakan prasyarat Iran untuk pertemuan tersebut.

    Delegasi tingkat tinggi Iran termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Majid Takht-Ravanchi, Kazem Gharibabadi, dan Esmaeil Baghaei, menurut sebuah posting media sosial oleh Hossein Jaberi Ansari, mantan diplomat dan Kepala Eksekutif kantor berita IRNA.

    Laporan menunjukkan delegasi Amerika termasuk para ahli nuklir yang mendampingi Witkoff.

    Pembicaraan itu terjadi saat Presiden AS Donald Trump mengancam tindakan militer jika Iran gagal menghentikan program nuklirnya, yang telah maju secara signifikan sejak Trump meninggalkan kesepakatan nuklir selama masa jabatan pertamanya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyatakan harapannya bahwa perundingan tersebut akan menghasilkan perdamaian, dengan mengatakan,

    “Kami sudah sangat jelas bahwa Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir, dan saya pikir itulah yang menyebabkan pertemuan ini.”

  • Trump Kecualikan Smartphone hingga Perangkat Elektronik dari Tarif Balasan

    Trump Kecualikan Smartphone hingga Perangkat Elektronik dari Tarif Balasan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengecualikan smartphone, komputer, dan perangkat elektronik lainnya dari tarif balasan yang sebelumnya diumumkan. Langkah ini berpotensi meringankan beban konsumen dan memberikan keuntungan bagi raksasa teknologi seperti Apple Inc. dan Samsung Electronics Co.

    Pengecualian tersebut diumumkan pada Jumat malam (11/4/2025) waktu setempat oleh Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (US Customs and Border Protection), berdasarkan laporan Bloomberg. Keputusan ini bakal mempersempit cakupan produk yang diganjar tarif sebesar 125% untuk impor dari China dan 10% untuk hampir seluruh mitra dagang AS.

    Pengecualian akan mencakup smartphone, laptop, perangkat keras (hard drive), prosesor komputer, dan cip memori. Produk-produk elektronik tersebut umumnya tidak diproduksi secara domestik di Amerika Serikat, sementara fasilitas manufaktur akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

    Produk lain yang juga dikecualikan dari tarif Trump adalah mesin-mesin pembuat semikonduktor. Hal ini dapat menguntungkan perusahaan seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC) yang baru-baru ini mengumumkan investasi besar di AS, serta produsen cip lainnya.

    Meski demikian, keringanan tarif berpotensi bersifat sementara. Instruksi pengecualian sejatinya berasal dari perintah awal yang mencegah penumpukan tarif tambahan di atas tarif negara yang sudah berlaku.

    Selain itu, instruksi pengecualian ini turut menandakan bahwa produk-produk tersebut kemungkinan akan dikenai tarif berbeda, dengan China sebagai sasaran tarif yang lebih rendah.

    Salah satu pengecualian yang menonjol adalah pada produk semikonduktor yang selama ini disebut-sebut akan diganjar tarif khusus oleh Trump.

    Berdasarkan catatan Bloomberg, tarif sektoral Trump selama ini ditetapkan sebesar 25%. Namun besaran tarif yang akan diterapkan untuk semikonduktor dan produk terkait belum jelas.

    Sementara itu, Gedung Putih belum memberikan komentar atas kebijakan ini.

  • ISIS Peringatkan Bahaya Nuklir Iran, Negosiasi Dimulai di Oman tapi 2 Delegasi Pisah Ruang – Halaman all

    Sinyal dari Pejabat Iran: Negara Arab Sekutu AS Terancam Diserang jika Perundingan Nuklir Gagal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang anggota dewan Iran mengisyaratkan risiko munculnya serangan terhadap negara-negara Arab yang menjadi sekutu Amerika Serikat (AS) jika perundingan nuklir antara Iran dan AS gagal.

    Ebrahim Rezaei, legislator Iran, mengungkapkan bahwa Iran akan membalas setiap tindakan keji.

    “Amerika masihlah Amerika yang sama, dan Trump masihlah Trump yang sama,” kata Rezaei di media sosial X hari Jumat, (11/4/2025).

    “Jika mereka menginginkan perundingan (dan bukannya kekerasan atau perundungan), kita akan duduk di meja perundingan. Namun, jika mereka bertindak jahat dan membalikkan meja, harga yang dibayar akan sangat mahal.”

    Rezaei lalu menyebutkan target-target yang bisa diserang oleh Iran.

    “(a) mungkin pangkalan Amerika, (b) mungkin gedung pencakar langit milik para pendukungnya, (c) mungkin fasilitas minyak yang melayani mereka, (c) mungkin semua itu,” ujarnya.

    Peringatan untuk Negara-Negara Arab

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump sudah meminta Iran untuk menggelar perundingan mengenai program nuklirnya.

    Trump juga mengancam akan menyerang Iran jika perundingan itu gagal mencapai kesepakatan.

    Setelah mendapai ancaman itu, Iran dilaporkan memperingatkan negara-negara Arab yang jadi tetangganya agar tidak tidak membantu AS.

    Seorang pejabat Iran mengatakan Iran telah meminta negara-negara tetangga seperti Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, dan Bahrain untuk tidak membantu AS.

    Mereka diminta untuk tidak mengizinkan pasukan AS melintasi wilayah udara mereka karena hal itu akan dianggap sebagai tindakan permusuhan.

    “Tindakan seperti itu akan punya dampak besar terhadap mereka,” ungkap pejabat tersebut secara anonim, dikutip dari Russia Today.

    Iran Siap Hadapi Perang

    Panglima Tertinggi Korps Garda Revolusioner Islam Iran (IRGC) Mayjen Hossein Salami menegaskan bahwa Iran siap menghadapi perang.

    “Kita tidak akan memulai perang, tetapi siap menghadapi perang apa pun,” katanya dalam rapat dengan para pembesar IRGC, dikutip dari Press TV.

    Salami menambahkan bahwa Iran memiliki cara untuk mengatasi musuh-musuhnya dan sudah mengumpulkan kekuatan untuk menargetkan musuh.

    Ia juga menyinggung serangan yang dilakukan Iran ke Israel tahun lalu, yang dianggap sukses, dengan menyebutkan bahwa Iran telah menggunakan sedikit dari kekuatan militernya dalam dua serangan besar yang dinamai Operasi Janji Sejati I dan II.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Menteri Perdagangan China Peringatkan Tarif AS Bisa Picu Krisis Kemanusiaan

    Menteri Perdagangan China Peringatkan Tarif AS Bisa Picu Krisis Kemanusiaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perdagangan China Wang Wentao mengatakan bahwa keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menerapkan tarif tinggi berpotensi menimbulkan dampak besar bagi negara-negara berkembang, bahkan bisa memicu krisis kemanusiaan.

    Pernyataan tersebut disampaikan Wang dalam pertemuan virtual dengan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo pada Jumat (11/4/2025). 

    Wang menegaskan bahwa langkah China untuk membalas kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan sah negaranya, sekaligus mempertahankan prinsip keadilan dalam komunitas internasional.

    “Langkah balasan tegas China bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan sahnya, serta menegakkan prinsip keadilan dan kejujuran di tengah komunitas internasional,” ujar Wang mengutip Bloomberg pada Sabtu (12/4/2025).

    Wang juga menyerukan kepada seluruh anggota WTO untuk bersatu dalam menentang praktik unilateralisme, proteksionisme, dan tindakan intimidatif melalui kerja sama terbuka dan multilateral. 

    Dia menambahkan bahwa negara-negara berkembang merupakan pihak yang paling rentan terhadap dampak tarif yang diberlakukan oleh AS.

    Dalam kesempatan terpisah, Wang turut melakukan pertemuan virtual dengan Menteri Pembangunan, Industri, Perdagangan Luar Negeri, dan Jasa Brasil Geraldo Alckmin. 

    Kedua pihak saling bertukar pandangan mengenai penguatan kerja sama ekonomi dan perdagangan antara China dan Brasil, serta menyikapi dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS.

    Langkah diplomasi ini mencerminkan respons China terhadap meningkatnya ketegangan dagang global, di tengah dorongan Beijing untuk mempertahankan posisi dalam sistem perdagangan multilateral.

    Perlu diketahui, tensi perang tarif impor antara China dan Amerika Serikat (AS) makin panas menyusul langkah China yang kembali menaikkan tarif impor untuk barang dari AS menjadi 125%.

    Tarif balasan tersebut merupakan respons Negeri Panda setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor AS terhadap China menjadi 145%.

    Pada saat yang sama, Trump justru memberi kelonggaran dengan menunda sementara selama 90 hari atas tarif resiprokal ke 56 negara, kecuali China.

  • Video: Prospek Investasi Bitcoin Cs Saat Trump “Kobarkan” Perang Tarif

    Video: Prospek Investasi Bitcoin Cs Saat Trump “Kobarkan” Perang Tarif

    Jakarta, CNBC Indonesia- Langkah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang melakukan penundaan tarif terhadap banyak negara selama 90 hari mampu menjadi pendongkrak harga aset kripto.

    Dilansir data coinmarketcap.com, pada hari ini Kamis (10/4/2025) pukul 09:30 WIB, Bitcoin naik 8,42% ke angka USD82.314 dalam 24 jam terakhir. Begitu pula dengan Ethereum yang terbang 13,46%.

    Di tengah gejolak pasar imbas perang dagang Donald Trump, Direktur Utama PT Sentra Bitwewe Indonesia, Hamdi Hassyarbaini melihat prospek investasi aset kripto khususnya Bitcoin.

    Selain itu pemerintahan Trump yang “cenderung” pro-kripto menjadi sentimen positif bagi peningkatan harga Bitcoin.

    Seperti apa prospek investasi kripto di masa perang dagang? Selengkapnya simak dialog Safrina Nasution dengan Direktur Utama PT Sentra Bitwewe Indonesia, Hamdi Hassyarbaini dalam Profit,CNBCIndonesia (Jum’at, 11/04/2025)

  • Komdigi Kaji Dampak Tarif Trump ke Sektor Teknologi Indonesia – Page 3

    Komdigi Kaji Dampak Tarif Trump ke Sektor Teknologi Indonesia – Page 3

    Alih-alih berpengaruh ke para konsumen di Indonesia, kebijakan tarif Trump justru akan berimbas pada konsumen di Amerika Serikat (AS).

    Pasalnya, para konsumen di negara tersebut terancam harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli iPhone karena Presiden AS Donald Trump memberlakukan serangkaian tarif besar-besaran pada sejumlah negara.

    Hal ini diprediksi dapat mengubah lanskap perdagangan global secara drastis. Menurut sejumlah analis, barang-barang konsumen seperti iPhone bisa kena imbas paling besar, dengan kenaikan sebesar 30 persen hingga 40 persen jika Apple membebankan tarif tersebut kepada konsumen.

    Mengapa bisa demikian? Sebagian besar iPhone masih dibuat di Tiongkok, yang dikenai tarif Trump sebesar 54 persen. Jika pungutan tersebut terus berlanjut, Apple akan menghadapi pilihan sulit: menanggung biaya tambahan atau membebankannya ke pelanggan.

    Model iPhone 16 termurah di pasar AS dengan harga USD 799 atau Rp 13,5 jutaan (asumsi kurs Rp 16.990 per 1 USD), bisa naik menjadi USD 1.142 (Rp 19,3 jutaan)–menurut proyeksi analis di Rosenblatt Securities–mengatakan harganya bisa naik hingga 43 persen jika Apple membebankan tarif itu ke konsumen.

    Harga iPhone 16 Pro Max yang lebih mahal, dengan layar 6,9 inci dan penyimpanan 1 terabyte, yang saat ini dijual USD 1.599 (Rp 27 jutaan), bisa menjadi hampir USD 2.300 (Rp 39 jutaan). Demikian sebagaimana dikutip dari New York Post, Senin (7/4/2025).

  • Dampak Tarif AS ke Industri Padat Karya Indonesia, Pemerintah Siapkan Antisipasi

    Dampak Tarif AS ke Industri Padat Karya Indonesia, Pemerintah Siapkan Antisipasi

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah terus berupaya melindungi industri padat karya dari dampak kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Industri padat karya tidak hanya berfokus pada ekspor, tetapi juga memiliki peran besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan tarif tersebut. “Kami prihatin terhadap dampak tarif resiprokal AS terhadap industri padat karya, meliputi tekstil dan garmen, alas kaki, serta industri kelapa sawit dan produk turunannya,” ujarnya dalam acara “Public Forum: Regional Response to Trump 2.0” di Jakarta, Kamis (10/4/2025).

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Ia menjelaskan bahwa industri padat karya juga punya peran penting dalam pembangunan ekonomi di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan para menteri untuk menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi kebijakan AS tersebut.

    Strategi yang disiapkan pemerintah berfokus pada penguatan diplomasi, kerja sama regional, dan diversifikasi pasar ekspor agar Indonesia tidak bergantung pada satu negara tujuan.

    “Kami menghargai hubungan bilateral dan perdagangan dengan Amerika Serikat. Kami pun meyakini bahwa dialog terbuka adalah jalan terbaik untuk menghindari meningkatnya ketegangan perdagangan untuk kemudian hari,” ujar Dyah Roro.

    Melalui dialog tersebut, pemerintah ingin memperjelas cakupan kebijakan tarif resiprokal AS sekaligus membahas dampaknya. “Kerugian tidak hanya untuk eksportir Indonesia, tetapi juga untuk importir dan konsumen di Amerika Serikat,” tambahnya.

    Perluas pasar ekspor

    Dyah menyampaikan, Indonesia kini aktif memperluas pasar ekspor ke beberapa negara seperti Kanada, Uni Eropa, Iran, Jepang, dan Peru. Negara-negara tersebut dianggap penting untuk membuka akses pasar baru.

    Langkah tersebut ditandai dengan finalisasi beberapa perjanjian perdagangan bebas, yaitu Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (II-PTA).

    Pasar Kanada dinilai potensial karena meningkatnya permintaan terhadap produk halal, makanan laut, hasil pertanian, dan tekstil dari Indonesia. Sementara itu, kerja sama dengan Peru dianggap sebagai pintu masuk ke pasar Amerika Latin.

    Di wilayah Amerika Latin, Indonesia berpeluang memperluas ekspor produk seperti kelapa sawit, karet, farmasi, makanan olahan, dan tekstil. “Tak kalah penting, juga ada Indonesia-EU CEPA. Ini kerja sama perdagangan yang paling ambisius,” kata Dyah.

    Uni Eropa, dengan proyeksi PDB mencapai 18,6 triliun dolar AS, merupakan salah satu pasar konsumen terbesar di dunia. Indonesia menargetkan peningkatan ekspor produk furnitur, tekstil, energi terbarukan, dan produk ramah lingkungan melalui kerja sama ini.

    Di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menjalin kemitraan ekonomi dengan Jepang. Menurut Dyah, Jepang masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan barang setengah jadi. “Ini menjadi peluang yang ingin kami eksplor lebih jauh,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ternyata Ini Negara Pertama yang Terapkan Perang Dagang, Bukan AS

    Ternyata Ini Negara Pertama yang Terapkan Perang Dagang, Bukan AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Keputusan Presiden AS, Donald Trump, menaikkan tarif impor balik (resiprokal) ke ratusan negara memicu kemunculan perang dagang. Banyak negara melakukan balasan kenaikan tarif impor atas barang AS.

    China, misalnya, memutuskan menjerat produk AS dengan tarif impor 32% sebagai balasan keputusan Trump. Tapi negeri itu kemudian dikenai tarif lebih berat oleh Trump 104%.

    Sebenarnya sejarah mencatat perang dagang selalu dilakukan suatu negara sebagai bentuk penguatan proses perdagangan (proteksionisme) terhadap negara lain. Tapi, percaya atau tidak, AS bukan negara pertama yang melakukan hal serupa.

    Negara pertama yang melakukan perang dagang adalah Inggris pada tahun 1651 lewat Navigation Acts. Navigation Acts ditunjukkan kepada Belanda yang menguasai perdagangan global pada abad ke-17.

    Kala itu, Belanda memegang kendali impor mayoritas negara lewat kepemilikan banyak kapal-kapal besar yang hilir mudik di pelabuhan penting. Belum lagi, mereka juga menguasai wilayah penghasil rempah-rempah yang kini dikenal sebagai Indonesia.

    Semua itu membuat Belanda sukses mendulang keuntungan besar. Sedangkan Inggris harus gigit jari.

    Kapal berbendera Inggris kalah saing dari kapal Belanda. Barang-barang impor Inggris pun dibawa Negeri Kincir Angin.

    Beranjak dari permasalahan ini, Kerajaan Inggris mengeluarkan Navigation Acts atau Undang-undang Navigasi. Lewat aturan tersebut, kapal asing dilarang mengangkut barang dari berbagai wilayah ke Inggris dan negara koloninya.

    Hanya kapal Inggris yang boleh mengangkut semua barang tersebut. Inggris mengizinkan kapal asing datang asalkan nakhoda dan mayoritas awak adalah warga negara Inggris.

    Jika melanggar, maka kapal asing bakal disita oleh Inggris. Meski ditulis kapal asing, sasaran utama dari aturan tersebut adalah kapal Belanda.

    “Navigation Acts (1651) dirancang Inggris untuk melawan dominasi perdagangan Belanda,” dikutip dari Capitalism and the Sea (2021).

    Mengutip Britannica, selama kebijakan berlaku Belanda dan Inggris terus kejar-kejaran satu sama lain demi menguasai jalur perdagangan di lautan. Namun, banyak juga kapal Belanda berakhir ditangkap Inggris karena melanggar aturan.

    Pada titik ini, eksistensi kapal Inggris mulai menggantikan kapal Belanda. Hanya saja, kedudukannya tak menggantikan.

    Belanda tetap nomor satu dalam perdagangan global. Apalagi, Negeri Kincir Angin juga tetap menguasai perdagangan rempah-rempah di dunia.

    Ketegangan kedua negara akhirnya memuncak pada 1652. Dari semula hanya perang dagang menjadi perang senjata terbuka.

    Ini terjadi karena armada Inggris menyerang kapal-kapal Belanda yang melanggar aturan. Tak tinggal diam, Belanda pun mengirim armadanya dalam jumlah besar.

    Konflik terbuka pun tak bisa dihindari. Inggris dan Belanda akhirnya berperang demi menancapkan pengaruh dan memperebutkan jalur pelayaran.

    Sejarah mencatat, peristiwa ini sebagai Perang Inggris-Belanda I atau Anglo-Dutch War yang disebabkan oleh perang dagang pertama di dunia.

    (fsd/fsd)