Tag: Donald Trump

  • Menkomdigi Blak-blakan Strategi Hadapi Efek Tarif Trump, Ini Bocorannya

    Menkomdigi Blak-blakan Strategi Hadapi Efek Tarif Trump, Ini Bocorannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyiapkan paket kebijakan di sektor digital sebagai alat negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) usai Presiden Donald Trump menetapkan kebijakan tarif baru.

    Paket kebijakan yang dimaksud yaitu terkait dengan relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), data center, free flow data dan kabel bawah laut (subsea cable)

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengaku sudah melakukan komunikasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait dengan industri digital yang bisa diberikan relaksasi.

    “Tentu kita akan lihat dulu [wacana relaksasi]. Tetap kita kaji, jadi tim kami sekarang sedang mengkaji mana (industri) yang bisa relaksasi,” kata Meutya dalam wawancara dengan Bisnis Indonesia, Jumat (11/4/2025).

    Terkait dengan rencana relaksasi TKDN, dia mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar kebijakan TKDN dibuat lebih fleksibel.

    “Soal TKDN, pada dasarnya kita tidak menurunkan, tetapi instruksi Presiden agar TDKN fleksibel. Itu mungkin yang paling capat dilakukan saat ini,” ujarnya.

    Data Center

    Lebih lanjut, Meutya menjabarkan terkait dengan bisnis data center, pemerintah mendapatkan masukan soal revisi Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

    Meutya menuturkan para investor menginginkan adanya kelonggaran dalam aturan data center yang tertuang dalam PP tersebut. Di mana, dalam pasal 20 ayat 2 dikatakan Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik wajib melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia.

    Meskipun, pada ayat 3 disebutkan PSE bisa melakukan pengolahan data di luar wilayah Indonesia, jika teknologi penyimpanan tidak tersedia di dalam negeri.

    Selain soal PP 71, Meutya mengatakan bahwa investor data center juga mengeluhkan masalah perizinan dan cross country data atau data lintas negara.

    “Ini bukan hanya karena permintaan dari perusahaan Amerika saja, tapi kita melihat supaya kita juga kompetitif in that area, data center yang sekarang, kita ada agak di belakang negara tetangga,” ujar Meutya.

    Kemudian, untuk relaksasi aturan di bisnis free flow data. Meutya menyebut free flow data merupakan salah satu yang akan dibawa dalam pembicaraan terkait tarif impor.

    Adapun, free flow data atau aliran data bebas dengan kepercayaan (DFFT) adalah konsep yang mendorong pertukaran data tanpa hambatan, sambil memastikan kepercayaan terhadap privasi, keamanan, dan hak kekayaan intelektual.

    Lebih lanjut, untuk relaksasi aturan bisnis kabel bawah laut (subsea cable), Meutya menuturkan bahwa rancangan ini baru masuk dan baru dikomunikasikan dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Subsea cable adalah kabel yang dipasang di dasar laut atau perairan besar untuk menghubungkan dua daratan. Kabel ini dapat digunakan untuk menyalurkan listrik atau data.

    Di Indonesia, beberapa perusahaan yang terlibat dalam pembangunan kabel laut di Indonesia adalah PT PLN, Telkom, dan Indosat. Namun, kabel serat bawah laut kerap mengalami gangguan karena tertarik oleh rumpon alat penangkap ikan. 

    Negosiasi Lanjutan

    Meski sudah ada rencana untuk memberikan relaksasi terhadap sejumlah sektor industri digital, Meutya mengatakan bahwa usulan tersebut masih akan dikaji untuk dibawa ke negosiasi lanjutan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

    Politikus partai Golkar ini menuturkan bahwa pada pekan depan akan kembali dilakukan negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan perwakilan Amerika Serikat untuk membahas tarif impor.

    “Karena rencananya kan mungkin 17 April ada pembicaraan lagi dengan pihak Amerika Serikat,” ungkapnya.

  • Donald Trump Selidiki Chip dari China Terkait Keamanan Nasional, bakal Kena Tarif Impor Khusus! – Page 3

    Donald Trump Selidiki Chip dari China Terkait Keamanan Nasional, bakal Kena Tarif Impor Khusus! – Page 3

    Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru saja mengumumkan untuk membebaskan sejumlah produk teknologi seperti smartphone, komputer, dan komponen elektronik dari tarif tinggi impor asal China.

    Kebijakan baru tarif Trump ini tentunya bakal berdampak positif bagi industri teknologi AS, di mana mereka sebelumnya waswas terhadap lonjakan harga produksi dan berimbas perangkat mereka naik harga.

    Contohnya adalah Apple. Baru-baru ini, raksasa teknologi berbasis di Cupertino itu kabarnya berencana menibun stok iPhone di Amerika Serikat agar tak terkena tarif impor diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Salah satu cara yang dilakukan perusahaan adalah menyewa pesawat untuk mengantarkan 600 ton atau sebanyak 1,5 juta unit iPhone dari India ke Amerika Serikat. Namun dengan kebijakan baru ini, perusahaan bisa dapat bernafas lega sedikit.

    Mengutip BBC, Minggu (13/4/2025), Bea Cukai dan Patroli Perbatasan AS mengatakan, barang-barang elektronik akan dikecualikan dari tarif global Trump sebesar 10 persen dan tarif khusus terhadap produk China sebelumya mencapai 125 persen.

    Kebijakan tarif Trump ini diungkap Presiden As ke-47 saat dirinya berada di atas pesawat kepresidenan, Air Force One, dalam perjalanan menuju Miami pada Sabtu malam waktu setempat.

    “Kami akan sangat spesifik,” ujar Trump ke awak media di Air Force One. “Tetapi kami menerima banyak uang. Sebagai sebuah negara, kami menerima banyak uang.”

    Kebijakan baru tarif Donald Trump ini mulai berlaku sejak 5 April ini, mencakup sejumlah produk penting seperti chip semikonduktor, ponsel pintar, panel surga, hingga kartu memori.

    Seperti diketahui, mayoritas barang-barang tersebut sebagian besar diproduksi di China dan memiliki peran penting dalam rantai pasok global.

  • AS Siap Pastikan Iran Tak Akan Pernah Punya Bom Nuklir

    AS Siap Pastikan Iran Tak Akan Pernah Punya Bom Nuklir

    Washington DC

    Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Pete Hegseth mengatakan negaranya mengharapkan solusi diplomatik untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Namun jika solusi diplomatik gagal, Hegseth menegaskan militer AS siap “untuk mengambil tindakan lebih jauh dan lebih besar”.

    Para diplomat AS dan Iran, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (14/4/2025), melakukan pembicaraan tidak langsung di Oman pada Sabtu (12/4) waktu setempat, dalam upaya mengatasi kekhawatiran Barat tentang program nuklir Iran.

    Hegseth saat berbicara dengan program televisi CBS “Face The Nation” menggambarkan kontak tentatif pertama di Oman sebagai pembicaraan yang “produktif” dan “langkah yang baik”.

    Dia juga mengatakan bahwa meskipun Presiden Donald Trump berharap untuk tidak pernah harus menggunakan opsi militer AS terhadap Iran.

    “Kami telah menunjukkan kemampuan untuk bertindak lebih jauh, lebih dalam dan lebih besar,” ucap Hegseth.

    “Sekali lagi, kami tidak ingin melakukan hal itu, tapi jika kami harus melakukannya, kami akan melakukannya untuk mencegah bom nuklir berada di tangan Iran,” tegasnya.

    Trump, dalam pernyataan pada Rabu (9/4) pekan lalu, menyebut aksi militer “benar-benar” mungkin dilakukan — bersama dengan Israel — jika perundingan di Oman gagal.

    “Jika itu membutuhkan militer, kami akan mengerahkan militer. Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu, menjadi pemimpinnya,” ujar Trump saat berbicara kepada wartawan.

    Peringatan Trump itu disampaikan setelah pada akhir Maret lalu, AS menegaskan: “Jika mereka tidak membuat kesepakatan, akan ada pengeboman”.

    Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara besar dunia tahun 2018 lalu, pada masa jabatan pertamanya. Para analis mengatakan Iran mungkin sekarang hanya membutuhkan waktu beberapa minggu lagi untuk memproduksi senjata nuklir yang dapat dikirim — meskipun Teheran membantah.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • iPhone Cs Tetap Kena Tarif ‘Gila’ Amerika, Trump Labil Bikin Bingung

    iPhone Cs Tetap Kena Tarif ‘Gila’ Amerika, Trump Labil Bikin Bingung

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali “putar balik” soal pengenaan tarif pajak impor untuk produk elektronik asal China. Produk seperti laptop dan iPhone tetap dikenai tarif impor yang diatur terpisah dari tarif resiprokal AS untuk China.

    Dalam unggahan di media sosial, Trump menyatakan bahwa produk elektronik seperti smartphone dan tablet “hanya dipindahkan ke kelompok tarif yang berbeda.”

    “Kami mengamati semikonduktor dan seluruh rantai pasok elektronik dalam penyelidikan tarif untuk keamanan nasional yang akan datang,” kata Trump.

    Gedung Putih padahal baru mengumumkan pengecualian tarif resiprokal bagi produk elektronik pada Jumat pekan lalu.

    Pengumuman tersebut disambut baik oleh investor pemegang saham Apple dan Dell, perusahaan yang mengandalkan industri manufaktur China untuk memproduksi produk mereka.

    Kebijakan Trump yang bergonta-ganti memicu pergerakan liat di bursa saham Amerika Serikat.

    Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengklaim Trump akan merilis tarif khusus untuk smartphone, komputer, dan produk elektronik lain bersamaan dengan tarif impor baru untuk semikonduktor dan obat-obatan.

    Produk-produk tersebut tidak akan dikenai tarif “balas dendam” untuk produk China yang besaran terakhirnya adalah 145 persen. Beijing telah mengenakan tarif balasan sebesar 125 persen untuk produk asal Amerika Serikat yang diimpor ke China.

    (dem/dem)

  • Senjata Makan Tuan, Kebijakan Tarif Impor Trump Bisa Sulitkan Industri Mobil AS

    Senjata Makan Tuan, Kebijakan Tarif Impor Trump Bisa Sulitkan Industri Mobil AS

    Jakarta

    Kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bisa menjadi senjata makan tuan. Niatnya ingin melindungi produsen mobil dalam negeri dan mengamankan lapangan kerja di AS, kebijakan itu justru bisa menyulitkan industri mobil AS sendiri.

    Diketahui pekan lalu Presiden Amerika Serikat Donald Trump menerapkan tarif resiprokal ke 180 negara. Hal itu dilakukan Trump untuk menyeimbangkan neraca perdagangan, sekaligus melindungi industri dalam negeri AS. Belakangan, penerapan tarif tersebut ditunda selama 90 hari. Namun khusus untuk China, kebijakan itu langsung diberlakukan.

    Mengutip laman Carscoops, kebijakan tarif resiprokal alias tarif timbal balik itu bisa menjadi senjata makan tuan buat industri otomotif Amerika Serikat. Alasannya, tidak semua merek-merek Amerika membuat mobil di Amerika Serikat.

    Tahun lalu misalnya, merek-merek ternama AS seperti GM, Ford, dan Stellantis, menjual sekitar 1,85 juta kendaraan ringan di AS yang semuanya diimpor. Angka penjualan itu mencakup 13% dari total penjualan global mereka.

    Sebagai perbandingan, tiga produsen mobil terbesar di Jepang, yaitu Toyota , Honda, dan Nissan, secara kolektif menjual 1,53 juta unit di Amerika Serikat atau mencakup 9% dari penjualan global mereka. Sedangkan mobil impor dari Jerman seperti VW Group, BMW Group, dan Mercedes-Benz mewakili 7% dari total penjualan mereka.

    Artinya, produsen mobil dalam negeri AS sebenarnya lebih bergantung pada impor kendaraan dari pabrik mereka di negara-negara luar AS seperti Kanada dan Meksiko. Maka, kebijakan tarif impor tinggi Trump justru akan membuat merek-merek mobil AS harganya melonjak signifikan. Sebagai informasi, AS telah menetapkan tarif impor 25% untuk Kanada dan Meksiko.

    General Motors (GM) disebut-sebut akan paling merasakan dampak tarif Trump, karena pada tahun 2024, perusahaan ini berada tepat di belakang perusahaan Hyundai-Kia dan Toyota dalam hal total impor kendaraan di AS. Model impor GM mencapai 18% dari penjualan globalnya, yang merupakan persentase tertinggi di antara lima produsen mobil terbesar di dunia.

    Meski berpotensi menyulitkan industri mobil buatan AS, kebijakan Trump dinilai ada benarnya juga. Sebab jika dilihat secara makro, kebijakan Trump akan membuat produsen mobil di luar merek AS, dipaksa untuk membangun pabrik di dalam negeri Amerika Serikat. Jika menolak, maka merek-merek mobil di luar AS itu harus menghadapi risiko penjualan menurun karena harga mobil-mobil mereka akan menjadi terlalu mahal dibandingkan dengan mobil-mobil yang diproduksi secara lokal di AS.

    (lua/din)

  • Miliarder Penasihat Danantara Ungkap Dampak Tarif Trump ke Perekonomian Global

    Miliarder Penasihat Danantara Ungkap Dampak Tarif Trump ke Perekonomian Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Pendiri lembaga hedge fund Bridgewater Associates Ray Dalio mengatakan dirinya khawatir kekacauan yang diakibatkan oleh tarif dan kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump akan mengancam ekonomi global.

    “Saat ini kita berada pada titik pengambilan keputusan dan sangat dekat dengan resesi. Dan saya khawatir tentang sesuatu yang lebih buruk daripada resesi jika ini tidak ditangani dengan baik,” kata Dalio dikutip dari CNBC International, Senin (14/4/2025)

    Miliarder yang juga merupakan anggota Dewan Penasihat Danantara itu mengatakan dirinya lebih khawatir tentang gangguan perdagangan, utang AS yang meningkat, dan kekuatan dunia yang sedang berkembang yang meruntuhkan struktur ekonomi dan geopolitik internasional yang telah ada sejak akhir Perang Dunia II.

    “Kita beralih dari multilateralisme, yang sebagian besar merupakan tatanan dunia Amerika, ke tatanan dunia unilateral yang di dalamnya terdapat konflik besar,” katanya.

    Dalio mengatakan ada lima kekuatan mendorong sejarah, yakni ekonomi, konflik politik internal, tatanan internasional, teknologi, dan bencana alam seperti banjir dan pandemi. 

    Dia menyebut, tarif Trump memiliki tujuan yang dapat dipahami. Tetapi, tarif tersebut diterapkan dengan cara yang sangat mengganggu yang menciptakan konflik global.

    Kebijakan tarif presiden yang berubah dengan cepat telah menjungkirbalikkan perdagangan internasional. Trump pada Rabu pekan lalumengumumkan jeda 90 hari pada tarif timbal baliknya. Tetapi, dia tetap teguh pada bea dasar 10% dan tarif timbal balik 145% terhadap China.

    Kemudian, U.S. Customs and Border Protection mengumumkan pengecualian dari tarif timbal balik untuk barang elektronik konsumen buatan China seperti telepon pintar, komputer, dan semikonduktor pada Jumat malam, meskipun produk tersebut tetap dikenakan tarif 20% yang diberlakukan di awal tahun. 

    Namun, Menteri Perdagangan Howard Lutnick menarik kembali pernyataan tersebut dan mengatakan pengecualian tersebut tidak permanen.

    Dalam sebuah unggahan di media sosial X, Dalio meminta AS untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan “win-win” dengan China yang akan menghargai yuan terhadap dolar AS. Dia juga meminta kedua negara untuk mengatasi utang mereka yang terus bertambah.

    Dalio juga mengatakan Kongres harus mengurangi defisit federal menjadi 3% dari produk domestik bruto.

    “Jika mereka tidak melakukannya, kita akan memiliki masalah permintaan-penawaran untuk utang pada saat yang sama ketika kita memiliki masalah-masalah lain ini, dan hasilnya akan lebih buruk daripada resesi normal,” kata Dalio.

    Dia menuturkan, keruntuhan pasar obligasi, dikombinasikan dengan berbagai peristiwa seperti konflik internal dan internasional, dapat menjadi guncangan yang lebih parah bagi sistem moneter daripada pembatalan standar emas oleh Presiden Richard Nixon pada 1971 dan krisis keuangan global pada 2008.

    Perubahan tersebut dapat dihindari, kata Dalio, jika para pembuat undang-undang bekerja sama untuk memangkas defisit dan AS mencegah konflik dan kebijakan yang tidak efisien di panggung global.

  • China Desak Donald Trump Perbaiki Kesalahan, Batalkan Tarif Timbal Balik – Page 3

    China Desak Donald Trump Perbaiki Kesalahan, Batalkan Tarif Timbal Balik – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah China meminta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membatalkan sepenuhnya apa yang disebut tarif timbal balik. Alasannya, jika aturan tersebut tidak dibatalkan maka perang dagang antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia ini akan terus berlanjut.

    Pekan lalu, Donald Trump mengumumkan jeda 90 hari pada sejumlah tarif global yang telah direncanakannya, tetapi menaikkan pungutan atas impor barang dari China menjadi 145%.

    “Kami mendesak AS untuk mengambil langkah besar untuk memperbaiki kesalahannya, membatalkan sepenuhnya praktik tarif timbal balik yang salah, dan kembali ke jalur yang benar yaitu saling menghormati,” kata kementerian perdagangan China dalam sebuah pernyataan, dikutip dari BBC, Senin (14/4/2025).

    Pemerintahan Trump tampaknya siap menawarkan konsesi pada hari Jumat dengan mengumumkan bahwa beberapa produk elektronik, termasuk yang diproduksi di China, akan dikecualikan.

    Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan kepada ABC News pada hari Minggu bahwa pengecualian tersebut hanya bersifat sementara.

    Howard Lutnick mengatakan pemerintah berencana untuk mengenakan pungutan tersebut dalam kelompok khusus yaitu “tarif semikonduktor”. Rencana pengecualian tersebut akan diumumkan di kemudian hari.

    “Kita perlu membuat barang-barang ini di Amerika,” kata Lutnick.

    Presiden Trump menimpali di media sosial dengan menuliskan tidak ada pengecualian untuk produk-produk ini dan menyebut laporan tersebut salah. Sebaliknya, ia mengatakan bahwa “mereka hanya pindah ke kelompok Tarif yang berbeda”.

    Trump menambahkan: “Kami sedang mengamati Semikonduktor dan SELURUH RANTAI PASOKAN ELEKTRONIK dalam Investigasi Tarif Keamanan Nasional yang akan datang.”

    Komentar tersebut menyuntikkan ketidakpastian ke dalam pengecualian tarif yang baru saja diumumkan untuk produk-produk teknologi seperti telepon pintar, komputer, dan semikonduktor.

  • Menteri Energi AS Pede Harga Minyak Lebih Rendah pada Masa Pemerintahan Trump

    Menteri Energi AS Pede Harga Minyak Lebih Rendah pada Masa Pemerintahan Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi Amerika Serikat (AS), Chris Wright, optimistis harga minyak pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump akan lebih rendah dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.

    “Di bawah kepemimpinan Presiden Trump dalam empat tahun ke depan, kita hampir pasti akan melihat harga energi rata-rata yang lebih rendah daripada yang kita lihat dalam empat tahun terakhir pemerintahan sebelumnya,” kata Wright dalam sebuah pengarahan dengan wartawan di Riyadh dikutip dari Bloomberg, Senin (14/4/2025).

    Meski demikian, Wright menolak berkomentar mengenai target harga tertentu.

    AS di bawah Biden sering berselisih dengan Arab Saudi mengenai kebijakan energi setelah AS merasa permohonannya untuk meningkatkan produksi dan menurunkan harga untuk mengatasi inflasi diabaikan. Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah rata-rata sekitar US$83 per barel antara 2017 dan 2021.

    “Saya tidak dapat berkomentar mengenai harga minyak saat ini atau ke mana arahnya, tetapi jika Anda mengurangi hambatan investasi, mengurangi hambatan untuk membangun infrastruktur, Anda dapat menurunkan biaya pasokan energi,” kata Wright.

    Harga minyak telah menurun baru-baru ini setelah Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak lainnya berjanji untuk meningkatkan produksi dan Trump mengguncang pasar dengan tarif yang luas. 

    Minyak mentah turun menjadi kurang dari US$65 per barel, level terendah sejak pandemi virus corona dan jauh di bawah level di mana Arab Saudi menyeimbangkan anggarannya. Itu dapat mengancam kemampuan kerajaan untuk terus mendanai rencana transformasi ekonominya yang besar, menurut Goldman Sachs.

    Namun, Wright menyebut, AS dan Arab Saudi saling berhadapan di pasar energi.

    “Presiden Trump — dan saya pikir Arab Saudi — ingin melihat peningkatan permintaan energi di seluruh dunia dan kami ingin melihat peningkatan pasokan,” ujarnya.

    AS dan Arab Saudi juga sedang mengerjakan perjanjian awal untuk bekerja sama dalam produksi tenaga nuklir sipil dan berharap untuk membuat kemajuan pada tahun ini, kata Wright. Kedua negara berada di ‘jalur’ menuju kesepakatan yang akan melibatkan non-proliferasi dan pengendalian teknologi nuklir, katanya.

    Arab Saudi perlu menandatangani Perjanjian 123 atau 123 agreement, yang mencakup berbagai bidang termasuk masalah proliferasi nuklir dan transfer teknologi, kata Wright. AS juga memandang penting untuk Arab Saudi tidak berusaha bermitra dengan China dalam pengembangan program nuklirnya. 

    “Pandangan itu dianut kedua negara dan fakta bahwa hal itu mungkin diragukan mungkin menunjukkan hubungan yang tidak produktif antara Amerika Serikat dan Arab Saudi selama beberapa tahun terakhir,” katanya. 

    Arab Saudi sebelumnya telah mencari tawaran dari pengembang asing termasuk perusahaan Rusia dan China, bersama dengan perusahaan Prancis dan Korea Selatan, untuk membangun reaktor tenaga nuklir.

    Di bawah pemerintahan Biden, kerja sama AS dalam program tenaga nuklir Arab Saudi telah dibicarakan sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih luas yang juga akan membuat kedua negara menandatangani pakta pertahanan dan memperdalam hubungan perdagangan. Itu juga akan melibatkan Arab Saudi yang setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. 

    Namun, rencana tersebut tak terealisasi setelah serangan 7 Oktober di Israel oleh Hamas dan tanggapan militer Israel.

    Wright berada di Riyadh sebagai bagian dari tur ke beberapa negara Timur Tengah dan yang mencakup pertemuan dengan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz Bin Salman.

  • Miliarder Penasihat Danantara: Tarif Trump Bisa Berdampak Lebih Buruk dari Resesi – Page 3

    Miliarder Penasihat Danantara: Tarif Trump Bisa Berdampak Lebih Buruk dari Resesi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pendiri Bridgewater dan yang baru saja diangkat menjadi penasihat Danantara Ray Dalio mengatakan bahwa ia khawatir bahwa kekacauan yang diakibatkan oleh tarif dan kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump akan mengancam ekonomi global.

    “Saat ini kita berada pada titik pengambilan keputusan dan sangat dekat dengan resesi,” kata Ray Dalio di acara “Meet the Press” NBC News, dikutip dari CNBC, Senin (14/4/2025).

    “Dan saya khawatir tentang sesuatu yang lebih buruk daripada resesi jika ini tidak ditangani dengan baik.” tambah dia.

    Miliarder pengelola dana lindung nilai itu mengatakan bahwa ia lebih khawatir tentang gangguan perdagangan, utang AS yang meningkat, dan negara-negara berkembang yang menghancurkan struktur ekonomi dan geopolitik internasional yang telah ada sejak akhir Perang Dunia II.

    “Kita beralih dari multilateralisme, yang sebagian besar merupakan tatanan dunia Amerika, ke tatanan dunia unilateral yang di dalamnya terdapat konflik besar,” katanya.

    Dalio mengatakan lima kekuatan mendorong sejarah: ekonomi, konflik politik internal, tatanan internasional, teknologi, dan bencana alam seperti banjir dan pandemi.

    Tarif Trump memiliki tujuan yang dapat dipahami, kata Dalio, tetapi tarif tersebut diterapkan dengan cara yang sangat mengganggu yang menciptakan konflik global.

    Kebijakan tarif Presiden Trump yang berubah dengan cepat telah menjungkirbalikkan perdagangan internasional. Trump pada hari Rabu mengumumkan jeda 90 hari pada tarif timbal baliknya, tetapi ia tetap teguh pada bea dasar 10% dan tarif timbal balik 145% pada China.

    Kemudian, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengumumkan pengecualian dari tarif timbal balik untuk barang elektronik konsumen buatan China seperti telepon pintar, komputer, dan semikonduktor pada Jumat malam, meskipun produk tersebut tetap dikenakan tarif 20% yang diberlakukan awal tahun ini.

    Namun, Menteri Perdagangan Howard Lutnick menarik kembali pada hari Minggu dan mengatakan pengecualian tersebut tidak permanen.

     

  • Pasar Asia Pasifik Menguat Usai Tarif Elektronik Konsumen AS Dicabut

    Pasar Asia Pasifik Menguat Usai Tarif Elektronik Konsumen AS Dicabut

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar Asia Pasifik dibuka menguat pada Senin (14/4/2025), menyusul keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mencabut tarif terhadap sejumlah produk elektronik konsumen. Kebijakan tersebut diambil oleh Presiden AS Donald Trump dan langsung memicu peningkatan sentimen risiko di pasar global.

    Melansir CNBC International, Senin (14/52025), di Jepang, indeks acuan Nikkei 225 melonjak 1,82% pada awal perdagangan, sementara indeks Topix naik 1,77%.

    Sinyal positif juga terlihat di pasar Asia Pasifik lainnya, seperti Korea Selatan, dengan indeks Kospi naik 1,29% dan Kosdaq yang berisi saham berkapitalisasi kecil menguat 1,22%. Di Australia, indeks S&P/ASX 200 mencatat kenaikan sebesar 0,72%.

    Sementara itu, kontrak berjangka untuk indeks Hang Seng (HSI) Hong Kong diperdagangkan di level 21.059, lebih tinggi dibandingkan penutupan sebelumnya pada 20.914,69 di hari Jumat (11/4/2025), yang menunjukkan potensi pembukaan yang lebih solid.

    Menurut dokumen dari Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS yang dirilis Jumat (11/4/2024) malam, sejumlah produk, seperti ponsel pintar, komputer, semikonduktor, dan komponen lainnya dikecualikan dari tarif.

    Namun, Presiden Trump bersama Menteri Perdagangan Howard Lutnick pada Minggu (13/4/2025) menyatakan bahwa pengecualian ini bersifat sementara, sehingga menciptakan ketidakpastian baru.

    Trump menambahkan lewat unggahan di Truth Social bahwa produk-produk tersebut tetap dikenai “Tarif Fentanil” sebesar 20%, hanya saja kini masuk dalam kelompok tarif yang berbeda. Beberapa negara di kawasan pasar Asia Pasifik pun sedang mempersiapkan negosiasi dagang dengan AS dalam waktu dekat.

    Trump disebut tengah menjajaki perundingan dengan Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan India. Mengutip laporan Politico, AS memprioritaskan mitra dagang strategis untuk menyeimbangkan kekuatan dengan China.

    Di sisi lain, perwakilan Jepang Akazawa Ryosei dijadwalkan mengunjungi Washington minggu ini untuk bertemu Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, menurut penyiar lokal NHK.

    Bursa saham AS juga ditutup menguat pada akhir pekan lalu, didorong oleh pernyataan dari Gedung Putih bahwa Trump optimistis China akan membuka peluang kerja sama.

    Indeks S&P 500 naik 1,81% ke 5.363,36, Dow Jones menguat 619,05 poin atau 1,56% ke 40.212,71, dan Nasdaq Composite naik 2,06% ke 16.724,46.

    Kebijakan terbaru ini berpotensi memperkuat dinamika perdagangan dan menjadi sentimen positif bagi pasar Asia Pasifik dalam beberapa waktu ke depan.