Tag: Dmitry Peskov

  • Telepon Trump ke Putin Minta Serangan ke Ukraina Tak Makin-makin

    Telepon Trump ke Putin Minta Serangan ke Ukraina Tak Makin-makin

    Jakarta

    Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump ternyata menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump mendesak Putin agar tidak melakukan serangan yang semakin menjadi-jadi ke Ukraina.

    Dilansir AFP, Senin (11/11), The Washington Post melaporkan Trump melakukan panggilan telepon dari perkebunannya di Mar-a-Lago, Florida, pada hari Kamis (7/11) atau beberapa hari setelah kemenangannya yang menakjubkan atas capres dari Partai Demokrat, Kamala Harris.

    Steven Cheung, direktur komunikasi Trump, tidak mengonfirmasi percakapan tersebut. Cheung mengatakan ‘Kami tidak mengomentari panggilan telepon pribadi antara Presiden Trump dan para pemimpin dunia lainnya’.

    The Post, mengutip beberapa orang yang mengetahui panggilan telepon tersebut yang berbicara atas dasar anonimitas, melaporkan Trump telah mengingatkan Putin tentang kehadiran militer AS yang cukup besar di Eropa. Mereka mengatakan Trump juga menyatakan minatnya untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut guna membahas ‘penyelesaian perang Ukraina dengan segera’.

    Kemenangan Trump diyakini akan berdampak besar pada konflik Ukraina yang telah berlangsung hampir 3 tahun. Trump berulang kali menyatakan pertempuran it harus segera berakhir dan mengkritik dukungan Washington yang bernilai miliaran dolar untuk Kyiv.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, juga telah berbicara dengan Trump pada hari Rabu, di mana miliarder Elon Musk juga secara khusus bergabung dalam panggilan telepon tersebut. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden, yang akan berakhir masa jabatannya, telah mengonfirmasi mereka akan mengirimkan bantuan sebanyak mungkin ke Ukraina sebelum pelantikan Trump pada tanggal 20 Januari.

    Penasihat Keamanan Nasional Biden, Jake Sullivan, mengatakan Gedung Putih ingin ‘menempatkan Ukraina pada posisi sekuat mungkin di medan perang sehingga pada akhirnya berada pada posisi sekuat mungkin di meja perundingan’.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan ‘Sinyalnya positif’. Dia menyebut Trump ingin perdamaian.

    “Setidaknya dia berbicara tentang perdamaian, dan bukan tentang konfrontasi,” ujar Peskov pada Minggu (10/11).

    Baca halaman selanjutnya>>

  • Rusia Bantah Ada Percakapan Telepon Putin-Trump Bahas Ukraina

    Rusia Bantah Ada Percakapan Telepon Putin-Trump Bahas Ukraina

    Moskow

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia membantah laporan media-media terkemuka soal percakapan telepon antara Presiden Vladimir Putin dengan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini. Kremlin menegaskan Putin tidak memiliki rencana konkret untuk berbicara dengan Trump.

    “Ini sama sekali tidak benar. Ini murni fiksi, ini hanya informasi palsu,” ucap juru bicara Kremlin Dmitry Peskov saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir Reuters, Senin (11/11/2024).

    “Tidak ada percakapan,” tegas Peskov dalam pernyataannya.

    “Ini menjadi contoh paling nyata dari kualitas informasi yang dipublikasikan saat ini, bahkan terkadang dalam publikasi yang cukup memiliki reputasi,” ucapnya.

    Saat ditanya lebih lanjut soal apakah Putin memiliki rencana untuk melakukan kontak dengan Trump, Peskov menjawab: “Belum ada rencana konkret.”

    Bantahan Rusia itu disampaikan setelah media terkemuka The Washington Post, yang mengutip sumber-sumber tak teridentifikasi, melaporkan Putin dan Trump telah berbicara via telepon beberapa hari setelah Trump memenangkan pemenang pilpres AS pada 5 November lalu.

    Disebutkan oleh The Washington Post dalam laporannya bahwa dalam percakapan telepon itu, Trump meminta Putin untuk tidak meningkatkan perang di Ukraina. Laporan The Washington Post itu belum dikonfirmasi secara resmi oleh otoritas Washington maupun Moskow.

  • Rusia Akui Lihat Sinyal Positif dari Trump Soal Ukraina

    Rusia Akui Lihat Sinyal Positif dari Trump Soal Ukraina

    Moskow

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia mengatakan pihaknya melihat “sinyal positif” dari sikap Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump terhadap Ukraina.

    Namun, Kremlin juga memperingatkan bahwa sulit untuk memprediksi bagaimana perilaku Trump saat menjabat Presiden AS nantinya. Demikian seperti dilansir AFP, Senin (11/11/2024).

    “Sinyalnya positif. Trump selama pemilu berbicara tentang bagaimana dia memandang segala sesuatu melalui kesepakatan, bahwa dia dapat membuat kesepakatan yang dapat mengarah pada perdamaian,” sebut juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam wawancara dengan media pemerintah Rusia.

    Lebih lanjut, Peskov juga mengatakan sulit untuk memprediksi “sejauh mana dia akan tetap berpegang pada pernyataan yang disampaikan selama kampanye”.

    Media terkemuka AS, The Washington Post, sebelumnya melaporkan Trump telah berbicara dengan Presiden Vladimir Putin via telepon, dan mendesak pemimpin Rusia itu agar tidak meningkatkan perang di Ukraina. Namun laporan ini belum dikonfirmasi oleh otoritas Washington maupun Moskow.

    Disebutkan The Washington Post dalam laporannya bahwa Trump dan Putin membahas soal situasi di Ukraina, yang sejak Februari 2022 lalu diinvasi oleh Rusia.

    “Juga membahas tujuan perdamaian di benua Eropa, dan Trump menyatakan minatnya dalam pembicaraan lebih lanjut untuk membahas ‘penyelesaian perang Ukraina segera’,” sebut sejumlah sumber yang dikutip The Washington Post dalam laporannya, seperti dilansir kantor berita TASS.

    Lihat Video: Zelenskiy Beri Selamat untuk Kemenangan Trump, Ungkit soal Perdamaian

  • Trump Hubungi Putin, Minta Tak Ada Peningkatan Serangan di Ukraina

    Trump Hubungi Putin, Minta Tak Ada Peningkatan Serangan di Ukraina

    Washington DC

    Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan telah berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Trump disebut mendesak Putin agar tidak meningkatkan perang di Ukraina.

    Dilansir AFP, Senin (11/11/2024), The Washington Post melaporkan Trump melakukan panggilan telepon dari perkebunannya di Mar-a-Lago, Florida, pada hari Kamis atau beberapa hari setelah kemenangannya yang menakjubkan atas capres dari Partai Demokrat, Kamala Harris.

    Steven Cheung, direktur komunikasi Trump, tidak mengonfirmasi percakapan tersebut. Cheung mengatakan ‘Kami tidak mengomentari panggilan telepon pribadi antara Presiden Trump dan para pemimpin dunia lainnya’.

    The Post, mengutip beberapa orang yang mengetahui panggilan telepon tersebut yang berbicara atas dasar anonimitas, melaporkan Trump telah mengingatkan Putin tentang kehadiran militer AS yang cukup besar di Eropa. Mereka mengatakan Trump juga menyatakan minatnya untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut guna membahas ‘penyelesaian perang Ukraina dengan segera’.

    Kemenangan Trump diyakini akan berdampak besar pada konflik Ukraina yang telah berlangsung hampir 3 tahun. Trump berulang kali menyatakan pertempuran it harus segera berakhir dan mengkritik dukungan Washington yang bernilai miliaran dolar untuk Kyiv.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, juga telah berbicara dengan Trump pada hari Rabu, di mana miliarder Elon Musk juga secara khusus bergabung dalam panggilan telepon tersebut. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden, yang akan berakhir masa jabatannya, telah mengonfirmasi mereka akan mengirimkan bantuan sebanyak mungkin ke Ukraina sebelum pelantikan Trump pada tanggal 20 Januari.

    Penasihat Keamanan Nasional Biden, Jake Sullivan, mengatakan Gedung Putih ingin ‘menempatkan Ukraina pada posisi sekuat mungkin di medan perang sehingga pada akhirnya berada pada posisi sekuat mungkin di meja perundingan’.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan ‘Sinyalnya positif’. Dia menyebut Trump ingin perdamaian.

    “Setidaknya dia berbicara tentang perdamaian, dan bukan tentang konfrontasi,” ujar Peskov pada Minggu (10/11).

    Selama kampanyenya, Trump berulang kali berjanji untuk segera mengakhiri perang Ukraina, bahkan sebelum dia dilantik, meski tidak merinci bagaimana caranya. Trump dan sekutunya telah mencela pendanaan AS untuk Ukraina, sambil menyiratkan bahwa hal itu membantu mendanai hubungan korup yang pro-perang antara perusahaan pertahanan dan para pengkritik kebijakan luar negeri.

    Putra tertua Trump, Donald Trump Jr, juga membagikan klip pada hari Sabtu di Instagram yang memperlihatkan Zelensky berdiri di samping Trump dengan keterangan yang berbunyi ‘POV (sudut pandang): Anda tinggal 38 hari lagi dari kehilangan tunjangan Anda’.

    Setiap kesepakatan cepat di Ukraina disebut mengharuskan Kyiv untuk menyerahkan sebagian wilayah yang telah hilang kepada Rusia di selatan dan timur Ukraina. Mantan penasihat Trump, Bryan Lanza, mengatakan kepada BBC bahwa Ukraina harus melepaskan ambisi apapun untuk mendapatkan kembali Krimea, misalnya, yang diduduki oleh Rusia sejak tahun 2014.

    Dia mengatakan prioritas AS adalah untuk ‘perdamaian dan menghentikan pembunuhan’, meskipun tim transisi Trump mengklarifikasi bahwa dia tidak berbicara atas nama presiden terpilih. Kyiv, meskipun menghadapi kekurangan tenaga dan ketidakpastian atas dukungan AS, telah dengan tegas menentang penyerahan wilayah.

    Sekutu-sekutu Eropanya serta pemasok senjata seperti Inggris dan Prancis diketahui merasa gugup dengan langkah-langkah sepihak oleh Trump. Zelensky menganggap menyerahkan tanah atau memenuhi tuntutan lain dari Rusia hanya akan membuat Putin semakin berani dan memicu lebih banyak agresi. Trump dikabarkan ‘secara singkat mengangkat masalah tanah’ dalam panggilannya dengan Putin.


    Saksikan juga Blak-blakan: Adi Wibowo Bangun Kota Pasuruan Lewat Wisata Religi Hingga Heritage

    (haf/haf)

  • Putin Ucapkan Selamat ke Trump Menang Pilpres AS

    Putin Ucapkan Selamat ke Trump Menang Pilpres AS

    Jakarta

    Donald Trump memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2024. Presiden Rusia Vladimir Putin mengucapkan selamat.

    “Saya menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan selamat kepadanya,” kata Putin dalam sambutannya di forum Valdai di Sochi dilansir kantor berita AFP, Jumat (8/11/2024).

    Ketika ditanya apakah dia terbuka untuk mengadakan pembicaraan dengan Trump, pemimpin Rusia itu menyatakan bersedia.

    “Siap,” singkat Putin.

    Sebelumnya Kremlin menyatakan bahwa Vladimir Putin tidak berencana untuk memberikan ucapan selamat kepada Donald Trump, yang akan kembali ke Gedung Putih. Moskow menyatakan akan menilai Trump berdasarkan tindakan konkretnya saat kembali menjabat Presiden AS.

    Hubungan antara Rusia dan AS berada pada titik paling rendah sejak berakhirnya Perang Dingin, dengan Moskow marah atas dukungan Barat terhadap Ukraina.

    “Kami akan menarik kesimpulan berdasarkan langkah konkret dan kata-kata yang konkret,” ucap juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, seperti dilansir AFP, Rabu (6/11).

    “Jangan lupa bahwa kita berbicara tentang negara yang tidak bersahabat yang secara langsung, dan secara tidak langsung, terlibat dalam perang melawan negara kita,” sebut Peskov dalam pernyataannya seperti dikutip CNN, merujuk pada perang di Ukraina.

    (whn/whn)

  • Putin Respons Resmi Trump Menang Pemilu Jadi Presiden AS

    Putin Respons Resmi Trump Menang Pemilu Jadi Presiden AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah mengucapkan selamat kepada Donald Trump yang memenangkan pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS). Hal ini terjadi setelah Kremlin menyebutkan Putin tak memiliki rencana untuk memberikan selamat kepada pemimpin baru Negeri Paman Sam itu.

    Dalam laporan Newsweek, dikutip Kamis (7/11/2024), berita Rusia Verstka melaporkan bahwa ucapan tersebut diberikan oleh Putin melalui seorang perantara. Namun tidak dijelaskan siapakah perantara tersebut.

    “Perwakilan dari otoritas dan elit Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin, mengucapkan selamat kepada presiden AS ke-47 melalui kenalannya,” tulis media itu berdasarkan seorang sumber yang merupakan pejabat ‘tingkat tinggi’ di parlemen.

    Laporan ini meniadakan posisi resmi Kremlin bahwa Putin belum memberi selamat kepada Trump. Sebelumnya, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebutkan bahwa pihaknya tidak akan mengucapkan selamat karena kondisi eskalasi tidak langsung antara kedua negara.

    Selain Putin, pejabat pemerintah Rusia lainnya juga diduga telah memberi ucapan selamat kepada Trump atas kemenangannya. Termasuk Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dan Wakil Ketua Dewan Keamanan yang juga mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev.

    “Trump punya satu kualitas yang berguna bagi kita. Dia pengusaha sejati, dia sangat benci menghabiskan uang untuk orang yang hanya ikut-ikutan dan orang yang tidak punya tujuan,” ujar Medvedev.

    Ketua Dewan Sberbank, German Gref serta Ketua Parlemen Valentina Matviyenko dan Vyacheslav Volodin juga dilaporkan telah menyampaikan ucapan selamat. CEO Russian Direct Investment Fund (RDIF) Kirill Dmitriev, mengatakan kepada Politico bahwa terpilihnya kembali Trump membuka peluang baru untuk mengatur ulang hubungan antara Rusia dan AS. 

    “Orang Amerika biasa sudah lelah dengan kebohongan, ketidakmampuan, dan kedengkian yang belum pernah terjadi sebelumnya dari pemerintahan Biden,” ungkap Dmitriev yang dilaporkan memiliki ‘hubungan pribadi’ dengan menantu Trump, Jared Kushner

    Trump secara resmi telah menyatakan dirinya unggul sebagai pemenang dalam kontestasi pilpres Amerika Serikat (AS). Calon Partai Republik itu dipastikan menang setelah melewati ambang batas electoral college 270 suara mengalahkan pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris.

    Terpilihnya Trump sendiri terjadi saat hubungan AS-Rusia panas akibat serangan Moskow ke Ukraina. Washington memilih untuk membantu Kyiv dalam perangnya itu dengan memberikan bantuan persenjataan dan bantuan lainnya.

    Dinamika peperangan ini pun telah memanaskan retorika nuklir antara dua kekuatan besar global itu. Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev bahkan telah mengangkat narasi bila perang nuklir bisa benar-benar terjadi antara keduanya.

    (sef/sef)

  • Rusia Buka Suara Trump Menang Pilpres AS

    Rusia Buka Suara Trump Menang Pilpres AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kantor Kepresidenan Rusia, Kremlin, buka suara soal kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dalam pemilihan umum 5 November. Hal ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

    Dalam pernyataannya, Peskov mengatakan Moskow akan menilai kepemimpinan Trump jika ada aksi konkret untuk mengurangi ketegangan antara Washington dengan negara itu. Ia menambahkan bahwa sejauh ini belum ada rencana Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengucapkan selamat kepada Trump mengingat hubungan kedua negara yang panas.

    “Kami akan mengambil kesimpulan berdasarkan langkah-langkah konkret dan kata-kata konkret. Saya tidak mengetahui rencana presiden (Putin) untuk memberi selamat kepada Trump atas pemilihan tersebut,” ungkapnya dikutip AFP, Rabu (6/11/2024).

    Trump secara resmi telah menyatakan dirinya unggul sebagai pemenang dalam kontestasi pilpres AS. Hal ini mendorong calon presiden dari Partai Republik itu untuk mengucapkan pidato kemenangan di depan para pendukungnya.

    Dalam data terbaru Associated Press (AP) Rabu malam, Trump telah mengamankan 277 suara electoral vote. Ini melampaui batas kemenangan di pemilu AS yakni 270.

    Dalam perhitungan, Trump menang berkat menyapu bersih negara-negara penentu swing states. Suaranya lebih tinggi dibanding pesaingnya, Kamala Harris, yang hanya mendapat 224 suara.

    Swing state atau negara-negara bagian yang menjadi penentu ini memiliki populasi yang terbagi secara ketat secara politik. Dalam pemilu baru-baru ini, hasilnya berubah-ubah antara kemenangan Demokrat dan Republik. 

    Terpilihnya Trump sendiri terjadi saat hubungan AS-Rusia panas akibat serangan Moskow ke Ukraina. Washington memilih untuk membantu Kyiv dalam perangnya itu dengan memberikan bantuan persenjataan dan bantuan lainnya.

    Dinamika peperangan ini pun telah memanaskan retorika nuklir antara dua kekuatan besar global itu. Wakil Komisi Pertahanan Rusia yang juga mantan Presiden, Dmitry Medvedev, bahkan telah mengangkat narasi bila perang nuklir benar-benar terjadi antara keduanya.

    (sef/sef)

  • Trump Menang Pilpres AS, Putin Tak Berencana Ucapkan Selamat

    Trump Menang Pilpres AS, Putin Tak Berencana Ucapkan Selamat

    Moskow

    Kremlin menyatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak berencana untuk memberikan ucapan selamat kepada mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang akan kembali ke Gedung Putih. Moskow menyatakan akan menilai Trump berdasarkan tindakan konkretnya saat kembali menjabat Presiden AS.

    Hubungan antara Rusia dan AS berada pada titik paling rendah sejak berakhirnya Perang Dingin, dengan Moskow marah atas dukungan Barat terhadap Ukraina.

    “Kami akan menarik kesimpulan berdasarkan langkah konkret dan kata-kata yang konkret,” ucap juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, seperti dilansir AFP, Rabu (6/11/2024),

    Peskov juga mengatakan bahwa Putin tidak ada rencana untuk memberikan ucapan selamat secara resmi kepada Trump.

    “Jangan lupa bahwa kita berbicara tentang negara yang tidak bersahabat yang secara langsung, dan secara tidak langsung, terlibat dalam perang melawan negara kita,” sebut Peskov dalam pernyataannya seperti dikutip CNN, merujuk pada perang di Ukraina.

    Ketika Presiden Joe Biden memenangkan pilpres tahun 2020 lalu, Putin menjadi salah satu pemimpin terakhir yang mengucapkan selamat. Pada saat itu, Putin baru mengirimkan pesan berisi ucapan selamat sekitar enam pekan setelah pemungutan suara digelar di AS.

    Trump sebelumnya mengklaim akan mengakhiri pertempuran di Ukraina dalam waktu 24 jam jika dirinya terpilih menjadi Presiden AS. Peskov menilai AS memang “mampu membantu mengakhiri konflik ini” di Ukraina, namun menurutnya, Washington juga “negara yang mengobarkan konflik”.

  • Pavel Durov Ditangkap Karena Telegram Terlalu Bebas

    Pavel Durov Ditangkap Karena Telegram Terlalu Bebas

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov angka bicara soal penangkapan bos Telegram Pavel Durov, yang menurutnya ditangkap karena ia terlalu bebas dalam menjalankan Telegram.

    Durov seperti diketahui adalah seorang warga negara Rusia yang juga memegang paspor Uni Emirat Arab, Karibia, Prancis, dan tentunya Rusia. Ia tangkap di Prancis dan kemudian diselidiki atas keterlibatannya membolehkan berbagai aksi kriminalitas di Telegram, dari mulai penyebaran pornografi anak, obat-obatan terlarang, sampai software peretasan.

    Pengacara Durov menyebut penangkapan ini adalah hal yang tidak masuk akal, terutama karena Durov ditangkap karena dianggap bertanggung jawab atas kejahatan yang terjadi di Telegram, yang saat ini penggunanya hampir mencapai 1 miliar.

    Saat berbicara di Universitas MGIMO yang dijalankan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, Lavrov kembali menegaskan posisi pemerintahan Rusia dalam penangkapan Durov, yang mereka anggap sebagai bagian dari taktik politik negara Barat untuk menggunakan kekuatannya atas Rusia.

    “Pavel Durov terlalu bebas. Ia tidak mendengarkan saran Barat untuk memoderasi gagasannya,” kata Durov.

    Rusia pun sebenarnya sudah menekan Durov sejak lama, dan bahkan sampai memblokir Telegram di negara tersebut. Namun setelah Durov ditangkap di Prancis, posisinya Rusia berubah menjadi mendukung pria yang kekayaannya mencapai USD 15,5 miliar atau sekitar Rp 239 triliun tersebut.

    Sebelumnya juru bicara Kremlin Dmitry Peskov juga menegaskan tidak ada negosiasi antara Kremlin dan Durov, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (3/9/2024).

    “Hal yang paling penting adalah apa yang terjadi di Prancis tidak berubah menjadi persekusi politik,” kata Peskov.

    “Kami tahu presiden Prancis sudah menepis tudingan hubungan kasus ini dengan politik, namun di sisi lain, beberapa tuduhan sudah dilemparkan,” tambahnya.

    Namun yang jelas menurut Lavrov, penangkapan Durov membuat hubungan Moskow dan Paris jatuh ke titik terendah.

    (asj/asj)

  • Rusia Ancam Ubah Doktrin Nuklir Gegara Peran Barat di Perang Ukraina

    Rusia Ancam Ubah Doktrin Nuklir Gegara Peran Barat di Perang Ukraina

    Moskow

    Pemerintah Rusia mengancam akan mengubah doktrin penggunaan senjata nuklir, untuk merespons apa yang dianggapnya sebagai eskalasi Barat dalam perang di Ukraina. Kremlin menyebut Barat telah “bertindak terlalu jauh” dan menegaskan Moskow akan melakukan segalanya untuk melindungi kepentingannya.

    Doktrin nuklir yang ada saat ini, yang tertuang dalam dekrit Presiden Vladimir Putin tahun 2020, menyatakan Rusia boleh menggunakan senjata nuklir jika terjadi serangan nuklir dari musuh atau serangan konvensional yang mengancam keberadaan negara tersebut.

    Beberapa analis militer Rusia yang agresif, seperti dilansir Reuters, Senin (2/9/2024), mendesak Putin untuk menurunkan batasan penggunaan senjata nuklir untuk “menyadarkan” musuh-musuh Moskow di Barat.

    Pada Juni lalu, Putin pernah mengatakan bahwa doktrin nuklir merupakan “instrumen hidup” yang dapat berubah, tergantung pada kejadian di dunia.

    Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov, dalam pernyataan pada Minggu (1/9) seperti dikutip media pemerintah, mengatakan bahwa Moskow akan mengubah doktrin nuklirnya sebagai tanggapan atas eskalasi yang dilakukan Barat dalam perang yang berkecamuk di Ukraina.

    Pernyataan Ryabkov itu menjadi pernyataan paling jelas, sejauh ini, bahwa perubahan doktrin nuklir memang akan dilakukan oleh Rusia.

    “Pekerjaan ini berada pada tahap lanjut, dan ada niat yang jelas untuk melakukan koreksi,” ucap Ryabkov seperti dikutip kantor berita TASS.

    Dia menyebut keputusan itu “terkait dengan peningkatan eskalasi musuh-musuh Barat” sehubungan dengan konflik Ukraina.

    Rusia menuduh negara-negara Barat menggunakan Ukraina sebagai proksi untuk berperang melawan negaranya, dengan tujuan menimbulkan “kekalahan strategis” pada Moskow dan memecah belah negara tersebut.

    Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya membantah tuduhan itu, dengan menegaskan mereka membantu Kyiv untuk mempertahankan diri dari perang agresi bergaya kolonial yang dilancarkan Rusia.

    Putin telah mengatakan pada hari pertama invasi militer Rusia dilancarkan ke Ukraina pada Februari 2022, bahwa siapa pun yang berusaha menghalangi atau mengancam akan merasakan “konsekuensi yang belum pernah Anda hadapi dalam sejarah Anda”.

    Sejak saat itu, Putin merilis serangkaian pernyataan yang dianggap Barat sebagai ancaman nuklir, dan bahkan mengumumkan penempatan senjata nuklir taktis Rusia di wilayah Belarusia.

    Namun peringatan dan langkah semacam itu tidak mencegah Washington dan sekutunya untuk semakin meningkatkan bantuan militer ke Kyiv dengan cara yang tidak terpikirkan ketika perang dimulai, termasuk dengan memasok tank, rudal jarak jauh dan jet tempur F-16.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dalam wawancara, yang diterbitkan pada Minggu (1/9), bahwa Barat telah “bertindak terlalu jauh” dan menegaskan Rusia akan melakukan segalanya untuk melindungi kepentingan negaranya.

    Ryabkov dalam pernyataannya tidak menyebut lebih lanjut soal kapal doktrin nuklir yang diperbarui itu akan siap. “Waktu untuk menyelesaikan pekerjaan ini adalah pertanyaan yang agak sulit, mengingat kita sedang membicarakan aspek terpenting untuk menjamin keamanan nasional kita,” ujarnya.

    Rusia memiliki lebih banyak senjata nuklir dibandingkan negara mana pun. Pada Maret lalu, Putin pernah menyatakan Moskow siap menghadapi kemungkinan perang nuklir “dari sudut pandang teknis militer”.

    Namun dia juga mengatakan dirinya tidak melihat perlunya melakukan konfrontasi nuklir secara terburu-buru, dan menegaskan Rusia tidak pernah menghadapi kebutuhan untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)