Tag: Dmitry Peskov

  • Zelensky Akhirnya Tunduk kepada Trump, Perang Ukraina-Rusia Berhenti?

    Zelensky Akhirnya Tunduk kepada Trump, Perang Ukraina-Rusia Berhenti?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pihaknya siap untuk mengakhiri perang antara negaranya dan Rusia yang sudah berjalan dalam 3 tahun terakhir. Hal ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan tekanan besar kepadanya untuk segera fokus pada gencatan senjata.

    Dalam sebuah pernyataan, Rabu (5/3/2025), Zelensky menyebut siap melakukan gencatan senjata jika Rusia juga berhenti menyerang Ukraina. Dalam pernyataan ini, Zelensky tidak merinci permintaan agar Moskow mundur dari posisinya sekarang, sesuatu yang sering diucapkannya sebelumnya.

    “Kami siap bekerja cepat untuk mengakhiri perang, dan tahap pertama dapat berupa pembebasan tahanan dan gencatan senjata di udara, larangan rudal, pesawat tanpa awak jarak jauh, bom pada energi dan infrastruktur sipil lainnya, dan gencatan senjata di laut segera, jika Rusia akan melakukan hal yang sama,” kata Zelensky dikutip CNN International.

    “Kemudian kami ingin bergerak sangat cepat melalui semua tahap berikutnya dan bekerja dengan AS untuk menyetujui kesepakatan akhir yang kuat.”

    Zelensky pun juga mengatakan bahwa Ukraina siap menandatangani kesepakatan mineral, yang seharusnya ditandatangani pada hari Jumat lalu namun batal karena perdebatannya dengan Trump, yang berakhir dirinya diminta meninggalkan Gedung Putih.

    “Mengenai perjanjian mineral dan keamanan, Ukraina siap menandatanganinya kapan saja dan dalam format apa pun yang sesuai. Kami melihat perjanjian ini sebagai langkah menuju keamanan yang lebih baik dan jaminan keamanan yang solid, dan saya benar-benar berharap ini akan berjalan secara efektif,” tandasnya.

    Kerangka kerja tersebut serupa dengan rencana yang diusulkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron setelah pertemuan puncak para pemimpin Barat pada hari Minggu, yang berlangsung di London di tengah kecemasan di benua itu tentang masa depan Ukraina.

    “Kami benar-benar menghargai seberapa banyak yang telah dilakukan Amerika untuk membantu Ukraina mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaannya. Dan kami ingat momen ketika keadaan berubah ketika Presiden Trump memberi Ukraina Lembing. Kami berterima kasih untuk ini,” imbuh Zelensky.

    Masih harus dilihat bagaimana Trump akan menanggapi usulan pemimpin Ukraina atau refleksinya tentang kunjungan Gedung Putih. Namun, pernyataan yang panjang itu menunjukkan upaya Kyiv untuk memaksakan suaranya dalam diskusi tentang masa depan konflik, setelah pemerintahan Trump membuka pembicaraan dengan Rusia bulan lalu dan menolak mengundang Ukraina.

    Trump pada hari Senin memerintahkan penghentian sementara pengiriman bantuan militer AS ke Ukraina, yang dapat berdampak buruk pada kemampuan berperang negara itu. Penghentian bantuan, yang terjadi setelah Trump mengadakan serangkaian pertemuan dengan pejabat tinggi keamanan nasional.

    Foto: AFP/SAUL LOEB
    US President Donald Trump and Ukraine’s President Volodymyr Zelensky meet in the Oval Office of the White House in Washington, DC, February 28, 2025. Zelensky and Trump openly clashed in the White House on February 28 at a meeting where they were due to sign a deal on sharing Ukraine’s mineral riches and discuss a peace deal with Russia. “You’re not acting at all thankful. It’s not a nice thing,” Trump said. “Its going to be very hard to do business like this,” he added. (Photo by SAUL LOEB / AFP)

    Perang berhenti, logistik habis

    Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.

    Langkah ini pun akhirnya menyeret sejumlah negara Barat dalam konflik, termasuk AS, Inggris, dan sejumlah sekutunya di Eropa. Mereka memberikan bantuan besar kepada Kyiv untuk melawan pasukan Rusia, dan di sisi lain, menjatuhkan ribuan sanksi ekonomi kepada Moskow agar tak memiliki anggaran untuk perang

    Selama 3 tahun terakhir, Zelensky memimpin Ukraina dalam situasi perang besar melawan Rusia dengan bantuan senjata dari Barat. Dalam perang ini, Kiel Institute menyebut sekutu Barat telah memberikan bantuan senilai 366,36 euro, atau Rp 6.400 triliun.

    AS adalah donor militer terbesar bagi Ukraina, yang telah memberikan atau mengalokasikan lebih dari 64 miliar euro (Rp 1.117 triliun) sejak Januari 2022 dalam bentuk senjata, amunisi, dan bantuan militer lainnya. Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 14 miliar euro (Rp 244 triliun) yang diperuntukkan bagi senjata berat

    Pasca perdebatan Trump dan Zelensky pekan lalu, Washington menghentikan seluruh bantuan ke Ukraina. Hal ini kemudian menimbulkan kepanikan di Ukraina dan sejumlah sekutu AS di Eropa. Zelensky bahkan meminta pejabat Ukraina untuk menghubungi mitranya di AS untuk memperoleh informasi resmi mengenai pembekuan bantuan.

    “Saya telah menginstruksikan menteri pertahanan, kepala intelijen, dan diplomat kami untuk menghubungi mitra mereka di AS dan memperoleh informasi resmi,” kata Zelensky kepada warga Ukraina dalam pidato malamnya.

    Moskow, di sisi lain, memuji keputusan Trump. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebutnya sebagai “solusi yang benar-benar dapat mendorong rezim Kyiv menuju proses perdamaian”.

    Sementara itu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE) bersiap untuk memperkuat pertahanannya sendiri dengan mengucurkan dana sebesar 800 miliar euro (Rp 13.800 triliun). Secara rinci, pada pertemuan tinggi Eropa di Brussels, Selasa (4/3/2025), nantinya Komisi Eropa mengusulkan pinjaman gabungan UE baru sebesar 150 miliar euro (Rp 2.593 triliun) sebagai bagian dari pendanaan itu.

    Peminjaman bersama tersebut akan digunakan untuk membangun domain kemampuan pan-Eropa seperti pertahanan udara dan rudal, sistem artileri, rudal dan amunisi, drone dan sistem siber.

    “Ini akan membantu Negara Anggota untuk menyatukan permintaan dan membeli bersama. Ini akan mengurangi biaya, mengurangi fragmentasi, meningkatkan interoperabilitas, dan memperkuat basis industri pertahanan kita,” kata Presiden Komisi Ursula von der Leyen.

    Von der Leyen tidak memberikan kerangka waktu yang terperinci. Namun ia mengatakan pengeluaran perlu ditingkatkan “segera sekarang tetapi juga dalam jangka waktu yang lebih lama dalam dekade ini.”

    “Jika Negara Anggota meningkatkan pembelanjaan pertahanan mereka sebesar 1,5% dari PDB secara rata-rata, ini dapat menciptakan ruang fiskal mendekati 650 miliar euro,” tambah von der Leyen.

    Selain itu, Komisi mengusulkan agar uang yang diterima negara-negara dari apa yang disebut dana kohesi UE yang dirancang untuk menyamakan standar hidup di seluruh Eropa, juga dapat digunakan untuk tujuan pertahanan. Dana ini disebut telah mencapai 800 miliar euro.

    “Eropa siap memikul tanggung jawabnya. Eropa dapat memobilisasi hampir 800 miliar euro untuk Eropa yang aman dan tangguh. Kami akan terus bekerja sama erat dengan mitra kami di NATO. Ini adalah momen bagi Eropa. Dan kami siap untuk melangkah maju,” tuturnya lagi.

    (tps/wur)

  • Verkhovna Rada Akui Peran Krusial AS Agar Perdamaian Ukraina-Rusia Tercapai – Halaman all

    Verkhovna Rada Akui Peran Krusial AS Agar Perdamaian Ukraina-Rusia Tercapai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada Senin (3/3/2025), Parlemen Ukraina, Verkhovna Rada, menyatakan Kyiv sangat bergantung pada dukungan Amerika Serikat (AS) dalam hal keamanan.

    Mereka juga memuji peran Presiden Donald Trump yang dianggap sangat penting dalam menciptakan upaya perdamaian untuk mengakhiri konflik dengan Rusia,  Reuters melaporkan.

    Parlemen Ukraina menegaskan rakyat Ukraina sangat mendambakan perdamaian lebih dari siapa pun di dunia.

    Mereka percaya bahwa usaha Presiden Trump dalam menjaga perdamaian akan sangat berpengaruh untuk mengakhiri permusuhan dengan cepat dan mencapai perdamaian, tidak hanya untuk Ukraina tetapi juga untuk Eropa dan dunia secara keseluruhan.

    Pernyataan ini disampaikan setelah pertemuan yang panas antara Presiden Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Ruang Oval Gedung Putih pada Jumat (28/2/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Trump dan Wakil Presiden JD Vance beberapa kali mengkritik Zelensky.

    AS menuduhnya tidak menunjukkan rasa terima kasih atas bantuan militer dan ekonomi yang telah diberikan AS kepada Ukraina selama bertahun-tahun.

    Verkhovna Rada menyambut baik upaya Presiden Trump untuk memulai proses negosiasi demi mencapai perdamaian.

    Parlemen Ukraina juga mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada Trump, Kongres AS, serta rakyat Amerika atas dukungan yang kuat dan konsisten terhadap kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina.

    Parlemen Ukraina menegaskan bahwa kemitraan strategis dengan AS sangat penting, terutama dalam eksplorasi sumber daya mineral kritis. 

    Trump, yang berorientasi bisnis, menyatakan secara terang-terangan jika Ukraina ingin bertahan, Zelensky harus segera membuat kesepakatan damai.

    Trump percaya bahwa kesepakatan itu bisa dicapai dengan cepat karena ia yakin bahwa Rusia dan rakyat Ukraina juga ingin perdamaian.

    Sementara itu, analisis menunjukkan bahwa langkah Trump selanjutnya terkait kesepakatan bisnis yang melibatkan Ukraina belum dapat diprediksi.

    Beberapa pengamat, seperti Anna Borshchevskaya dari Washington Institute for Near East Policy, mencatat bahwa Eropa kini meningkatkan upaya untuk menghalangi Rusia.

    Setelah pertemuan tersebut, Presiden Zelensky meninggalkan Gedung Putih dan terbang ke Eropa untuk bertemu dengan sekutunya di benua itu.

    Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menunjukkan dukungan Inggris terhadap Ukraina.

    Starmer mengumumkan bantuan senilai $2 miliar untuk rudal pertahanan udara dan menawarkan pasukan penjaga perdamaian.

    Pada hari yang sama, Zelensky menegaskan Ukraina memerlukan dukungan AS yang berkelanjutan untuk mencegah keberhasilan Rusia dan memastikan bahwa kegagalan Ukraina bukan hanya kegagalan negara-negara Eropa dan AS.

    Reaksi terhadap Upaya Perdamaian

    Di sisi lain, Juru Bicara Presiden Rusia, Dmitry Peskov, menanggapi dengan mengatakan bahwa upaya Washington dan kesiapan Moskow tidak akan cukup untuk mengakhiri perang, karena elemen penting masih hilang.

    China juga menyatakan dukungannya terhadap penyelesaian damai.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menegaskan mereka tidak terlibat dalam krisis Ukraina dan mendukung semua upaya yang mengarah pada penyelesaian masalah secara damai. 

    Di Washington, Gedung Putih mengonfirmasi sedang meninjau dan menunda bantuan untuk memastikan bahwa bantuan tersebut berkontribusi pada solusi perdamaian yang berkelanjutan.

    Trump juga mengisyaratkan bahwa ia akan memberikan pidato besar terkait Ukraina pada sidang gabungan Kongres pada Selasa malam (4/3/2025), VOA melaporkan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • AS Setop Bantuan Militer ke Ukraina, Rusia: Terbaik untuk Perdamaian

    AS Setop Bantuan Militer ke Ukraina, Rusia: Terbaik untuk Perdamaian

    Moskow

    Kremlin atau istana kepresidenan Rusia mengomentari langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menghentikan bantuan militer untuk Ukraina. Kremlin menyebut langkah Washington itu menjadi kontribusi terbaik bagi perdamaian.

    Namun ditegaskan oleh Kremlin bahwa Rusia perlu mengklarifikasi rincian langkah Trump tersebut.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seperti dilansir Reuters, Selasa (4/2/2024), terkesan berhati-hati terhadap laporan penghentian bantuan AS untuk Ukraina tersebut. Dia mengatakan detail soal langkah terbaru AS itu perlu diperhatikan.

    Langkah penangguhan bantuan militer Washington untuk Kyiv itu diungkapkan oleh seorang pejabat Gedung Putih yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters. Gedung Putih, atau Trump sendiri, belum memberikan pernyataan resmi soal hal tersebut.

    “Jika ini benar, maka ini adalah keputusan yang benar-benar dapat mendorong rezim Kyiv untuk melakukan proses perdamaian,” sebut Peskov dalam pernyataannya.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    “Jelas bahwa Amerika Serikat sejauh ini merupakan pemasok utama perang ini. Jika Amerika Serikat berhenti (menjadi pemasok senjata) atau menangguhkan pasokan ini, mungkin hal ini akan menjadi kontribusi terbaik bagi perdamaian,” tegasnya.

    Trump memerintahkan penghentian pengiriman bantuan militer ke Ukraina menyusul cekcok dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih pekan lalu. Langkah ini memperdalam perpecahan yang telah terjadi di antara kedua negara yang pernah bersekutu tersebut.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Trump, yang berbicara via telepon dengan Presiden Vladimir Putin pada 12 Februari lalu, mengatakan dirinya ingin dikenang sebagai “pembuat perdamaian”. Dia mengubah kebijakan AS terhadap Ukraina dengan membuka pembicaraan bilateral dengan Moskow dalam upaya mencapai resolusi konflik.

    Trump juga menilai perang yang berkecamuk di Ukraina, selama tiga tahun terakhir, berisiko memicu Perang Dunia III. Dia bahkan menyebut Kyiv tidak memiliki pilihan lainnya selain berdamai.

    Peskov mengatakan Rusia menyambut baik pernyataan Trump soal keinginannya untuk perdamaian di Ukraina.

    “Kam mendengar pernyataannya tentang keinginannya untuk membawa perdamaian ke Ukraina, dan hal ini disambut baik. Kami melihat hal-hal tertentu dan menerima informasi tertentu mengenai usulan tindakan ke arah ini. Hal ini juga disambut baik. Namun kami akan terus melihat bagaimana situasi berkembang dalam kenyataannya,” ujarnya.

  • Kremlin Anggap Sia-sia Resolusi London Summit Dukungan ke Ukraina, Permusuhan Dianggap Bisa Berlanjut

    Kremlin Anggap Sia-sia Resolusi London Summit Dukungan ke Ukraina, Permusuhan Dianggap Bisa Berlanjut

    JAKARTA  – Kremlin mengatakan janji yang dibuat oleh para pemimpin Eropa pada pertemuan puncak di London mengenai Ukraina akhir pekan lalu untuk meningkatkan pendanaan ke Kyiv, tidak akan membantu mewujudkan resolusi damai atas konflik tersebut.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan para pemimpin Barat lainnya pada Minggu, 2 Maret.

    Mereka sepakat untuk menyusun rencana perdamaian Ukraina untuk disampaikan ke Amerika Serikat dua hari setelah Zelenskyy berselisih hebat dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan hasil pertemuan puncak tersebut – termasuk kesepakatan rudal pertahanan udara senilai $2 miliar dari Inggris – akan memungkinkan permusuhan terus berlanjut.

    Dilansir Reuters, Senin, 3 Maret, Kremlin menegaskan sangat penting bagi Zelenskyy untuk dipaksa mengubah posisinya dan mencari perdamaian.

  • Rusia Bantah Trump, Putin Tolak Pasukan Perdamaian Eropa terutama Anggota NATO di Ukraina – Halaman all

    Rusia Bantah Trump, Putin Tolak Pasukan Perdamaian Eropa terutama Anggota NATO di Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintahan Rusia di Kremlin menolak klaim Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan penempatan pasukan perdamaian Eropa di Ukraina jika Rusia dan Ukraina sepakat mengakhiri perang.

    “Ada posisi mengenai masalah ini yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Lavrov. Saya tidak perlu menambahkan apa pun mengenai hal ini dan tidak perlu mengomentarinya. Saya tidak akan mengomentarinya,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan pada Selasa (25/2/2025).

    Ia menegaskan Rusia dengan tegas menolak pasukan perdamaian dari negara-negara Eropa, terutama anggota NATO untuk ditempatkan di Ukraina.

    Pada awal bulan ini, utusan Moskow untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan Rusia hanya akan menerima pengerahan pasukan asing ke Ukraina sebagai bagian dari mandat PBB.

    “‘Pasukan penjaga perdamaian’ tidak dapat beroperasi tanpa mandat dari Dewan Keamanan PBB,” kata Vassily Nebenzia saat itu kepada RIA Novosti.

    Ia menegaskan bahwa kontingen militer lainnya di lapangan akan diperlakukan sebagai kombatan reguler.

    “Kehadiran pasukan bersenjata dari negara-negara NATO, bahkan di bawah bendera Uni Eropa atau sebagai bagian dari kontingen nasional sama sekali tidak dapat diterima oleh Moskow,” tegasnya.

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan ia telah menghubungi Putin dan Rusia menerima penempatan pasukan perdamaian di Ukraina.

    “Dia akan menerimanya. Saya telah menanyakan pertanyaan itu kepadanya,” kata Trump kepada wartawan dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Washington pada hari Senin (24/2/2025).

    Donald Trump dan Putin berbicara melalui telepon selama lebih dari satu jam pada 12 Februari 2025. 

    Menurut keduanya, pembicaraan tersebut mencakup berbagai topik, termasuk perang Ukraina.

    Panggilan telepon tersebut terjadi setelah Donald Trump mengatakan ia akan menjadi penengah dalam perundingan antara Rusia dan Ukraina yang bertujuan untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    Beberapa pemimpin negara Eropa, terutama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, telah mengungkapkan gagasan untuk mengirim personel militer ke Ukraina.

    Menurut laporan Wall Street Journal, kedua negara mempertimbangkan untuk mengerahkan hingga 30.000 “pasukan penjaga perdamaian” ke Ukraina, jika Rusia dan Ukraina mencapai kesepakatan damai.

    Rencana tersebut juga bergantung pada apakah AS akan setuju untuk berkontribusi pada upaya tersebut dalam kapasitas militer yang terbatas.

    Pemerintahan Trump telah berulang kali menyatakan bahwa anggota NATO Eropa harus menanggung beban jaminan keamanan bagi Ukraina.

    Sementara AS mengesampingkan pengerahan pasukannya ke Ukraina sebagai bagian dari perjanjian apa pun mengenai jaminan keamanan, menurut pernyataan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth pada awal bulan ini.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Putin Buka Peluang Kerja Sama, Tawarkan Logam Tanah Jarang Rusia ke AS – Halaman all

    Putin Buka Peluang Kerja Sama, Tawarkan Logam Tanah Jarang Rusia ke AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kremlin mengumumkan pada hari Selasa (25/2/2025) bahwa Rusia memiliki banyak deposit logam tanah jarang.

    Tidak hanya itu, Kremlin membuka kesempatan bagi Amerika Serikat apabila ingin bekerja sama.

    Hal ini disampaikan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov setelah Presiden Vladimir Putin mengindikasikan kemungkinan kolaborasi dengan Amerika Serikat di sektor tersebut.

    “Amerika membutuhkan logam tanah jarang. Kami punya banyak logam tersebut,” ujar Dmitry Peskov, dikutip dari Reuters.

    Peskov mengatakan, sebenarnya Rusia telah memiliki rencana dalam mengembangkan logam tanah jarang ini.

    Namun mengetahui apabila AS menginginkannya, maka Rusia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk prospek kerja sama yang cukup luas.

    Dalam wawancaranya dengan TV pemerintah pada hari Senin, Putin menyatakan, Rusia terbuka untuk proyek bersama dengan mitra Amerika, termasuk pemerintah dan sektor swasta, dalam kesepakatan ekonomi di masa depan antara Rusia dan Amerika Serikat.

    Putin mengatakan, kesepakatan potensial AS-Ukraina mengenai mineral langka tidak menjadi masalah.

    Ia menekankan, yang terpenting saat ini, pihaknya siap bekerja sama dengan AS.

    “Untuk wilayah baru, sama saja. Kami siap menarik mitra asing ke wilayah yang disebut baru, ke wilayah bersejarah kami, yang telah kembali ke Federasi Rusia,” jelasnya, dikutip dari BBC.

    Presiden AS Donald Trump juga sebelumnya menyatakan janjinya bahwa akan ada transaksi pembangunan ekonomi besar antara kedua negara.

    Namun Peskov menekankan, masih banyak yang perlu dilakukan dalam kerja sama antara Rusia dan AS ini.

    Mineral langka, yang terdiri dari 17 unsur penting dalam industri teknologi tinggi, digunakan dalam produksi kendaraan listrik, telepon seluler, sistem rudal, dan berbagai komponen elektronik lainnya.

    Menurut data Survei Geologi AS, Rusia memiliki cadangan logam tanah jarang terbesar kelima di dunia setelah China, Brasil, India, dan Australia.

    Selain logam tanah jarang, Putin mengusulkan kerja sama dengan AS dalam sektor aluminium. 

    Ia menyarankan, kedua negara dapat berkolaborasi dalam produksi dan pasokan aluminium, termasuk dari fasilitas peleburan aluminium terbesar di Rusia yang berlokasi di Krasnoyarsk, Siberia.

    Kolaborasi ini, menurut Putin, berpotensi membantu menstabilkan harga global dan meningkatkan kerja sama ekonomi bilateral.

    Namun, mengingat hubungan yang tegang antara Rusia dan AS dalam beberapa tahun terakhir, masih menjadi tanda tanya apakah kesepakatan ini dapat benar-benar terwujud.

    Peskov menegaskan, sebelum kerja sama ekonomi dapat berjalan, masalah krisis Ukraina harus terlebih dahulu diselesaikan.

    Ketegangan Ukraina dan Trump

    Sementara itu, diskusi mengenai akses ke mineral langka juga terjadi antara AS dan Ukraina.

    Presiden AS Donald Trump berulang kali mendesak Kyiv untuk menyerahkan sebagian cadangan mineralnya sebagai imbalan atas dukungan ekonomi dan militer dari Washington. 

    Menurut laporan, negosiasi antara AS dan Ukraina mengenai akses ke deposit mineral langka sudah mendekati tahap akhir.

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak klaim Trump bahwa bantuan AS telah mencapai 500 miliar USD.

    Ia menegaskan bahwa setiap kesepakatan ekonomi harus mencakup jaminan keamanan bagi Ukraina.

    Kyiv sendiri memperkirakan, sekitar 5 persen dari bahan baku mineral dunia berada di wilayahnya. 

    Namun, sejak invasi Rusia ke Ukraina tiga tahun lalu, beberapa deposit mineral telah jatuh ke tangan Rusia. 

    Putin bahkan menyebut, sumber daya yang dikuasai Rusia saat ini jauh lebih besar daripada yang dimiliki Ukraina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Vladimir Putin dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Rusia Sambut Era Baru Amerika di Tangan Trump Usai Bersitegang dengan Zelenskyy

    Rusia Sambut Era Baru Amerika di Tangan Trump Usai Bersitegang dengan Zelenskyy

    JAKARTA – Kremlin memuji pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump  karena berupaya memahami “akar penyebab” konflik Ukraina.

    Pernyataan tersebut adalah salah satu pengakuan paling jelas dari Kremlin mengenai perubahan besar dalam kebijakan perang AS sejak Trump menjabat lima minggu lalu.

    Membalikkan upaya AS selama tiga tahun untuk menghukum dan mengisolasi Moskow di bawah pemerintahan Joe Biden, Trump bergerak cepat untuk memperbaiki hubungan dengan Presiden Vladimir Putin dan mendukung sebagian narasi Kremlin mengenai konflik tersebut.

    Pekan lalu Trump menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai “diktator” dan menyatakan Kyiv-lah yang memulai perang, yang dimulai tepat tiga tahun lalu ketika Putin mengumumkan “operasi militer khusus” dan mengirim pasukannya ke Ukraina.

    Ketika ditanya tentang komentar Trump yang menyalahkan Zelenskyy dan Biden, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pemerintahan Trump sendiri menegaskan pihaknya sedang mengubah pendekatannya terhadap Rusia.

    “Kedua, kami berharap Washington akan menganalisis sepenuhnya akar penyebab konflik Ukraina – ini sebenarnya yang kami coba agar lawan-lawan kami di Eropa perhatikan, dan apa yang selalu mereka tolak, sama seperti pemerintahan Washington sebelumnya,” kata Peskov dilansir Reuters, Senin, 24 Februari.

    Rusia telah lama berpendapat mereka terpaksa melancarkan perang untuk melindungi penutur bahasa Rusia di Ukraina dan mempertahankan diri dengan memastikan Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO.

    Ukraina dan negara-negara Barat mengatakan hal ini adalah dalih untuk melakukan perampasan tanah bergaya kolonial.

    “Tanpa analisis dan pemahaman mendalam tentang akar penyebab konflik di sekitar Ukraina, pada dasarnya mustahil untuk mencapai penyelesaian (perdamaian) dengan baik,” kata Peskov.

    “Dan di sini kita melihat upaya Washington untuk benar-benar memahami apa yang menyebabkan konflik ini, dan kami berharap analisis ini akan membantu upaya dalam konteks penyelesaian konflik,” papar Peskov.

    Sebaliknya, Peskov mengatakan saat ini tidak ada dasar bagi Rusia untuk melanjutkan dialog dengan negara-negara Eropa, yang pada hari Senin menjatuhkan paket sanksi lain kepada Moskow, termasuk larangan impor aluminium. Dia menyebut sanksi tersebut “sepenuhnya dapat diprediksi”.

    Kritikus terhadap Trump menuduhnya menjual Ukraina dengan mengakui poin-poin penting negosiasi bahkan sebelum pembicaraan dimulai.

    Ukraina dan sekutu-sekutunya di Eropa khawatir akan kesepakatan Putin-Trump yang tergesa-gesa yang akan mengesampingkan dan melemahkan keamanan mereka.

    Para pejabat Trump mengatakan pendekatan AS hanya mengakui realitas situasi dan bertujuan menghentikan pertumpahan darah.

    Peskov mengatakan kontak berikutnya dengan pihak AS, yang diharapkan terjadi pada akhir pekan ini, akan fokus pada mengatasi “hal-hal yang mengganggu” dalam hubungan bilateral dan “membuka blokir” pekerjaan kedutaan mereka, yang telah dirundung perselisihan mengenai properti diplomatik dan jumlah staf.

    Dia mengatakan Kementerian Luar Negeri Rusia akan segera mengumumkan di mana dan kapan perundingan berikutnya akan diadakan.

  • Fakta Baru Perang Rusia-Ukraina: Trump-Putin Mesra, Goob Bye Zelensky

    Fakta Baru Perang Rusia-Ukraina: Trump-Putin Mesra, Goob Bye Zelensky

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi hingga hari ini. Meski begitu, mulai ada tanda-tanda kelemahan dari Kyiv, khususnya setelah penyokong nomor satunya, Amerika Serikat (AS), mengambil langkah untuk menghentikan intervensinya dalam perang itu.

    Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.

    Hingga saat ini, peperangan masih terus terjadi. Berikut perkembangan terbarunya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia, Jumat (21/2/2025):

    1. Zelensky Tipu Trump?

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dilaporkan menipu Presiden AS Donald Trump. Hal ini terkait dengan potensi mineral yang ada di Ukraina, yang sempat dijadikan bahan jaminan Kyiv untuk membayar senjata yang diberikan Washington untuk perangnya dengan Rusia.

    Mengutip Russia Today, Zelensky mengklaim bahwa Ukraina memiliki deposit titanium terbesar di Eropa, sementara Perdana Menteri Denis Shmigal menulis dalam sebuah opini untuk Politico bahwa lapisan tanah bawah negara itu mengandung “22 dari 30 mineral yang terdaftar sebagai penting bagi Uni Eropa.

    Namun hal ini tidaklah benar menurut anggota Verkhovna Rada Ukraina, Artyom Dmitruk. Ia menjelaskan bahwa taktik Zelensky itu menipu.

    “Ini adalah masalah di mana Zelensky sekali lagi membodohi seluruh dunia, dan, lebih khusus lagi, Donald Trump dan timnya,” kata Dmitruk.

    “Pertama, semua sumber daya ini, mineral tanah jarang, saat ini terletak di wilayah dengan pertempuran aktif. Kedua, tidak seorang pun dapat mengatakan berapa harga untuk mengekstraksi sumber daya ini,” imbuhnya.

    “Jika sumber daya berharga ini dapat ditambang dengan mudah dan dalam skala besar seperti yang dijanjikan Zelensky, dan jika itu menguntungkan, perusahaan-perusahaan di Ukraina pasti sudah mulai melakukannya sejak lama. Itu adalah kebohongan lain, lelucon lain yang coba dieksploitasi Zelensky.”

    2. Trump Bekukan Senjata ke Ukraina

    AS telah menghentikan penjualan senjata ke Ukraina. Hal ini dilaporkan oleh anggota parlemen senior Roman Kostenko, yang menjabat sebagai sekretaris Komite Pertahanan Verkhovnaya Rada.

    Washington telah menjadi sumber bantuan militer terbesar bagi Ukraina sejak meningkatnya konflik dengan Rusia pada awal tahun 2022, termasuk melalui pengiriman senjata dan peralatan serta dukungan finansial. Sebagian dari bantuan finansial tersebut telah digunakan untuk membayar produsen senjata AS untuk mendapatkan senjata baru bagi tentara Ukraina atau mengganti senjata lama yang sebelumnya disediakan.

    “Menurut informasi saya, senjata yang akan dijual telah dihentikan. Perusahaan-perusahaan yang siap mentransfer senjata ini sekarang menunggu karena belum ada keputusan (dari Washington),” kata jurnalis Natalia Moseychuk.

    Ia mengklaim bahwa penangguhan tersebut terkait dengan pemulihan hubungan yang sedang berkembang antara Washington dan Moskow, yang mengadakan negosiasi langsung pertama mereka di tingkat senior dalam tiga tahun di Arab Saudi minggu ini. Menurut Kostenko, fakta bahwa Ukraina tidak diundang ke pembicaraan tersebut telah memicu ketidakpastian di antara produsen senjata AS tentang pengiriman ke Kyiv.

    3. Potensi Perdamaian

    Gencatan senjata di Ukraina dapat dicapai tahun ini meskipun posisi kedua belah pihak ‘sangat bertentangan’. Hal ini disampaikan Kepala Direktorat Intelijen Utama (HUR) Ukraina, Kirill Budanov.

    Dalam pernyataannya, Budanov menyebut potensi itu sangat terbuka. Ia menambahkan bahwa dirinya tidak dapat mengingat satu pun konflik di mana pengerahan pasukan penjaga perdamaian, seperti yang sebelumnya diusulkan Inggris, terbukti efektif.

    “Ini adalah situasi yang paradoks: meskipun posisi awal kedua belah pihak sangat bertentangan, saya percaya bahwa kita akan mencapai gencatan senjata tahun ini. Berapa lama itu akan berlangsung dan seberapa efektif itu adalah pertanyaan lain,” kata Budanov kepada kantor berita Hromadske pada hari Kamis.

    Bulan lalu, laporan media menyebutkan bahwa Budanov mengatakan dalam sebuah rapat tertutup di parlemen bahwa Ukraina mungkin tidak akan bertahan kecuali perundingan dengan Rusia dimulai pada musim panas ini. HUR telah membantah klaim tersebut, dengan mengatakan bahwa pernyataan yang dituduhkan itu salah dan diambil di luar konteks.

    Menurut Budanov, tidak ada kerangka kerja, selain keanggotaan NATO, yang dapat dianggap sebagai jaminan keamanan sejati bagi Ukraina. Menurutnya, semua pilihan lain harus dianggap hanya sebagai “komitmen untuk mendukung”.

    4. Putin Mesra dengan Trump soal Ukraina

    Kremlin menawarkan dukungan kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam pertikaiannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Rusia menuduh presiden Ukraina itu melontarkan pernyataan yang “tidak dapat diterima” tentang para pemimpin dunia.

    “Retorika Zelensky dan banyak perwakilan rezim Kyiv masih jauh dari kata memuaskan. Fakta bahwa peringkat Zelensky menurun adalah tren yang sangat jelas,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan, seperti dikutip Reuters.

    Kembalinya Trump ke kursi kepresidenan telah mulai menghangatkan hubungan AS-Rusia yang sedang sekarat, yang jatuh ke titik terendah sejak krisis rudal Kuba tahun 1962 di bawah Joe Biden, pendahulu Trump, karena perang Moskow di Ukraina.

    Sebaliknya, hubungan Kyiv dengan Washington, yang penting untuk pertahanan medan perangnya melawan Rusia, telah mulai retak di bawah Trump. Ketegangan muncul pada potensi kesepakatan AS untuk mengeksploitasi sumber daya alam Ukraina dan atas keputusan AS untuk mengadakan pembicaraan dua arah dengan Rusia tentang Ukraina tanpa Kyiv.

    Zelensky pada hari Rabu menuduh Trump hidup dalam “gelembung disinformasi” setelah Trump menyebutnya “seorang diktator” dan menepis klaim Trump bahwa peringkat popularitasnya hanya 4% sebagai pernyataan yang salah. Kremlin pun mendukung Trump.

    Peskov mengatakan dia tidak ingin membahas detail angka ketika membahas popularitas Zelensky, yang menurut jajak pendapat diUkraina menunjukkan di atas 50%. Ia menuduh Ukraina menghabiskan uang pembayar pajak asing dengan cara yang tidak terkendali dan menolak upaya untuk meminta pertanggungjawaban atas dana yang dihabiskan di masa lalu.

    “Sering kali perwakilan rezim Ukraina, terutama dalam beberapa bulan terakhir, membiarkan diri mereka mengatakan hal-hal yang sama sekali tidak dapat diterima tentang kepala negara lain,” kata Peskov, tanpa memberikan contoh.

    “Kami melihat ada perbedaan tertentu antara Washington dan Kyiv,” imbuhnya. 

    5. Trump Ultimatum Eropa

    Trump memberi Eropa waktu tiga minggu untuk menandatangani persyaratan “penyerahan” Ukraina kepada Rusia. Klaim ini disampaikan oleh seorang anggota Parlemen Eropa (MEP).

    Dalam sebuah unggahan di X, Mika Aaltola dari Partai Rakyat Eropa dari Finlandia mengklaim bahwa AS “telah memberi kami waktu tiga minggu untuk menyetujui persyaratan penyerahan Ukraina,” mengacu pada kesepakatan damai yang diusulkan yang bertujuan untuk mengakhiri perang.

    “Amerika Serikat telah memberi kita waktu tiga minggu untuk menyetujui persyaratan penyerahan Ukraina. Jika tidak, Amerika Serikat akan menarik diri dari Eropa. Trump memprioritaskan masalah keamanan Rusia sekarang dan di masa mendatang. Biarkan mereka mengakui kekacauan mereka. Kita punya waktu tiga minggu untuk tumbuh dewasa,” katanya.

    “Jika kami tidak melakukannya, Amerika Serikat akan menarik diri dari Eropa,” tambah Aaltola, tetapi tidak memberikan bukti untuk klaimnya.

    6. AS Tolak Resolusi PBB 

    AS menolak menjadi sponsor bersama dalam rancangan resolusi PBB yang memperingati tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina. Ini menjadi sebuah langkah yang menandai perubahan sikap signifikan dari sekutu utama Kyiv.

    Menurut tiga sumber diplomatik yang dikutip oleh Reuters, Washington juga menolak frasa dalam pernyataan yang direncanakan oleh negara-negara G7 yang mengutuk agresi Rusia, menambah ketegangan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump, yang telah berusaha menyelesaikan perang dengan cepat melalui negosiasi langsung dengan Rusia tanpa keterlibatan Kyiv.

    Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran besar di antara sekutu Ukraina, mengingat AS sebelumnya selalu mendukung resolusi serupa dalam dua peringatan tahunan sebelumnya. Dengan pemungutan suara Majelis Umum PBB dijadwalkan pada Senin depan, sikap AS masih belum jelas, tetapi langkah ini dapat mengurangi tekanan internasional terhadap Moskow.

    Rancangan resolusi yang disponsori lebih dari 50 negara ini menegaskan kembali dukungan terhadap integritas wilayah Ukraina dan menuntut Rusia menarik pasukannya secara penuh, segera, dan tanpa syarat. Namun, seorang diplomat yang mengetahui proses ini mengatakan, AS tidak akan menandatangani resolusi tersebut.

    Sumber lain menyatakan bahwa negara-negara pendukung Ukraina kini mencari dukungan dari negara-negara Global South untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh AS. Selain itu, AS juga menolak untuk menyetujui penggunaan frasa ‘agresi Rusia’ dalam pernyataan yang akan dikeluarkan oleh G7 pekan depan, sesuatu yang sebelumnya selalu muncul dalam dokumen resmi sejak 2022.

    Seorang diplomat menyebutkan bahwa pernyataan terakhir G7 hanya menyebut ‘perang Rusia yang menghancurkan di Ukraina’, tanpa menyebut agresi. Penolakan AS ini mengundang tanda tanya besar di kalangan diplomat dan analis politik, terutama karena dukungan diplomatik dan militer AS selama ini menjadi faktor kunci dalam ketahanan Ukraina terhadap invasi Rusia.

    7. Good Bye Zelensky?

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan kalah dari mantan panglima tertingginya, Valery Zaluzhny, dengan selisih suara yang besar jika pemilihan umum diadakan di Ukraina hari ini. Hal ini terungkap dari jajak pendapat yang dilakukan The Economist.

    “Banyak orang Ukraina jelas frustrasi dengan pemimpin perang mereka,” tulis laman itu.

    “Menurut data yang dikutip dalam laporan tersebut, Zelensky akan kalah dalam pemilihan umum mendatang sebesar 30% hingga 65% dari Valery Zaluzhny, jika mantan komandan tersebut mencalonkan diri untuk jabatan. Zaluzhny saat ini menjabat sebagai duta besar Ukraina untuk Inggris,” lapor media itu dikutip RT.

    The Economist lebih lanjut mengklaim bahwa, sangat kontras dengan popularitas 90% yang konon dinikmatinya selama hari-hari awal konflik pada tahun 2022, peringkat kepercayaan Zelensky mencapai titik terendah sebesar 52% bulan lalu.

    Pada hari Kamis, media Ukraina Strana UA, yang dianggap beroposisi terhadap pemerintah, mengutip survei terbaru yang dilakukan oleh Socis yang menunjukkan bahwa hanya 15,9% yang akan memilih Zelensky. Sementara Zaluzhny memperoleh dukungan dari 27,2% responden.

    (sef/sef)

  • 7 Fakta Baru Good Bye Perang Rusia: Putin Buka Suara-Ukraina Kritis

    7 Fakta Baru Good Bye Perang Rusia: Putin Buka Suara-Ukraina Kritis

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang antara Rusia dan Ukraina masih terus terjadi hingga hari ini. Meski Moskow sudah bertemu delegasi dari Amerika Serikat (AS), yang merupakan sekutu dan penyokong utama Kyiv, belum ada tanda-tanda yang jelas kapan peperangan tersebut akan berhenti.

    Sebelumnya, Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.

    Hingga saat ini, peperangan masih terus terjadi. Berikut perkembangan terbarunya sebagaimana dirangkum dari berbagai sumber oleh CNBC Indonesia, Kamis (19/2/2025):

    1. Putin Buka Suara soal Pertemuan AS-Rusia

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan diskusi itu sebagai awalan perdamaian yang baik. Meski belum menghasilkan perjanjian konkret, Putin menyebut pertemuan keduanya membuka kembali keran kerja sama AS-Rusia di berbagai konflik seperti Ukraina dan Timur Tengah.

    “Saya mengidentifikasi beberapa bidang yang berpotensi menjadi kepentingan bersama bagi Moskow dan Washington, termasuk kerja sama di Timur Tengah, khususnya mengenai konflik Israel-Palestina dan situasi di Suriah, serta kolaborasi ekonomi, upaya bersama di pasar energi internasional, dan eksplorasi ruang angkasa. Namun konflik yang sedang berlangsung di Ukraina tetap menjadi fokus utama bagi kedua negara,” ujarnya dikutip Russia Today (RT).

    Putin juga mengalamatkan pernyataan keras kepada sejumlah negara Eropa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang merasa terganggu karena tidak dilibatkan dalam pembicaraan terkait perang Moskow dan Kyiv. Menurutnya, pembicaraan itu hanya membahas hubungan AS dan Rusia.

    “Apakah ada yang ingin bertindak sebagai perantara antara Rusia dan AS? Tuntutan seperti itu berlebihan. Membangun kembali kepercayaan antara Rusia dan AS sangat penting untuk mengatasi sejumlah masalah mendesak, termasuk menyelesaikan konflik Ukraina,” tambahnya.

    2. Trump Sebut Zelensky Diktator

    Sindiran keras juga dialamatkan Presiden AS Donald Trump. Presiden yang baru dilantik 20 Januari lalu itu bahkan menyebut Zelensky sebagai seorang diktator karena Zelensky tidak dipilih secara demokratis kembali untuk menjadi presiden. Diketahui, pemilihan umum di Ukraina ditunda karena perang.

    “Zelensky membujuk AS untuk menghabiskan US$ 350 miliar dolar, untuk terlibat dalam perang yang tidak dapat dimenangkan. Zelensky menolak untuk menyelenggarakan pemilu, posisinya sangat rendah dalam jajak pendapat Ukraina. Seorang diktator tanpa pemilu, Zelensky sebaiknya bergerak cepat atau dia tidak akan memiliki negara lagi,” kata Trump memperingatkan presiden Ukraina itu di akun X resminya.

    Di kesempatan yang berbeda, Trump juga mengatakan bahwa para pemimpin Ukraina itu seharusnya tidak pernah membiarkan konflik dimulai, yang mengindikasikan bahwa Kyiv seharusnya bersedia memberikan konsesi kepada Rusia sebelum mengirim pasukan ke Ukraina pada tahun 2022.

    “Hari ini saya mendengar, ‘Oh, baiklah, kami tidak diundang.’ Ya, Anda sudah berada di sana selama tiga tahun. Anda seharusnya mengakhirinya tiga tahun lalu,” kata Trump kepada wartawan di kediamannya di Florida. “Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa membuat kesepakatan.”

    3. Ukraina Kritis

    Kemajuan di medan perang kembali didapatkan oleh Rusia. Putin mengatakan Rusia telah memasuki Wilayah Sumy di timur laut Ukraina untuk pertama kalinya sejak 2022.

    Berbicara singkat tentang situasi medan perang dengan wartawan di St. Petersburg, Putin menyebut pada Rabu dini hari, para prajurit dari Brigade Infanteri Angkatan Laut ke-810 “melintasi perbatasan antara Federasi Rusia dan Ukraina dan memasuki wilayah musuh.”

    “Pasukan kami melakukan serangan di semua bagian garis depan,” tambahnya, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

    Kementerian Pertahanan Rusia kemudian mengunggah video rudal balistik Iskander yang menghantam posisi artileri Ukraina di Wilayah Sumy. Selain itu, ada juga rekaman prajurit infanteri Angkatan Laut Rusia yang menerbangkan pesawat nirawak kamikaze ke parit yang diisi tentara Kyiv.

    4. Trump Sebut Dirinya ‘Juru Selamat’ PD 3

    Presiden AS Donald Trump berpendapat bahwa kemenangan elektoralnya sangat penting dalam mencegah Perang Dunia III (PD3). Ia mengklaim bahwa jika mantan Wakil Presiden Kamala Harris terpilih November lalu, konflik global akan muncul dalam waktu satu tahun.

    Trump menegaskan kembali keinginannya untuk dikenang sebagai pembawa perdamaian dan pemersatu. Ia mengatakan bahwa menyelesaikan konflik di Timur Tengah dan Ukraina adalah tujuan utama kebijakan luar negerinya.

    “Tidak ada keuntungan bagi siapa pun dalam Perang Dunia III, dan Anda tidak begitu jauh darinya,” kata Trump kepada hadirin. “Jika kita memiliki pemerintahan ini selama satu tahun lagi, Anda akan berada dalam Perang Dunia III, dan sekarang itu tidak akan terjadi.”

    5. Zelensky Tuding Trump

    Presiden Ukraina Zelensky mengungkapkan bahwa Presiden AS Donald Trump telah melempar kampanye disinformasi terhadapnya. Hal ini terjadi setelah Trump mengklaim tingkat penerimaan terhadap Zelensky sangat rendah, hingga 4%.

    Dalam pernyataannya, Zelensky mengutip jajak pendapat Ukraina sebagai bukti yang bertentangan dengan skeptisisme Trump tentang tingkat dukungan publik yang dinikmatinya.

    “Pejabat Ukraina menyadari disinformasi ini dan menyadari bahwa itu berasal dari Rusia. Saya menekankan jika ada yang ingin menggantikan saya sekarang, itu tidak akan terjadi,” ujarnya.

    6. Kremlin Bahas Pertemuan Trump-Putin

    Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari AS, Donald Trump, dapat bertemu pada akhir Februari. Hal ini dikatakan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov. Dalam pernyataannya, ia menyebut masih ada kendala yang harus diselesaikan mengenai pengaturan pertemuan, yang mungkin memakan waktu lebih lama.

    “Kedua pemimpin itu bisa bertemu bulan ini. Mungkin diperlukan lebih banyak waktu untuk mengatur pertemuan tatap muka pertama antara presiden Rusia dan AS sejak 2021, mungkin. Atau mungkin tidak,” kata Peskov.

    7. Warga Eropa Teriak

    Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengecilkan pengaruhnya dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membuat warga di negara anggota aliansi itu resah. Keresahan dirasakan warga di negara NATO yang berbatasan dengan Rusia, yang bersitegang dengan aliansi itu setelah Moskow menyerang Ukraina.

    Mengutip Reuters, langkah-langkah Trump terhadap Ukraina, Rusia, dan pertahanan Eropa dalam beberapa hari terakhir telah menjungkirbalikkan keyakinan lama bahwa Washington akan bertindak sebagai penjamin keamanan benua itu.

    Dan dengan Trump yang tampaknya menyalahkan Kyiv karena memulai konflik dan pada saat yang sama mencairkan hubungan dengan Moskow, beberapa warga Polandia khawatir bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan merasa berani untuk menyerang lebih banyak negara, termasuk sejumlah negara NATO yang berbatasan dengannya.

    “Kebijakan luar negeri AS sangat menakutkan saya. Saya merasakan stabilitas ini, dan setelah Polandia bergabung dengan NATO, setelah bergabung dengan Uni Eropa, saya pikir kita memiliki momen perdamaian ini, tetapi ternyata itu hanya sesaat,” kata seorang warga Polandia bernama Katarzyna Paprota.

    Pensiunan Latvia bernama Silvija Spriedniece, 84 tahun, juga khawatir tentang kemungkinan agresi Rusia. Menurutnya, dengan kebijakan Trump yang sedikit melepaskan tangannya untuk Eropa, Putin dapat menjelma menjadi agresor.

    “Saya bukan politisi, tetapi saya mengerti bahwa Trump ini bukan pertanda baik bagi kita. Putin sudah menjadi agresor seperti Stalin, Hitler, dan yang lainnya. Kita tidak bisa mengharapkan sesuatu yang baik di sana,” tandasnya

    (sef/sef)

  • Putin dan Trump akan Bertemu sebelum Akhir Februari, Bahas Perang Rusia-Ukraina – Halaman all

    Putin dan Trump akan Bertemu sebelum Akhir Februari, Bahas Perang Rusia-Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan akan bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelum akhir bulan Februari ini.

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan pada pekan lalu bahwa ia akan bertemu dengan Putin setelah ia mengusulkan untuk menjadi penengah dalam negosiasi antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    “Negosiasi antara Presiden Rusia dan AS Vladimir Putin dan Donald Trump dapat terjadi sebelum akhir Februari,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Rabu (19/2/2025).

    “Media Barat banyak menulis, media kita banyak menulis,” katanya, seperti diberitakan RIA Novosti.

    Dmitry Peskov mengatakan pertemuan Donald Trump dan Putin akan memerlukan persiapan tertentu dari Kementerian Luar Negeri Rusia.

    Juru bicara Kremlin menegaskan Rusia dan AS telah mengambil langkah yang sangat penting untuk menyelesaikan perang di Ukraina.

    Selain itu, Putin akan menunjuk seorang negosiator dari Rusia, tergantung siapa yang ditunjuk AS.

    “Kremlin menunggu (Presiden Ukraina) Volodymyr Zelensky untuk merumuskan posisinya dalam menyelesaikan perang,” katanya.

    Berbicara tentang pertemuan perwakilan Rusia dan AS di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025), Dmitry Peskov mengatakan itu langkah pertama memperbaiki hubungan bilateral.

    “Hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat tidak dapat diperbaiki dalam satu hari. Ini adalah langkah pertama dan jalan ini sangat panjang, tidak mungkin memperbaiki semuanya dalam satu hari atau satu minggu,” kata Dmitry Peskov.

    Ia menekan hubungan tersebut perlu dipulihkan setelah dirusak oleh pemerintah Joe Biden sebelumnya.

    Sebelumnya, perwakilan tinggi Rusia dan AS bertemu di Riyadh, Arab Saudi, pada Selasa (18/2/2025) untuk menindaklanjuti usulan Donald Trump yang ingin menengahi perundingan Rusia-Ukraina.

    Dari pihak Rusia, pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan ajudan presiden Yuri Ushakov. 

    Sedangkan AS diwakili oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan Utusan Khusus untuk Timur Tengah Stephen Witkoff.

    Pertemuan selama 4,5 jam itu menyepakati cara memulai negosiasi mengenai Ukraina.

    Setelah pertemuan tersebut, delegasi Rusia dan Amerika mengumumkan hasil positif, kesepakatan untuk menyelesaikan masalah bersama, dan persiapan untuk pertemuan baru, dikutip dari Al Mayadeen.

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pihaknya tidak diundang dalam pertemuan delegasi Rusia-AS di Arab Saudi pada hari Selasa.

    Ia juga menegaskan, Ukraina tidak akan mengakui pertemuan apapun untuk mengakhiri perang tanpa partisipasi dari Ukraina.

    “Ukraina menganggap perundingan apa pun tentang Ukraina tanpa Ukraina tidak ada gunanya. Dan kami tidak dapat mengakui apa pun atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Kami tidak akan mengakui perjanjian semacam itu,” kata Zelensky wartawan dalam jumpa pers di Uni Emirat Arab, Senin (17/2/2025), dikutip dari Al Arabiya.

    Zelensky juga mengatakan ia hanya ingin bernegosiasi secara langsung dengan Putin tanpa melalui perwakilan atau tim apapun dari Rusia.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina