Tag: Dmitry Peskov

  • Utusan Khusus Trump Temui Putin, Rusia Sampaikan ‘Sinyal Tambahan’ soal Gencatan Senjata di Ukraina – Halaman all

    Utusan Khusus Trump Temui Putin, Rusia Sampaikan ‘Sinyal Tambahan’ soal Gencatan Senjata di Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan pada hari Jumat (14/3/2025) bahwa Presiden Vladimir Putin telah mengirim sinyal “tambahan” kepada mitranya Donald Trump.

    “Rusia telah mengirimkan ‘sinyal tambahan’ kepada Presiden AS Donald Trump mengenai usulan gencatan senjata melalui utusan khusus Steve Witkoff,” kata Peskov, dikutip dari Kyiv Independent.

    Putin menyampaikan ‘sinyal tambahan’ ini kepada Trump melalui utusan AS Steve Witkoff saat bertemu dengannya pada Kamis (13/3/2025), malam.

    Peskov mengatakan bahwa Witkoff menemui Putin di Moskow pada larut malam.

    Kunjungan Witkoff ke Moskow adalah untuk menyampaikan rincian rencana gabungan AS-Ukraina terkait gencatan senjata selama 30 hari di Ukraina.

    Tidak hanya itu, dalam pertemuan tersebut, keduanya juga membahas tanggal-tanggal potensial untuk panggilan telepon antara Trump dan Putin.

    Kedatangan Witkoff ke Moskow tepat merupakan salah satu upaya AS untuk mendapatkan persetujuan Rusia soal gencatan senjata di Ukraina.

    Hal ini menyusul kesepakatan antara AS-Ukraina untuk gencatan senjata di Ukraina selama 30 hari.

    Keduanya menyepakati hal tersebut saat dalam pembicaraan di Jeddah pada 11 Maret 2025.

    Dari pembicaraan tersebut, Ukraina menyetujui usulan gencatan senjata sementara selama 30 hari.

    Hal tersebut diungkapkan oleh kedua pihak melalui pernyataan bersama.

    Trump juga berharap Rusia menyetujui kesepakatan ini.

    Setelah AS-Ukraina sepakat menyetujui gencatan senjata 30 hari, Rusia kemudian membuat pernyataan.

    Putin mengatakan bahwa Rusia siap menerima gencatan senjata.

    “Idenya benar dan kami mendukungnya, tetapi ada beberapa pertanyaan yang perlu kita bahas,” katanya, dikutip dari BBC.

    Namun Rusia memberikan sejumlah persaratan.

    Di antaranya, menghentikan mobilisasi, pelatihan militer, dan pengiriman bantuan asing selama gencatan senjata.

    Pernyataan Putin mendapat sambutan positif dari Trump.

    Menurut Trump, pernyataan Putin sangat menjanjikan.

    Akan tetapi, Trump menjelaskan bahwa pernyataan tersebut ‘belum lengkap’.

    “Dia mengeluarkan pernyataan yang sangat menjanjikan tetapi belum lengkap,” kata Trump, yang sedang bertemu dengan kepala NATO Mark Rutte di Gedung Putih, dikutip dari Al-Arabiya.

    Trump menggarisbawahi bahwa kesepakatan gencatan senjata ini harus harus segera terealisasikan.

    “Saya ingin sekali bertemu atau berbicara dengannya. Namun, kita harus segera menyelesaikannya (kesepakatan gencatan senjata),” jelasnya.

    Menurut Trump, apabila Rusia tidak menyetujui kesepatan ini, maka banyak akan kecewa dengan keputusannya.

    “Banyak rincian kesepakatan akhir yang sebenarnya telah dibahas. Sekarang kita akan melihat apakah Rusia ada di sana dan, jika tidak, ini akan menjadi momen yang sangat mengecewakan bagi dunia,” katanya.

    Sementara presiden Volodymyr Zelensky menolak tanggapan Putin.

    Zelenksy menyebut Putin sangat manipulatif.

    “Kini kita semua telah mendengar kata-kata yang sangat mudah ditebak dan sangat manipulatif dari Putin dalam menanggapi gagasan bungkam di garis depan, Dia pada kenyataannya, tengah bersiap untuk menolaknya mulai sekarang,” kata Zelensky.

    Zelensky menuduh Putin tidak menginginkan perang berakhir.

    “Putin takut untuk mengatakan secara langsung kepada Presiden Trump bahwa ia ingin melanjutkan perang ini,” tuding Zelensky, dikutip dari The Guardian.

    Setelah pernyataan Putin dan tanggapan Zelensky, terlihat ketidaksamaan tujuan dari kesepakatan ini.

    Keduanya sama-sama mempertahankan prinsip dan tujuan mereka masing-masing dalam gencatan senjata di Ukraina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Vladimir Putin dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Utusan AS Temui Putin Rundingkan Gencatan Senjata dengan Ukraina

    Utusan AS Temui Putin Rundingkan Gencatan Senjata dengan Ukraina

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin tampil mengenakan seragam militer, memerintahkan agar pasukan Ukraina di barat Rusia dikalahkan sesegera mungkin. Perintah penguasa Rusia itu menjadi sebuah sinyal kepada Amerika Serikat bahwa Moskow memegang kendali militer saat mereka bersiap untuk membahas gencatan senjata pada hari Kamis (13/03) ini.

    Kemajuan pasukan Rusia di sepanjang garis depan dalam beberapa bulan terakhir dan upaya Presiden AS Donald Trump untuk mencapai kesepakatan damai guna mengakhiri konflik tiga tahun di Ukraina telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Ukraina, yang didukung oleh Barat, dapat mengalami kekalahan dalam perang.

    Utusan khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff tiba di Moskow pada hari Kamis (13/03) ini untuk berjumpa dengan Putin. Pejabat Rusia mengatakan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz telah memberikan rincian tentang gagasan gencatan senjata kemarin dan Rusia kabarnya siap untuk membahas tema ini.

    Kemarin, pada hari Rabu (13/03), Trump mengatakan di Gedung Putih bahwa ia berharap pemerintahan di Kremlin akan menyetujui usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari.

    Perintah Putin: Kalahkan pasukan Ukraina di Kursk

    Hanya beberapa jam setelah Trump berbicara, Kremlin menerbitkan rekaman video yang menunjukkan Putin yang mengenakan seragam kamuflase hijau saat mengunjungi wilayah Kursk di Rusia barat, tempat Ukraina bisa jadi bakal kehilangan pijakannya setelah serangan kilat oleh pasukan Rusia.

    “Tugas kita dalam waktu dekat, dalam jangka waktu sesingkat mungkin, adalah mengalahkan musuh yang bercokol di wilayah Kursk secara meyakinkan,” perintah Putin, mantan perwira KGB yang sebenarnya sangat jarang mengenakan seragam militer.

    “Dan tentu saja, kita perlu memikirkan untuk menciptakan zona keamanan di sepanjang perbatasan negara,” imbuh Putin. Ia tidak menyinggung soal gagasan gencatan senjata.

    Jadi gencatan senjata?

    Putin juga dijadwalkan pada hari Kamis (13/03) bertemu dengan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko di Moskow dan kemudian menyampaikan konferensi pers bersama, papar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    Amerika Serikat sepakat pada hari Selasa (11/03) untuk melanjutkan pasokan senjata dan berbagi informasi intelijen dengan Ukraina setelah Kyiv mengatakan pada pembicaraan di Arab Saudi bahwa mereka siap untuk mendukung proposal gencatan senjata.

    “Sekarang terserah Rusia,” kata Trump pada hari Rabu (12/03), seraya mengatakan bahwa ia berharap “pertumpahan darah” akan berakhir. “Dan jika kita dapat membuat Rusia berhenti, maka kita memiliki gencatan senjata penuh. Dan saya rasa tidak akan melanjutkan lagi peperangan.”

    Dua sumber senior Rusia mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Putin akan berusaha untuk mengukir jaminan dan garansi sebelum menyetujui gencatan senjata apa pun.

    Sumber senior Moskow lainnya mengatakan bahwa Putin akan menyetujui gencatan senjata tetapi berusaha menambahkan persyaratannya sendiri tentang apa yang harus terjadi setelah gencatan senjata.

    Pada bulan Juni, Putin menetapkan persyaratannya untuk perdamaian: Ukraina harus secara resmi menghentikan ambisi NATO-nya dan menarik pasukannya dari keseluruhan empat wilayah Ukraina yang diklaim dan sebagian besar dikuasai oleh Rusia, yang menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina.

    Kursk sebagai alat tawar-menawar

    Pasukan Rusia maju dengan cepat di Kursk. Kementerian Pertahanan mengatakan pada hari Kamis (13/03) bahwa Kota Sudzha telah direbut oleh Rusia. Tidak ada komentar langsung dari Ukraina, yang pada hari Rabu (12/03) melaporkan bahwa pertempuran masih berlangsung.

    Sementara itu Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov, mengatakan rencana Ukraina untuk menggunakan Kursk sebagai alat tawar-menawar dalam kemungkinan negosiasi di masa mendatang dengan Rusia telah gagal dan taktiknya bahwa operasi Kursk akan memaksa Rusia untuk mengalihkan pasukan dari kemajuannya di Ukraina timur juga tidak berhasil. Ia mengatakan pasukan Rusia telah merebut kembali 24 permukiman dan 259 km persegi tanah dari pasukan Ukraina dalam lima hari terakhir bersama dengan lebih dari 400 tahanan.

    Pasukan penjaga perdamaian asing di Ukraina tidak dapat diterima oleh Rusia

    Dalam perkembangan teranyar, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Kamis (13703) bahwa jika negara lain mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina, mereka akan mengambil bagian dalam “konflik bersenjata langsung” dengan Moskow.

    “Sangat tidak dapat diterima bagi kami bahwa unit militer negara lain ditempatkan di Ukraina di bawah bendera apa pun,” kata juru bicara Kremlin, Maria Zakharova. “Semua ini berarti keterlibatan negara-negara ini dalam konflik bersenjata secara langsung dengan negara kami.”

    Dia mengatakan Rusia akan menanggapi tindakan tersebut dengan “semua upaya yang tersedia.” Zakharova juga mengkritik rencana negara-negara Eropa untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka.

    Ia mengatakan usulan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen untuk menyusun paket senilai €800 miliar untuk pertahanan Eropa merupakan “hasutan perang di benua Eropa.”

    Zakahrova juga menuduh Eropa menyebarkan narasi palsu bahwa Rusia merupakan bahaya bagi keamanan benua itu: “Ini adalah cerita yang sengaja dibuat berdasarkan Russophobia, yang dipromosikan oleh pejabat Brussels yang tidak kompeten,” pungkasnya.

    ap/yf (reuters, dpa, ap, afp)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jelang Gencatan Senjata, Putin Mendadak Datangi Garis Depan di Kursk

    Jelang Gencatan Senjata, Putin Mendadak Datangi Garis Depan di Kursk

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah melakukan kunjungan mendadak ke wilayah Kursk yang diduduki Moskow pada Rabu (12/3/2025). Hal ini terjadi saat Kremlin mempertimbangkan usulan Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata selama 30 hari dengan Ukraina.

    Mengenakan seragam militer dalam siaran video oleh televisi pemerintah Rusia, Putin mengatakan kepada pasukan garis depan bahwa tujuan Moskow adalah untuk “membebaskan sepenuhnya” Kursk sesegera mungkin.

    Ini merupakan perjalanan pertama Putin ke wilayah barat sejak serangan tak terduga Ukraina di sana tahun lalu.

    Beberapa jam setelah kunjungannya, rekaman media pemerintah Rusia menunjukkan Putin bertemu dengan jenderal utamanya Valery Gerasimov di Kursk sebelum menyampaikan pidato kepada tentara, di mana ia mendesak mereka untuk mengusir pasukan Ukraina yang tersisa di wilayah tersebut.

    Putin juga mengemukakan kemungkinan untuk menciptakan “zona penyangga” di sepanjang perbatasan Rusia dengan Ukraina. Ia menambahkan bahwa tentara Ukraina yang ditangkap di Kursk harus diperlakukan sebagai “teroris.”

    Kunjungan Putin yang diatur dengan cermat tampaknya dirancang untuk meningkatkan moral saat pasukan Rusia maju ke sisa-sisa pertahanan Ukraina di dalam Rusia, sehari setelah pembicaraan damai antara pejabat AS dan Ukraina menghasilkan penerimaan Kyiv terhadap gencatan senjata selama 30 hari yang didukung AS yang mencakup seluruh garis depan.

    Kemajuan kilat Rusia di Kursk mengancam satu-satunya wilayah tawar-menawar teritorial Kyiv pada saat yang krusial dalam perang saat gencatan senjata potensial masih memiliki ketidakpastian.

    Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Rabu bahwa keputusan sekarang berada di tangan Putin karena perwakilan AS menuju Rusia “saat ini juga saat kita berbicara,” untuk membahas usulan gencatan senjata.

    “Kita lihat saja nanti. Sekarang terserah Rusia,” kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval, saat ia menolak berkomentar apakah ia memiliki jadwal pertemuan dengan pemimpin Rusia tersebut.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa Putin “mempelajari dengan saksama” usulan tersebut, sementara Moskow menunggu pengarahan dari pejabat AS dalam beberapa hari mendatang.

    Ukraina sendiri telah melancarkan serangan mendadak ke Kursk pada Agustus 2024, dengan cepat merebut wilayah tersebut. Selain merebut tanah yang berpotensi ditukar dengan wilayah yang diduduki Rusia, operasi tersebut bertujuan untuk mengalihkan sumber daya Moskow dari garis depan di timur.

    Namun Ukraina telah berjuang untuk mempertahankan wilayah yang direbutnya, dengan cengkeramannya di wilayah tersebut yang dengan cepat memburuk dalam beberapa hari terakhir.

    Pada Rabu, Gerasimov mengklaim bahwa pasukan Rusia telah merebut kembali lebih dari 86% wilayah yang direbut oleh Ukraina, bahwa 430 tentara Ukraina telah ditawan dan warga Ukraina yang tersisa dikepung.

    (luc/luc)

  • Kian Memanas Perang Rusia Vs Ukraina

    Kian Memanas Perang Rusia Vs Ukraina

    Jakarta

    Perang Rusia Vs Ukraina kian memanas dalam beberapa waktu terakhir. Terbaru, Rusia menembak jatuh 77 drone Ukraina dalam semalam.

    Dirangkum detikcom, Kamis (13/3/2025), serangan itu terjadi hanya dua hari setelah Kyiv melakukan serangan langsung terbesar terhadap Moskow selama perang tiga tahun tersebut.

    Sebanyak tiga puluh drone berhasil dicegat dan dihancurkan di wilayah Bryansk, Rusia barat yang berbatasan dengan Ukraina, sementara 25 drone lainnya jatuh di atas Kaluga, kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP.

    Kementerian menambahkan banyak drone lainnya ditembak jatuh di wilayah Kursk, Voronezh, Rostov, dan Belgorod.

    Serangan terbaru ini terjadi setelah Rusia menembak jatuh lebih dari 90 drone atau pesawat nirawak di wilayah ibu kota Rusia, Moskow pada hari Selasa lalu. Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin menyebutnya sebagai “serangan drone musuh paling masif terhadap Moskow”.

    Otoritas Rusia mengatakan tiga orang tewas dan beberapa lainnya cedera dalam serangan hari Selasa tersebut, yang mengakibatkan 337 drone Ukraina di seluruh negeri berhasil dicegat.

    Beberapa kota Ukraina juga diserang pada Kamis pagi waktu setempat, dengan seorang wanita berusia 42 tahun tewas di Kherson, menurut kepala administrasi militer regional Roman Mrochko.

    Pihak berwenang di Kyiv dan Dnipropetrovsk juga melaporkan diserang pada Kamis dini hari waktu setempat.

    Rudal Balistik Rusia Hantam Kota Pelabuhan Ukraina, 4 Orang Tewas

    Kota Pelabuhan Ukraina Hancur Diserang Rudal Balistik Rusia. Foto: AP/Michael Shtekel

    Serangan rudal balistik Rusia sempat menghantam kota pelabuhan Odesa di Ukraina bagian selatan. Sedikitnya empat orang tewas, dengan sebuah kapal kargo berbendera Barbados mengalami kerusakan akibat serangan rudal tersebut.

    Serangan rudal Moskow itu menghantam wilayah Ukraina pada Selasa (11/3) tengah malam waktu setempat, saat otoritas Kyiv menyatakan dukungan terhadap usulan Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata selama 30 hari dan setuju untuk segera berunding dengan Rusia.

    Para pejabat Ukraina mengatakan serangan rudal terjadi saat kapal kargo tersebut sedang memuat pasokan gandum yang dimaksudkan untuk dikirim ke Aljazair.

    “Sayangnya, empat orang tewas — warga negara Suriah. Korban termuda berusia 18 tahun, yang paling tua berusia 24 tahun. Dua orang lainnya mengalami luka-luka — seorang warga Ukraina dan seorang warga Suriah,” kata wakil perdana menteri untuk rekonstruksi, Oleksiy Kuleba, dalam pernyataan via media sosial.

    “Rusia menyerang infrastruktur Ukraina, termasuk pelabuhan yang terlibat dalam memastikan keamanan pangan dunia,” tuduhnya.

    Rusia Tangkap 430 Tentara Ukraina di Kursk

    Ilustrasi Tentara Ukraina. Foto: REUTERS/Viacheslav Ratynskyi/File Photo Purchase Licensing Rights

    Rusia menangkap sebanyak 430 tentara Ukraina yang bertempur di Kursk, Rusia. Penangkapan para prajurit Ukraina dilakukan usai wilayah itu digempur Ukraina.

    Dilansir AFP, Kamis (13/3/2025), Kepala Staf Umum Militer Rusia melaporkan hal itu kepada Putin dalam sebuah pertemuan yang disiarkan televisi pada hari Rabu.

    Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan para komandan tinggi untuk mengalahkan pasukan Ukraina di wilayah Kursk, Rusia barat sesegera mungkin. Hal ini disampaikan Putin setelah pemerintah Amerika Serikat memintanya untuk mempertimbangkan usulan gencatan senjata dengan Ukraina selama 30 hari.

    Putin mengatakan para pejuang yang ditangkap harus diperlakukan sebagai teroris, sesuai dengan hukum Federasi Rusia. Hal ini menunjukkan bahwa mereka dapat diadili di pengadilan Rusia dan dipenjara selama beberapa dekade.

    Sebelumnya, pasukan Ukraina menerobos perbatasan Rusia pada tanggal 6 Agustus dan merebut sebidang tanah di dalam Rusia dalam upaya untuk mengalihkan perhatian pasukan Moskow dari garis depan di Ukraina timur, dan untuk mendapatkan potensi tawar-menawar.

    Namun, kemajuan kilat Rusia selama beberapa hari terakhir telah membuat Ukraina hanya memiliki wilayah seluas kurang dari 200 km persegi di Kursk, turun dari 1.300 km persegi pada puncak serangan musim panas lalu, menurut militer Rusia.

    “Tugas kita dalam waktu dekat, dalam jangka waktu sesingkat mungkin, adalah dengan tegas mengalahkan musuh yang bercokol di wilayah Kursk,” kata Putin kepada para jenderal dalam pidato yang disiarkan televisi pada Rabu malam waktu setempat, dilansir Al Arabiya dan Reuters, Kamis (13/3/2025).

    “Dan tentu saja, kita perlu berpikir untuk menciptakan zona keamanan di sepanjang perbatasan negara,” imbuh Putin yang mengenakan seragam militer.

    Pernyataan Putin ini muncul saat Presiden Amerika Serikat S Donald Trump mengatakan, bahwa ia berharap Moskow akan menyetujui gencatan senjata dan mengatakan bahwa jika tidak, maka Washington dapat menyebabkan Rusia mengalami kesulitan keuangan.

    Valery Gerasimov, kepala Staf Jenderal militer Rusia, mengatakan kepada Putin bahwa pasukan Rusia telah mengusir pasukan Ukraina dari lebih dari 86 persen wilayah yang pernah mereka kuasai di Kursk, yang setara dengan 1.100 km persegi tanah.

    Gerasimov mengatakan rencana Ukraina untuk menggunakan Kursk sebagai alat tawar-menawar dalam kemungkinan negosiasi di masa mendatang dengan Rusia telah gagal. Disebutkan pula bahwa taktiknya bahwa operasi Kursk akan memaksa Rusia untuk mengalihkan pasukan dari kemajuannya di Ukraina timur, juga tidak berhasil.

    Ia mengatakan pasukan Rusia telah merebut kembali 24 permukiman dan 259 km persegi tanah dari pasukan Ukraina dalam lima hari terakhir bersama dengan lebih dari 400 tahanan.

    Operasi Rusia untuk mengusir pasukan Ukraina dari Kursk telah memasuki tahap akhir, lapor kantor berita Rusia, TASS yang mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    Panglima tertinggi militer Ukraina, Oleksandr Syrskyi, mengatakan pada hari Rabu (12/3), bahwa pasukan Kyiv akan terus beroperasi di Kursk selama diperlukan. Dia juga mengatakan bahwa pertempuran terus berlanjut di dalam kota Sudzha dan sekitarnya.

    Halaman 2 dari 3

    (taa/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Putin Perintahkan Militer Rusia Kalahkan Ukraina di Kursk Segera!

    Putin Perintahkan Militer Rusia Kalahkan Ukraina di Kursk Segera!

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan para komandan tinggi untuk mengalahkan pasukan Ukraina di wilayah Kursk, Rusia barat sesegera mungkin. Hal ini disampaikan Putin setelah pemerintah Amerika Serikat memintanya untuk mempertimbangkan usulan gencatan senjata dengan Ukraina selama 30 hari.

    Sebelumnya, pasukan Ukraina menerobos perbatasan Rusia pada tanggal 6 Agustus dan merebut sebidang tanah di dalam Rusia dalam upaya untuk mengalihkan perhatian pasukan Moskow dari garis depan di Ukraina timur, dan untuk mendapatkan potensi tawar-menawar.

    Namun, kemajuan kilat Rusia selama beberapa hari terakhir telah membuat Ukraina hanya memiliki wilayah seluas kurang dari 200 km persegi di Kursk, turun dari 1.300 km persegi pada puncak serangan musim panas lalu, menurut militer Rusia.

    “Tugas kita dalam waktu dekat, dalam jangka waktu sesingkat mungkin, adalah dengan tegas mengalahkan musuh yang bercokol di wilayah Kursk,” kata Putin kepada para jenderal dalam pidato yang disiarkan televisi pada Rabu malam waktu setempat, dilansir Al Arabiya dan Reuters, Kamis (13/3/2025).

    “Dan tentu saja, kita perlu berpikir untuk menciptakan zona keamanan di sepanjang perbatasan negara,” imbuh Putin yang mengenakan seragam militer.

    Pernyataan Putin ini muncul saat Presiden Amerika Serikat S Donald Trump mengatakan, bahwa ia berharap Moskow akan menyetujui gencatan senjata dan mengatakan bahwa jika tidak, maka Washington dapat menyebabkan Rusia mengalami kesulitan keuangan.

    Gerasimov mengatakan rencana Ukraina untuk menggunakan Kursk sebagai alat tawar-menawar dalam kemungkinan negosiasi di masa mendatang dengan Rusia telah gagal. Disebutkan pula bahwa taktiknya bahwa operasi Kursk akan memaksa Rusia untuk mengalihkan pasukan dari kemajuannya di Ukraina timur, juga tidak berhasil.

    Ia mengatakan pasukan Rusia telah merebut kembali 24 permukiman dan 259 km persegi tanah dari pasukan Ukraina dalam lima hari terakhir bersama dengan lebih dari 400 tahanan.

    Operasi Rusia untuk mengusir pasukan Ukraina dari Kursk telah memasuki tahap akhir, lapor kantor berita Rusia, TASS yang mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

    Panglima tertinggi militer Ukraina, Oleksandr Syrskyi, mengatakan pada hari Rabu (12/3), bahwa pasukan Kyiv akan terus beroperasi di Kursk selama diperlukan. Dia juga mengatakan bahwa pertempuran terus berlanjut di dalam kota Sudzha dan sekitarnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tentara Ukraina Disebut Mundur Bertahap dari Kursk, Kota Sudzha Kini Berada di Bawah Kendali Rusia – Halaman all

    Tentara Ukraina Disebut Mundur Bertahap dari Kursk, Kota Sudzha Kini Berada di Bawah Kendali Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Media pemerintah Rusia dan para blogger pro-perang berbagi video yang menunjukkan pasukan Rusia mengibarkan bendera di kota Sudzha di wilayah Kursk barat daya, Rabu (12/3/2025).

    Saluran Telegram yang terhubung dengan Pasukan Lintas Udara Rusia menerbitkan video udara pendek yang memperlihatkan para prajurit mengibarkan bendera Rusia di samping spanduk unit di alun-alun pusat Sudzha pada Rabu pagi.

    Pada waktu yang sama, versi video berdurasi 38 detik muncul di situs web kantor berita milik pemerintah RIA Novosti dan TASS.

    Dalam video tersebut, seorang petugas di balik kamera menunjuk ke tujuh tentara di alun-alun yang kosong, dan menggambarkan mereka sebagai pasukan terjun payung dan unit lain yang telah “bersama-sama merebut kembali” kota tersebut.

    Pada hari Rabu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah mengambil alih kendali atas empat permukiman di wilayah Kursk, yang semuanya terletak di pinggiran Sudzha.

    Sehari sebelumnya, militer Rusia melaporkan telah merebut kembali 12 permukiman di wilayah perbatasan.

    Analis militer independen, Yan Matveev, mengatakan kehadiran media Rusia di dekat Sudzha menunjukkan pasukan Ukraina mundur tanpa perlawanan, yang tampaknya merupakan upaya untuk melindungi personel dan peralatan mereka.

    Matveev menyebut pasukan Rusia akan mendapatkan kembali kendali penuh atas wilayah Kursk pada hari Rabu.

    Senada dengan itu, Ruslan Leviev, pendiri pemantau perang independen Conflict Intelligence Team, mengatakan kepada lembaga penyiaran TV Rain pada hari Rabu bahwa tentara Ukraina secara bertahap mundur dari wilayah Kursk.

    “Kami telah melihat bahwa semua wilayah yang berada di bawah kendali Rusia telah direbut tanpa perlawanan sedikit pun. Hal yang sama berlaku untuk Sudzha,” kata Leviev, dilansir The Moscow Times.

    “Hari ini, kami melihat mereka berada di sisi seberang (kota). Dan sekali lagi, tidak ada gambar pertempuran apa pun.”

    “Pada titik ini, adil untuk mengatakan bahwa seluruh kota Sudzha sekarang berada di bawah kendali Rusia,” jelasnya.

    Menurut Leviev, pasukan Ukraina mungkin akan mencoba mempertahankan desa-desa perbatasan yang masih berada di bawah kendali mereka di wilayah Kursk selama beberapa hari lagi.

    Laporan akhir pekan lalu mengklaim bahwa 800 pasukan khusus Rusia telah merangkak sejauh 15 kilometer melalui bagian pipa yang tidak terpakai, yang pernah membawa gas Rusia ke Eropa melalui Ukraina, untuk melakukan serangan diam-diam terhadap pasukan Ukraina di Sudzha.

    Militer Ukraina mengatakan pihaknya berhasil menangkis  serangan Rusia melalui pipa gas di pinggiran Sudzha pada Sabtu (8/3/2025).

    Pada Senin (10/3/2025), Jenderal Ukraina Oleksandr Syrskyi  mengatakan, serangan balik Rusia tidak menempatkan pasukannya pada risiko pengepungan, meskipun ia mengindikasikan bahwa mereka mundur ke “posisi yang menguntungkan untuk pertahanan.”

    Pasukan Ukraina awalnya merebut 1.376 kilometer persegi (531 mil persegi) tanah di wilayah Kursk setelah melancarkan serangan pada bulan Agustus, yang bertujuan untuk menggunakan wilayah yang diduduki sebagai pengaruh dalam negosiasi perdamaian di masa mendatang dengan Rusia.

    Hingga hari Rabu, wilayah di bawah kendali Ukraina telah menyusut menjadi kurang dari 200 kilometer persegi (77 mil persegi), menurut DeepState, pelacak medan perang yang memiliki hubungan dengan militer Ukraina.

    Senjata AS Kembali Mengalir ke Ukraina

    Diberitakan AP News, pengiriman senjata Amerika Serikat (AS) ke Ukraina dilanjutkan pada hari Rabu, kata sejumlah pejabat.

    Pengiriman dilakukan sehari setelah pemerintahan Donald Trump mencabut penangguhan bantuan militer untuk Kyiv dalam perang melawan invasi Rusia, dan sejumlah pejabat menunggu tanggapan Kremlin terhadap usulan gencatan senjata selama 30 hari yang didukung oleh Ukraina.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan penting untuk tidak “terburu-buru” menanggapi pertanyaan tentang gencatan senjata, yang diusulkan oleh Washington.

    Ia mengatakan kepada wartawan bahwa Moskow sedang menunggu “informasi terperinci” dari AS dan menyarankan agar Rusia mendapatkannya sebelum dapat mengambil posisi.

    PRESIDEN ZELENSKY – Tangkapan layar YouTube NBC News yang diambil pada Selasa (18/2/2025) menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbincang tentang perspektifnya tentang perundingan damai antara Ukraina dan Rusia pada 16 Februari 2025. (Tangkapan layar YouTube NBC News)

    Kremlin sebelumnya menentang apa pun kecuali akhir permanen konflik dan belum menerima konsesi apa pun.

    Presiden AS Donald Trump ingin mengakhiri perang tiga tahun dan menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk ikut berunding.

    Penghentian bantuan AS terjadi beberapa hari setelah Zelensky dan Trump berdebat tentang konflik tersebut dalam pertemuan yang menegangkan di Gedung Putih.

    Trump mengatakan “sekarang tergantung pada Rusia” saat pemerintahannya menekan Moskow untuk menyetujui gencatan senjata.

    “Dan mudah-mudahan kita bisa mendapatkan gencatan senjata dari Rusia,” kata Trump pada hari Rabu dalam perbincangan panjang dengan wartawan selama pertemuan di Ruang Oval dengan Micheál Martin, Perdana Menteri Irlandia.

    “Dan jika kita berhasil, saya kira itu sudah 80 persen dari jalan untuk mengakhiri pertumpahan darah yang mengerikan ini,” jelasnya.

    Presiden AS itu kembali melontarkan ancaman terselubung akan menjatuhkan sanksi baru kepada Rusia.

    “Kita bisa, tetapi saya harap itu tidak diperlukan,” kata Trump.

    Sementara itu, Zelensky mengatakan gencatan senjata selama 30 hari akan memungkinkan kedua belah pihak “untuk sepenuhnya mempersiapkan rencana langkah demi langkah guna mengakhiri perang, termasuk jaminan keamanan bagi Ukraina.”

    Pertanyaan teknis mengenai cara memantau gencatan senjata secara efektif di sepanjang garis depan sepanjang sekitar 1.000 kilometer (600 mil), tempat drone kecil namun mematikan biasa ditemukan, adalah “sangat penting,” kata Zelensky kepada wartawan pada hari Rabu di Kyiv.

    Sebagai informasi, pengiriman senjata ke Ukraina telah dilanjutkan melalui pusat logistik Polandia, demikian diumumkan menteri luar negeri Ukraina dan Polandia pada hari Rabu.

    Pengiriman dilakukan melalui pusat NATO dan AS di kota Rzeszow di Polandia timur yang telah digunakan untuk mengangkut senjata Barat ke negara tetangga Ukraina sekitar 70 kilometer (45 mil) jauhnya.

    Bantuan militer Amerika sangat penting bagi militer Ukraina yang kekurangan personel dan kelelahan, yang mengalami kesulitan untuk menahan kekuatan militer Rusia yang lebih besar.

    Bagi Rusia, bantuan Amerika berpotensi menimbulkan kesulitan yang lebih besar dalam mencapai tujuan perang, dan hal itu dapat membuat upaya perdamaian Washington menjadi lebih sulit di Moskow.

    Pemerintah AS juga telah memulihkan akses Ukraina ke gambar satelit komersial yang tidak dirahasiakan yang disediakan oleh Maxar Technologies melalui program yang dijalankan Washington, kata juru bicara Maxar Tomi Maxted kepada The Associated Press.

    Gambar-gambar tersebut membantu Ukraina merencanakan serangan, menilai keberhasilannya, dan memantau pergerakan Rusia.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

  • Serangan Drone Terbesar Ukraina ke Rusia, Disebut ‘Tamparan’ untuk Trump, Putin Diminta Balas – Halaman all

    Serangan Drone Terbesar Ukraina ke Rusia, Disebut ‘Tamparan’ untuk Trump, Putin Diminta Balas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia mengatakan Ukraina melancarkan serangan drone besar-besaran ke Rusia, Selasa malam, (12/3/2025).

    Serangan itu bahkan diklaim sebagai serangan drone terbesar Ukraina sejak perang Ukraina-Rusia meletus tahun 2022 lalu.

    Dikutip dari ABC News, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukannya berhasil menembak jatuh 343 drone Ukraina dalam semalam.

    Ratusan drone itu dijatuhkan di sepuluh wilayah Rusia. Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin mengatakan sistem pertahanan udara di Moskow dikerahkan untuk menghadapi gelombang serangan drone.

    Dilaporkan ada 91 drone yang ditembak jatuh di langit Ibu Kota Rusia itu. Sementara itu, ada enam drone yang dijatuhkan di dekat PLTN Kursk.

    Lewat Telegram, Sobyanin mengatakan serangan Ukraina di Moskow sangatlah besar.

    Adapun Gubernur Oblast Moskow, Andrei Vorobyiv menyebut setidaknya ada orang yang tewas. Beberapa gedung tinggi, rumah, dan toko rusak karena serangan itu.

    Mengenai jumlah korban luka, Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan ada 20 lebih, tiga di antaranya adalah anak-anak.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengecam serangan Ukraina dan menyebutnya sebagai “serangan teroris”.

    Sementara itu, menurut Dmitry Peskov selaku juru bicara Kremlin, serangan tersebut sudah dilaporkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia menyebut Ukraina menargetkan fasilitas warga sipil.

    Badan Udara Federal Rusia mengatakan penerbangan ditangguhkan di semua bandara di Moskow.

    Ketika ditanya apakah serangan itu ditujukan untuk mengganggu pembicaraan tentang gencatan senjata, Peskov mengklaim belum ada perundingan.

    “Belum ada negosiasi. Sejauh ini Amerika Serikat, dalam pernyataan mereka, berusaha memahami seberapa siap Ukraina dalam pembicaraan perdamaian. Belum ada negosiasi, jadi tidak ada yang diganggu,” kata Peskov.

    Di sisi lain, militer Ukraina belum buka suara mengenai serangan terbaru ke Moskow itu.

    Serangan itu dilancarkan saat juru runding AS dan Ukraina bersiap melakukan pembicaraan perdamaian di Kota Jeddah, Arab Saudi.

    Hubungan AS dengan Ukraina memburuk dalam beberapa minggu terakhir. Presiden AS Donald Trump mendesak Ukraina untuk membuat konsesi demi kesepakatan damai.

    Trump juga meminta Ukraina menandatangani perjanjian kontroversial tentang akses AS terhadap mineral langka di Ukraina. Perjanjian itu dijadikan imbalan atas bantuan militer AS kepada Ukraina.

    “Tamparan” untuk Trump

    Media Eurasian Times menyebut serangan besar Ukraina itu sebagai “tamparan di wajah Trump”.

    Serangan tersebut terjadi pada malam sebelum pembicaraan antara Ukraina dan AS di Arab Saudi. Menurut media itu, pemilihan waktu serangan bukanlah tanpa alasan atau kebetulan sematan.

    Sehari sebelumnya seorang pejabat Ukraina mengatakan delegasi Ukraina berencana mengusulkan gencatan senjata di udara dan laut dengan Rusia.

    Serangan itu diduga bertujuan untuk memberi tahu delegasi AS dan Rusia tentang pentingnya gencatan senjata di udara.

    “Sinyal untuk Putin mengenai pentingnya gencatan senjata di udara,” kata Kepala Pusat Pemberantasan Disinformasi Ukraina Andriy Kovalenko.

    Narasumber Ukraina mengklaim serangan menaargetkan fasilitas strategis, termasuk fasilitas penyimpanan minyak dan tempat produksi militer.

    Staf Umum Ukraina melaporkan serangan itu mencapai hingga jarak 680 mil ke dalam wilayah Rusia. Diduga serangan itu juga ditujukan untuk mengganggu pasokan logistik dan infrastruktur.

    Namun, apabila keterangan Rusia tentang jumlah drone yang dijatuhkan tepat, efektivitas serangan Ukraina jauh berkurang karena menghadapi sistem pertahanan Rusia.

    Sementara itu, Leonid Slutsky selaku Ketua Komite Urusan Internasional Duma (parlemen Rusia), menyebut serangan itu mungkin ditujukan untuk mengganggu negosiasi yang dilakukan di Arab Saudi.

    Slutsky mengingatkan pernyataan Putin sebelumnya bahwa dia akan selalu membalas tindakan seperti itu.

    Sementara itu, seoranga anggota dewan Rusia meminta Putin untuk membasnya dengan rudal Oreshnik.

    “Keputusannya terserah kepada Panglima Tertinggi, tetapi saya pikir akan masuk akal untuk meluncurkan Oreshnik,” kata dia.

    (*)

  • Diancam AS Soal Nuklir, Komandan AD Iran: Jari Kami di Pelatuk, Siap Hantam Agresor, Apa Kata Rusia? – Halaman all

    Diancam AS Soal Nuklir, Komandan AD Iran: Jari Kami di Pelatuk, Siap Hantam Agresor, Apa Kata Rusia? – Halaman all

    Tak Terima Iran Diancam AS Soal Nuklir, Komandan AD Iran: Jari Kami di Pelatuk, Siap Hantam Agresor, Apa Kata Rusia?

    TRIBUNNEWS.COM – Komandan Angkatan Darat Militer Iran, Brigadir Jenderal Kiumars Heidari mengatakan pasukannya sepenuhnya siap untuk memberikan respons tegas terhadap setiap kemungkinan tindakan agresi terhadap negara tersebut. 

    Berbicara kepada wartawan pada Senin (10/3/2025), Heidari mengatakan Angkatan Bersenjata Iran ‘tanpa henti’ mengikuti arahan Pemimpin Revolusi Iran,  Ayatollah Seyyed Ali Khamenei.

    “Jari Angkatan Bersenjata Iran sudah di pelatuk dan mereka dalam keadaan siap sepenuhnya,” tambahnya.

    Ia mencatat kalau Angkatan Bersenjata Iran telah melakukan semua persiapan yang diperlukan dan memiliki semua sumber daya untuk melawan ancaman apa pun dan akan mengalahkan apa yang dia indentifikasikan sebagai ‘para agresor.’

    LEPAS LANDAS – Tangkap layar dari Al Arabiya, Rabu (5/3/2025) menunjukkan jet tempur Amerika Serikat (AS) lepas landas dari kapal induk mereka. AS mengerahkan kembali kapal Induk USS Harry S Truman ke perairan Timur Tengah, khususnya Laut Merah, sehari setelah menerapkan gerakan Houthi sebagai organisasi teroris, Selasa (4/3/2025). (tangkap layar/al arabiya)

    AS Siap Main Cara Halus atau Kasar ke Iran

    Pernyataan komandan AD Iran ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan tekanan terhadap Iran dalam seminggu terakhir soal nuklir.

    Trump mengklaim kalau Teheran ‘dapat ditangani’ baik melalui cara militer atau dengan mencapai kesepakatan atas program nuklirnya. 

    Namun, Ayatollah Khamenei pada Sabtu mengatakan kalau desakan AS untuk mengadakan pembicaraan dengan Iran tidak bertujuan untuk menyelesaikan masalah.

     Khamenei menekankan kalau Iran tidak akan pernah memenuhi keinginan dan desakan dari ‘negara-negara penindas’.

    Hal itu mengindikasikan kalau Iran bersikap untuk enggan bernegosiasi dengan AS di bawah tekanan. 

    Belum Ada Surat Trump yang Masuk

    Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan Republik Iran belum menerima surat dari Presiden AS Trump.

    Berbicara dalam konferensi pers mingguannya pada Senin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei berbicara tentang perkembangan terakhir di Iran dan kawasan itu.

    Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh wartawan tentang surat Trump kepada Iran, dia berkata, “Kami tidak menerima surat.”

    Ditanya tentang posisi Iran mengenai negosiasi, diplomat senior Iran itu mengatakan, “Kebijakan politisi Amerika adalah intimidasi. Republik Iran tidak pernah menolak untuk bernegosiasi. (Namun) Republik Iran tidak akan pernah menerima negosiasi di bawah tekanan.

    Mengutuk sanksi kejam Barat terhadap Iran, Baghaei mencatat, “Sanksi sepihak AS terhadap bangsa Iran tidak memiliki pembenaran atau dasar hukum dan benar-benar ilegal.”

    Dia juga mendesak negara-negara di kawasan itu untuk membuat keputusan berdasarkan kepentingan dan kekhawatiran nasional mereka, dan hubungan baik dengan Republik Iran, dan tidak membiarkan tekanan ilegal dan intimidasi Amerika Serikat untuk secara negatif mempengaruhi hubungan mereka dengan bangsa Iran dan menciptakan hasutan dan perpecahan di negara-negara di kawasan itu.

    PELURU ARTILERI – Angkatan bersenjata Iran melontarkan peluru artileri dalam sebuah latihan militer. Angkatan Darat Iran menyatakan siap merespons setiap ancaman yang datang seiring datangnya tekanan dari Amerika Serikat (AS) yang mendesak Iran untuk mau berunding soal program nuklirnya. (mna/tangkap layar)

    Rusia: Iran Negara Berdaulat

    Terkait situasi tersebut, Rusia menegaskan sikapnya yang memandang kalau Iran memiliki kedaulatan untuk menerima atau tidak menerima negosiasi dari negara mana pun tanpa ada tekanan dan desakan.

    Kremlin, yang ditanya pada Senin apakah Rusia telah mengadakan konsultasi dengan Iran sebelum atau setelah Teheran menanggapi surat dari Presiden AS Donald Trump yang mendesak negara itu untuk menegosiasikan kesepakatan nuklir, menyatakan kalau Iran merumuskan posisi kebijakannya sendiri.

    Ditanya apakah Moskow telah berkonsultasi dengan Teheran sebelum atau sesudah surat Trump, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan:

    “Tidak. Iran adalah negara berdaulat dan secara independen merumuskan posisinya tentang isu-isu kebijakan luar negeri utama. Jelas bahwa kontak yang sangat tegang ada di depan.”

    Trump sebelumnya mengatakan dia akan menerapkan kembali kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran.

    Tekanan maksimum ini bertujuan mencegah negara itu membangun senjata nuklir, bahkan ketika dia telah mengisyaratkan keterbukaan terhadap perjanjian nuklir baru dengan Teheran.

    Rusia dan Iran telah mendekat sejak awal perang di Ukraina, dengan Teheran menyediakan drone bagi Moskow.

    Mengenai kemungkinan pembicaraan tentang program nuklir Teheran, Peskov mengatakan: “Jelas bahwa Iran sedang mencari negosiasi berdasarkan saling menghormati, negosiasi yang konstruktif.”

    “Kami, tentu saja, untuk bagian kami, akan terus melakukan segala sesuatu yang tergantung pada kami, segala sesuatu yang mungkin, untuk membawa proses ini menyelesaikan berkas nuklir Iran ke arah yang damai.”

     

    (oln/mna/alarbya/*)

     

  • Dmitry Peskov: Rusia Tidak Akan Terlibat Perlombaan Senjata Dengan UE – Halaman all

    Dmitry Peskov: Rusia Tidak Akan Terlibat Perlombaan Senjata Dengan UE – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Rusia mengungkapkan ketidakminatannya untuk terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa.

    Dalam pernyataan resmi, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa Rusia tidak akan mengikuti permainan ini dan akan lebih fokus pada kepentingan nasionalnya.

    Menurut Peskov, Rusia tidak merasa perlu untuk bersaing dengan Uni Eropa dalam konteks militer. “Moskow tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa,” ungkapnya, seperti yang dilaporkan oleh Russian Today.

    Pendapat ini didukung oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang menegaskan kembali bahwa Rusia tidak berminat untuk berpartisipasi dalam perlombaan senjata tersebut.

    Meski demikian, Putin menggarisbawahi komitmen Rusia untuk menjaga keamanan nasional dan keamanan sekutunya.

    Tudingan Perdana Menteri Polandia Memicu Ketegangan

    Seruan untuk perlombaan senjata berasal dari cuitan Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, yang menyebut Rusia telah memulai kembali perlombaan senjata.

    Cuitan Tusk berkorespondensi dengan pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang mengidentifikasi Rusia sebagai ancaman bagi Uni Eropa.

    Rusia merespon dengan menyesalkan komentar Tusk.

    Peskov menyatakan bahwa pernyataan konfrontatif seperti itu hanya akan memperburuk hubungan antara Rusia dan Uni Eropa. “Kami menyesalkan pernyataan konfrontatif bahkan militeristik yang datang dari Warsawa dan Paris, yang menunjukkan Eropa belum menyesuaikan diri dengan dinamika baru antara Moskow dan Washington,” papar Peskov.

    Dapatkah Rusia Mengalahkan Uni Eropa dalam Perang?

    Secara teori, Rusia memiliki kekuatan militer yang signifikan, termasuk kemampuan nuklir dan sistem pertahanan udara canggih seperti S400.

    Dengan kekuatan militer yang besar, Rusia mampu memberikan kerusakan yang signifikan kepada negara-negara Eropa.

    Namun, potensi konflik langsung dengan Uni Eropa akan menghadapi banyak tantangan.

    Apa Tantangan Utama Jika Rusia Terlibat dalam Perang dengan Uni Eropa?

    Uni Eropa memiliki aliansi yang kuat dengan NATO, yang mencakup negara-negara dengan kemampuan militer besar seperti Amerika Serikat dan Kanada.

    Jika terjadi eskalasi menuju perang, baik Rusia maupun negara-negara Eropa akan menghadapi kerugian besar, terutama jika melibatkan senjata nuklir.

    Di samping itu, meskipun Rusia mungkin dapat meraih kemenangan dalam pertempuran konvensional, dampak jangka panjang dari perang tersebut sangat merugikan.

    Rusia akan berisiko menjadi terisolasi di pasar internasional, yang akan mengurangi investasi dan perdagangan.

    Situasi ini diperkirakan akan semakin memperburuk kondisi ekonomi Rusia, yang sudah menghadapi sanksi internasional akibat konflik di Ukraina.

    Apa yang Bisa Kita Harapkan ke Depan?

    Rusia tampaknya berkomitmen untuk tidak terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa, terlepas dari tudingan dan provokasi.

    Meskipun memiliki kemampuan militer yang kuat, tantangan dari aliansi internasional yang kokoh dan risiko kerugian ekonomi membuat keterlibatan dalam konflik bersenjata menjadi pilihan yang sangat berisiko.

    Perkembangan hubungan antara Rusia dan Uni Eropa ke depan akan sangat ditentukan oleh dinamika geopolitik yang terus berubah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Ingin AS, Rusia, dan China Lakukan Denuklirisasi, Kremlin: Eropa juga Harus Ikut – Halaman all

    Trump Ingin AS, Rusia, dan China Lakukan Denuklirisasi, Kremlin: Eropa juga Harus Ikut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengomentari pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) yang ingin memulai negosiasi denuklirisasi dengan Rusia.

    “Dialog antara Rusia dan Amerika Serikat mengenai penolakan senjata nuklir diperlukan baik dari sudut pandang kepentingan negara maupun dari sudut pandang keamanan internasional,” kata Dmitry Peskov, Jumat (7/3/2025).

    Rusia juga percaya bahwa negara-negara nuklir Eropa seperti Inggris dan Prancis juga harus berpartisipasi dalam negosiasi tersebut.

    Hal ini menjadi sorotan Rusia setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan keinginannya untuk memulai diskusi tentang kemungkinan perlindungan negara Eropa lainnya dengan senjata nuklir Prancis, setelah menuduh Rusia sebagai ancaman dan ingin memperluas perang Ukraina ke seluruh Eropa.

    “Kami tetap yakin akan hal ini, terutama karena relevansi untuk mempertimbangkan persenjataan ini kini bahkan lebih tinggi daripada sebelumnya, mengingat pernyataan terbaru Bapak Macron tentang niat Prancis untuk menyediakan payung nuklirnya guna memastikan keamanan negara-negara Eropa,” jelasnya.

    “Beberapa negara Eropa, seperti yang kita dengar, bergegas mendukung gagasan ini kemarin,” tambahnya.

    Menurut Peskov, tidak mungkin mengabaikan persenjataan nuklir Eropa selama dialog denuklirisasi global tanpa melibatkan mereka.

    “Oleh karena itu, ya, persenjataan nuklir Eropa tidak akan luput menjadi sorotan selama kontak semacam itu,” jelasnya, seperti diberitakan RBC Rusia.

    Trump Ingin Wujudkan Denuklirisasi Global

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan ia mendukung denuklirisasi di antara kekuatan global.

    “Akan sangat bagus jika semua orang menyingkirkan senjata nuklir mereka. Saya tahu Rusia dan kita sejauh ini memiliki paling banyak,” kata Trump kepada wartawan pada hari Kamis (6/3/2025).

    “China akan memiliki jumlah yang sama dalam waktu 4-5 tahun. Akan sangat bagus jika kita semua bisa denuklirisasi karena kekuatan senjata nuklir itu gila,” lanjutnya, seperti diberitakan Newsweek.

    Ini bukan pertama kalinya Donald Trump membahas masalah ini.

    Pada bulan Februari lalu, Donald Trump mengkritik ratusan miliar dolar yang diinvestasikan untuk membangun kembali sistem pencegah nuklir AS.

    Donald Trump juga berharap untuk mendapatkan komitmen dari negara lain untuk mengurangi pengeluaran militer mereka.

    “Saya ingin mengatakan: Mari kita potong anggaran militer kita hingga setengahnya,” kata Trump kepada wartawan pada Jumat (14/2/2025).

    “Tidak ada alasan bagi kita untuk membangun senjata nuklir baru—kita sudah punya begitu banyak,” imbuhnya.

    “Anda bisa menghancurkan dunia 50 kali, 100 kali. Dan di sini kita membangun senjata nuklir baru, dan mereka membangun senjata nuklir,” ujarnya.

    Sebelumnya pada Januari lalu, Trump mengatakan ia tertarik untuk melakukan denuklirisasi.

    “Kami ingin melihat apakah kami dapat melakukan denuklirisasi dan saya pikir itu sangat mungkin,” kata Trump menanggapi pertanyaan wartawan tentang hubungan AS-China di Forum Ekonomi Dunia pada Kamis (23/1/2025).

    Sehari kemudian, Dmitry Peskov menanggapi Trump dengan mengatakan AS dan Rusia perlu berbicara tentang gagasan tersebut.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina