Tag: Donald Trump

  • Nasib Bea Cukai: Disorot Prabowo, Dikeluhkan Donald Trump

    Nasib Bea Cukai: Disorot Prabowo, Dikeluhkan Donald Trump

    Nasib Bea Cukai: Disorot Prabowo, Dikeluhkan Pemerintah AS

    26 menit yang lalu

  • Duh, PBB Sebut Ekonomi Global Terancam Resesi Gegara Tarif Trump

    Duh, PBB Sebut Ekonomi Global Terancam Resesi Gegara Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) memproyeksikan perekonomian global berada dalam ancaman resesi akibat eskalasi perang dagang akibat penerapan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Dalam laporan terbaru bertajuk Trade and Development Foresights 2025: Under Pressure – Uncertainty Reshapes Global Economic Prospects, lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat ke 2,3% pada 2025.

    Angka tersebut ada di bawah pertumbuhan 2,5%, yang merupakan ambang batas ancaman fase resesi global. Proyeksi tersebut sekaligus menandai perlambatan tajam dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan tahunan rerata periode sebelum pandemi, yang bahkan sudah lamban.

    “Permintaan yang lemah, guncangan kebijakan perdagangan, turbulensi keuangan, dan ketidakpastian sistemik meningkatkan tekanan, khususnya bagi negara-negara berkembang,” tulis laporan UNCTAD dikutip Minggu (20/4/2025).

    UNCTAD menggarisbawahi bahwa ketidakpastian mendorong ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Masalahnya, pada awal 2025, indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi mencapai level tertingginya dalam seabad terakhir.

    Rinciannya, indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi mencapai 460,2 pada Januari 2025. Angka tersebut menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir dimana mengalahkan rekor 436,7 saat awal pandemi Covid-19 atau pada Mei 2020.

    Sebagai perbandingan, UNCTAD mencatat rata-rata indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi hanya berada di angka 100 selama 1997—2014.

    Tak sampai situ, pada April 2025, peningkatan kekhawatiran atas prospek ekonomi global dan perubahan kebijakan perdagangan memicu turbulensi keuangan yang besar. Pasar mengalami koreksi tajam dan kerugian yang signifikan setelah berminggu-minggu mengalami volatilitas.

    UNCTAD mencatat indeks ketakutan (fear index) finansial yang merupakan pengukur volatilitas pasar saham AS mencapai level tertinggi ketiga dalam sejarah yaitu 52,33. Angka tersebut hanya kalah dari indeks ketakutan saat pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan krisis keuangan global 2008.

    Belum lagi dinamisme perdagangan barang yang mulai memudar. Peningkatan perdagangan global pada akhir 2024 dan awal 2025 sebagian didorong oleh permintaan yang meningkat.

    Hanya saja usai penerapan tarif baru diumumkan oleh Trump, peningkatan tersebut diperkirakan akan berbalik sepanjang tahun ini. UNCTAD mencatat, antara awal Januari dan akhir Maret 2025, Indeks Angkutan Kontainer Ekspor Shanghai Komprehensif yang merupakan barometer utama aktivitas pengiriman dan perdagangan internasional dimana mengalami penurunan hingga 40%.

    Ketidakpastian kebijakan perdagangan, yang kini mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah (indeksnya mencapai 603,08 pada Maret 2025), diyakini sangat membebani keyakinan bisnis dan perencanaan jangka panjang.

    Akibatnya, produsen dan investor menunda keputusan, menilai ulang strategi rantai pasokan, dan meningkatkan upaya manajemen risiko.

    “Fragmentasi geoekonomi yang terjadi saat ini, jika tidak diatasi, dapat memperparah kemerosotan ekonomi,” jelas laporan UNCTAD.

    Di samping itu, UNCTAD melihat terdapat peluang dari ancaman tarif Trump yaitu meningkatkan perdagangan dan integrasi antara negara-negara berkembang atau Selatan-Selatan.

    UNCTAD mencatat perdagangan antar negar Selatan-Selatan telah mencapai sekitar sepertiga dari perdagangan global—berkembang lebih cepat daripada arus perdagangan lainnya. Perdagangan intra-regional, khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara, membantu mendorong pertumbuhan tersebut.

    Oleh sebab itu, UNCTAD pun memberikan lima rekomendasi kebijakan untuk meminimalisir dampak negatif dari eskalasi perang dagang yang terjadi belakangan.

    Pertama, memperkuat koordinasi kebijakan regional dan internasional untuk memulihkan kepastian dalam arus perdagangan dan keuangan.

    Kedua, meningkatkan kerja sama multilateral untuk menstabilkan pasar dan melindungi ekonomi yang rentan.

    Ketiga, membangun hubungan perdagangan dan ekonomi yang ada antara negara-negara berkembang sebagai jalur menuju ketahanan dan penyangga terhadap guncangan global.

    Keempat, menyeimbangkan kembali prioritas fiskal, beralih dari lonjakan belanja militer menuju infrastruktur berkelanjutan, perlindungan sosial, dan aksi iklim.

    Kelima, menyelaraskan kebijakan fiskal, moneter, dan industri dengan tujuan pembangunan jangka panjang.

  • Perang Dagang AS Makan Korban Baru: Pesawat Boeing

    Perang Dagang AS Makan Korban Baru: Pesawat Boeing

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perseteruan perang tarif dagang antara dua negara besar, Amerika Serikat (AS) dan China terus berlanjut. Imbas adanya perang dagang tersebut China memulangkan pesawat Boeing ke AS.

    Pesawat jet Boeing tersebut sebelumnya digunakan oleh sebuah maskapai penerbangan China namun pesawat tersebut telah kembali mendarat ke negara asalnya karena menjadi korban dari tarif bilateral balas-membalas yang diluncurkan oleh Presiden Donald Trump dalam serangan perdagangan globalnya.

    Mengutip Reuters, berdasarkan keterangan saksi mata, pesawat 737 MAX, yang ditujukan untuk maskapai Xiamen Airlines China, mendarat di Boeing Field Seattle pada pukul 18.11 waktu setempat. Pesawat tersebut dicat dengan corak Xiamen.

    Seperti diketahui, Trump bulan ini telah menaikkan tarif dasar impor China menjadi 145%. Sebagai pembalasan, China telah memberlakukan tarif 125% pada barang-barang AS.

    Foto: Pesawat Boeing 737. (Dok. Boeing)
    Pesawat Boeing 737. (Dok. Boeing)

    Sebuah maskapai penerbangan China yang menerima pengiriman jet Boeing dapat lumpuh karena tarif tersebut, mengingat bahwa 737 MAX baru memiliki nilai pasar sekitar US$ 55 juta.

    Belum diketahui dengan jelas pihak mana yang membuat keputusan agar pesawat kembali ke AS. Pihak Boeing pun tidak segera menanggapi permintaan komentar.

    Kembalinya pesawat 737 MAX ke negara produsennya menjadi tanda terbaru terganggunya pengiriman pesawat akibat status bebas bea industri kedirgantaraan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Perang tarif dan pembatalan pengiriman ini terjadi ketika Boeing telah pulih dari pembekuan impor jet 737 MAX selama hampir lima tahun dan ketegangan perdagangan sebelumnya.

    Kebingungan atas perubahan tarif dapat membuat banyak pengiriman pesawat terjebak dalam ketidakpastian. Sejumlah CEO maskapai penerbangan mengatakan bahwa mereka akan menunda pengiriman pesawat daripada membayar bea masuk.

    (rob/wur)

  • Deretan Kebijakan RI yang Daftar Hitam Pemerintahan Trump

    Deretan Kebijakan RI yang Daftar Hitam Pemerintahan Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Proses negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terus berlangsung di tengah semakin memanasnya tensi perang dagang.

    Indonesia sejatinya dianggap AS sebagai pasar potensial, namun di sisi lain, negeri Paman Sam itu mengeluhkan beragam kebijakan baik berupa tarif maupun non tarif, yang dianggap menghambat kepentingan AS. AS kemudian menjatuhkan tarif sebesar 32% terhadap impor barang asal Indonesia.

    Dalam catatan Bisnis, AS adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. Banyak produk Indonesia, terutama produk manufaktur, diserap oleh pasar Amerika. Pada tahun 2024 lalu, misalnya, neraca perdagangan Indonesia terhadap AS tercatat surplus sebesar US$17,9 miliar. 

    Surplus neraca perdagangan itu dipicu oleh nilai impor AS yang terlalu besar dibandingkan kinerja ekspornya. AS  tercatat mengimpor barang asal Indonesia sebesar US$28,1 miliar. Sedangkan ekspor AS ke Indonesia hanya senilai US$10,2 miliar.

    Adapun pengenaan tarif 32%, yang kemudian diketahui bertambah menjadi 47% khusus untuk tekstil dan garmen, selain untuk memperkecil defisit neraca perdagangan, juga ditujukan memperluas penyerapan produk AS ke pasar Indonesia. 

    Menariknya, di tengah proses negosiasi tarif yang telah berlangsung, AS melalui United States Trade Representative atau USTR menerbitkan sebuah laporan berjudul: 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers of the President of the United States on the Trade Agreements Program.

    Laporan ini secara umum menyoroti kebijakan pemerintah di sejumlah negara yang dianggap bertentangan dengan kepentingan AS. Ada banyak negara yang disorot dalam laporan itu, salah satunya Indonesia.

    Berikut daftar sorotan AS  terhadap kebijakan Indonesia yang dianggap menghambat perdagangan. 

    1. Kebijakan impor atau import policies. 

    Tarif & Pajak 

    Kebijakan impor ini mencakup pengenaan tarif bea masuk dan pajak impor. Namun demikian, yang paling membuat stakeholder AS khawatir antara lain, penerapan tarif Indonesia yang melebihi nilai yang ditetapkan WTO untuk kategori produk teknologi informasi dan komunikasi tertentu. 

    “Misalnya, meskipun memiliki tarif yang ditetapkan WTO sebesar nol persen untuk subpos di bawah kode Sistem Harmonisasi (HS) pos 8517, yang mencakup peralatan switching dan routing, Indonesia tampaknya menerapkan bea masuk sebesar 10 persen untuk produk-produk ini.”

    Dari sisi pajak, laporan itu menyoroti kekhawatiran perusahaan AS tentang proses audit pajak yang tidak transparan dan rumit, denda yang besar untuk kesalahan administratif, mekanisme sengketa yang panjang, dan kurangnya preseden hukum di Pengadilan Pajak. 

    Selain itu, AS juga menyebut rezim cukai saat ini mengenakan tarif pajak cukai yang lebih tinggi terhadap minuman beralkohol impor. Untuk minuman dengan kadar alkohol antara 5% dan 20%, tarif pajak cukai adalah 24% lebih tinggi untuk produk impor dibandingkan dengan produk domestik. 

    AS juga khawatir bahwa proses klaim pengembalian kelebihan atau restitusi pajak  penghasilan yang dibayar di muka pada saat impor dapat memakan waktu bertahun-tahun dan upaya yang cukup besar.

    Non Tarif

    Laporan USTR itu juga mengungkap bahwa sistem perizinan impor Indonesia terus menjadi hambatan non-tarif yang signifikan bagi bisnis AS karena banyaknya persyaratan perizinan impor yang tumpang tindih sehingga menghambat akses pasar.

    Selain itu, AS juga menyebut Indonesia memiliki rezim perizinan yang rumit dan memberatkan untuk impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewani.

    Tak hanya dari kebijakan, menurut laporan itu, perusahaan-perusahaan AS melaporkan tantangan dengan praktik bea cukai Indonesia, khususnya dengan penilaian bea masuk. Pejabat bea cukai Indonesia sering mengandalkan harga referensi daripada menggunakan nilai transaksi sebagai metode penilaian utama, seperti yang dipersyaratkan oleh Perjanjian Penilaian Bea Cukai (CVA) WTO. 

    2. Hambatan Teknis Perdagangan

    Dalam poin ini, pemerintah AS menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia yang dianggap menghambat proses masuknya barang dari negeri paman Sam. Mereka menyoroti misalnya tentang syarat cek laboratorium untuk impor mainan, sertifikasi halal hingga kebijakan mengenai pengetesan produk yang berulang-ulang.

    Sementara itu, dari sisi aturan tentang kebersihan komoditas impor, AS menyoroti tentang aturan mengenai fasilitas registrasi untuk produk yang berasal dari hewan. AS bahkan menganggap bahwa di antara semua syarat pendaftaran mitra dagang, eksportir AS mengidentifikasi persyaratan Indonesia yang paling memberatkan. 

    Fasilitas produksi susu, misalnya, diharuskan untuk lulus audit yang panjang, tetapi tidak wajib audit untuk produk hewani lainnya. Fasilitas lain (misalnya, daging dan pengolahan) diharuskan untuk menjalani inspeksi fasilitas di tempat dan tinjauan meja pasca-audit. 

    Tak hanya itu, laporan itu menyebut, Indonesia mengenakan biaya untuk biaya transportasi dan penginapan bagi pejabat Kementerian Pertanian yang melakukan inspeksi di Amerika Serikat.

    Secara total, perusahaan yang ingin mengekspor ke Indonesia dapat membayar lebih dari US$10.000 untuk setiap inspeksi di tempat dan tinjauan meja pasca-audit fasilitas. Banyak perusahaan AS yang terpengaruh adalah usaha kecil yang melaporkan bahwa biaya tersebut merupakan hambatan yang signifikan.

    3. Proyek Pemerintah 

    Laporan USTR juga menyoroti kebijakan pemerintah Indonesia yang memberikan preferensi khusus untuk mendorong pengadaan dalam negeri dan memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam pengadaan pemerintah. 

    Indonesia juga menginstruksikan departemen, lembaga, dan perusahaan pemerintah untuk memanfaatkan barang dan jasa dalam negeri semaksimal mungkin.

    4. Perlindungan Terhadap Kekayaan Intelektual 

    AS juga menyoroti tentang komitmen pemerintah Indonesia dalam melindungi kekayaan intelektual. Secara spesifik, laporan itu bahkan menyebut Pasar Mangga Dua di Jakarta masuk dalam daftar  tempat pemalsuan dan pembajakan (Daftar Pasar Terkenal) tahun 2024, bersama dengan beberapa pasar daring Indonesia. 

    Menurut laporan itu, kurangnya penegakan hukum masih menjadi masalah, dan Amerika Serikat mendesak Indonesia untuk memanfaatkan gugus tugas penegakan hukum kekayaan intelektual untuk meningkatkan kerja sama penegakan hukum di antara lembaga penegak hukum dan kementerian terkait.

    5. Hambatan di sektor Jasa 

    Ada banyak yang disorot dalam bagian ini mulai dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan 60% kuota diberikan kepada film domestik, kebijakan terkait dengan layanan pengiriman kilat atau ekspres, industri jasa keuangan terutama tentang kepemilikan asing, jasa kesehatan, waralaba dan distribusi di sektor ritel, hingga terkait jasa telekomunikasi.

    Khusus sektor telekomunikasi, laporan itu menyebut bahwa sejumlah perusahaan AS telah melaporkan bahwa, dalam beberapa kasus, Kementerian Perindustrian yang jumlah impor berdasarkan lisensi untuk melindungi ponsel, komputer genggam, dan tablet yang diproduksi secara lokal.

    Secara keseluruhan, praktik perizinan Indonesia memberlakukan hambatan yang signifikan terhadap impor ponsel, perangkat genggam, dan perangkat elektronik lainnya.

    6. Hambatan Perdagangan Digital 

    Banyak yang disorot dalam bagian ini, salah satunya tentang kekhawatiran AS terhadap pengenaan tarif terhadap barang tak berwujud berupaya produk digital seperti software dan sejenisnya. Kendati tidak dikenakan tarif, kewajiban untuk melaporkan ke otoritas kepabeanan, dianggap akan membebani secara administrasi. Terkait kategori konten terlarang dalam layanan internet juga menjadi sorotan AS. 

    7. Hambatan Investasi

    Secara spesifik pemerintah AS menyoroti konsistensi pemerintah untuk menghapus daftar negatif investasi. Pemerintah, tulis laporan itu, memang telah daftar negatif investasi tahun 2016, namun masih menyisakan sektor-sektor tertentu yang masih tunduk terhadap pembatasan kepemilikan asing atau swasta. 

    Sektor media hingga transportasi udaraz misalnya, kepemilikan asing hanya dibatasi di angka 49%. Sementara itu di sektor penyedia layanan penyiaran hanya dibatasi di angka 20%. 

    8. Subsidi 

    Pemerintah AS menuding Indonesia telah terus memberikan insentif fiskal dan non fiskal untuk manufaktur dan ekspor terkait dengan program zona pemrosesan ekspor dan zona ekonomi khusus. Amerika Serikat akan terus mendesak Indonesia untuk menyerahkan pemberitahuan WTO untuk semua program subsidinya.

    9. Hambatan Lainnya 

    Di luar 8 poin di atas, Hambatan-hambatan lain yang memicu langkah tegas pemerintah AS terhadap Indonesia mencakup banyak aspek.

    Dalam penjelasannya USTR mengemukakan bahwa meskipun Pemerintah Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki dan mengadili kasus-kasus korupsi besar, banyak pemangku kepentingan terus memandang korupsi sebagai hambatan signifikan untuk berbisnis di Indonesia. 

    Hambatan itu antara lain, koordinasi yang buruk dalam Pemerintah Indonesia; lambatnya perolehan tanah untuk proyek pembangunan infrastruktur; penegakan kontrak yang buruk; kerangka peraturan dan hukum yang tidak pasti; penilaian pajak yang tidak konsisten; dan kurangnya transparansi dalam pengembangan undang-undang dan peraturan. 

    Para pemangku kepentingan AS yang mencari bantuan hukum dalam sengketa kontrak telah melaporkan bahwa mereka sering dipaksa untuk mengajukan gugatan balik yang tidak sah dan telah menyuarakan kekhawatiran yang berkembang tentang kriminalisasi sengketa kontrak. 

    Selain itu, sejumlah kebijakan lain yang juga menjadi sorotan AS sebagai penghambat dalam perdagangan mencakup kebijakan domestic market obligation atau DMO batu bara, kontrak bagi hasil tambang minyak, hingga terkait ketentuan local content atau TKDN.

  • Deretan Kebijakan RI yang Daftar Hitam Pemerintahan Trump

    Deretan Kebijakan RI yang Masuk Daftar Hitam Pemerintahan Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Proses negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terus berlangsung di tengah semakin memanasnya tensi perang dagang.

    Indonesia sejatinya dianggap AS sebagai pasar potensial, namun di sisi lain, negeri Paman Sam itu mengeluhkan beragam kebijakan baik berupa tarif maupun non tarif, yang dianggap menghambat kepentingan AS. AS kemudian menjatuhkan tarif sebesar 32% terhadap impor barang asal Indonesia.

    Dalam catatan Bisnis, AS adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. Banyak produk Indonesia, terutama produk manufaktur, diserap oleh pasar Amerika. Pada tahun 2024 lalu, misalnya, neraca perdagangan Indonesia terhadap AS tercatat surplus sebesar US$17,9 miliar. 

    Surplus neraca perdagangan itu dipicu oleh nilai impor AS yang terlalu besar dibandingkan kinerja ekspornya. AS  tercatat mengimpor barang asal Indonesia sebesar US$28,1 miliar. Sedangkan ekspor AS ke Indonesia hanya senilai US$10,2 miliar.

    Adapun pengenaan tarif 32%, yang kemudian diketahui bertambah menjadi 47% khusus untuk tekstil dan garmen, selain untuk memperkecil defisit neraca perdagangan, juga ditujukan memperluas penyerapan produk AS ke pasar Indonesia. 

    Menariknya, di tengah proses negosiasi tarif yang telah berlangsung, AS melalui United States Trade Representative atau USTR menerbitkan sebuah laporan berjudul: 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers of the President of the United States on the Trade Agreements Program.

    Laporan ini secara umum menyoroti kebijakan pemerintah di sejumlah negara yang dianggap bertentangan dengan kepentingan AS. Ada banyak negara yang disorot dalam laporan itu, salah satunya Indonesia.

    Berikut daftar sorotan AS  terhadap kebijakan Indonesia yang dianggap menghambat perdagangan. 

    1. Kebijakan impor atau import policies. 

    Tarif & Pajak 

    Kebijakan impor ini mencakup pengenaan tarif bea masuk dan pajak impor. Namun demikian, yang paling membuat stakeholder AS khawatir antara lain, penerapan tarif Indonesia yang melebihi nilai yang ditetapkan WTO untuk kategori produk teknologi informasi dan komunikasi tertentu. 

    “Misalnya, meskipun memiliki tarif yang ditetapkan WTO sebesar nol persen untuk subpos di bawah kode Sistem Harmonisasi (HS) pos 8517, yang mencakup peralatan switching dan routing, Indonesia tampaknya menerapkan bea masuk sebesar 10 persen untuk produk-produk ini.”

    Dari sisi pajak, laporan itu menyoroti kekhawatiran perusahaan AS tentang proses audit pajak yang tidak transparan dan rumit, denda yang besar untuk kesalahan administratif, mekanisme sengketa yang panjang, dan kurangnya preseden hukum di Pengadilan Pajak. 

    Selain itu, AS juga menyebut rezim cukai saat ini mengenakan tarif pajak cukai yang lebih tinggi terhadap minuman beralkohol impor. Untuk minuman dengan kadar alkohol antara 5% dan 20%, tarif pajak cukai adalah 24% lebih tinggi untuk produk impor dibandingkan dengan produk domestik. 

    AS juga khawatir bahwa proses klaim pengembalian kelebihan atau restitusi pajak  penghasilan yang dibayar di muka pada saat impor dapat memakan waktu bertahun-tahun dan upaya yang cukup besar.

    Non Tarif

    Laporan USTR itu juga mengungkap bahwa sistem perizinan impor Indonesia terus menjadi hambatan non-tarif yang signifikan bagi bisnis AS karena banyaknya persyaratan perizinan impor yang tumpang tindih sehingga menghambat akses pasar.

    Selain itu, AS juga menyebut Indonesia memiliki rezim perizinan yang rumit dan memberatkan untuk impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewani.

    Tak hanya dari kebijakan, menurut laporan itu, perusahaan-perusahaan AS melaporkan tantangan dengan praktik bea cukai Indonesia, khususnya dengan penilaian bea masuk. Pejabat bea cukai Indonesia sering mengandalkan harga referensi daripada menggunakan nilai transaksi sebagai metode penilaian utama, seperti yang dipersyaratkan oleh Perjanjian Penilaian Bea Cukai (CVA) WTO. 

    2. Hambatan Teknis Perdagangan

    Dalam poin ini, pemerintah AS menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia yang dianggap menghambat proses masuknya barang dari negeri paman Sam. Mereka menyoroti misalnya tentang syarat cek laboratorium untuk impor mainan, sertifikasi halal hingga kebijakan mengenai pengetesan produk yang berulang-ulang.

    Sementara itu, dari sisi aturan tentang kebersihan komoditas impor, AS menyoroti tentang aturan mengenai fasilitas registrasi untuk produk yang berasal dari hewan. AS bahkan menganggap bahwa di antara semua syarat pendaftaran mitra dagang, eksportir AS mengidentifikasi persyaratan Indonesia yang paling memberatkan. 

    Fasilitas produksi susu, misalnya, diharuskan untuk lulus audit yang panjang, tetapi tidak wajib audit untuk produk hewani lainnya. Fasilitas lain (misalnya, daging dan pengolahan) diharuskan untuk menjalani inspeksi fasilitas di tempat dan tinjauan meja pasca-audit. 

    Tak hanya itu, laporan itu menyebut, Indonesia mengenakan biaya untuk biaya transportasi dan penginapan bagi pejabat Kementerian Pertanian yang melakukan inspeksi di Amerika Serikat.

    Secara total, perusahaan yang ingin mengekspor ke Indonesia dapat membayar lebih dari US$10.000 untuk setiap inspeksi di tempat dan tinjauan meja pasca-audit fasilitas. Banyak perusahaan AS yang terpengaruh adalah usaha kecil yang melaporkan bahwa biaya tersebut merupakan hambatan yang signifikan.

    3. Proyek Pemerintah 

    Laporan USTR juga menyoroti kebijakan pemerintah Indonesia yang memberikan preferensi khusus untuk mendorong pengadaan dalam negeri dan memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam pengadaan pemerintah. 

    Indonesia juga menginstruksikan departemen, lembaga, dan perusahaan pemerintah untuk memanfaatkan barang dan jasa dalam negeri semaksimal mungkin.

    4. Perlindungan Terhadap Kekayaan Intelektual 

    AS juga menyoroti tentang komitmen pemerintah Indonesia dalam melindungi kekayaan intelektual. Secara spesifik, laporan itu bahkan menyebut Pasar Mangga Dua di Jakarta masuk dalam daftar  tempat pemalsuan dan pembajakan (Daftar Pasar Terkenal) tahun 2024, bersama dengan beberapa pasar daring Indonesia. 

    Menurut laporan itu, kurangnya penegakan hukum masih menjadi masalah, dan Amerika Serikat mendesak Indonesia untuk memanfaatkan gugus tugas penegakan hukum kekayaan intelektual untuk meningkatkan kerja sama penegakan hukum di antara lembaga penegak hukum dan kementerian terkait.

    5. Hambatan di sektor Jasa 

    Ada banyak yang disorot dalam bagian ini mulai dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan 60% kuota diberikan kepada film domestik, kebijakan terkait dengan layanan pengiriman kilat atau ekspres, industri jasa keuangan terutama tentang kepemilikan asing, jasa kesehatan, waralaba dan distribusi di sektor ritel, hingga terkait jasa telekomunikasi.

    Khusus sektor telekomunikasi, laporan itu menyebut bahwa sejumlah perusahaan AS telah melaporkan bahwa, dalam beberapa kasus, Kementerian Perindustrian yang jumlah impor berdasarkan lisensi untuk melindungi ponsel, komputer genggam, dan tablet yang diproduksi secara lokal.

    Secara keseluruhan, praktik perizinan Indonesia memberlakukan hambatan yang signifikan terhadap impor ponsel, perangkat genggam, dan perangkat elektronik lainnya.

    6. Hambatan Perdagangan Digital 

    Banyak yang disorot dalam bagian ini, salah satunya tentang kekhawatiran AS terhadap pengenaan tarif terhadap barang tak berwujud berupaya produk digital seperti software dan sejenisnya. Kendati tidak dikenakan tarif, kewajiban untuk melaporkan ke otoritas kepabeanan, dianggap akan membebani secara administrasi. Terkait kategori konten terlarang dalam layanan internet juga menjadi sorotan AS. 

    7. Hambatan Investasi

    Secara spesifik pemerintah AS menyoroti konsistensi pemerintah untuk menghapus daftar negatif investasi. Pemerintah, tulis laporan itu, memang telah daftar negatif investasi tahun 2016, namun masih menyisakan sektor-sektor tertentu yang masih tunduk terhadap pembatasan kepemilikan asing atau swasta. 

    Sektor media hingga transportasi udaraz misalnya, kepemilikan asing hanya dibatasi di angka 49%. Sementara itu di sektor penyedia layanan penyiaran hanya dibatasi di angka 20%. 

    8. Subsidi 

    Pemerintah AS menuding Indonesia telah terus memberikan insentif fiskal dan non fiskal untuk manufaktur dan ekspor terkait dengan program zona pemrosesan ekspor dan zona ekonomi khusus. Amerika Serikat akan terus mendesak Indonesia untuk menyerahkan pemberitahuan WTO untuk semua program subsidinya.

    9. Hambatan Lainnya 

    Di luar 8 poin di atas, Hambatan-hambatan lain yang memicu langkah tegas pemerintah AS terhadap Indonesia mencakup banyak aspek.

    Dalam penjelasannya USTR mengemukakan bahwa meskipun Pemerintah Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki dan mengadili kasus-kasus korupsi besar, banyak pemangku kepentingan terus memandang korupsi sebagai hambatan signifikan untuk berbisnis di Indonesia. 

    Hambatan itu antara lain, koordinasi yang buruk dalam Pemerintah Indonesia; lambatnya perolehan tanah untuk proyek pembangunan infrastruktur; penegakan kontrak yang buruk; kerangka peraturan dan hukum yang tidak pasti; penilaian pajak yang tidak konsisten; dan kurangnya transparansi dalam pengembangan undang-undang dan peraturan. 

    Para pemangku kepentingan AS yang mencari bantuan hukum dalam sengketa kontrak telah melaporkan bahwa mereka sering dipaksa untuk mengajukan gugatan balik yang tidak sah dan telah menyuarakan kekhawatiran yang berkembang tentang kriminalisasi sengketa kontrak. 

    Selain itu, sejumlah kebijakan lain yang juga menjadi sorotan AS sebagai penghambat dalam perdagangan mencakup kebijakan domestic market obligation atau DMO batu bara, kontrak bagi hasil tambang minyak, hingga terkait ketentuan local content atau TKDN.

  • Korban Perang Tarif, Pesawat Boeing Kembali ke AS dari China

    Korban Perang Tarif, Pesawat Boeing Kembali ke AS dari China

    Jakarta

    Sebuah pesawat Boeing 737 MAX yang sebelumnya akan digunakan maskapai China kembali ke pusat produksi pesawat tersebut di Amerika Serikat (AS). Kembalinya pesawat tersebut karena menjadi korban perang tarif buntut kebijakan Presiden AS Donald Trump.

    Dilansir Reuters, Minggu (20/4/2025), pesawat Boeing 737 MAX awalnya dimaksudkan untuk maskapai China, Xiamen Airlines China. Boeing 737 MAX tersebut mendarat di Boeing Field Seattle pada pukul 6:11 malam (0111 GMT), menurut seorang saksi mata Reuters. Pesawat itu dicat dengan corak Xiamen.

    Pesawat itu sebelumnya melakukan pemberhentian pengisian bahan bakar di Guam dan Hawaii dalam perjalanan pulang sejauh 5.000 mil (8.000 km). Pesawat tersebut adalah salah satu dari beberapa jet 737 MAX yang menunggu di pusat penyelesaian Boeing di Zhoushan untuk pekerjaan akhir dan pengiriman ke maskapai China.

    Diketahui, Trump bulan ini menaikkan tarif dasar untuk impor China menjadi 145%. Sebagai balasan, China telah mengenakan tarif sebesar 125% atas barang-barang AS. Maskapai penerbangan Tiongkok yang menerima pengiriman jet Boeing dapat dirugikan oleh tarif tersebut, mengingat 737 MAX baru memiliki nilai pasar sekitar $55 juta, menurut IBA, sebuah konsultan penerbangan.

    Tidak jelas pihak mana yang membuat keputusan untuk mengembalikan pesawat tersebut ke AS. Boeing tidak segera menanggapi permintaan komentar. Xiamen tidak menanggapi permintaan komentar.

    Kembalinya 737 MAX, model terlaris Boeing, merupakan tanda terbaru dari gangguan terhadap pengiriman pesawat baru akibat kegagalan status bebas bea industri kedirgantaraan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Perang tarif dan perubahan arah pengiriman yang tampak terjadi saat Boeing telah pulih dari pembekuan impor jet 737 MAX selama hampir lima tahun dan serangkaian ketegangan perdagangan sebelumnya.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Setahun ke Depan, 1,2 Juta Pekerja di Indonesia Terancam Kena PHK

    Setahun ke Depan, 1,2 Juta Pekerja di Indonesia Terancam Kena PHK

    PIKIRAN RAKYAT – Sebanyak 1,2 juta pekerja di Indonesia terancam mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak dari perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ancaman ini mencakup seluruh sektor industri dalam proyeksi satu tahun ke depan, dengan subsektor tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi yang paling terdampak, yakni berpotensi kehilangan 191 ribu tenaga kerja.

    “Bisa dibilang penyerapan tenaga kerja di industri tekstil itu akan berkurang sekitar 191 ribu, ini hitungan kasar kita,” ujar pengamat ekonomi dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, di Jakarta, Minggu (20/4/2025).

    Sritex milik siapa, berikut data kepemilikan saham perusahaan yang pailit dan bangkrut hari ini, Sabtu 1 Maret 2025, ada banyak utang menggunung dengan total Rp25 triliun. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc.

    Ia menjelaskan, potensi PHK tersebut dihitung berdasarkan dampak pengenaan tarif masuk AS, ketika setiap kenaikan 1 persen tarif bisa menurunkan volume ekspor Indonesia sebesar 0,8 persen.

    Di sektor TPT, tingginya ekspor ke AS dan tekanan di pasar domestik akibat produk impor murah dari China memperburuk situasi. “Akibatnya, nilai tambah dari industri TPT bisa semakin menurun,” tambah Nailul.

    Satgas PHK

    Menanggapi kondisi ini, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu mengungkapkan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengantisipasi gelombang PHK akibat kebijakan tarif tersebut.

    “Satgas tenaga kerja dan PHK dibentuk untuk mengantisipasi dampak langsung dari kebijakan tarif ini. Pemerintah juga sedang merumuskan paket regulasi untuk sektor-sektor terdampak,” ujar Mari dalam konferensi pers daring bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Satgas ini akan fokus melindungi tenaga kerja di sektor yang paling terdampak, seperti industri garmen, alas kaki, dan perikanan.

    Selain Satgas PHK, pemerintah juga membentuk tiga satgas lain untuk menangani deregulasi, efisiensi ekonomi, dan peningkatan daya saing nasional. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka menengah untuk menekan biaya ekonomi tinggi dan meningkatkan produktivitas di tengah tekanan global.

    Dalam negosiasi dengan AS, Indonesia menargetkan kesepakatan tarif ekspor yang adil serta perlakuan non-diskriminatif terhadap produk unggulan Indonesia. Kesepakatan final ditargetkan tercapai dalam 60 hari ke depan.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada 2 April 2025 yang menetapkan tarif timbal balik atas impor dari sejumlah negara. Tarif dasar ditetapkan 10 persen, dan tarif lebih tinggi diberlakukan terhadap 57 negara yang memiliki defisit perdagangan tinggi dengan AS, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif 32 persen.

    Pada 9 April, Trump mengumumkan bahwa tarif dasar 10 persen akan berlaku selama 90 hari bagi lebih dari 75 negara yang tidak melakukan aksi balasan dan telah meminta negosiasi, kecuali China.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Harga Kedelai Naik, Perajin Tempe Bekasi Ubah Ukuran dan Kualitas

    Harga Kedelai Naik, Perajin Tempe Bekasi Ubah Ukuran dan Kualitas

    Bekasi, Beritasatu.com – Dalam dua pekan terakhir, harga kedelai impor mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan perajin tempe di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang harus memutar otak untuk tetap bertahan di tengah lonjakan biaya produksi.

    Jika sebelumnya harga kedelai berada di kisaran Rp 8.400 per kilogram, kini harganya melonjak hingga mencapai Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per kilogram.

    Kenaikan harga kedelai, yang merupakan bahan baku utama pembuatan tempe, turut berdampak pada produk akhir.

    Para perajin tempe Bekasi pun terpaksa melakukan penyesuaian, baik dari segi ukuran maupun kualitas tempe, demi menyeimbangkan biaya produksi yang meningkat.

    Sanip (60), seorang perajin tempe Bekasi yang tinggal di Kampung Cabanglio RT 003 RW 004, Desa Karangasih, Kecamatan Cikarang Utara, mengungkapkan lonjakan harga kedelai sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

    “Ya mulai merambah naik sih, dari harga standar tadi nya Rp 840.000 per kuintal, sekarang Rp 10.000 per kilogram. Tadinya berarti Rp 8.400 per kilogram. Saya kalau belanja itu kan per kuintal, kemungkinan akan naik terus,” kata Sanip saat ditemui di rumahnya, Minggu (20/4/2025).

    Sanip menduga bahwa kenaikan ini dipicu oleh kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

    Mengingat sebagian besar kedelai impor berasal dari AS, maka perubahan kebijakan negara tersebut turut berdampak pada harga kedelai di Indonesia.

    “Ya karena berita tarif itu. Sebenarnya kan belum berlaku ya kalau kata di berita itu, ditunda berapa hari itu ya, cuma dari sekarang sudah mulai mungkin persiapan kali ngadepin kenaikan yang akan datang itu,” ungkapnya.

    Untuk menyiasati peningkatan harga kedelai, Sanip mengurangi takaran dan kualitas tempe yang ia produksi.

    Ia juga terpaksa menyesuaikan harga jual, meskipun tidak terlalu besar, agar konsumen tidak lari.

    Sebelumnya, tempe berukuran satu lonjor dengan berat 3 ons dijual seharga Rp 4.000, sedangkan ukuran 5 ons dibanderol Rp 6.000.

    Kini, ia mengurangi takaran serta tidak mencuci kedelai sebersih sebelumnya guna menekan biaya produksi.

    “Sekarang kita kurangin aja timbangan sama naikan harga. Ya gak terlalu banyak sih, takut pelanggan pada kabur, yang penting kita ada kelebihan lah sedikit,” kata Sanip.

    Ia mengaku khawatir tren kenaikan harga kedelai ini akan terus berlanjut, mengingat pengalaman serupa beberapa tahun lalu ketika harga melonjak drastis.

    Jika harga kedelai tidak kunjung normal, banyak perajin tempe Bekasi mungkin tidak mampu bertahan di tengah tekanan biaya yang tinggi.

  • iPhone Buatan AS Bakal Kalah dari ‘Made in China’, Ini Alasannya

    iPhone Buatan AS Bakal Kalah dari ‘Made in China’, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar iPhone di Amerika Serikat berpotensi terganggu, imbas kebijakan tarif dagang resiprokal Presiden AS Donald Trump kepada negara-negara mitra dagang utamanya. Negara-negara yang terdampak kebijakan Trump itu merupakan pusat lini produksi Apple untuk iPhone dan Mac, seperti China, India, Vietnam, dan Thailand.

    Maka, dengan adanya tarif resiprokal tersebut, akan membuat impor produk iPhone dari China lebih mahal, sehingga harga jualnya pun terancam naik di AS. Pengenaan tarif resiprokal itu sebetulnya cara Trump supaya produksi di dalam negerinya meningkat. Pertanyaan besarnya, jika Trump ingin iPhone dan Mac diproduksi di AS, apakah mungkin?

    Penjelasan Pakar

    Menurut Profesor Emeritus Duke University, Gary Gereffi, salah satu cara yang paling realistis buat Trump untuk menggapai cita-citanya itu adalah dengan merekonstruksi rantai pasokan.

    Perusahaan bisa mengalihkan manufaktur komponen utama ke Amerika Utara. Namun, masalah lain yang jadi sorotan adalah soal tenaga kerja. Perakitan di AS bakal membutuhkan lebih banyak tenaga kerja manusia dan juga robot.

    “Kita mengalami kekurangan tenaga kerja yang sangat parah. Dan telah kehilangan seni manufaktur skala besar,” jelas profesor bisnis Universitas Johns Hopkins, Tinglong Dai, dikutip dari Wall Street Journal.

    Pabrikan perakit iPhone di China, Foxconn, memperkerjakan 300 ribu pekerja. Untuk mencapai angka perekrutan itu, akan menjadi masalah besar bagi pabrik-pabrik di AS. Belum lagi soal standar gaji dan biaya lahan yang harus digelontorkan Apple. Perlu banyak biaya membangun iPhone asli AS. Meski harganya murah jika diproduksi AS, namun kualitasnya akan lebih buruk. Setidaknya pada awal pabrikan AS berjalan.

    “AS memiliki kapasitas memproduksi komponen smartphone di sejumlah area, namun bukan yang terbaik,” jelas Dai.

    Mac Pernah Gagal Diproduksi di AS

    Artikel New York Times tahun 2019 mengungkapkan Apple pernah berencana memproduksi Mac Pro di AS. Ini menjadi yang pertama kali perangkat diproduksi di sana. Sayang rencana tersebut sulit terlaksana. Tiga orang sumber yang dikutip dari laporan mengatakan pabrikan di Austin, Texas kesulitan menemukan sekrup yang cukup.

    Laporan itu mengatakan Apple sulit melakukan produksi karena kontraktor hanya bisa memproduksi paling banyak 1.000 sekrup dalam sehari. Pada akhirnya bisa menunda penjualan perangkat selama berbulan-bulan. Masalah ini bisa terselesaikan dengan mudah di China. Apple bisa mengandalkan pabrik yang bisa memproduksi sekrup khusus dalam jumlah besar dengan waktu singkat.

    New York Times menuliskan masalah ini menggambarkan tantangan Apple jika ingin memindahkan produksi ke luar China. Apple menemukan segalanya di China, dari skala, keterampilan, infrastruktur dan biaya untuk memproduksi perangkatnya.

    (arj/haa)

  • Alarm Bahaya! Tarif Impor AS Bisa Sampai 47%, Produk Indonesia Terancam Kalah Saing

    Alarm Bahaya! Tarif Impor AS Bisa Sampai 47%, Produk Indonesia Terancam Kalah Saing

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia bisa mencapai 47% untuk sejumlah komoditas. Padahal, sebelumnya, tarif yang dikenakan hanya 32% saat kebijakan tarif resiprokal diumumkan.

    Airlangga menjelaskan, meskipun AS memberikan diskon sementara menjadi 10% selama 90 hari, produk seperti tekstil dan garmen asal Indonesia tetap terkena tarif tambahan sebesar 10–37%. Jika ditotal, tarif yang harus dibayar bisa mencapai 20–47%.

    “Meski saat ini tarif 10% untuk 90 hari, di tekstil, garmen, ini kan sudah ada tarif 10–37% maka 10% tambahan bisa 10+10 atau 37+10. Ini concern kita karena ekspor kita biayanya lebih tinggi, karena ini di-sharing kepada pembeli dan juga ke Indonesia sebagai pengirim,” ujar Airlangga, Minggu (20/4/2025).

    Ilustrasi ekspor impor.

    Produk Indonesia kalah saing

    Menurutnya, tarif tinggi ini jauh lebih besar dibandingkan tarif yang dikenakan AS pada negara-negara pesaing Indonesia. Hal ini membuat produk Indonesia kalah bersaing di pasar global, terutama di kawasan Asia Tenggara dan Asia.

    “Kami tegaskan bahwa selama ini yang tarif tidak level playing field diterapkan AS, termasuk dengan negara pesaing kita di ASEAN bisa diberikan adil, dan kita ingin diberikan tarif yang tidak lebih tinggi,” tegasnya.

    Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif dasar sebesar 32% terhadap Indonesia sebagai bagian dari kebijakan tarif resiprokal. Namun, masih ada tambahan tarif lain terhadap produk tertentu yang membuat total tarif menjadi lebih tinggi.

    Dalam pertemuan negosiasi antara Indonesia dan AS, kedua negara sepakat untuk membentuk tim teknis gabungan dari United States Trade Representative (USTR) dan Kementerian Perdagangan untuk membahas tarif ini lebih lanjut.

    Airlangga menyebut bahwa kedua pihak telah menyepakati kerangka atau framework perjanjian kerja sama. Perjanjian ini akan mencakup kemitraan di bidang perdagangan, investasi, mineral penting, serta penguatan rantai pasok.

    “Kami berharap dalam 60 hari, kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat,” pungkasnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News