Tag: Djoko Setijowarno

  • Mengapa oh Mengapa? Kecelakaan Maut Bus Tak Pernah Usai

    Mengapa oh Mengapa? Kecelakaan Maut Bus Tak Pernah Usai

    Jakarta

    Kecelakaan maut yang melibatkan bus lagi-lagi terjadi. Bus ALS (Antar Lintas Sumatera) terguling di dekat Terminal Bukit Surungan, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Selasa (6/5/2025). Akibatnya 12 orang meninggal dunia.

    Kecelakaan maut ini diduga karena masalah pengereman pada bus itu. Bus ALS yang mengalami kecelakaan itu adalah bus dengan rute Medan-Bekasi dengan nomor polisi B 7512 FGA.

    “Bus ALS datang dari arah Bukittinggi menuju Kota Padang. Sesampainya di dekat simpang Terminal Busur, diduga bus mengalami hilang fungsi pengereman dan terbalik,” kata Kasat Lantas Polres Padang Panjang Iptu Jamaluddin dikutip detikSumut.

    Plt Dirjen Perhubungan Darat Ahmad Yani mengungkapkan, sesuai data di Aplikasi Mitra Darat, bus ALS tersebut tidak memiliki izin operasi, sementara masa uji berkala berlaku hingga 14 Mei 2025.

    Pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, ada beberapa penyebab kecelakaan yang masih terus terulang. Faktor kondisi kendaraan, sopir bahkan sampai pembinaan dan penindakan menjadi penyebabnya.

    “Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terhadap beberapa kejadian kecelakaan sejak tahun 2015 hingga sekarang, terutama yang melibatkan angkutan umum baik angkutan orang maupun angkutan barang, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan yang terjadi antara lain kondisi kendaraan yang kurang laik, faktor kelelahan pengemudi, faktor kesehatan pengemudi, serta faktor pembinaan dan penindakan,” kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/5/2025).

    Menurut KNKT, sebanyak 84 persen kecelakaan terjadi akibat kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan di antaranya oleh kondisi pengemudi yang tidak siap, serta tidak menguasai kendaraan, ataupun kondisi dari kendaraan itu sendiri. Adapun penyebab kelelahan pengemudi adalah kurangnya waktu untuk beristirahat.

    Djoko menilai, kecakapan pengemudi sangat rendah dalam mengoperasikan kendaraan. Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk.

    “Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada microsleep,” ucapnya.

    Pemotongan Anggaran Ancam Keselamatan Transportasi

    Menurut Djoko, pemotongan anggaran keselamatan yang serampangan berdampak pada kecelakaan. Dia meminta, Menteri Perhubungan harus bisa menjamin sarana transportasi dan fasilitas keselamatan transportasi selalu dalam kondisi siap digunakan dengan baik.

    “Pemerintah harus jujur pada publik jika tidak ada anggaran untuk keselamatan,” ucap Djoko.

    “Pemotongan anggaran jangan membabi buta yang akhirnya malah sulit mengantisipasi masalah kecelakaan, karena untuk mencari data juga akhirnya terbatas. Anggaran program keselamatan di Kementerian Perhubungan jangan dikurangi apalagi dipangkas. Termasuk operasional Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tidak harus ikut dipangkas. Sekarang, Indonesia berada dalam Darurat Keselamatan Transportasi, sehingga perlu harmonisasi penegakan hukum,” kata akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu.

    (rgr/dry)

  • Bus ALS Terguling Belasan Tewas, Mau Sampai Kapan Kecelakaan Maut Rem Blong Terulang?

    Bus ALS Terguling Belasan Tewas, Mau Sampai Kapan Kecelakaan Maut Rem Blong Terulang?

    Jakarta

    Bus ALS (Antar Lintas Sumatera) mengalami kecelakaan hingga terguling di dekat Terminal Bukit Surungan, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Selasa (6/5/2025) pagi. Kecelakaan ini menyebabkan 12 orang meninggal dunia. Bertambah panjang catatan kelam bus yang mengalami rem blong dan memakan korban jiwa di Indonesia.

    Dikutip detikSumut, jumlah korban tewas akibat kecelakaan bus ALS ini mencapai 12 orang.

    “Total korban ada 35 orang. Yang sudah terdata meninggal dunia 12 orang,” kata Kasat Lantas Polres Padang Panjang, Iptu Jamaluddin kepada wartawan.

    Bus ALS yang mengalami kecelakaan itu adalah bus dengan rute Medan-Bekasi dengan nomor polisi B 7512 FGA. Kecelakaan diduga kuat terjadi akibat hilangnya fungsi pengereman pada bus yang melaju dari arah Bukittinggi menuju Kota Padang.

    “Bus ALS datang dari arah Bukittinggi menuju Kota Padang. Sesampainya di dekat simpang Terminal Busur, diduga bus mengalami hilang fungsi pengereman dan terbalik,” ungkap Jamaluddin.

    Jika benar bus kecelakaan karena masalah pengereman, ini artinya sudah berulang kali terjadi kecelakaan maut bus akibat masalah serupa. Plt Dirjen Perhubungan Darat Ahmad Yani bahkan mengungkapkan, sesuai data di Aplikasi Mitra Darat, bus ALS tersebut tidak memiliki izin operasi, sementara masa uji berkala berlaku hingga 14 Mei 2025.

    Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, banyak perusahaan tidak tertib administrasi sehingga kerap menjadi penyebab kecelakaan maut.

    “Selama ini, selalu sopir yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus. Sangat jarang sekali ada perusahaan bus yang diperkarakan hingga di pengadilan. Alhasil, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali,” kata Djoko beberapa waktu lalu.

    Menurut data KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) sebanyak 90% kasus kecelakaan bus dan truk terjadi karena masalah di sistem rem. Hal ini sejatinya bisa diantisipasi dengan melakukan perawatan rutin, seperti pengecekan rem yang merupakan aspek penting yang harus berfungsi dalam berkendara.

    Tanpa rem dalam kondisi prima, kendaraan akan kesulitan untuk menghentikan lajunya. Saat pengendara menginjak pedal rem dan laju kendaraan tak berhenti, maka rem dapat dikatakan mengalami ‘rem blong’ dan dapat menyebabkan kecelakaan di jalan.

    Terdapat banyak faktor yang bisa menyebabkan rem blong. Kondisi ini bisa terjadi jika tekanan udara di sistem rem habis, hingga kampas rem atau sepatu rem sudah aus dan diameter dalam tromol yang sudah melebihi limit maksimumnya. Selain itu, rem blong juga dapat terjadi karena adanya penyumbatan dan/atau kebocoran pada selang angin pada sistem rem.

    (rgr/din)

  • Harusnya Bukan Hanya ASN Pemprov Jakarta yang Diwajibkan Naik Transum

    Harusnya Bukan Hanya ASN Pemprov Jakarta yang Diwajibkan Naik Transum

    Jakarta

    Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti kebijakan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Jakarta naik transportasi umum (transum) sekali dalam setiap pekan. Djoko menilai kebijakan itu bagus karena akan membuat para ASN Pemprov Jakarta terbiasa menggunakan transum. Tapi di sisi lain, kebijakan tersebut tidak akan efektif jika hanya diterapkan untuk ASN di lingkungan Pemprov Jakarta.

    “Jika hanya 65 ribu ASN Pemprov Jakarta menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu, tak akan banyak mengubah ritme kemacetan lalu lintas di Jakarta,” bilang Djoko dalam keterangan resminya. Djoko menjelaskan, jika Jakarta ingin mempercepat transisi dari kendaraan pribadi ke transportasi umum, maka diperlukan banyak lembaga atau kementerian yang menerapkan kebijakan serupa.

    “Untuk mempercepat target warga beralih menggunakan angkutan umum dari kendaraan pribadi, tidak bisa hanya dengan menambah dari populasi ASN Pemprov Jakarta saja. Sementara yang beraktivitas di Jakarta kan tidak hanya ASN di Pemprov Jakarta, akan tetapi ada sejumlah ASN kementerian dan lembaga pemerintah pusat yang jumlahnya lebih banyak dari ASN Pemprov Jakarta,” sambung Djoko.

    Djoko pun memberi contoh beberapa lembaga setingkat kementerian yang bisa meniru langkah Pemprov Jakarta, antara lain Kementerian Perhubungan dan juga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

    “Kemenhub sebagai institusi yang mengurus transportasi di seluruh negeri, hendaknya dapat memanfaatkan dan meniru kebijakan Pemprov Jakarta untuk diterapkan ASN di lingkungan Kemenhub. Berikutnya KemenPAN-RB juga bisa menerapkan hal serupa,” saran Djoko.

    Lanjut Djoko menambahkan, mengatasi kemacetan di Kota Jakarta tidak bisa hanya Pemprov Jakarta bekerja sendiri. Tapi perlu dukungan dari pemerintah pusat. Masih ada kebijakan pemerintah pusat yang dapat diterapkan di Kota Jakarta untuk membantu mengurangi kemacetan dan menurunkan polusi udara.

    “Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) juga punya kepentingan, jika mengetahui data yang menunjukkan 93% pengguna bahan bakar minyak (BBM) subsidi dinikmati warga mampu. Artinya, mampu memiliki kendaraan pribadi roda empat dan roda dua. Caranya, melarang penjualan BBM bersubsidi di Kota Jakarta,” bilang Djoko.

    (lua/mhg)

  • ASN Jakarta Wajib Naik Transum Tak Bikin Macet Berkurang, tapi…

    ASN Jakarta Wajib Naik Transum Tak Bikin Macet Berkurang, tapi…

    Jakarta

    Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) pada 30 April 2023 mulai mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan transportasi umum sepekan sekali setiap hari Rabu. Kebijakan tersebut jelas tidak bisa langsung mengurangi kemacetan di Jakarta. Meski begitu, tetap ada nilai positifnya.

    Pengamat transportasi Djoko Setijowarno bilang, kebijakan tersebut tidak lantas bisa secara instan mengurangi kemacetan di Jakarta. Tapi di sisi lain, kebijakan itu memiliki dampak positif karena bisa membuat jajaran ASN di Jakarta terbiasa menggunakan transportasi umum atau transum.

    “Jika hanya 65 ribu ASN Pemprov Jakarta menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu, tak akan banyak mengubah ritme kemacetan lalu lintas di Jakarta. Akan tetapi, setidaknya jika hal ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan serta didukung dengan anggota DPRD Pemprov Jakarta dengan membuat Perda, tentunya akan berlanjut selamanya, walaupun berganti gubernur. Kebijakan ini adalah pemacu dan pemicu beralih menggunakan transportasi umum,” ungkap Djoko dalam keterangannya.

    LRT Jabodebek pecahkan rekor 103.582 pengguna Foto: Penumpang LRT. Dok LRT Jabodebek

    Kata Djoko, kebijakan yang dilakukan Gubernur Jakarta Pramono Anung tersebut mampu meningkatkan penggunaan transum di Jakarta, tercermin dalam angka penumpang LRT Jabodebek yang pada hari Rabu (30 April 2025) mencapai jumlah tertinggi 104.453 orang.

    “Jadi ini patut diapresiasi. Karena tujuannya untuk memberikan contoh nyata kepada warga dalam mendukung pengurangan polusi dan kebijakan membangun keberlanjutan serta mewujudkan tata kelola pemerintahan yang peduli lingkungan dan mendukung mobilitas hijau,” sambung Djoko.

    Saat ini para pekerja di Jakarta memang memiliki banyak opsi naik transportasi umum, dari MRT Jakarta, LRT Jabodebek, LRT Jakarta dan KRL Jabodetabek (Commuter Line), hingga Kereta Bandara, Bus Trans Jakarta, Bus Trans Jabodetabek, angkot regular, kapal, termasuk angkutan antar jemput pegawai (shuttle pegawai).

    Bukan Pertama Kali

    Mewajibkan ASN DKI Jakarta menggunakan transportasi umum bukan yang pertama kali. Kebijakan ini pernah dilakukan ketika Kota Jakarta dipimpin Gubernur Joko Widodo. Saat itu dipilih hari Jumat sebagai hari wajib bagi ASN menggunakan transportasi umum, namun tidak berlanjut.

    “Saat ini cakupan layanan transportasi umum di Kota Jakarta sudah mencapai 90%. Salah satu indikatornya, setiap keluar dari hunian tidak sampai 500 meter kita sudah bisa menemukan transportasi umum. Tidak masalah untuk ASN yang bertempat tinggal di Kota Jakarta. Namun, tidak sedikit yang tempat tinggalnya di luar Kota Jakarta, akan mengalami kendala lantaran pembenahan layanan transportasi umum tidak semasif di Jakarta. Maka dengan adanya perluasan layanan Transjabodetabek ke wilayah pendukung Jakarta (Bodetabek) akan sangat membantu upaya kebijakan menata transportasi Jakarta,” kata Djoko.

    Inisiatif Pemprov Jakarta dengan membudayakan ASN untuk bertransportasi umum merupakan salah satu upaya mendorong warga lebih banyak memakai fasilitas transportasi umum (push strategy). Masih ada upaya lain yang dapat dilakukan lagi, seperti jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) dan menata tarif perparkiran (makin ke pusat kota semakin mahal dan lahan parkir juga makin sempit), mewajibkan mempunyai garasi jika mempunyai mobil (sudah ada perdanya), tarif progresif lebih mahal yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu. Menata perpakiran di tepi jalan, selain menertibkan dan menambah kapasitas jalan juga akan menambah retribusi daerah untuk membantu menambah anggaran subsidi transportasi umum di Jakarta.

    “Strategi push and pull dalam transportasi adalah pendekatan yang digunakan untuk mendorong masyarakat beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum, dengan cara membatasi penggunaan kendaraan pribadi (push) dan meningkatkan daya tarik transportasi umum (pull). Penyediaan fasilitas pejalan kaki dan jalur sepeda harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan,” tukas Djoko.

    (lua/dry)

  • Pengamat: Blacklist Pelaku Tak Cukup, Harus Ada Pencegahan Pelecehan di Transportasi Umum – Page 3

    Pengamat: Blacklist Pelaku Tak Cukup, Harus Ada Pencegahan Pelecehan di Transportasi Umum – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai, transportasi umum belum dikategorikan tempat yang aman dan ramah untuk perempuan. Dia mengatakan segala upaya yang kemungkinan sudah dilakukan namun kasus pelecehan akan tetap terjadi karena para pelaku masih berkeliaran di transportasi umum.

    “Belum aman, artinya masih ada orang yang berlaku seperti itu. Upaya itu sudah dilakukan dan tidak sedikit cara yang dilakukan. Ya salah satunya, saya pikir kalau sudah ada seperti itu ketahuan, ya memang harus ada upaya pencegahan, (seperti) di-blacklist saja (sekitar) 5 tahun (tidak diperbolehkan menggunakan transportasi umum),” kata Djoko dalam wawancara telepon dengan Tim News Liputan6.com, Senin (21/4/2025).

    Menurut Djoko, apapun alasan dan penyebab hingga terjadi pelecehan, hal tersebut sangat menjijikkan untuk perempuan yang mengalaminya.

    “Tapi ini kan penyakit juga, dan itu terjadi nggak hanya di Indonesia. Itu kalau di Jepang, (karena) mereka tuh stres dalam bekerja biasanya. Itu yang saya lihat di beberapa penelitian yang Jepang kenapa melakukan karena stres. Nah, yang mungkin salah satunya stres juga, gitu kan, kalau diterusin lebih dalam. Tapi apapun, itu kan hal yang menjijikkan bagi seorang wanita, ya,” ucapnya.

    Djoko menyatakan pelaku atas kasus ini harus segera ditangani dengan diberikan sanksi hukum agar memberikan efek jera. Sanksi ini dapat berupa blacklist yang diberikan oleh pihak Kereta Api Indonesia (KAI).

    “PT. KAI kalau (ada kejadian seperti) copet, mereka sudah diciri. Intinya orang ini masuk, akan diawasi bila perlu, orang seperti itu tidak boleh naik lagi. Jadi di-blacklist untuk beberapa tahun lah, gitu,” jelas Djoko.

    Bagi Djoko, sanksi blacklist belum dapat dinilai efektif karena perlu adanya evaluasi tambahan mengingat banyaknya pengguna transportasi umum setiap harinya. Dia menjelaskan, untuk saat ini perlu adanya tugas dalam pencegahan sejak dini.

    “Ya kita belum ada evaluasinya ya. Ya orangnya selalu berganti-ganti tuh, usahanya di situ kan. Memang itu harus ada pencegahan sejak dini ya. Ini tugasnya sekarang,” ujarnya.

  • Ada Ormas di Balik Sulitnya Penertiban Parkir Liar Jakarta

    Ada Ormas di Balik Sulitnya Penertiban Parkir Liar Jakarta

    JAKARTA – Parkir liar di Jakarta sampai saat ini masih sulit ditertibkan hingga tuntas. Baru-baru ini, viral di media sosial warga dipatok parkir liar pinggir jalan hingga Rp60 ribu di kawasan perbelanjaan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menyebut, sudah menjadi rahasia umum bahwa ada peran organisasi masyarakat (ormas) dalam menguasai parkir liar di Jakarta.

    Hal ini menjadi salah satu penyebab masih adanya pihak-pihak yang menguasai lahan untuk dijadikan parkir liar.

    “Di Jakarta itu banyak parkir yang uangnya tidak masuk ke kas pemda, tapi masuk ke ormas.

    Dulu zamannya Anies banyak konsensi kayak gitu. Untuk membantu menang pemilihan, lalu konsensinya penguasaan parkir. Tidak hanya di Jakarta, di daerah pun sama,” kata Djoko kepada VOI, Minggu, 20 April.

    Setelah berganti kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta yang kini dijabat oleh Pramono Anung, Djoko menilai sudah saatnya Pemprov DKI serius memberantas parkir liar.

    “Sekarang Pramono Anung kan tak ada janji politik, seperti Anies katakanlah. Sekarang kesempatan bagi Pramono untuk bereskan semua parkir liar,” tutur Djoko.

    Sejumlah cara yang bisa dilakukan oleh Pramono adalah membuat peraturan yang mewajibkan juru parkir mengenakan seragam resmi dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

    “Lalu membuat aturan kalau parkir enggak ada karcis, enggak usah bayar. Pokoknya parkir harus ada bukti pembayaran. Umumkan ke masyarakat,” urai Djoko.

    Hal ini, lanjut Djoko, perlu dilakukan agar retribusi parkir di Jakarta bisa menambah pemasukan daerah dan dialokasikan sebagai subsidi transportasi.

    “Parkir itu sebenarnya salah satu sumber pendapatan untuk subsidi angkutan umum. Potensinya besar, satu tahun di Jakarta bisa lebih dari Rp1 triliun yang di tepi jalan, on street. Tapi sekarang banyak dikuasai,” jelasnya.

    Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menilai urusan parkir liar menjadi salah satu fokus yang harus diselesaikan pemerintahannya. Soalnya, banyak yang ingin menjadi pengelola.

    Padahal, masalah parkiran jadi sumber pemasukan untuk Jakarta jika dikelola dengan baik.

    “Saya juga baru tahu parkir di Jakarta ini merupakan sumber penghasilan yang luar biasa bagi pengelola siapa pun pengelola itu,” kata Pramono di Balai KOta DKI Jakarta, Sabtu, 19 April.

  • Jangan Asal Terobos! Begini Tata Cara Lewat Perlintasan Kereta Api

    Jangan Asal Terobos! Begini Tata Cara Lewat Perlintasan Kereta Api

    Jakarta

    Kecelakaan tabrakan antara kereta api dan kendaraan masyarakat di perlintasan sebidang masih terjadi. Masyarakat diimbau agar lebih mematuhi prosedur keselamatan di perlintasan sebidang agar hal ini tidak terus menerus berulang.

    Terakhir, kejadian ini terjadi pada di perlintasan sebidang JPL nomor 27 Cilebut, di kawasan Tanah Sareal, Kota Bogor. Dalam insiden itu ada satu unit mobil yang tiba-tiba seperti tersangkut di tengah rel dan tidak bisa bergerak sehingga saat kereta lewat mobil itu tertabrak. Dugaan awal insiden terjadi karena kelalaian pengemudi mobil yang tidak mematuhi prosedur keselamatan.

    Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata memaparkan sudah ada sederet produk hukum yang memberikan pedoman dan tata cara bagi masyarakat dengan kendaraaannya untuk melewati perlintasan sebidang. Semua aturan itu bermuara pada satu prinsip utama, yaitu mendahulukan kereta api untuk lewat dan jangan menerobos.

    “Pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api, memberikan hak utama kepada kereta yang lebih dulu melintasi rel,” tulis Djoko dalam catatannya kepada detikcom, dikutip Minggu (20/4/2025).

    Dalam catatannya, dia mengutip Pasal 110 pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Beleid itu menyebutkan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

    Pria yang juga menjadi Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu memaparkan salah satu tata cara lalu lintas di perlintasan sebidang termaktub dalam Peraturan Direktur Jenderal Darat Nomor SK 770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan dengan Jalur Kereta Api.

    Dalam aturan itu disebutkan setiap pengemudi kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang akan melintasi perlintasan sebidang kereta api wajib mengurangi kecepatan kendaraan sewaktu melihat rambu peringatan adanya perlintasan.

    Kemudian pengemudi juga harus menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan, menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta api yang akan melintas,. Pengemudi juga dilarang mendahului kendaraan lain di perlintasan.

    Setiap pengemudi kendaraan bermotor atau tidak bermotor wajib berhenti di belakang marka melintas berupa tanda garis melintas untuk menunggu kereta api melintas.

    Selain itu, pengemudi kendaraan bermotor juga dilarang menerobos perlintasan saat pintu perlintasan ditutup, tidak menerobos perlintasan dalam kondisi lampu isyarat warna merah menyala pada perlintasan yang dilengkapi lampu isyarat lalu lintas.

    Di sisi lain, pengemudi juga diwajibkan untuk memastikan bahwa kendaraannya dapat melewati rel, sehingga pengemudi harus memastikan terlebih dahulu kondisi rel sedang kosong saat mau lewat. Pada saat melewati rel, pengemudi diminta untuk membuka jendela samping pengemudi, agar dapat memastikan ada tidaknya tanda peringatan kereta akan melewati perlintasan.

    Lalu, apabila mesin kendaraan tiba-tiba mati di perlintasan, maka pengemudi harus dapat memastikan kendaraannya keluar dari areal perlintasan.

    Djoko menekankan kereta api tidak dapat berhenti mendadak atau berhenti di tempat yang tidak ditentukan. Hal ini disebabkan 4 faktor, pertama kereta api mengangkut penumpang dalam jumlah banyak atau barang dalam tonase yang besar. Kedua roda kereta api dan jalan rel terbuat dari besi, sehingga nilai friksinya kecil dan tidak dapat berhenti mendadak.

    Ketiga, kereta api sendiri terikat di rel kereta api, sehingga tidak dapat berbelok atau menghindar apabila terjadi sesuatu atau terdapat sesuatu yang menghalangi jalannya.

    “Keempat, kereta api tidak dilengkapi dengan kemudi, sehingga tidak dapat menghindar atau berbelok seperti kendaraan lain. Kereta api hanya dilengkapi dengan wesel di stasiun yang berfungsi untuk memindahkan jalur,” beber Djoko.

    Djoko menilai kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang sudah seharusnya menjadi perhatian penting pemangku kepentingan. Sebab, setiap tahun kecelakaan serupa makin naik jumlah kejadiannya.

    Total kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Dari data yang dia bagikan, dalam lima tahun terakhir terjadi 1.499 kecelakaan di perlintasan sebidang. Lokasi kecelakaan 81% terjadi di perlintasan yang tidak dijaga.

    Rinciannya, sejak tahun 2020 sebanyak 269 kejadian, berikutnya tahun 2021 ada 277 kejadian, tahun 2022 ada 288 kejadian, tahun 2023 ada 328 kejadian, dan tahun 2024 ada 337 kejadian.

    Jenis kendaraan terdampak 55% adalah sepeda motor dan kendaraan roda empat dan lebih sebanyak 45%. Total korban 1.226 orang selama 2020 -2024. Sebanyak 450 meninggal dunia, 318 luka berat dan 458 luka ringan. Rata-rata ada 24 orang menjadi korban dalam satu bulan.

    Jumlah lokomotif tertemper tahun 2020 sebanyak 490 unit, tahun 2021 sebanyak 527 unit, tahun 2022 ada 617 unit, tahun 2023 sebanyak 660 unit, dan tahun 2024 mencapai 756 unit.

    (hal/kil)

  • Pengamat: Pelabuhan Tanjung Priok Harus Ditata Ulang – Page 3

    Pengamat: Pelabuhan Tanjung Priok Harus Ditata Ulang – Page 3

    Sebelumnya, kemacetan hingga 8 kilometer di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok mengundang perhatian publik. Antrean kendaraan itu dikaitkan dengan pembatasan operasional logistik saat periode libur mudik lebaran 2025.

    Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan kemacetan yang terjadi imbas pemerintah salah ambil langkah.

    “Kejadian itu merupakan dampak dari kesalahan kebijakan yang diterapkan pemerintah,” kata Djoko dalam keterangannya, Sabtu (19/4/2025).

    Misalnya, 16 hari pembatasan angkutan logistik dipandang terlalu lama. Menurutnya, paling ideal pembatasan aktivitas logistik dilakukan kurang dari satu pekan.

    “Pada angkutan Lebaran, pemerintah terlalu lama membatasi (aktivitas) operasional logistik, bahkan sampai 16 hari. Pembatasan operasional angkutan logistik semestinya tidak boleh lebih dari lima hari,” tuturnya.

     

  • Catatan MTI Soal Kemacetan Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok

    Catatan MTI Soal Kemacetan Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok

    Bisnis.com, JAKARTA — Kemacetan parah sepanjang delapan kilometer yang terjadi di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis (17/4/2025) menjadi sorotan serius kalangan pengamat transportasi.

    Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai pemerintah harus segera membenahi tata kelola kawasan pelabuhan secara menyeluruh, termasuk infrastruktur darat dan kebijakan tarif parkir yang dinilai memberatkan pengemudi truk.

    Dia menyebut antrean kendaraan dari kawasan Sungai Bambu hingga gerbang Pelabuhan Tanjung Priok tersebut sebagai salah satu kemacetan terparah yang pernah terjadi di kawasan pelabuhan terbesar di Indonesia itu.

    “Akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok hanya mengandalkan jalan raya. Sementara akses jalan rel sudah tidak begitu diminati, selain mahal juga tidak praktis,” ujarnya lewat rilisnya, Sabtu (19/4/2025).

    Menurut Djoko, penyebab kemacetan bukan semata volume kendaraan, tetapi juga karena ketidakseimbangan pembangunan sisi laut dan sisi darat pelabuhan. Kapasitas sisi laut diperbesar, sementara sisi darat tidak mengalami pengembangan berarti, termasuk ketersediaan parkir truk, toilet, dan fasilitas dasar lainnya.

    Akademisi dari Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu juga menyoroti pilihan moda transportasi yang selama ini lebih mengandalkan jalan raya. Akses rel, yang di masa Hindia Belanda pernah menghubungkan langsung pelabuhan dengan kawasan industri, kini nyaris tak difungsikan. Padahal, secara ekonomi, angkutan berbasis rel lebih efisien untuk jarak menengah 500–1.500 kilometer.

    “Menggunakan jalan rel, lebih mahal ketimbang jalan raya. Menggunakan jalan rel, mahal, disebabkan menggunakan BBM nonsubsidi, masih dikenakan PPN 11 persen dan dikenakan track access charge (TAC),” jelas Djoko.

    Dia juga menyoroti hilangnya buffer zone—area penyangga antara pelabuhan dengan pemukiman—yang dahulu diatur dengan jarak minimal satu kilometer. Kini, kawasan itu dipenuhi bangunan komersial dan hunian, mempersempit ruang gerak truk dan logistik.

    Tak hanya itu, Djoko menilai pungutan Rp17.500 untuk parkir satu kali masuk pelabuhan sangat memberatkan pengemudi. Biaya ini, kata dia, dibebankan dari uang jalan yang diberikan ke sopir, padahal tidak jelas peruntukannya.

    “Perparkiran adalah konsesi dari pemerintah. Biaya-biaya semacam ini selain menyebabkan ekonomi biaya tinggi (high cost), juga tidak jelas manfaatnya. Penarikan biaya pada ranah publik harus jelas peruntukan dan manfaatnya,” tegasnya.

    Menurutnya, layanan publik seperti pelabuhan semestinya tidak berorientasi profit, tetapi hanya sekadar cost recovery. Jika tidak, maka biaya logistik di Indonesia akan terus mahal, dan daya saing nasional kian melemah dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

    “Biaya produksi barang di Indonesia jauh lebih tinggi. Selain cost logistic, juga karena perizinan yang ruwet dan mahal. Ditambah lagi beban dari oknum aparat dan preman yang marak,” ujar Djoko.

    Kemacetan di Tanjung Priok, lanjut Djoko, juga dipicu kebijakan pemerintah yang terlalu lama membatasi operasional logistik selama musim mudik Lebaran, hingga 16 hari. Akibatnya, terjadi penumpukan kontainer dan hambatan distribusi barang.

    “Pembatasan operasional angkutan logistik semestinya tidak boleh lebih dari lima hari. Ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi,” katanya.

    Untuk jangka panjang, Djoko mengusulkan agar pemerintah menghidupkan kembali jalur rel yang dahulu menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar, seperti Belawan, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Emas, Juwana, hingga Tanjung Perak. Ia juga mendesak agar area penyangga dikembalikan fungsinya sebagai zona bebas bangunan.

    “Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi kebijakan itu agar tidak terulang. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan lagi akibat kesalahan kebijakan dan pada akhirnya juga negara merugi, karena pertumbuhan ekonominya tidak tercapai,” pungkas Djoko.

  • Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Potret Buruknya Tata Kelola Pelabuhan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 April 2025

    Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Potret Buruknya Tata Kelola Pelabuhan Megapolitan 19 April 2025

    Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Potret Buruknya Tata Kelola Pelabuhan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kemacetan parah yang terjadi di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, merupakan imbas buruknya tata kelola kawasan pelabuhan.
    Menurut dia, ada ketimpangan tata kelola di wilayah tersebut antara pengembangan sisi laut dan sisi darat.
    “Pembangunan di
    Pelabuhan Tanjung Priok
    memperbesar terus kapasitas sisi laut, namun kapasitas sisi darat tidak dikembangkan,” ujar Djoko dalam keterangannya, Sabtu (19/4/2025).
    Ia menilai, perhitungan kapasitas pelabuhan seharusnya tidak hanya dilihat dari sisi laut, tetapi juga mempertimbangkan fasilitas di darat.
    Kapasitas terkecil dari seluruh komponen pelabuhan seharusnya menjadi acuan utama dalam perencanaan.
    Selain itu, hilangnya area penyangga atau
    buffer zone
    antara pelabuhan dengan lingkungan permukiman membuat kemacetan makin parah.
    Menurut Djoko, idealnya, area
    buffer zone
    minimal memiliki jarak satu kilometer dan bebas dari bangunan.
    “Kita harus ikuti
    layout
    asli kawasan pelabuhan zaman Hindia Belanda dengan batas pelabuhan itu Cempaka Mas dan sampai ke timur,” kata dia.
    Kemacetan juga diperparah dengan minimnya penggunaan moda angkutan berbasis rel. Padahal, angkutan rel dinilai lebih efisien untuk distribusi logistik jarak menengah.
    Namun, kini penggunaan jalur kereta sudah sedikit peminatnya karena biaya yang lebih mahal dibanding jalur darat.
    “Menggunakan jalan rel, mahal, disebabkan menggunakan BBM no subsidi, masih dikenakan PPN 11 persen dan dikenakan
    track access charge
    (TAC),” jelas dia.
    Di sisi lain, ia menilai tarif parkir truk sebesar Rp 17.500 sekali masuk pelabuhan sebagai beban tambahan bagi para sopir truk.
    Biaya ini dinilai tidak transparan penggunaannya dan justru menambah beban logistik secara keseluruhan.
    “Penarikan biaya pada ranah publik harus jelas peruntukan dan manfaatnya. Ruang publik bukan untuk sebagai ladang penghasil uang, tapi sudah ada aturannya,” kata dia.
    Djoko mengatakan, jika kondisi ini tidak segera dibenahi, maka kemacetan di kawasan pelabuhan akan terus berulang dan berdampak pada kelancaran distribusi barang secara nasional.
    ‘Pemerintah harus mengevaluasi kebijakan itu agar tidak terulang,” ucap dia.
    Kemacetan panjang terjadi di sejumlah ruas jalan Jakarta Utara sejak Rabu (16/4/2025) malam hingga Jumat (18/4/2025) pagi.
    Kepadatan lalu lintas hingga lumpuh total ini terpusat di wilayah Tanjung Priok akibat aktivitas bongkar muat di sejumlah terminal pelabuhan.
    Meningkatnya aktivitas bongkar muat di NPCT One disebabkan oleh keterlambatan tiga kapal asal luar negeri yang bersandar.
    Pelindo tidak memprediksi bahwa keterlambatan tiga kapal ini juga berimbas pada peningkatan volume bongkar muatan.
    Belum lagi bertepatan dengan konsumen yang mengejar waktu sebelum libur panjang yang jatuh pada Jumat hingga Minggu (20/4/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.