Tag: Dmitry Peskov

  • Mengapa Arab Saudi Dipilih sebagai Tempat Pertemuan Dialog Rusia-Ukraina? – Halaman all

    Mengapa Arab Saudi Dipilih sebagai Tempat Pertemuan Dialog Rusia-Ukraina? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada Rabu (12/2/2025), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan Washington dan Rusia akan mulai melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Tempat yang diajukan untuk pertemuan pertama adalah Arab Saudi, Al Jazeera melaporkan.

    Riyadh langsung menyatakan dukungannya terhadap rencana ini.

    Keputusan untuk memilih Arab Saudi sebagai lokasi pertemuan ini bukan tanpa alasan.

    Ada beberapa faktor yang menjadikan Arab Saudi pilihan strategis untuk menjadi mediator dalam konflik Ukraina-Rusia.

    Apa saja itu? simak rangkumannya berikut ini.

    Faktor-Faktor Pemilihan Arab Saudi sebagai Tempat Pertemuan

    1. Hubungan Diplomatik yang Baik dengan Semua Pihak

    Arab Saudi memiliki hubungan diplomatik yang sangat baik dengan AS, Rusia, dan Ukraina.

    Negara ini dikenal karena kemampuannya dalam menjembatani ketegangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, berkat sikap netralnya.

    Arab Saudi tidak terlibat langsung dalam perang Ukraina dan tidak mengkritik Rusia atas invasi yang terjadi.

    Hal ini menjadikannya pilihan yang diterima oleh semua pihak yang bertikai.

    Arab Saudi juga dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan Donald Trump dan Vladimir Putin, yang menambah alasan mengapa negara ini dapat menjadi mediator yang diterima.

    2. Netralitas dalam Konflik Ukraina

    Sejak dimulainya perang Ukraina, Arab Saudi memutuskan untuk mempertahankan sikap netral.

    Berbeda dengan negara-negara lain yang lebih jelas berpihak pada satu pihak, Arab Saudi tidak memihak kepada Ukraina maupun Rusia.

    Negara ini tidak mengirimkan bantuan militer kepada Ukraina, serta tidak bergabung dalam sanksi internasional yang diterapkan terhadap Rusia.

    Netralitas ini memberikan Arab Saudi posisi unik yang diterima oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.

    3. Peran Ekonomi dan Energi

    Salah satu alasan mengapa Donald Trump memilih Arab Saudi adalah karena hubungan negara ini dengan pasar energi global.

    Arab Saudi adalah salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pasar energi global.

    Dengan peran vital ini, Arab Saudi berpotensi memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan ekonomi yang timbul akibat perang Ukraina.

    Arab Saudi dapat mempengaruhi harga minyak dunia, yang bisa berdampak pada perekonomian Rusia dan mempercepat penyelesaian konflik.

    Jika harga minyak turun, ini bisa memberi tekanan ekonomi pada Rusia, yang menjadi salah satu dampak yang diinginkan oleh AS.

    4. Pengaruh di Timur Tengah dan Diplomasi Global

    Selain itu, Arab Saudi berusaha untuk memperluas pengaruhnya di luar wilayah Timur Tengah.

    Menjadi mediator dalam konflik besar seperti Ukraina-Rusia memberi kesempatan bagi Saudi untuk memperkuat posisi diplomatik mereka di panggung internasional.

    Saudi ingin dikenal sebagai aktor utama dalam diplomasi global, bersaing dengan negara-negara lain seperti Qatar yang sudah lama terlibat dalam peran serupa.

    Dengan menjadi mediator yang sukses dalam konflik besar, Arab Saudi dapat meningkatkan pengaruh politik dan ekonominya di seluruh dunia.

    Peran Arab Saudi dalam Konflik Ukraina dan Rusia

    Arab Saudi menunjukkan keterlibatannya dalam diplomasi terkait konflik Ukraina sejak awal.

    Beberapa langkah diplomatik yang telah diambil Saudi menunjukkan komitmennya untuk mencari solusi damai bagi konflik ini, antara lain:

    Pertukaran Tahanan:

    Arab Saudi terlibat dalam membebaskan sepuluh warga negara asing yang ditahan oleh Rusia dan memfasilitasi pertukaran tahanan antara Rusia dan Ukraina pada tahun 2022.

    Ini merupakan langkah pertama Arab Saudi dalam mendekatkan kedua negara.

    Diplomasi dengan Ukraina dan AS:

    Pada 2023, Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).

    Pertemuan ini menunjukkan peran Saudi dalam mencoba menjembatani ketegangan dan membantu memperlancar komunikasi antar pihak.

    Pertukaran Tahanan AS-Rusia:

    Pada tahun 2024, Arab Saudi juga memfasilitasi pertukaran tahanan antara Amerika Serikat dan Rusia.

    Dengan memfasilitasi pertukaran tahanan AS-Rusia, citra Saudi sebagai mediator internasional yang dapat dipercaya dalam upaya penyelesaian konflik internasional yang kompleks semakin meningkat.

    Mengapa Arab Saudi Menyelenggarakan Pertemuan Ini?

    Dikutip dari CNBC, menurut banyak pihak, pertemuan ini di Riyadh dianggap sebagai kemenangan diplomatik besar bagi Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

    Dalam beberapa tahun terakhir, dia mengubah kebijakan luar negeri Arab Saudi, menjadikan negara ini lebih terbuka untuk berperan aktif dalam menyelesaikan konflik global.

    Putra Mahkota bin Salman sangat fokus pada netralitas dalam konflik internasional dan berharap dapat menarik investasi besar melalui rencananya yang dikenal sebagai Visi 2030.

    Dalam kerangka tersebut, Arab Saudi berharap dapat menonjol sebagai kekuatan diplomatik besar, yang mampu mengatur pertemuan dan menghasilkan solusi yang lebih damai untuk dunia.

    Komentar dari Ali Shihabi, seorang komentator Saudi, menyebutkan bahwa bagi Arab Saudi, acara ini sangat bergengsi.

    Keberhasilan menggelar pertemuan semacam ini dapat meningkatkan soft power Saudi, baik di regional maupun global.

    Peran Rusia dalam Perundingan

    Rusia sendiri berharap pertemuan ini dapat memberikan peluang untuk meringankan sanksi internasional yang membebani negara tersebut.

    Kepala Dana Investasi Langsung Rusia, Kirill Dmitriev memimpin perundingan ekonomi.

    Ia berharap pembicaraan ini akan membuka jalan untuk perusahaan internasional kembali berinvestasi di Rusia setelah sanksi diterapkan. Ini adalah salah satu tujuan utama Rusia dalam perundingan ini.

    Putin Siap Bertemu Zelensky

    Pada pertemuan yang digelar di Riyadh, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan Presiden Putin siap untuk berbicara dengan Presiden Ukraina Zelensky jika diperlukan.

    Peskov menegaskan isu terkait legitimasi dan perjanjian harus dibahas lebih lanjut.

    Belum ada kesepakatan final terkait jadwal atau syarat pembicaraan tersebut.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • 7 Fakta & Hasil Pertemuan AS-Rusia di Arab Saudi: Perang Ukraina End?

    7 Fakta & Hasil Pertemuan AS-Rusia di Arab Saudi: Perang Ukraina End?

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Arab Saudi mempertemukan perwakilan Amerika Serikat (AS) dan Rusia di Riyadh, Selasa (18/2/2025). Pertemuan ini dilakukan saat hubungan antara Washington dan Moskow memanas lantaran serangan Rusia ke wilayah tetangganya, Ukraina.

    Dalam pertemuan tersebut, Rusia dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov dan Penasihat Utama Kebijakan Luar Negeri, Yuri Ushakov. Di sisi lain, AS diwakili Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz.

    Kemudian, Saudi sebagai tuan rumah diwakili Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Turut mendampingi Pangeran Faisal adalah Penasihat Keamanan Nasional Saudi, Mosaad bin Mohammad Al Aiban.

    Berikut sejumlah fakta terbaru pertemuan tersebut:

    1. Mengapa Saudi Menyelenggarakan Pertemuan Ini?

    Lokasi pembicaraan ini, yang dijelaskan oleh Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov sebagai lokasi yang ‘secara umum cocok’ bagi AS dan Rusia, secara luas dianggap sebagai kemenangan bagi pemimpin de facto kerajaan yang berusia 39 tahun, Putra Mahkota Mohammed Bin Salman.

    Diketahui, Mohammed Bin Salman memiliki misi untuk mengubah negaranya yang kaya minyak dan masa lalunya yang beraliran Islam fundamentalis. Ia juga ingin menjadikan negara yang dapat mengembangkan kekuatan lunak dari kekayaan yang sangat besar.

    “Saya rasa tidak ada tempat lain di mana pemimpin memiliki hubungan pribadi yang baik dengan Trump dan Putin,” kata komentator Saudi Ali Shihabi, seraya menambahkan bahwa bagi “Arab Saudi, (acara tersebut) bergengsi dan meningkatkan kekuatan lunak Saudi secara regional dan global.”

    Itu semua adalah bagian dari perubahan yang lebih luas. Dalam beberapa tahun terakhir, Arab Saudi telah menyelaraskan kembali kebijakannya menuju netralitas dalam konflik global dengan harapan menarik miliaran investasi yang dapat membantu mencapai “Visi 2030”.

    Pangeran bin Salman telah menarik diri secara signifikan dari Yaman setelah bertahun-tahun berperang dengan tetangganya Houthi. Ia juga memperbaiki hubungan dengan saingan regional Iran dan telah mempertahankan hubungan dekat dengan China dan Rusia, sambil menjaga hubungan dekat Riyadh dengan Barat.

    2. Penghubung Trump dan Putin

    Arab Saudi berupaya menampilkan citra sebagai penjaga perdamaian global dengan menyelenggarakan pertemuan donor bantuan dan konferensi perdamaian. Pada bulan Agustus 2023, negara ini menyelenggarakan pertemuan puncak perdamaian dua hari mengenai Ukraina dengan perwakilan dari lebih dari 40 negara (meskipun tanpa Rusia).

    Pada bulan Februari tahun yang sama, Saudi kemudian menjanjikan bantuan sebesar US$ 400 juta (Rp 6,5 triliun) untuk Ukraina.

    Peningkatan posisi Pangeran Bin Salman sebagai pialang kekuasaan dalam perundingan internasional dimulai dari hubungan dekatnya dengan Presiden AS Donald Trump, yang mendukung bangsawan muda tersebut ketika ia dikucilkan secara internasional setelah pembunuhan kolumnis Jamal Khashoggi oleh agen Saudi.

    Pada tahun 2017, Trump melanggar tradisi dengan memilih Arab Saudi sebagai tempat kunjungan presiden internasional pertamanya. Bahkan setelah ia kalah dalam pemilihan umum tahun 2020, Arab Saudi tetap menjalin hubungan bisnis yang erat dengan Trump

    Di sisi lain, Putra mahkota juga memiliki hubungan hangat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menolak mengisolasi sang pangeran setelah pembunuhan Khashoggi. Putin bahkan mengunjungi Saudi pada tahun 2023 dan telah merayu Riyadh untuk bergabung dengan BRICS.

    “Lindung nilai hubungan Arab Saudi di dunia yang semakin terpolarisasi telah terbukti bermanfaat. Pangeran bin Salman berperan penting dalam pembebasan guru Amerika Mark Fogel dari tahanan Rusia minggu lalu,” kata utusan Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff.

    3. Soal Gaza

    Dalam jangka panjang, Arab Saudi mungkin bermaksud menggunakan perannya sebagai mediator dalam pertemuan antara Rusia dan AS untuk memanfaatkan masalah regional yang mendesak, yakni soal isu Gaza. Persoalan ini semakin kompleks setelah Trump berniat mengambil alih Gaza dan merelokasi penduduknya secara permanen.

    Negara-negara Arab dengan cepat menolak gagasan tersebut. Akan ada pertemuan puncak pada akhir minggu ini di Arab Saudi di mana proposal balasan akan dibahas sebelum menyampaikannya kepada Trump.

    “Dengan memfasilitasi tujuan yang dinyatakan Presiden Trump untuk mengakhiri perang Ukraina, Arab Saudi berada dalam posisi yang baik untuk mengumpulkan niat baik di Washington,” kata Hasan Alhasan, peneliti senior untuk kebijakan Timur Tengah di Institut Internasional untuk Studi Strategis di Bahrain.

    Kerajaan Saudi, yang dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan puncak mini-Arab pada hari Jumat, dapat memanfaatkan peningkatan hubungan dengan pemerintahan Trump untuk membantu menjembatani kesenjangan antara posisi AS dan Arab mengenai nasib Gaza.

    Empat tahun ke depan, Pangeran Bin Salman dapat mengandalkan hubungan dekatnya dengan Trump. Namun sang pangeran mungkin masih menemukan dirinya dalam posisi sulit saat mencoba menyeimbangkan kepentingan regionalnya di tengah tuntutan agresif dari presiden Amerika yang transaksional.

    Trump ingin melihat hubungan Saudi-Israel dinormalisasi, tetapi di tengah meningkatnya kemarahan di Timur Tengah atas kampanye militer Israel di Gaza, mempertahankan jalan menuju negara Palestina secara politis tidak dapat dinegosiasikan bagi Pangeran Bin Salman.

    “Mencapai perdamaian yang langgeng dan adil tidak mungkin dilakukan tanpa rakyat Palestina memperoleh hak-hak mereka yang sah sesuai dengan resolusi internasional, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kepada pemerintahan AS sebelumnya dan saat ini,” kata Saudi.

    4. Permintaan Rusia

    Di Riyadh, Rusia menggunakan diskusi tentang kemungkinan penyelesaian Ukraina sebagai daya ungkit untuk mendorong keringanan sanksi.

    Yang memimpin negosiasi ekonomi Moskow adalah Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang berusia 49 tahun dan teman dekat putri Putin. Sebagai mantan bankir investasi, Dmitriev telah memainkan peran penting dalam upaya Rusia menjangkau investor internasional.

    Meskipun ia tidak hadir selama pertemuan antara pejabat Rusia Sergei Lavrov dan Yuri Ushakov serta rekan-rekan mereka dari AS, Dmitriev mengadakan diskusi terpisah di Riyadh.

    “Perusahaan minyak besar AS telah melakukannya dengan sangat baik di Rusia,” kata Dmitriev dalam wawancara singkat pada Selasa pagi sebelum pembicaraan dimulai. “Kami percaya bahwa, pada suatu saat, mereka akan kembali. Mengapa mereka akan melewatkan kesempatan yang telah diberikan Rusia untuk mengakses sumber daya alamnya?”

    5. Putin Siap Temui Zelensky

    Saat perundingan di Riyadh terus berlanjut secara tertutup, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Presiden Putin akan siap untuk berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelinsky ‘jika perlu’. Namun Peskov masih tampaknya mempertanyakan legitimasinya.

    “Putin sendiri mengatakan bahwa dia akan siap untuk berunding dengan Zelensky jika perlu, tetapi dasar hukum perjanjian perlu didiskusikan mengingat kenyataan bahwa legitimasi Zelensky dapat dipertanyakan,” katanya kepada wartawan.

    Peskov juga mengatakan bahwa masalah aksesi Ukraina ke Uni Eropa adalah hak kedaulatannya dan bahwa Rusia tidak bermaksud untuk mendikte Kyiv bagaimana seharusnya mendekati masalah tersebut. Namun ia menegaskan Moskow akan menarik garis ketika menyangkut aliansi militer.

    “Kita berbicara tentang integrasi dan proses integrasi ekonomi. Dan di sini, tentu saja, tidak seorang pun dapat mendikte apa pun kepada negara mana pun, dan kami tidak akan melakukan itu.”

    Peskov kemudian mengatakan bahwa ‘resolusi yang langgeng dan layak dalam jangka panjang tidak mungkin tercapai tanpa pertimbangan yang komprehensif mengenai isu-isu keamanan di benua Eropa’.

    Ia juga menambahkan bahwa pembicaraan di Riyadh mungkin akan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai kemungkinan pertemuan antara Vladimir Putin dan Donald Trump. Akan tetapi, belum ada kesepahaman mengenai hal ini.

    6. Eropa Siap Bantu AS Akhiri Perang Ukraina

    Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan kepada utusan AS untuk Ukraina Keith Kellog bahwa pihaknya ingin bekerja sama dengan Washington untuk mengakhiri pertumpahan darah dan membantu mengamankan perdamaian yang adil dan abadi serta layak diterima Ukraina dan rakyatnya.

    Von der Leyen juga menyampaikan kepada Kellogg terkait rencana Eropa untuk meningkatkan produksi dan pengeluaran pertahanan, yang memperkuat kemampuan militer Eropa dan Ukraina.

    “Kami juga menegaskan kembali komitmen Uni Eropa untuk perdamaian yang adil dan abadi, Kami menegaskan kembali bahwa resolusi apa pun harus menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina, yang didukung oleh jaminan keamanan yang kuat,” kata catatan itu.

    “Seperti yang dijelaskan Presiden von der Leyen: sekarang adalah saat yang kritis,” tambahnya.

    7. Hasil Pertemuan di Riyadh

    Rusia bahwa pembicaraannya dengan AS di Arab Saudi “tidak buruk”, tetapi masih sulit untuk menentukan apakah posisi kedua negara semakin mendekat.

    “Sulit untuk mengatakan bahwa posisi kami semakin mendekat, tetapi kami telah membahasnya,” ujar Yuri Ushakov, saat ditanya apakah ada kemajuan dalam penyamaan sikap antara Moskow dan Washington.

    “Ada diskusi yang sangat serius mengenai semua isu yang ingin kami bahas.”

    Ushakov menambahkan bahwa belum ada pembicaraan mengenai tanggal pertemuan puncak antara Donald Trump dan Vladimir Putin.

    Ketika ditanya apakah Ukraina menjadi topik pembahasan, Ushakov mengonfirmasi hal tersebut.

    “Ya, kami mendiskusikannya dan menguraikan pendekatan prinsip kami. Kami juga sepakat bahwa tim negosiator khusus untuk isu ini akan tetap berkomunikasi pada waktunya.”

    Menurut laporan media pemerintah Rusia, pembicaraan berlangsung selama empat setengah jam.

    (luc/luc)

  • Selesai Bertemu AS, Rusia Menuntut Eropa Agar Ukraina Tak Jadi Anggota NATO – Halaman all

    Selesai Bertemu AS, Rusia Menuntut Eropa Agar Ukraina Tak Jadi Anggota NATO – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) dan Rusia selesai melakukan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025).

    Dalam pembicaraan pertama itu, AS dan Rusia membahas tentang berakhirnya perang di Ukraina.

    Mengutip Reuters, negosiator Rusia, Yuri Ushakov mengatakan pembicaraan berjalan dengan baik, dan kondisi dibahas untuk pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin.

    Ushakov mengatakan pertemuan puncak tidak mungkin terjadi minggu depan.

    Namun, pembicaraan di Ibu Kota Saudi ini menggarisbawahi kecepatan upaya AS untuk menghentikan konflik, kurang dari sebulan setelah Trump menjabat dan enam hari setelah ia berbicara melalui telepon dengan Putin.

    Rusia, setelah bertemu dengan AS, memberikan tuntutan agar Ukraina tidak dilibatkan dalam keanggotaan NATO.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan kepada wartawan di Moskow bahwa “tidak cukup” bagi NATO untuk tidak menerima Ukraina sebagai anggota.

    Zakharova mengatakan, aliansi tersebut harus melangkah lebih jauh dengan membatalkan perjanjian yang dibuatnya pada pertemuan puncak di Bucharest tahun 2008 tentang Kyiv yang akan bergabung dengan NATO pada tanggal yang tidak ditentukan.

    “Perlu dicatat bahwa penolakan untuk menerima Kyiv ke dalam NATO tidak cukup sekarang,” kata Zakharova.

    “Aliansi harus mengingkari janji-janji Bucharest tahun 2008,” tegasnya.

    “Jika tidak, masalah ini akan terus meracuni atmosfer di benua Eropa,” katanya lagi.

    Zakharova mengatakan bahwa Ukraina perlu kembali ke posisi deklarasi kedaulatannya tahun 1990 dari Uni Soviet, di mana Kyiv mengatakan bahwa mereka akan menjadi negara yang netral secara permanen, tidak berpartisipasi dalam blok militer dan tetap bebas nuklir.

    “Apa yang perlu dilakukan Ukraina adalah kembali ke asal muasal kenegaraannya sendiri dan mengikuti isi dan semangat dokumen tersebut,” kata Zakharova.

    “Ini akan menjadi jaminan terbaik bagi keamanannya,” ungkapnya.

    Zakharova menambahkan bahwa baik keanggotaan NATO maupun intervensi Barat “dengan kedok kontingen penjaga perdamaian” tidak dapat memberikan keamanan seperti itu kepada Ukraina.

    Pada pertemuan puncak di Bucharest pada April 2008, NATO mendeklarasikan bahwa Ukraina dan Georgia akan bergabung dengan aliansi pertahanan yang dipimpin AS.

    Deklarasi tersebut merupakan kompromi yang menutupi keretakan antara Amerika Serikat, yang ingin menerima kedua negara, dan Prancis serta Jerman, yang khawatir hal itu akan membuat Rusia marah.

    Rusia telah berulang kali mengutip perluasan NATO pasca-Soviet, dan khususnya ambisi NATO-Kyiv, sebagai alasan perang di Ukraina.

    NATO menolaknya, dengan mengatakan bahwa itu adalah aliansi pertahanan yang selama tiga tahun terakhir telah membantu Kyiv untuk melawan invasi Rusia.

    Putin Siap Berbicara dengan Zelensky

    Sementara itu, Rusia tetap berkomitmen pada penyelesaian damai konflik Ukraina dan siap mengadakan pembicaraan langsung antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Masa jabatan Zelensky berakhir tahun lalu, yang mendorong Rusia mempertanyakan kewenangannya untuk menandatangani perjanjian internasional atas nama Ukraina.

    Kendati demikian, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menekankan bahwa Putin terbuka untuk berdialog dengan Zelensky jika itu sesuai dengan tujuan mencapai perdamaian.

    “Putin telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Zelensky,” kata Peskov, dikutip dari Russia Today.

    Peskov menggarisbawahi bahwa Putin secara konsisten berupaya memenuhi tujuan keamanan Rusia melalui cara diplomatik, dengan mengatakan bahwa pihak lain tidak melakukan pendekatan yang sama.

    “Ukraina, khususnya, telah melarang keterlibatannya dalam perundingan damai.”

    “Negara-negara Eropa telah mendukung kelanjutan perang dengan cara apa pun.”

    “Pemerintahan sebelumnya di Washington juga mendukung untuk melancarkan perang hingga ke Ukraina terakhir,” kata Peskov. (*)

  • Putin Siap Bicara dengan Zelensky soal Negosiasi Perang Rusia-Ukraina meski Ragukan Legitimasinya – Halaman all

    Putin Siap Bicara dengan Zelensky soal Negosiasi Perang Rusia-Ukraina meski Ragukan Legitimasinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Rusia di Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin siap berunding dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, meski meragukan legitimasi Zelensky.

    Sebelumnya, Putin berulang kali mengatakan Zelensky tidak berhak melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina karena masa jabatannya sebagai presiden telah berakhir pada Mei tahun 2024.

    “Rusia tetap berkomitmen pada penyelesaian damai konflik Ukraina dan siap mengadakan pembicaraan langsung antara Presiden Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky, meskipun meragukan legitimasi Zelensky,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam konferensi pers, Selasa (18/2/2025).

    Meski demikian, Dmitry Peskov menekankan Putin terbuka untuk berdialog dengan Zelensky jika itu sesuai dengan tujuan mencapai perdamaian.

    “Putin telah berulang kali menyatakan kesiapannya untuk berunding dengan Zelensky,” tambahnya.

    Dmitry Peskov menggarisbawahi Putin berupaya menjamin keamanan Rusia melalui cara diplomatik dan menuduh Ukraina tidak melakukan upaya yang sama.

    “Ukraina, khususnya, telah melarang keterlibatannya dalam perundingan damai. Negara-negara Eropa telah mendukung kelanjutan perang dengan cara apa pun. Pemerintahan sebelumnya di Washington juga mendukung untuk melancarkan perang hingga ke Ukraina terakhir,” kata Dmitry Peskov.

    Pada hari ini, pejabat senior Amerika Serikat (AS) dan Rusia bertemu di Arab Saudi untuk membahas upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina tanpa melibatkan perwakilan Ukraina.

    Zelensky sebelumnya menanggapi pertemuan itu dengan mengatakan pembicaraan apa pun terkait rencana mengakhiri perang Rusia-Ukraina tanpa melibatkan Ukraina dianggap tidak sah.

    “Ukraina tidak akan berpartisipasi (dalam perundingan). Ukraina tidak tahu apa pun tentang perundingan itu. Ukraina menganggap perundingan apa pun tentang Ukraina tanpa Ukraina tidak ada gunanya. Kami tidak dapat mengakui apa pun atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Kami tidak akan mengakui perjanjian semacam itu,” kata Zelensky wartawan dalam jumpa pers di Uni Emirat Arab, Senin (17/2/2025), dikutip dari Al Arabiya.

    Pemerintahan AS saat ini di bawah Presiden Donald Trump telah berupaya menengahi perundingan antara Rusia dan Ukraina, sembari menyalahkan pemerintahan sebelumnya di bawah presiden Joe Biden yang menjanjikan keanggotaan NATO kepada Ukraina, janji yang menurut Trump tidak realistis.

    Donald Trump pada minggu lalu mengatakan Rusia tidak mengizinkan Ukraina bergabung dengan NATO, namun AS mengisyaratkan Ukraina dapat bergabung, yang mengancam keamanan Rusia hingga Putin meluncurkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

    “Saya tidak melihat cara apa pun agar negara dalam posisi seperti Rusia, hanya dalam posisi ini, mengizinkan mereka (Ukraina) bergabung dengan NATO. Saya tidak melihat hal itu terjadi,” kata Donald Trump pada Kamis (13/2/2025).

    Pada 6 Februari 2025, Zelensky mengatakan siap untuk berunding dengan Putin jika sudah ada kesepahaman mengenai berakhirnya perang dan mengatakan Putin takut berbicara dengannya.

    Pada 9 Februari 2025, Zelensky mengatakan siap bertemu dan berunding dengan Putin jika Ukraina mendapatkan jaminan keamanan dari AS dan Eropa setelah Rusia-Ukraina menyetujui perjanjian gencatan senjata, seperti diberitakan Pravda.

    Rusia-AS Berunding di Arab Saudi Tanpa Ukraina

    Pada hari ini, Selasa (18/2/2025), perwakilan Rusia dan AS berunding di Riyadh, Arab Saudi, mengenai rencana Donald Trump untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Sementara itu, perwakilan Ukraina tidak diundang dalam perundingan tersebut.

    RIA Novosti menerbitkan video pertemuan tersebut ketika dimulai, dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan utusan Timur Tengah Steve Witkoff duduk di seberang Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan ajudan senior Putin Yury Ushakov.

    Sebelum pembicaraan, kamera juga menangkap CEO Russian Direct Investment Fund, Kirill Dmitriev, sebagai bagian dari delegasi Rusia. 

    Dmitriev memuji pemerintahan AS saat ini sebagai cepat, efisien, dan sangat sukses, dalam sebuah wawancara dengan CNN.

    Sebelumnya, Kremlin mengatakan pertemuan itu untuk membahas hubungan AS-Rusia dan menindaklanjuti upaya Donald Trump untuk menengahi perundingan Rusia-Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Rusia Tuntut Ukraina Netral, Fase Panas Mungkin akan Segera Berakhir, Kata Dubes Rusia untuk PBB – Halaman all

    Rusia Tuntut Ukraina Netral, Fase Panas Mungkin akan Segera Berakhir, Kata Dubes Rusia untuk PBB – Halaman all

    Rusia Tuntut Ukraina Netral, Fase Panas Mungkin akan Segera Berakhir, Kata Dubes Rusia untuk PBB

    TRIBUNNEWS.COM- Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengisyaratkan bahwa “fase panas” krisis Ukraina akan segera berakhir, dengan mengutip perubahan upaya diplomatik global setelah pemerintahan Republik berkuasa di Amerika Serikat.

    Rusia telah menegaskan kembali posisinya bahwa Ukraina harus menjadi negara yang didemiliterisasi, netral, dan tetap berada di luar aliansi militer mana pun, menurut Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia. Berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Senin, Nebenzia menyatakan:

    “Ukraina di masa depan seharusnya menjadi negara yang didemiliterisasi, netral, dan tidak tergabung dalam blok atau aliansi mana pun.”

    Komentarnya muncul di tengah meningkatnya diskusi internasional mengenai masa depan perang di Ukraina, karena pembicaraan diplomatik mendapatkan momentum menyusul perubahan politik di Washington.

    Rusia Melihat Berakhirnya Pertempuran, Namun Tidak Ada Jaminan Perdamaian
    Nebenzia menyarankan bahwa “fase panas” krisis Ukraina dapat segera berakhir, dengan mengutip upaya diplomatik global yang berubah setelah pemerintahan Republik berkuasa di Amerika Serikat. Ia berkomentar:

    “Kita semua melihat proses apa yang sedang berlangsung di dunia saat ini setelah Pemerintahan Republik di Amerika Serikat berkuasa. Seperti yang telah kita serukan selama beberapa bulan terakhir, diplomasi akhirnya terlibat aktif dalam permainan ini. Ada kemungkinan bahwa fase panas krisis Ukraina akan segera berakhir.”

    Meski demikian, Nebenzia memperingatkan bahwa gencatan senjata atau pembekuan konflik di sepanjang garis depan saat ini tidak akan cukup untuk memastikan resolusi yang langgeng.

    Moskow Nyatakan Wilayah Ukraina “Hilang Tak Terelakkan”

    Rusia juga menegaskan kembali kedaulatan atas beberapa bekas wilayah Ukraina, dengan Nebenzia menyatakan bahwa Ukraina telah kehilangan kendali secara permanen atas wilayah yang dianeksasi Moskow setelah invasi tahun 2022.

    “Ukraina kini telah kehilangan tidak hanya Krimea, tetapi juga Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, serta wilayah Kherson dan Zaporozhye, yang menjadi bagian dari Rusia. Oleh karena itu, perlu untuk memperbaiki situasi di wilayah-wilayah yang masih berada di bawah kendali Kiev.”

    Pernyataan ini menunjukkan bahwa Rusia tidak bermaksud merundingkan status wilayah tersebut, sehingga semakin mempersulit prospek perundingan damai.

    Ketegangan Diplomatik Meningkat di Tengah KTT Keamanan Paris
    Sikap baru Kremlin muncul saat para pemimpin Eropa bertemu di Paris untuk membahas keamanan Ukraina dan masa depan strategi pertahanan Eropa. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mendesak negara-negara Eropa untuk meningkatkan upaya mereka, dengan memperingatkan bahwa perubahan pendekatan Amerika Serikat terhadap Ukraina berarti Eropa harus mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas keamanannya sendiri.

    Kekhawatiran utama di antara para pemimpin Eropa adalah bahwa Washington telah setuju untuk mengadakan perundingan dengan Rusia di Arab Saudi tanpa melibatkan perwakilan Eropa atau Ukraina. Hal ini telah memicu kekhawatiran bahwa Moskow dapat memaksakan tuntutannya agar NATO menarik diri dari Eropa Timur, sementara tidak melibatkan Kyiv dalam proses pengambilan keputusan.

    Pada saat yang sama, negara-negara Eropa sedang memperdebatkan kemungkinan pengerahan 25.000 hingga 30.000 personel militer ke Ukraina, meskipun mereka tidak akan ditempatkan di dekat garis depan. Usulan tersebut, yang pertama kali dilaporkan oleh The Washington Post , diharapkan akan dibahas pada pertemuan puncak Paris, di mana Inggris, Prancis, dan negara-negara Eropa lainnya sedang mempertimbangkan cara-cara untuk meningkatkan keamanan Ukraina.

    Swedia juga telah mengisyaratkan keterbukaannya untuk mengirim pasukan sebagai bagian dari misi penjaga perdamaian setelah kesepakatan resmi tercapai. Menteri Luar Negeri Maria Malmer Stenergard menyatakan:

    “Pertama-tama, kita harus sepakat tentang perdamaian yang adil dan abadi, yang menghormati hukum internasional dan Ukraina … Begitu perdamaian ini tercapai, kita harus memastikan bahwa perdamaian itu dipertahankan. Dalam hal ini, pemerintah kita tidak mengesampingkan apa pun.”

    Rusia Menolak Kehadiran Militer Barat di Ukraina

    Moskow telah bereaksi negatif terhadap setiap diskusi mengenai pasukan Barat yang dikerahkan di Ukraina, dengan Dinas Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR) sebelumnya mengklaim bahwa Barat sedang mempersiapkan untuk mengirim 100.000 tentara dengan kedok penjaga perdamaian.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa misi penjagaan perdamaian apa pun harus disetujui oleh semua pihak yang terlibat. Ia menyatakan pada bulan November:

    “Pengerahan pasukan penjaga perdamaian hanya mungkin dilakukan dengan persetujuan pihak-pihak yang berkonflik.”

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Berpotensi Jadi Tuan Rumah Pertemuan Trump-Putin, Arab Saudi Bilang Gini    
        Berpotensi Jadi Tuan Rumah Pertemuan Trump-Putin, Arab Saudi Bilang Gini

    Berpotensi Jadi Tuan Rumah Pertemuan Trump-Putin, Arab Saudi Bilang Gini Berpotensi Jadi Tuan Rumah Pertemuan Trump-Putin, Arab Saudi Bilang Gini

    Riyadh

    Arab Saudi menyatakan kesediaan untuk menjadi tuan rumah pertemuan penting antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan dengan Putin semakin dekat saat Trump terus mendorong perundingan damai untuk perang Ukraina.

    Trump, seperti dilansir AFP, Jumat (14/2/2025), melontarkan prospek pertemuan di Saudi setelah dia melakukan percakapan telepon dengan Putin pada Rabu (12/2) waktu setempat.

    Dikatakan Trump kepada wartawan bahwa dirinya dan Putin “mungkin akan bertemu di Arab Saudi untuk pertama kali”.

    Pernyataan Trump itu disambut baik oleh Riyadh, yang menegaskan kembali dukungan untuk upaya perdamaian di Ukraina.

    “Kerajaan (Saudi) menyampaikan sambutannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan puncak di Arab Saudi, dan menegaskan kembali upaya berkelanjutan untuk mencapai perdamaian abadi antara Rusia dan Ukraina,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya.

    Namun tidak dikonfirmasi lebih lanjut apakah pertemuan itu memang akan digelar di Riyadh.

    Kementerian Luar Negeri Saudi, dalam pernyataannya, “memuji percakapan telepon” antara Trump dan Putin, serta “kemungkinan” menjadi tuan rumah pertemuan kedua pemimpin tersebut.

    Dalam pernyataan terpisah pada Kamis (13/2) waktu setempat, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tidak ada kesepakatan dengan Trump mengenai rincian pertemuannya dan Putin, yang menurut kedua negara sedang diupayakan.

    “Sejauh ini, belum ada keputusan yang diambil, baik di level kerja, atau di level tertinggi,” ucapnya.

    “Tentu saja, akan dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan pertemuan seperti itu. Bisa berminggu-minggu, bisa sebulan, bisa beberapa bulan,” kata Peskov.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Zelensky Tegaskan Tak Ada Damai Jika Ukraina Tak Dilibatkan di Perundingan

    Zelensky Tegaskan Tak Ada Damai Jika Ukraina Tak Dilibatkan di Perundingan

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengingatkan Ukraina tidak akan menyetujui kesepakatan damai apa pun yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia tanpa keterlibatannya. Hal itu disampaikan Zelensky usai Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk memulai pembicaraan guna mengakhiri perang.

    “Kami tidak dapat menerimanya, sebagai negara merdeka,” kata Zelensky,” dilansir BBC, Jumat (14/2/2025).

    Presiden AS telah berbicara tentang “kemungkinan bagus” untuk mengakhiri perang setelah ia dan Putin berbicara melalui telepon. Trump mengatakan, tidaklah “praktis” bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

    “Tidak mungkin Ukraina dapat kembali ke perbatasan sebelum invasi,” kata Trump.

    Trump kini telah menyarankan agar perwakilan Rusia bertemu dengan warga Amerika pada hari Jumat di Munich, yang menjadi tuan rumah konferensi keamanan.

    “Rusia akan berada di sana bersama rakyat kita,” kata Trump.

    “Ngomong-ngomong, Ukraina juga diundang. Tidak yakin siapa saja yang akan hadir dari negara mana pun, tetapi orang-orang tingkat tinggi dari Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat,” kata Trump.

    “Saya ingin sekali mereka (Rusia) kembali. Saya rasa mengusir mereka adalah kesalahan. Lihat, ini bukan soal menyukai Rusia atau tidak menyukai Rusia,” tambahnya.

    Sementara otoritas Rusia, yang tidak ikut serta dalam forum tahunan tersebut, tidak segera mengomentari klaim Trump.

    Penasihat Zelensky, Dmytro Lytvyn, mengatakan kepada wartawan bahwa “pembicaraan dengan Rusia di Munich” “tidak diharapkan”.

    Zelensky akan bertemu dengan Wakil Presiden Trump, JD Vance, di kota Jerman tersebut pada hari Jumat.

    Zelensky, yang juga sempat melakukan panggilan telepon dengan Trump pada hari Rabu. Ia mengatakan negaranya tidak dapat menerima “perjanjian apa pun (yang dibuat) tanpa kami,”.

    “Orang Eropa juga perlu berada di meja perundingan,” katanya.

    Zelensky memberi tahu Trump bahwa prioritasnya adalah “jaminan keamanan”, sesuatu yang tidak ia lihat tanpa dukungan AS.

    Dalam kesempatan berbeda, Zelensky mengatakan bahwa keanggotaan NATO untuk Ukraina akan menjadi opsi “yang paling hemat biaya” bagi para mitranya, tanpa memberikan perincian.

    “Saya juga memperingatkan para pemimpin dunia agar tidak mempercayai klaim Putin tentang kesiapan untuk mengakhiri perang,” tambahnya.

    Sebelumnya, Istana kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Trump dengan Putin perlu diselenggarakan “segera”. Hal ini disampaikan Kremlin pada Kamis (13/2) setelah kedua presiden tersebut melakukan panggilan telepon sehari sebelumnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (13/2/2025), Trump mengatakan bahwa dalam pembicaraan via telepon itu, dia dan Putin setuju untuk “segera” memulai negosiasi tentang konflik Ukraina. Percakapan via telepon ini menandai kontak presiden langsung pertama antara Washington dan Moskow dalam tiga tahun.

    “Jelas ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan semacam itu dengan segera, para kepala negara memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Zelensky Tegaskan Tak Ada Damai Jika Ukraina Tak Dilibatkan di Perundingan

    Zelensky Peringatkan Tak Ada Kesepakatan Damai Tanpa Keterlibatan Ukraina

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengingatkan Ukraina tidak akan menyetujui kesepakatan damai apa pun yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia tanpa keterlibatannya. Hal itu disampaikan Zelensky usai Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk memulai pembicaraan guna mengakhiri perang.

    “Kami tidak dapat menerimanya, sebagai negara merdeka,” kata Zelensky,” dilansir BBC, Jumat (14/2/2025).

    Presiden AS telah berbicara tentang “kemungkinan bagus” untuk mengakhiri perang setelah ia dan Putin berbicara melalui telepon. Trump mengatakan, tidaklah “praktis” bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

    “Tidak mungkin Ukraina dapat kembali ke perbatasan sebelum invasi,” kata Trump.

    Trump kini telah menyarankan agar perwakilan Rusia bertemu dengan warga Amerika pada hari Jumat di Munich, yang menjadi tuan rumah konferensi keamanan.

    “Rusia akan berada di sana bersama rakyat kita,” kata Trump.

    “Ngomong-ngomong, Ukraina juga diundang. Tidak yakin siapa saja yang akan hadir dari negara mana pun, tetapi orang-orang tingkat tinggi dari Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat,” kata Trump.

    “Saya ingin sekali mereka (Rusia) kembali. Saya rasa mengusir mereka adalah kesalahan. Lihat, ini bukan soal menyukai Rusia atau tidak menyukai Rusia,” tambahnya.

    Sementara otoritas Rusia, yang tidak ikut serta dalam forum tahunan tersebut, tidak segera mengomentari klaim Trump.

    Penasihat Zelensky, Dmytro Lytvyn, mengatakan kepada wartawan bahwa “pembicaraan dengan Rusia di Munich” “tidak diharapkan”.

    Zelensky akan bertemu dengan Wakil Presiden Trump, JD Vance, di kota Jerman tersebut pada hari Jumat.

    Zelensky, yang juga sempat melakukan panggilan telepon dengan Trump pada hari Rabu. Ia mengatakan negaranya tidak dapat menerima “perjanjian apa pun (yang dibuat) tanpa kami,”.

    “Orang Eropa juga perlu berada di meja perundingan,” katanya.

    Zelensky memberi tahu Trump bahwa prioritasnya adalah “jaminan keamanan”, sesuatu yang tidak ia lihat tanpa dukungan AS.

    Dalam kesempatan berbeda, Zelensky mengatakan bahwa keanggotaan NATO untuk Ukraina akan menjadi opsi “yang paling hemat biaya” bagi para mitranya, tanpa memberikan perincian.

    “Saya juga memperingatkan para pemimpin dunia agar tidak mempercayai klaim Putin tentang kesiapan untuk mengakhiri perang,” tambahnya.

    Sebelumnya, Istana kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Trump dengan Putin perlu diselenggarakan “segera”. Hal ini disampaikan Kremlin pada Kamis (13/2) setelah kedua presiden tersebut melakukan panggilan telepon sehari sebelumnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (13/2/2025), Trump mengatakan bahwa dalam pembicaraan via telepon itu, dia dan Putin setuju untuk “segera” memulai negosiasi tentang konflik Ukraina. Percakapan via telepon ini menandai kontak presiden langsung pertama antara Washington dan Moskow dalam tiga tahun.

    “Jelas ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan semacam itu dengan segera, para kepala negara memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia: Pertemuan Putin-Trump Perlu Diadakan Segera

    Rusia: Pertemuan Putin-Trump Perlu Diadakan Segera

    Jakarta

    Istana kepresidenan Rusia atau Kremlin mengatakan bahwa pertemuan tatap muka antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin perlu diselenggarakan “segera”. Hal ini disampaikan Kremlin pada Kamis (13/2) setelah kedua presiden tersebut melakukan panggilan telepon sehari sebelumnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (13/2/2025), Trump mengatakan bahwa dalam pembicaraan via telepon itu, dia dan Putin setuju untuk “segera” memulai negosiasi tentang konflik Ukraina. Percakapan via telepon ini menandai kontak presiden langsung pertama antara Washington dan Moskow dalam tiga tahun.

    “Jelas ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan semacam itu dengan segera, para kepala negara memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    Sebelumnya, Trump mengatakan pada hari Rabu (12/2) bahwa ia berharap untuk bertemu Putin di Arab Saudi.

    Rusia juga ingin membahas keamanan Eropa dalam setiap negosiasi dengan AS, kata Peskov, yang tampaknya merujuk pada kekhawatiran Putin tentang perluasan aliansi militer NATO.

    Sebelum melancarkan serangan terhadap Ukraina pada tahun 2022, Moskow menuntut agar NATO kembali ke perbatasannya tahun 1997 — yang akan mengecualikan semua negara Baltik serta Polandia.

    Putin menggunakan perluasan NATO sebagai dalih untuk melancarkan serangan militer skala penuh terhadap Ukraina.

    “Tentu saja, semua masalah yang terkait dengan keamanan di benua Eropa, terutama dalam aspek-aspek yang menjadi perhatian negara kami, Federasi Rusia, harus dibahas secara komprehensif, dan kami berharap demikian,” kata Peskov.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rusia Tolak Usulan Zelensky Tukar Wilayah Ukraina dengan Wilayah Kursk yang Dikuasai Kyiv – Halaman all

    Rusia Tolak Usulan Zelensky Tukar Wilayah Ukraina dengan Wilayah Kursk yang Dikuasai Kyiv – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia menolak usulan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menukar wilayah Ukraina yang didudukinya dengan wilayah Kursk yang dikuasai pasukan Kyiv.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov pada Rabu (12/2/2025) menyatakan kepada wartawan menerima usulan Zelensky adalah “mustahil”.

    “Rusia tidak pernah dan tidak akan pernah membahas topik pertukaran wilayahnya,” tegas Peskov, dikutip dari Al Jazeera.

    Ia menambahkan pasukan Ukraina yang menguasai wilayah di dalam Rusia akan “dihancurkan” atau diusir.

    Pada Agustus lalu, Ukraina melancarkan serangan kilat ke wilayah Kursk dan berhasil merebut sebagian wilayah tersebut.

    Pasukan Rusia hingga kini masih berjuang untuk mengusir pasukan Ukraina dari wilayah tersebut.

    Di sisi lain, Rusia saat ini menguasai hampir 20 persen wilayah Ukraina atau lebih dari 112.000 kilometer persegi, Yahoo News UK melaporkan.

    Sementara Ukraina menguasai sekitar 450 kilometer persegi wilayah Kursk, menurut peta medan perang yang tersedia.

    Pengumuman dari Kremlin muncul setelah otoritas Ukraina mengungkapkan bahwa satu orang tewas dan sedikitnya empat lainnya terluka, termasuk seorang anak, akibat serangan yang merusak blok apartemen, gedung perkantoran, dan infrastruktur sipil di Kyiv.

    Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim telah melaksanakan “serangan rudal kelompok” terhadap lokasi industri militer Ukraina yang memproduksi pesawat tak berawak dan semua target telah berhasil dihancurkan.

    Sebelumnya, Perwakilan Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, merespons pernyataan Zelensky tentang kemungkinan pertukaran wilayah dengan Rusia untuk mengakhiri perang.

    “Di wilayah Kursk, neo-Nazi yang beroperasi di sana menunggu tanah tanpa pertukaran apa pun, luasnya sekitar satu meter kali dua meter dan kedalamannya satu setengah hingga dua meter,” katanya.

    “Zelensky membuat pernyataan seperti itu untuk menyembunyikan skala sebenarnya bencana bagi Angkatan Bersenjata Ukraina,” imbuhnya.

    Wakil Duma Negara Rusia dari Krimea, Leonid Ivlev, juga menanggapi pernyataan Zelensky dengan mengatakan bahwa tidak ada tawar-menawar yang akan terjadi.

    “Kepala rezim Kyiv harus menebus kekurangan pendidikannya dan membaca ulang novel karya penulis Soviet Ilya Ilf dan Yevgeny Petrov, ‘Dua Belas Kursi’,” ujarnya.

    Ia mengutip sebuah kalimat dalam novel tersebut, “Tawar-menawar tidak pantas di sini.”

    Vitaly Ganchev, Kepala pemerintahan Rusia di Kharkiv, Ukraina, menambahkan komentarnya.

    “Zelensky hanya akan menerima sebidang tanah dengan panjang dua meter dan kedalaman satu setengah meter, dan lokasi dalam pengertian ini kurang penting,” katanya.

    Ia juga menyatakan, “Semua keinginan yang disuarakan Zelensky tidak penting. Ini adalah mimpi…”

    Pada Agustus 2024, pasukan Ukraina berhasil menginvasi wilayah Kursk, Rusia, yang berbatasan langsung dengan Ukraina.

    Sementara itu, Rusia telah mengumumkan aneksasi lima wilayah Ukraina, termasuk Krimea pada tahun 2014 dan Donetsk, Kherson, Luhansk, serta Zaporizhia pada September 2022, meskipun belum sepenuhnya mengendalikan wilayah-wilayah tersebut.

    Pernyataan Zelensky

    Setelah serangan tersebut, Zelensky menulis di media sosial bahwa Putin “tidak mempersiapkan perdamaian – ia terus membunuh warga Ukraina dan menghancurkan kota-kota.”

    “Hanya langkah-langkah dan tekanan yang kuat terhadap Rusia yang dapat menghentikan teror ini,” tegas Zelensky.

    “Saat ini, kami membutuhkan persatuan dan dukungan dari semua mitra kami dalam perjuangan untuk mengakhiri perang ini secara adil.”

    Zelensky mengungkapkan niatnya untuk mengusulkan pertukaran wilayah kepada Rusia sebagai langkah awal untuk memulai perundingan perdamaian guna mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Presiden Ukraina berencana menukar sebagian wilayah Kursk di Rusia yang dikuasai pasukan Ukraina dengan wilayah Ukraina yang dianeksasi Rusia.

    “Kami akan menukar satu wilayah dengan wilayah lain,” kata Zelensky kepada The Guardian pada Selasa (11/2/2025).

    Namun, Zelensky menyatakan bahwa ia belum menentukan bagian mana dari wilayah Ukraina yang akan diminta sebagai imbalan.

    “Saya tidak tahu, kita lihat saja nanti. Tapi semua wilayah kami penting, tidak ada prioritas,” tambahnya.

    Zelensky juga mengatakan bahwa Ukraina siap untuk bernegosiasi dengan Rusia, tetapi dengan posisi yang kuat.

    Ia menegaskan bahwa Ukraina akan menawarkan kontrak restorasi dan insentif investasi kepada perusahaan Amerika Serikat sebagai bagian dari tawaran untuk mempengaruhi Presiden AS Donald Trump, yang sebelumnya menunjukkan minat terhadap mineral langka di Ukraina.

    Selain itu, Zelensky mengkritik usulan jaminan keamanan hanya dari negara-negara Eropa, tanpa partisipasi AS.

    Menurutnya, jaminan keamanan yang hanya datang dari Eropa tidaklah cukup.

    “Ada suara-suara yang mengatakan bahwa Eropa dapat menawarkan jaminan keamanan tanpa Amerika, dan saya selalu mengatakan tidak,” tegas Zelensky.

    “Jaminan keamanan tanpa Amerika Serikat bukanlah jaminan keamanan yang sesungguhnya,” lanjutnya.

    Zelensky dijadwalkan bertemu dengan Wakil Presiden AS JD Vance pada Jumat (14/2/2025) di sela-sela Konferensi Keamanan Munich.

    Utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Keith Kellogg, yang ditugaskan untuk menyusun proposal menghentikan pertempuran, juga akan mengunjungi Ukraina minggu depan.

    Trump, yang kembali menjabat dengan janji untuk mengakhiri perang di Ukraina, mungkin akan memanfaatkan miliaran dolar bantuan AS yang dikirimkan di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden untuk memaksa Kyiv membuat konsesi teritorial.

    Penolakan Medvedev terhadap Usulan Ukraina

    Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menanggapi usulan Ukraina untuk menukar wilayah dengan Rusia dengan mengatakan bahwa ide tersebut adalah “omong kosong”.

    Medvedev, yang pernah menjabat sebagai Presiden Rusia dari 2008 hingga 2012, menekankan bahwa Rusia telah menunjukkan kemampuannya untuk mencapai perdamaian melalui kekuatan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)