Tag: Donald Trump

  • Zelensky Ragu Pertemuan AS-Rusia Bisa Setop Perang Ukraina, Minta Putin Ditekan

    Zelensky Ragu Pertemuan AS-Rusia Bisa Setop Perang Ukraina, Minta Putin Ditekan

    Jakarta

    Utusan Rusia kembali melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) di Miami untuk membahas terkait mengakhiri perang Ukraina. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menyatakan skeptis mengenai pembicaraan antara beberapa negara itu untuk mengakhiri perang di negaranya.

    “Saya tidak yakin ada sesuatu yang baru yang bisa dihasilkan,” kata Zelensky dilansir kantor berita AFP, Minggu (21/12/2025).

    Zelensky meminta AS untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Rusia untuk mengakhiri perang. Zelensky juga mengatakan bahwa AS telah mengusulkan negosiasi tatap muka pertama antara Ukraina dan Rusia dalam setengah tahun, tetapi dia skeptis bahwa hal itu akan membantu.

    Zelensky menyebut, hanya Amerika Serikat yang mampu membujuk Rusia untuk mengakhiri perang. Dia meminta Amerika untuk meningkatkan tekanan pada Moskow untuk mewujudkannya.

    “Amerika harus dengan jelas mengatakan jika bukan diplomasi, maka akan ada tekanan penuh… Putin belum merasakan tekanan yang seharusnya ada,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, utusan Rusia, Kirill Dmitriev, tiba di Miami di mana tim Ukraina dan Eropa juga telah berkumpul untuk negosiasi. Pertemuan ini dimediasi oleh utusan khusus AS, Steve Witkoff dan menantu Presiden Donald Trump, Jared Kushner.

    Namun, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada hari Jumat berjanji untuk tidak memaksa Ukraina untuk membuat kesepakatan apapun, tanpa persetujuan.

    (wnv/wnv)

  • Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Jakarta

    Demi “menghindari konflik bersenjata” antara Washington dan Caracas, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan diri menjadi mediator antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela. AS dan Venezuela bersitegang beberapa waktu terakhir.

    Seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), Lula da Silva, yang merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di Amerika Latin, mengatakan kepada wartawan bahwa Brasil “sangat khawatir” tentang krisis yang semakin meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Tokoh sayap kiri berusia 80 tahun itu mengungkapkan bahwa dirinya telah memberitahu Trump jika “masalah tidak akan terselesaikan dengan baku tembak, bahwa lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi”.

    Lula da Silva juga mengatakan dirinya telah menawarkan bantuan Brasil kepada kedua pemimpin untuk “menghindari konflik bersenjata di Amerika Latin” dan mungkin akan berbicara lagi dengan Trump sebelum Natal untuk menyampaikan kembali tawarannya.

    “Agar kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik dan bukan perang saudara,” ujarnya.

    “Saya siap membantu Venezuela dan AS untuk berkontribusi pada solusi damai di benua kita,” tegas Lula da Silva dalam pernyataannya.

    Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan narkoba. AS telah melancarkan rentetan serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menyita kapal tanker minyak, dan menjatuhkan sanksi kepada kerabat Maduro.

    Trump juga mengawasi pengerahan militer besar-besaran di lepas pantai Venezuela, dan pekan ini mengumumkan blokade terhadap “kapal minyak yang dikenai sanksi” yang berlayar dari dan ke Caracas.

    Sementara Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan rezimnya, bukan hanya memerangi perdagangan narkoba.

    Lula da Silva, dalam pernyataannya, mengakui dirinya khawatir tentang apa yang ada di balik operasi militer AS di kawasan Amerika Latin.

    “Ini tidak mungkin hanya tentang menggulingkan Maduro. Apa kepentingan lainnya yang belum kita ketahui?” ucapnya, sembari menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu soal minyak Venezuela, atau mineral penting, atau logam tanah jarang.

    “Tidak ada yang pernah mengatakan secara konkret mengapa perang ini diperlukan,” kata Lula da Silva.

    Halaman 2 dari 2

    (kny/jbr)

  • Beringas AS Bombardir ISIS di Suriah Usai 3 Warganya Tewas

    Beringas AS Bombardir ISIS di Suriah Usai 3 Warganya Tewas

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) membombardir lebih dari 70 target kelompok radikal Islamic State (ISIS) di wilayah Suriah. Gempuran pada Jumat (19/12) waktu itu untuk membalas serangan yang menewaskan tiga warga AS, termasuk dua tentara, di Suriah akhir pekan lalu.

    Seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), Komando Pusat AS (CENTCOM) mengatakan bahwa sebagai respons, AS telah “menyerang lebih dari 70 target di berbagai lokasi di wilayah Suriah bagian tengah dengan jet tempur, helikopter serbu, dan artileri”.

    “Operasi tersebut menggunakan lebih dari 100 amunisi presisi yang menargetkan infrastruktur dan situs-situs senjata ISIS yang diketahui,” kata CENTCOM dalam pernyataannya.

    CENTCOM juga menambahkan bahwa AS dan pasukan sekutunya telah “melakukan 10 operasi di Suriah dan Irak yang mengakibatkan kematian atau penahanan 23 pelaku teroris” menyusul serangan di Palmyra. Tidak disebutkan lebih lanjut kelompok mana yang menjadi afiliasi para militan tersebut.

    Otoritas Washington mengatakan seorang pria bersenjata dari ISIS yang bertindak sendirian mendalangi serangan pada 13 Desember lalu di area Palmyra — rumah bagi reruntuhan kuno yang terdaftar di UNESCO dan pernah dikuasai para petempur ISIS — yang menewaskan dua tentara AS dan satu warga sipil AS.

    Warga-warga AS yang tewas dalam serangan Palmyra pada akhir pekan lalu terdiri atas dua sersan Garda Nasional Iowa, William Howard dan Edgar Torres Tovar, serta seorang warga sipil bernama Ayad Mansoor Sakat yang berasal dari Michigan dan bekerja sebagai penerjemah.

    Serangan yang menewaskan tiga warga AS itu merupakan insiden pertama sejak penggulingan penguasa lama Suriah, Bashar al-Assad, pada Desember tahun lalu. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah, Noureddine al-Baba, mengatakan pelakunya adalah anggota pasukan keamanan yang akan dipecat karena “ide-ide ekstremis Islamis-nya”.

    Para personel AS yang menjadi target serangan itu merupakan personel yang mendukung Operation Inherent Resolve, upaya internasional untuk memerangi ISIS, yang merebut sebagian besar wilayah Suriah dan Irak pada tahun 2014.

    Kelompok radikal itu telah dikalahkan oleh pasukan darat lokal, yang didukung serangan udara internasional dan dukungan lainnya, tetapi ISIS masih memiliki kehadiran di Suriah.

    Kementerian Luar Negeri Suriah, meskipun tidak secara langsung mengomentari serangan pada Jumat (19/12), mengatakan dalam sebuah postingan via media sosial X bahwa negaranya berkomitmen untuk memerangi ISIS.

    Ditegaskan juga oleh Kementerian Luar Negeri Suriah bahwa pihaknya “memastikan kelompok tersebut tidak memiliki tempat perlindungan yang aman di wilayah Suriah, dan akan terus mengintensifkan operasi militer terhadapnya di mana pun kelompok tersebut menimbulkan ancaman”.

    Peringatan Keras dari Trump

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan militer Washington telah melancarkan “pembalasan yang sangat serius” terhadap kelompok radikal Islamic State (ISIS) di Suriah, setelah serangan yang menewaskan tiga warga AS. Trump memperingatkan bahwa siapa pun yang menyerang atau mengancam AS, akan dihantam lebih keras.

    “Dengan ini saya mengumumkan bahwa Amerika Serikat melancarkan pembalasan yang sangat serius, seperti yang telah saya janjikan, terhadap para teroris pembunuh yang bertanggung jawab,” kata Trump dalam postingan Truth Social, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025).

    “Kita menyerang dengan sangat kuat terhadap benteng-benteng ISIS di Suriah, tempat yang berlumuran darah dan memiliki banyak masalah, tetapi memiliki masa depan yang cerah jika ISIS dapat diberantas,” sebutnya.

    Lebih lanjut, Trump melontarkan peringatan terbaru bagi siapa pun, terutama para teroris, yang menyerang atau mengancam AS.

    “Semua teroris yang cukup jahat untuk menyerang warga Amerika dengan ini diperingatkan — ANDA AKAN DIHANTAM LEBIH KERAS DARIPADA YANG PERNAH ANDA ALAMI SEBELUMNYA JIKA ANDA, DENGAN CARA APA PUN, MENYERANG ATAU MENGANCAM AMERIKA SERIKAT,” tegasnya.

    5 Militan ISIS di Suriah Tewas Digempur AS

    Sedikitnya lima militan Islamic State (ISIS) tewas dalam gempuran militer AS di wilayah Suriah. Gempuran Washington itu merupakan balasan atas serangan akhir pekan lalu yang menewaskan tiga warga negaranya.

    Kepala kelompok pemantau Syrian Observatory for Human Rights, Rami Abdel Rahman, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12), melaporkan bahwa gempuran-gempuran AS itu memakan korban jiwa di wilayah Provinsi Deir Ezzor, Suriah bagian timur.

    “Setidaknya lima anggota kelompok Islamic State tewas,” sebut Rahman dalam pernyataan kepada AFP.

    Salah satu korban tewas, menurut Rahman, merupakan seorang pemimpin sel ISIS yang bertanggung jawab atas operasional drone di area tersebut.

    Seorang sumber keamanan Suriah mengatakan kepada AFP bahwa serangan-serangan AS menargetkan sel-sel ISIS di area gurun Badia yang luas, termasuk di Provinsi Homs, Deir Ezzor, dan Raqa. Disebutkan sumber keamanan tersebut bahwa serangan itu tidak mencakup operasi darat.

    Sebagian besar target serangan, menurut sumber tersebut, berada di area pegunungan yang membentang di sebelah utara Palmyra, termasuk menuju Deir Ezzor.

    Halaman 2 dari 3

    (kny/jbr)

  • Negara Maju Kian Batasi Pekerja Asing Meski Fatal Bagi Ekonomi

    Negara Maju Kian Batasi Pekerja Asing Meski Fatal Bagi Ekonomi

    Washington DC

    Negara-negara dengan mesin ekonomi terbesar di dunia membutuhkan pekerja asing, terlepas dari sentimen anti-migrasi semakin meningkat, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Namun, sebuah laporan yang dirilis bulan lalu menunjukkan bahwa migrasi tenaga kerja secara global menurun, bahkan saat perekonomian dengan masyarakat yang menua menghadapi kekurangan tenaga kerja yang semakin pelik.

    Penurunan ini dimulai jauh sebelum terpilihnya kembali Donald Trump, yang berkampanye tahun lalu dengan janji untuk memangkas imigrasi secara drastis.

    Menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang melacak kebijakan ekonomi dan sosial global, migrasi terkait pekerjaan ke 38 negara anggotanya turun lebih dari seperlima tahun lalu (21%).

    Laporan International Migration Outlook 2025 dari OECD menemukan bahwa penurunan ini lebih disebabkan oleh meningkatnya oposisi politik terhadap imigrasi dan pembatasan visa yang lebih ketat di negara maju lain, daripada berkurangnya permintaan. Migrasi kerja sementara justru terus meningkat.

    Penurunan dipicu oleh dua negara

    “Kebanyakan penurunan … dalam migrasi tenaga kerja permanen disebabkan oleh perubahan kebijakan di Inggris dan Selandia Baru,” kata Ana Damas de Matos, analis kebijakan senior di OECD, kepada DW. “Di kedua kasus tersebut, migrasi tenaga kerja permanen tetap di atas tingkat 2019.”

    Di Selandia Baru, penurunan terkait dengan berakhirnya jalur residensi pasca-pandemi yang bersifat satu kali, yang memungkinkan lebih dari 200.000 migran sementara dan tanggungan mereka menetap secara permanen. Skema residensi terbesar negara itu ditutup pada Juli 2022.

    Setelah Brexit, Inggris mereformasi jalur visa Pekerja Kesehatan dan Perawatan, memperketat kelayakan pemberi kerja dan melarang tanggungan, yang mengakibatkan penurunan tajam dalam permohonan visa. OECD menyoroti sektor kesehatan sebagai area di mana pembatasan ini berisiko memperdalam kekurangan tenaga kerja.

    “Jalur dari mahasiswa ke pekerjaan kini dibatasi,” kata Sharma kepada DW. “Ketika itu terjadi, permohonan akan melambat, karena orang India, misalnya, tidak akan mengeluarkan banyak uang untuk pendidikan di luar negeri jika tidak ada kepastian hasil investasi.”

    Laporan OECD menunjukkan bahwa India merupakan negara asal terbesar bagi pekerja migran yang menetap di negara anggota OECD dengan 600.000 orang tahun lalu, diikuti oleh China dan Rumania.

    Pembatasan visa AS bagi pekerja terampil mengancam sektor teknologi

    Di AS, batas ketat pada visa H-1B, program utama yang memungkinkan profesional asing di bidang teknologi, teknik, dan kedokteran bekerja di negara itu, diperkenalkan di bawah pemerintahan Biden. Trump sejak itu telah meningkatkan biaya visa bagi pemberi kerja menjadi $100.000 (sekitar Rp 1,67 miliar), naik dari $2.000–$5.000. Agenda besarnya lebih menekankan pada pembatasan jalur permanen.

    Sementara itu, Australia menaikkan ambang gaji untuk visa terampil, sedangkan Kanada menyesuaikan jalur untuk pekerja sementara, yang juga berkontribusi pada penurunan migrasi terkait pekerjaan secara luas. Negara-negara Nordik juga mencatat penurunan besar, dengan Finlandia mencatat penurunan 36% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Di Jerman, kebijakan imigrasi yang lebih ketat dari mantan Kanselir Olaf Scholz menyebabkan penurunan 12% dalam masuknya migran permanen tahun lalu, ketika 586.000 pekerja asing masuk ke negara itu. Jumlah orang yang datang dengan visa kerja turun 32% dibandingkan tahun sebelumnya. Reformasi ini diperluas oleh pemerintah penerusnya, Friedrich Merz.

    Herbert Brücker, profesor ekonomi di Universitas Humboldt Berlin, berpikir bahwa penurunan ini akan menimbulkan masalah bagi ekonomi Jerman.

    “Selama bertahun-tahun, Jerman mendapat rata-rata migrasi 550.000 orang per tahun,” kata Brücker kepada DW. “Kita membutuhkan migrasi untuk menggantikan pekerja yang pensiun. Tanpa itu, kita tidak dapat menjaga pasokan tenaga kerja tetap stabil.”

    Permintaan migran yang tinggi di Eropa

    Di seluruh Uni Eropa, sekitar dua pertiga pekerjaan yang tercipta antara 2019 dan 2023 diisi oleh warga non-UE, menurut Dana Moneter Internasional (IMF), menekankan betapa Eropa sudah bergantung pada tenaga kerja migran.

    Secara global, ada 167,7 juta pekerja migran pada 2022, menurut perkiraan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Ini merupakan 4,7% dari total tenaga kerja global. Lebih dari dua pertiga dari mereka (114,7 juta) tinggal di negara berpenghasilan tinggi.

    Meskipun terjadi penurunan tahun lalu, migrasi terkait pekerjaan global tetap di atas tingkat pra-pandemi. Namun laporan OECD mengungkapkan bahwa aliran migrasi tersebut dapat secara tiba-tiba dibatasi oleh resistensi politik, dipicu oleh ketakutan terhadap migrasi ilegal, bukan oleh permintaan ekonomi yang tetap tinggi.

    Agenda masa jabatan kedua Trump memperkuat dinamika ini, dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan sejak ia kembali menjabat pada Januari untuk membatasi baik imigrasi legal maupun ilegal. Pemerintahan Trump berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk melindungi pekerja AS dan memastikan sistem berbasis keterampilan.

    Visa sementara dibanding jalur permanen

    Migrasi tenaga kerja sementara atau musiman tetap stabil tahun lalu meski masuknya pekerja permanen menurun, menurut laporan OECD, mencerminkan preferensi pemerintah terhadap skema jangka pendek yang dapat diperluas atau dikurangi sesuka hati.

    “Keinginannya adalah: ‘Mari kita datangkan orang saat kita mau dan tutup pintu saat kita tidak mau. Tapi jangan biarkan ‘orang berbeda’ tinggal permanen di negeri kita’,” keluh Sharma.

    Program pekerja musiman dan sementara tetap diminati di Australia, Eropa, dan Amerika Utara, di mana pemberi kerja di sektor pertanian, perawatan, dan konstruksi telah mengisi kekosongan tenaga kerja. OECD mencatat bahwa program migrasi sementara juga semakin digunakan untuk pekerja teknologi dan terampil tinggi lainnya.

    Birokrasi membuat migran tetap bekerja di pekerjaan rendah

    Selain menarik lebih banyak migran kerja, OECD mendorong negara maju untuk fokus pada integrasi mereka ke dalam pasar tenaga kerja. Organisasi ini menyebut pelatihan bahasa dan akses ke layanan sosial sebagai syarat penting, bersama dengan pengakuan keterampilan dan kualifikasi, agar pekerja asing dapat berkontribusi sepenuhnya di negara tuan rumah mereka. Seringkali, mereka bekerja di pekerjaan yang jauh lebih rendah dari kualifikasi mereka.

    Brücker, yang juga kepala penelitian migrasi di Institute for Employment Research (IAB) Jerman, mencatat bahwa reformasi yang dimaksudkan untuk membuat ekonomi terbesar Eropa lebih menarik tidak berhasil karena proses persetujuan yang lambat dan birokratis.

    “Pengakuan gelar dan pelatihan vokasi memakan waktu bertahun-tahun dan itu menyulitkan pekerja terampil datang,” katanya kepada DW. Akibatnya, saat ini kita kekurangan sekitar tiga juta pekerja.

    Para pembuat kebijakan juga didorong untuk menciptakan jalur yang lebih jelas yang memungkinkan pekerja migran sementara beralih ke status permanen, sehingga keterampilan mereka dapat dimanfaatkan sepenuhnya dan mengurangi kekurangan tenaga kerja.

    Meskipun Trump sering berbicara positif tentang perlunya migrasi berbasis keterampilan, tahun pertamanya kembali di Gedung Putih ditandai oleh upaya untuk membongkar jalur tersebut, memperkuat kesenjangan antara kebutuhan ekonomi dan kehendak politik.

    Sharma mencatat bahwa retorika sering marah dari Trump dan politisi sayap kanan lainnya mengenai imigrasi mengirimkan “gelombang kejut” secara internasional, membentuk persepsi di India dan negara lain.

    “Pesan yang sampai adalah bahwa ini negara yang tidak ramah, di mana sulit mendapatkan pekerjaan … narasi itu sangat berperan dalam pergerakan migrasi,” kata Sharma kepada DW, menambahkan bahwa jika AS terus membatasi imigrasi terkait pekerjaan, hal itu bisa menyebabkan lebih banyak aliran migran ilegal.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rahka Susanto
    Editor: Rizki Nugraha

    (nvc/nvc)

  • Beringas AS Bombardir ISIS di Suriah Usai 3 Warganya Tewas

    5 Militan ISIS Tewas Digempur AS di Suriah

    Damaskus

    Sedikitnya lima militan Islamic State (ISIS) tewas akibat gempuran militer Amerika Serikat (AS) di wilayah Suriah. Gempuran Washington itu merupakan balasan atas serangan akhir pekan lalu yang menewaskan tiga warga negaranya.

    AS mengatakan bahwa seorang pria bersenjata dari ISIS, yang bertindak sendirian, mendalangi serangan yang menewaskan dua tentara AS dan satu warga sipil AS di area Palmyra, Suriah, pada 13 Desember lalu.

    Komando Pusat AS (CENTCOM) melaporkan bahwa militer Washington telah “menyerang lebih dari 70 target di berbagai lokasi di wilayah Suriah bagian tengah dengan jet tempur, helikopter serbu, dan artileri”. Serangan-serangan itu menargetkan “infrastruktur dan situs-situs senjata ISIS”.

    Kepala kelompok pemantau Syrian Observatory for Human Rights, Rami Abdel Rahman, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), melaporkan bahwa gempuran-gempuran AS itu memakan korban jiwa di wilayah Provinsi Deir Ezzor, Suriah bagian timur.

    “Setidaknya lima anggota kelompok Islamic State tewas,” sebut Rahman dalam pernyataan kepada AFP.

    Salah satu korban tewas, menurut Rahman, merupakan seorang pemimpin sel ISIS yang bertanggung jawab atas operasional drone di area tersebut.

    Seorang sumber keamanan Suriah mengatakan kepada AFP bahwa serangan-serangan AS menargetkan sel-sel ISIS di area gurun Badia yang luas, termasuk di Provinsi Homs, Deir Ezzor, dan Raqa. Disebutkan sumber keamanan tersebut bahwa serangan itu tidak mencakup operasi darat.

    Sebagian besar target serangan, menurut sumber tersebut, berada di area pegunungan yang membentang di sebelah utara Palmyra, termasuk menuju Deir Ezzor.

    Presiden Donald Trump, dalam postingan Truth Social-nya, mengatakan militer AS telah melancarkan “pembalasan yang sangat serius” terhadap ISIS. Trump memperingatkan bahwa siapa pun yang menyerang atau mengancam AS, akan dihantam lebih keras.

    “Semua teroris yang cukup jahat untuk menyerang warga Amerika dengan ini diperingatkan — ANDA AKAN DIHANTAM LEBIH KERAS DARIPADA YANG PERNAH ANDA ALAMI SEBELUMNYA JIKA ANDA, DENGAN CARA APA PUN, MENYERANG ATAU MENGANCAM AMERIKA SERIKAT,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Presiden Brasil Tawarkan Diri Jadi Mediator Trump-Maduro Demi Cegah Perang

    Brasilia

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan diri untuk menjadi mediator antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela, yang bersitegang beberapa waktu terakhir. Lula da Silva mengatakan dirinya bersedia menjadi mediator demi “menghindari konflik bersenjata” antara Washington dan Caracas.

    Lula da Silva, yang merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di Amerika Latin, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), mengatakan kepada wartawan bahwa Brasil “sangat khawatir” tentang krisis yang semakin meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Tokoh sayap kiri berusia 80 tahun itu mengungkapkan bahwa dirinya telah memberitahu Trump jika “masalah tidak akan terselesaikan dengan baku tembak, bahwa lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi”.

    Lula da Silva juga mengatakan dirinya telah menawarkan bantuan Brasil kepada kedua pemimpin untuk “menghindari konflik bersenjata di Amerika Latin” dan mungkin akan berbicara lagi dengan Trump sebelum Natal untuk menyampaikan kembali tawarannya.

    “Agar kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik dan bukan perang saudara,” ujarnya.

    “Saya siap membantu Venezuela dan AS untuk berkontribusi pada solusi damai di benua kita,” tegas Lula da Silva dalam pernyataannya.

    Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan narkoba. AS telah melancarkan rentetan serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menyita kapal tanker minyak, dan menjatuhkan sanksi kepada kerabat Maduro.

    Trump juga mengawasi pengerahan militer besar-besaran di lepas pantai Venezuela, dan pekan ini mengumumkan blokade terhadap “kapal minyak yang dikenai sanksi” yang berlayar dari dan ke Caracas.

    Sementara Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan rezimnya, bukan hanya memerangi perdagangan narkoba.

    Lula da Silva, dalam pernyataannya, mengakui dirinya khawatir tentang apa yang ada di balik operasi militer AS di kawasan Amerika Latin.

    “Ini tidak mungkin hanya tentang menggulingkan Maduro. Apa kepentingan lainnya yang belum kita ketahui?” ucapnya, sembari menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu soal minyak Venezuela, atau mineral penting, atau logam tanah jarang.

    “Tidak ada yang pernah mengatakan secara konkret mengapa perang ini diperlukan,” kata Lula da Silva.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Brasil Ambil Peran Cegah Amerika dan Venezuela Berperang

    Presiden Brasil Tawarkan Diri Jadi Mediator Trump-Maduro Demi Cegah Perang

    Brasilia

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menawarkan diri untuk menjadi mediator antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela, yang bersitegang beberapa waktu terakhir. Lula da Silva mengatakan dirinya bersedia menjadi mediator demi “menghindari konflik bersenjata” antara Washington dan Caracas.

    Lula da Silva, yang merupakan salah satu pemimpin paling berpengaruh di Amerika Latin, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), mengatakan kepada wartawan bahwa Brasil “sangat khawatir” tentang krisis yang semakin meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

    Tokoh sayap kiri berusia 80 tahun itu mengungkapkan bahwa dirinya telah memberitahu Trump jika “masalah tidak akan terselesaikan dengan baku tembak, bahwa lebih baik duduk bersama untuk mencari solusi”.

    Lula da Silva juga mengatakan dirinya telah menawarkan bantuan Brasil kepada kedua pemimpin untuk “menghindari konflik bersenjata di Amerika Latin” dan mungkin akan berbicara lagi dengan Trump sebelum Natal untuk menyampaikan kembali tawarannya.

    “Agar kita dapat mencapai kesepakatan diplomatik dan bukan perang saudara,” ujarnya.

    “Saya siap membantu Venezuela dan AS untuk berkontribusi pada solusi damai di benua kita,” tegas Lula da Silva dalam pernyataannya.

    Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin kartel perdagangan narkoba. AS telah melancarkan rentetan serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menyita kapal tanker minyak, dan menjatuhkan sanksi kepada kerabat Maduro.

    Trump juga mengawasi pengerahan militer besar-besaran di lepas pantai Venezuela, dan pekan ini mengumumkan blokade terhadap “kapal minyak yang dikenai sanksi” yang berlayar dari dan ke Caracas.

    Sementara Maduro menuduh AS berupaya menggulingkan rezimnya, bukan hanya memerangi perdagangan narkoba.

    Lula da Silva, dalam pernyataannya, mengakui dirinya khawatir tentang apa yang ada di balik operasi militer AS di kawasan Amerika Latin.

    “Ini tidak mungkin hanya tentang menggulingkan Maduro. Apa kepentingan lainnya yang belum kita ketahui?” ucapnya, sembari menambahkan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu soal minyak Venezuela, atau mineral penting, atau logam tanah jarang.

    “Tidak ada yang pernah mengatakan secara konkret mengapa perang ini diperlukan,” kata Lula da Silva.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Trump Akui Tak Kesampingkan Perang dengan Venezuela

    Trump Akui Tak Kesampingkan Perang dengan Venezuela

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membiarkan kemungkinan tetap terbuka untuk perang melawan Venezuela. Trump mengatakan bahwa Washington tidak mengesampingkan kemungkinan tindakan militer terhadap Caracas.

    Ketegangan antara Trump dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro mencapai titik kritis beberapa waktu terakhir, terutama setelah Presiden AS itu membahas soal kehadiran angkatan laut besar-besaran yang mengepung Caracas dan memerintahkan blokade total terhadap kapal tanker minyak di negara tersebut.

    Saat ditanya dalam wawancara dengan media terkemuka AS, NBC News, soal potensi terjadinya perang dengan Venezuela, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Sabtu (20/12/2025), Trump mengatakan: “Saya tidak mengesampingkannya, tidak.”

    Trump menolak untuk mengatakan secara jelas apakah dirinya ingin menggulingkan Maduro, meskipun dalam wawancara sebelumnya dia menyebut kekuasaan Presiden Venezuela itu tinggal “menghitung hari”.

    “Dia (Maduro-red) mengetahui persis apa yang saya inginkan,” ucap Trump, sembari mengisyaratkan penyitaan tambahan terhadap kapal tanker minyak.

    “Dia mengetahui lebih baik daripada siapa pun,” sebutnya.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio juga menolak untuk menjawab secara eksplisit ketika ditanya wartawan soal apakah AS bermaksud menggulingkan rezim Maduro.

    “Jelas bahwa status quo saat ini dengan rezim Venezuela tidak dapat ditoleransi oleh Amerika Serikat,” ucapnya. “Jadi iya, tujuan kami adalah untuk mengubah dinamika itu, dan itulah mengapa presiden melakukan apa yang dia lakukan,” kata Rubio merujuk pada Trump.

    Trump, awal pekan ini, menyatakan bahwa Venezuela “sepenuhnya dikelilingi oleh armada terbesar yang pernah dikumpulkan dalam sejarah Amerika Selatan”. Dia bersumpah bahwa AS akan menghentikan pengiriman minyak Venezuela, yang dia gambarkan sebagai penegakan sanksi yang diberlakukan secara sepihak oleh Washington.

    Rubio menambahkan: “Tidak ada yang akan menghalangi kemampuan kami untuk menegakkan hukum AS dalam hal sanksi.”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Pemerintahan Trump Mulai Rilis Dokumen Epstein ke Publik

    Pemerintahan Trump Mulai Rilis Dokumen Epstein ke Publik

    Washington DC

    Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mulai merilis sejumlah besar dokumen yang ditunggu-tunggu sejak lama dari penyelidikan kasus Jeffrey Epstein, pelaku kejahatan seksual yang meninggal di dalam penjara. Kasus Epstein tergolong sangat sensitif secara politik karena menyeret nama-nama besar.

    Dokumen-dokumen kasus Epstein, seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), dirilis ke publik mulai Jumat (19/12) waktu setempat, dengan banyak berkas yang disensor oleh Departemen Kehakiman AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

    Di antara materi yang diungkap ke publik itu terdapat beberapa foto yang menunjukkan mantan Presiden Bill Clinton dan tokoh-tokoh terkenal lainnya, termasuk vokalis Rolling Stones Mick Jagger, sedang bersama Epstein.

    Namun penyensoran sebagian besar dokumen — dikombinasikan dengan kontrol ketat oleh para pejabat pemerintahan Trump — telah memicu keraguan apakah pengungkapan ini akhirnya akan meredam teori konspirasi yang telah lama beredar mengenai upaya menutup-nutupi kasus tingkat tinggi.

    Kendati demikian, dokumen-dokumen itu diharapkan dapat mengungkap hubungan dekat antara Epstein, yang dulunya seorang pemodal terkemuka AS, dengan orang-orang kaya, terkenal, dan berpengaruh, termasuk Trump.

    Dokumen yang dirilis oleh Departemen Kehakiman AS pada Jumat (19/12) waktu setempat mencakup tujuh halaman yang mencantumkan 254 tukang pijak wanita — setiap nama disensor dengan garis hitam tebal dan diberi penjelasan bahwa “disunting untuk melindungi informasi korban potensial”.

    Beberapa dokumen lainnya berisi puluhan foto yang disensor, yang menunjukkan sosok telanjang atau berpakaian minim. Foto-foto lainnya menunjukkan Epstein dan para rekannya, wajah mereka diburamkan, dengan menenteng senjata api.

    Sejumlah foto yang belum pernah dilihat sebelumnya termasuk satu foto yang menunjukkan Bill Clinton, yang tampak lebih mudah, sedang bersandar di bak mandi air panas, dengan sebagian foto disensor dengan kotak persegi panjang hitam yang mencolok.

    Dalam satu foto lainnya, Bill Clinton terlihat sedang berenang bersama seorang wanita berambut gelap, yang tampaknya adalah Ghislaine Maxwell, mantan kekasih Epstein yang juga kaki tangannya.

    Maxwell, yang berusia 63 tahun, menjadi satu-satunya orang yang dihukum terkait kasus Epstein. Dia kini sedang menjalani masa hukuman 20 tahun penjara atas tuduhan merekrut gadis-gadis di bawah umur untuk Epstein, yang meninggal di sel tahanan New York pada tahun 2019 saat menunggu persidangan atas tuduhan perdagangan seks.

    Gedung Putih langsung memanfaatkan kemunculan foto Bill Clinton tersebut. “Sick Willy! @BillClinton sedang bersantai, tanpa beban sedikit pun. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi…” tulis Direktur Komunikasi Gedung Putih, Steven Cheung, dalam postingan media sosial X.

    “Astaga!” imbuh Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam komentar terpisah.

    Trump, yang dulunya teman dekat Epstein, awalnya berjuang selama berbulan-bulan untuk mencegah dirilisnya dokumen kasus Epstein, yang kematiannya di penjara dinyatakan sebagai bunuh diri.

    Namun pada akhirnya, Trump menyerah pada tekanan parlemen AS, termasuk dari Partai Republik yang menaungi dirinya, dan pada bulan lalu menandatangani undang-undang yang mewajibkan publikasi dokumen Epstein tersebut.

    Hari Jumat (19/12) waktu setempat merupakan batas waktu yang ditetapkan oleh Kongres AS untuk dirilisnya dokumen Epstein. Wakil Jaksa Agung AS Todd Blanche mengatakan bahwa ratusan ribu dokumen dirilis pada Jumat (19/12) dan lebih banyak lagi akan dirilis dalam beberapa pekan mendatang.

    Dia menambahkan bahwa jaksa memiliki keleluasaan untuk menahan materi terkait penyelidikan aktif dan dokumen-dokumen yang dirilis akan disunting untuk melindungi identitas ratusan korban Epstein. Dia juga mengatakan “tidak ada dakwaan baru” yang akan diajukan.

    Sementara itu, bagi publik dan para korban, dirilisnya dokumen Epstein ini menandai peluang paling jelas untuk saat ini dalam mengungkap skandal tersebut. Dokumen yang diungkap ini dapat memperjelas bagaimana Epstein beroperasi, siapa yang membantunya, dan mengapa jaksa menunda selama bertahun-tahun sebelum menjeratkan dakwaan pidana terhadapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Euro Digital Jadi Senjata Uni Eropa Kurangi Dominasi Sistem Pembayaran AS

    Euro Digital Jadi Senjata Uni Eropa Kurangi Dominasi Sistem Pembayaran AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Negara-negara  Uni Eropa resmi menyatukan sikap soal euro digital sebagai upaya menjaga kedaulatan moneter dan mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran Amerika Serikat.

    Melansir Bloomberg pada Sabtu (20/12/2025), Menteri Ekonomi Denmark Stephanie Lose mengatakan, euro digital merupakan langkah penting menuju sistem pembayaran Eropa yang lebih kuat dan kompetitif, serta dapat berkontribusi pada otonomi strategis dan keamanan ekonomi Eropa.

    “Hal ini juga sekaligus memperkuat peran internasional euro,” ujarnya dalam pernyataan yang dirilis Dewan Uni Eropa pada Jumat (19/12/2025) waktu setempat.

    Sebagai informasi, Denmark saat ini tengah memegang presidensi bergilir Dewan Uni Eropa.

    Mandat negosiasi Dewan UE menegaskan bahwa baik moda fungsi daring maupun luring diperlukan dan bersifat esensial, sehingga keduanya harus tersedia sejak penerbitan pertama euro digital. 

    Sikap tersebut sejalan dengan pandangan Bank Sentral Eropa (ECB), namun bertentangan dengan usulan Fernando Navarrete, salah satu anggota parlemen UE yang menjadi tokoh utama dalam pembahasan euro digital.

    ECB pertama kali meluncurkan inisiatif euro digital pada 2021, tetapi hingga kini masih menunggu kerangka hukum yang diperlukan. Komisi Eropa telah mengajukan proposal pada 2023, tetapi negara-negara anggota membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk mencapai kesepakatan mengenai pendekatan bersama. 

    Tahap berikutnya, Parlemen Eropa perlu merampungkan posisinya sebelum perundingan antara para legislator dan Dewan UE dapat dimulai.

    Apabila pemerintah nasional dan Parlemen Eropa berhasil mencapai kesepakatan tahun depan, ECB diperkirakan dapat memulai fase uji coba pada 2027, dengan peluncuran penuh yang ditargetkan pada 2029. 

    Para pembuat kebijakan semakin khawatir terhadap ketergantungan berlebihan pada perusahaan AS seperti Visa, Mastercard, dan PayPal dalam sistem pembayaran. Selain itu, muncul pula kekhawatiran bahwa stablecoin yang dipromosikan Presiden AS Donald Trump dapat memperoleh pijakan di Eropa.

    Pada Oktober lalu, Navarrete yang merupakan anggota Partai Rakyat Eropa (European People’s Party) berhaluan tengah-kanan, menerbitkan laporan yang mengusulkan euro digital hanya tersedia dalam versi daring apabila sektor swasta tidak mampu menghadirkan solusi pembayaran sendiri. 

    ECB menolak gagasan tersebut dengan menegaskan bahwa kedua versi—daring dan luring—dibutuhkan untuk memaksimalkan manfaat uang digital tersebut.

    Untuk menghindari risiko terhadap stabilitas keuangan, pemerintah negara-negara UE menekankan pentingnya pembatasan jumlah kepemilikan euro digital oleh nasabah. 

    Para menteri keuangan kawasan euro sebelumnya telah mencapai kesepakatan mengenai mekanisme penetapan batas tersebut awal tahun ini, yang mengedepankan kerja sama erat antara ECB dan Dewan UE.

    Pernyataan Dewan UE yang dirilis pada Jumat juga mengatur kerangka kompensasi bagi penyedia layanan pembayaran. Selama masa transisi minimal lima tahun, biaya interchange dan biaya layanan pedagang akan dibatasi pada tingkat yang setara dengan biaya metode pembayaran yang sebanding. 

    Setelah masa transisi berakhir, batas biaya akan ditetapkan berdasarkan biaya aktual yang terkait dengan euro digital.