Tag: Djoko Setijowarno

  • Agar Tak Ada Lagi Truk ‘Pencabut Nyawa’ di Jalan Raya

    Agar Tak Ada Lagi Truk ‘Pencabut Nyawa’ di Jalan Raya

    Jakarta

    Kecelakaan maut yang melibatkan truk masih sering terjadi di Indonesia. Bahkan, pengamat transportasi menilai angkutan barang itu menjadi ‘pencabut nyawa’ di jalan.

    Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, ada beberapa penyebab mengapa truk masih menjadi ‘pembunuh’ di jalan, Mulai dari kendaraan yang tak laik jalan, masih maraknya angkutan barang berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL), hingga sopir truk yang tidak kompeten.

    “Rekomendasi dari Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan sudah dilayangkan ke Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi. Kita tunggu kebijakan selanjutnya dari Menteri Perhubungan, supaya angka kecelakaan menurun. Juga selalu dinanti ketegasan Presiden Prabowo Subianto mengatasi angkutan barang berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL). Jika masih diabaikan, truk akan tetap menjadi pencabut nyawa di jalan. Bermobilitas di negeri yang tidak berkeselamatan akan menghambat cita-cita pemerintah mewujudkan menuju Indonesia Emas 2045,” kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima detikOto.

    Untuk itu, menurut Djoko, beberapa langkah ini perlu diambil agar kendaraan angkutan barang ini tidak lagi menjadi pembunuh di jalan raya.

    Berantas Truk ODOL

    Menurut Djoko, armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Pengawasan terhadap operasional angkutan barang dinilai belum maksimal.

    Menurut Djoko, sejak 2017 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan telah mulai membenahi persoalan ODOL. Namun, upaya itu gagal karena penolakan Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta tidak didukung Kementerian Perdagangan lantaran kekhawatiran pemerinah akan naiknya setelah ditakut-takuti oleh pihak penolak.

    “Namun tidak ada upaya dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Apindo untuk mengusulkan program membenahi masalah ODOL, selain menolak dan menakut-nakuti dengan isu inflasi,” katanya.

    “Saatnya pemerintah tidak bertindak secara reaktif saja, ketika ada masalah teriak-teriak, tetapi setelah lewat masalahnya lupa, dan nanti teriak lagi saat muncul masalah lagi. Saatnya pemerintah bertindak secara cerdas dan terencana. Kalau sudah bertindak cerdas dan terencana tapi kecelakaan lalu lintas masih tetap terjadi, baru kita bisa bilang itu nasib. Tetapi kalau kondisi pembiaran itu terjadi terus-menerus, tidak bisa dikatakan itu nasib dan tidak bisa pula kesalahannya dibebankan pada masyarakat. Pemerintah harus bertanggung jawab,” ujar Djoko.

    Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT kerap menemukan adanya operasional truk pada proyek pemerintah yang melebihi dimensi dan kapasitas. Kondisi ini ironis mengingat pemerintah gencar menertibkan kendaraan kelebihan muatan yang kerap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas hingga kerusakan jalan.

    “Masih terdapat sejumlah proyek negara yang kedapatan menggunakan truk yang melebihi dimensi dan kapasitas (overdimension overload/ODOL),” sebut Djoko.

    Kompetensi Sopir Truk

    Menurut Djoko, faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak tertangkap pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2, serta mekanisme pelatihan defensive driving training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib oleh Kementerian Perhubungan untuk memberi izin.

    “Sebagai pengemudi tidak hanya cukup berbekal keahlian dalam berkendara, namun juga mendalami teori dan praktik dengan menitikberatkan pada keselamatan, maka akan menjadikan pengemudi lebih percaya diri. Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada microsleep,” ungkap Djoko.

    Menurut KNKT, sebanyak 84 persen penyebab kecelakaan terjadi akibat kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan oleh kondisi pengemudi yang tidak siap dan tidak menguasai kendaraan, ataupun kondisi dari kendaraan itu sendiri.

    “Adapun penyebab kelelahan pengemudi adalah kurangnya waktu untuk beristirahat,” kata Djoko.

    Pengemudi bukan hanya harus memiliki kemampuan teknik mengendarai yang baik dan pengetahuan berlalu lintas yang baik. Pengemudi juga harus memiliki kepribadian dan kompetensi yang baik, meliputi skill, knowledge, dan attitude, sehingga dapat melayani dan menghargai penumpang dengan mengutamakan keselamatan dan keamanan.

    Selama tahun 2024, pemetaan di lapangan dan diskusi dengan beberapa pihak berkepentingan sudah dilakukan Pusat Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan. Hasil pengamatan dan wawancara dengan pengemudi angkutan umum mendapatkan usia pengemudi rata-rata 40-55 tahun. Surat izin mengemudi (SIM) yang dimiliki pengemudi belum sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikannya, pengemudi memperoleh SIM tanpa melalui Pendidikan dan Pelatihan/Diklat (tanpa Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP).

    “Kurang sosialisasi bahwa pengemudi wajib kompetensi pengemudi melalui diklat dan uji kompetensi, sehingga tidak diperoleh pengemudi yang telah mengikuti uji kompetensi. Kurang pahamnya pengemudi terhadap pentingnya kompetensi pengemudi. Penghasilan pengemudi sebulan rata-rata Rp 1 juta sampai dengan Rp 4 juta, masih di bawah upah minimal di daerah,” ungkap Djoko.

    Selanjutnya, perusahaan angkutan umum kesulitan untuk mendapatkan pengemudi yang kompeten apalagi tersertifikasi, sehingga saat ini jumlah pengemudi angkutan umum mengalami penurunan dibanding dengan jumlah kendaraan yang beroperasi. Rekrutmen pengemudi belum didasarkan pada kompetensi pengemudi.

    Memastikan Truk Siap Beroperasi

    Ada enam langkah untuk memastikan kendaraan truk siap dioperasikan. Pertama, menyiapkan kendaraan dengan benar. Kendaraan di parkir di tempat yang sesuai dan memastikan roda terganjal. Menurunkan rem tangan dan memutar kunci kontak ke posisi “on”. Memastikan semua fungsi kendaraan berjalan normal (tidak ada lampu indikator yang menyala), tabung angin terisi penuh.

    Kedua, mengecek kebocoran pneumatic. Menginjak pedal rem selama kurang lebih dua menit. Tekanan angin tidak boleh turun lebih dari 0,5 bar. Jika tekanan angin lebih 0,5 bar, kampas rem mungkin bermasalah, maka segera menghubungi mekanik untuk pemeriksaan. Jika tekanan angin terus menurn, kemungkinan ada kebocoran. Maka matikan mesin, periksa desain di sekitar kendaraan, dan laporkan ke mekanik jika ditemukan kebocoran.

    Ketiga, memeriksa kondisi tabung angin. Menarik tuas atau cincin tabung angin. Jika keluar air atau oli, maka dihentikan operasi dan minta mekanik memeriksa filter air dryer atau kompresor.

    Keempat, memastikan rem berfungsi optimal. Menguji exhaust brake (skep/brake/rem angin) dan rem tangan untuk memastikan keudanya bekerja dengan baik.

    Kelima, mengecek sistem hidrolik. Memastkan tidak ada kebocoran minyak rem. Memeriksa persediaan minyak rem agar dalam kondisi cukup. K

    Keenam, pemeriksa ban. Memastikan tekanan angin dan kondisi fisik ban dalam keadaan baik.

    Kendalikan Kendaraan di Jalan turunan

    Sementara jika kendaraan melewati jalan menurun, KNKT telah memberikan prosedur. Pertama sebelum memasuki jalan menurun, pindahkan posisi transmisi ke gigi rendah. Kedua, ketika jalan mulai menurun aktifkan exhaust brake dan pertahankan exhaust brake tetap aktif (jangan matikan dan hidupkan berulang-ulang). Ketiga, jika jarum RPM masih naik dan menuju ke zona merah (zona bahaya), injak pedal rem secukupnya untuk mengembalikan posisi jarum RPM ke zona putih (torsi maksimal) dan lepaskan kembali pedal rem jika jarum RPM sudah berada di zona putih (aman).

    Keempat, hindari penggunaan rem pedal secara berulang-ulang atau pengereman panjang karena hal ini dapat menyebabkan rem tidak berfungsi (rem blong). Kelima, maksimalkan bidang pandang di luar kendaraan, sehingga mampu mengantisipasi keadaan lalu lintas di depan dan memiliki cukup waktu.

    (rgr/din)

  • Agar Tak Ada Lagi Truk ‘Pencabut Nyawa’ di Jalan Raya

    Waspada! Truk ‘Pencabut Nyawa’ Gentayangan di Jalan Raya

    Jakarta

    Kecelakaan maut yang melibatkan truk berulang kali terjadi. Umumnya karena truk mengalami rem blong sampai sopir yang kelelahan.

    Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, angka kecelakaan truk barang menduduki peringkat kedua terbanyak. Ada beberapa penyebabnya, mulai dari kendaraan yang tak laik jalan, masih maraknya angkutan barang berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL), hingga sopir truk yang tidak kompeten.

    “Rekomendasi dari Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan sudah dilayangkan ke Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi. Kita tunggu kebijakan selanjutnya dari Menteri Perhubungan, supaya angka kecelakaan menurun. Juga selalu dinanti ketegasan Presiden Prabowo Subianto mengatasi angkutan barang berdimensi dan bermuatan lebih (overdimension overload/ODOL). Jika masih diabaikan, truk akan tetap menjadi pencabut nyawa di jalan. Bermobilitas di negeri yang tidak berkeselamatan akan menghambat cita-cita pemerintah mewujudkan menuju Indonesia Emas 2045,” kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima detikOto.

    Menurut Djoko, berdasarkan pengakuan sopir truk, kerja seorang sopir itu risikonya besar. Begitu masuk ke truk, sopir sudah menjadi calon tersangka. Bagaimana tidak, kalau ada razia kendaraan ODOL, yang kena pasti sopir truk. Apalagi kalau kecelakaan, sudah pasti sopir yang dijadikan tersangka.

    Menurut pengakuan sopir truk tersebut, perusahaan jasa pengangkutan barang biasanya memasang tarif semurah mungkin. Hal itu dilakukan supaya mereka bisa tetap mendapat muatan di tengah ketatnya persaingan di pasar. Biaya operasional ditekan melalui berbagai upaya, termasuk mengangkut sejumlah barang sekaligus dalam satu perjalanan.

    “Risiko besar yang mengintai para sopir di jalanan tidak sebanding dengan upah yang mereka terima,” kata Djoko.

    Menurut Djoko, penghasilan rata-rata pengemudi truk di bawah upah minimal di daerah. Kurangnya perhatian pemerintah pada kesejahteraan pengemudi suatu saat akan menjadi bom waktu yang merugikan kita semua.

    “Sekarang banyak pengemudi truk yang beralih profesi, sehingga jumlah pengemudi mengalami penurunan. Sementara pejabat negeri ini masih tidak peduli dengan kompetensi dan kesejahteraan pengemudi angkutan umum,” ujar Djoko.

    Lebih lanjut Djoko menilai, setidaknya ada tiga fundamental yang belum terpenuhi untuk keselamatan armada truk dan bus. Pertama, belum ada kewajiban perawatan safety item, contoh minimal sistem rem yang harus di-overhaul setiap 3 tahun (seperti moda lainya). Kedua, tidak ada batasan yang jelas untuk jam kerja dan istirahat pengemudi seperti masinis atau pilot. Ketiga, tidak standar kesehatan mental dan fisik untuk pengemudi seperti pada moda lainya.

    Menurut Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), ada beberapa masalah krusial pada pengemudi angkutan umum di Indonesia yang diidentifikasi, yaitu jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan serta rasio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger).

    “Ini jelas sangat berisiko tinggi terhadap keselamatan, karena dapat memungkinkan pengemudi bus untuk mengendarai kendaraan truk, atau sebaliknya, kompetensi atau keahlian mengemudinya tentunya berbeda. Kecakapan pengemudi sangat rendah dalam mengoperasikan kendaraan, dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk, serta kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami bad condition,” beber Djoko.

    Faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak tertangkap pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2, serta mekanisme pelatihan defensive driving training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib oleh Kementerian Perhubungan untuk memberi izin.

    “Sebagai pengemudi tidak hanya cukup berbekal keahlian dalam berkendara, namun juga mendalami teori dan praktik dengan menitikberatkan pada keselamatan, maka akan menjadikan pengemudi lebih percaya diri. Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka berisiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada microsleep,” ungkap Djoko.

    Menurut KNKT, sebanyak 84 persen penyebab kecelakaan terjadi akibat kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan sistem pengereman dapat disebabkan oleh kondisi pengemudi yang tidak siap dan tidak menguasai kendaraan, ataupun kondisi dari kendaraan itu sendiri.

    “Adapun penyebab kelelahan pengemudi adalah kurangnya waktu untuk beristirahat,” kata Djoko.

    Lanjut halaman berikutnya: Kemampuan Sopir Truk

  • Pelajaran dari Kecelakaan Maut Bus di Cipularang, Ingat Rumus Durasi Nyetir Ini!

    Pelajaran dari Kecelakaan Maut Bus di Cipularang, Ingat Rumus Durasi Nyetir Ini!

    Jakarta

    Kecelakaan maut yang melibatkan bus pariwisata kembali terjadi di Tol Cipularang. Diduga sopir bus mengantuk sehingga menabrak bagian belakang truk.

    Dikutip detikJabar, insiden mengerikan itu terjadi di Tol Cipularang KM 80 Babakancikao, Kabupaten Purwakarta, pada Kamis (26/12) dini hari. Kepala Induk PJR Tol Cipularang Kompol Joko mengatakan bus rombongan wisata religi bernopol B-7363-NGA ini awalnya melaju dari arah Bandung menuju Jakarta. Namun setiba di TKP Km 80, bus menabrak bagian belakang truk yang melaju di depannya.

    Senior Manager Representative Office 3 Jasamarga Metropolitan Tollroad Agni Mayvinna mengatakan, kecelakaan tersebut disebabkan karena pengemudi bus mengantuk sehingga tidak melihat jika terdapat truk di depannya.

    “Berdasarkan keterangan petugas di lapangan, diduga pengemudi bus dalam kondisi mengantuk sehingga kurang antisipasi kendaraan di depannya dan menyebabkan terjadinya tabrak belakang,” ujar Agni dalam keterangannya.

    Kasat Lantas Polres Purwakarta AKP Dadang Supriadi mengatakan, dalam kejadian ini di dalam bus ada 64 orang. Dua orang tewas, 12 luka berat dan sisanya luka ringan.

    “Untuk keseluruhan ada 64 orang (penumpang), dua orang tewas, 12 orang alami luka berat dan sisanya 50 orang alami luka ringan,” ujar Dadang.

    Belajar dari kecelakaan maut ini, pengemudi jangan sekali-sekali menyepelekan waktu berkendara. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur durasi maksimal mengemudi.

    “Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, pengemudi kendaraan bermotor umum wajib istirahat setelah berkendara selama empat jam berturut-turut. Pengemudi jangan sampai memaksakan berkendara apabila dalam kondisi lelah atau mengantuk karena hal itu bisa membahayakan,” kata Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Ahmad Yani, dalam keterangannya.

    Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menegaskan, waktu kerja dan waktu istirahat sopir harus diatur. Sopir juga harus memiliki waktu istirahat yang cukup sebelum melakukan perjalanan.

    “Lama/durasi tidur bagi orang dewasa yang normal adalah 6-8 jam per hari di malam hari. Tidur yang dianggap berkualitas adalah tidur yang memenuhi 4-5 kali siklus tidur, di mana setiap siklusnya membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam. Satu siklus tidur terdiri dari fase tidur NREM (Non Rapid Eye Movement) dan fase tidur REM (Rapid Eye Movement) karena pada fase-fase inilah tubuh berusaha untuk mengembalikan kemampuan organ-organ yang mengalami kelelahan agar menjadi bugar seperti semula,” kata Djoko belum lama ini.

    Pasal 90 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan setiap perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan bermotor umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama 8 jam sehari. Setelah mengemudikan kendaraan selama 4 jam berturut-turut, wajib beristirahat paling singkat setengah jam.

    (rgr/lth)

  • Karut-Marut Penyelenggaraan Angkutan Barang Berujung Kecelakaan Maut

    Karut-Marut Penyelenggaraan Angkutan Barang Berujung Kecelakaan Maut

    Jakarta

    Kecelakaan yang melibatkan kendaraan angkutan barang terus terulang. Kecelakaan itu sampai menewaskan beberapa korban.

    Kembali terulang, bus pariwisata Tirto Agung bernomor polisi S 7607 UW yang mengangkut rombongan pelajar SMP IT Darul Qur’an Mulia Putri Bogor, Jawa Barat, menabrak truk pengangkut pakan ternak bernomor polisi S 9126 UU di KM 77 Tol Pandaan-Malang di Malang, Jawa Timur, Senin (23/12/2024). Sebanyak empat orang meninggal dunia.

    “Hal ini menunjukkan masih buruknya penyelenggaraan angkutan logsitik yang karut marut berujung pada kecelakaan yang kerap terjadi,” kata Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

    Menurut Djoko, armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Pengawasan terhadap operasional angkutan barang dinilai belum maksimal.

    “Rangkaian kecelakaan yang melibatkan truk akibat rendahnya kompetensi para pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat terus terjadi. Seolah tidak belajar dari berbagai insiden sebelumnya, kejadian-kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola serta kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” sebut Djoko.

    Selain persoalan kelebihan muatan, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga mencatat masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.

    Menurut Djoko, truk memang besar berperan penting dalam logistik guna mengangkut barang lebih eifisien. Namun, ukuran yang besar kerap menjadi bumerang dalam operasionalnya jika tidak dikendalikan oleh pengemudi yang handal dan perawatan kendaraan yang rutin.

    “Untuk menyelenggarakan perawatan rutin pasti memerlukan biaya yang tinggi. Juga mendapat pengemudi yang handal perlu upah yang standar demi kesejahteraannya. Biaya perawatan minim dampak dari liberalisasi angkutan barang,” katanya.

    “Di sisi lain, Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT kerap menemukan adanya operasional truk pada proyek pemerintah yang melebihi dimensi dan kapasitas. Kondisi ini ironis mengingat pemerintah gencar menertibkan kendaraan kelebihan muatan yang kerap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas hingga kerusakan jalan. Masih terdapat sejumlah proyek negara yang kedapatan menggunakan truk yang melebihi dimensi dan kapasitas (overdimension overload/ODOL),” sebut Djoko.

    Djoko menilai, Kementerian Perhubungan seharusnya tidak hanya mengandalkan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk mengatasi truk ODOL. Masih perlu bersinergi dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM).

    “Penggunaan angkutan barang di jalan akan efektif jika perjalanan tidak lebih dari 500 km. Jarak lebih dari itu harus memanfaatkan jalur KA dan perairan. Tidak mengherankan jika kendaraan barang melintas dari Jawa Timur ke Jawa Barat atau sebaliknya yang berjarak lebih dari 500 km pasti bermuatan lebih. Demikian pula kapal yang memuat truk barang, karena tidak ada koordinasi dengan Ditjenhubla untuk membatasinya,” ucap Djoko.

    Kata dia, memanfaatkan jalur KA dan perairan dapat dilakukan untuk mengalihkan beban jalan raya. Agar lebih murah menggunakan moda KA (jarak lebih 500 km), tarif yang dikenakan bebas PPN 11 persen, tidak dikenakan track access charge (TAC) dan menggunakan BBM subsidi.

    “Sejak 2017, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan telah mulai membenahi persoalan ODOL, tetapi gagal karena penolakan Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta tidak didukung Kementerian Perdagangan lantaran kekhawatiran pemerintah akan naiknya setelah ditakut-takuti oleh pihak penolak. Namun tidak ada upaya dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Apindo untuk mengusulkan program membenahi masalah ODOL, selain menolak dan menakut-nakuti dengan isu inflasi,” katanya.

    “Saatnya pemerintah tidak bertindak secara reaktif saja, ketika ada masalah teriak-teriak, tetapi setelah lewat masalahnya lupa, dan nanti teriak lagi saat muncul masalah lagi. Saatnya pemerintah bertindak secara cerdas dan terencana. Kalau sudah bertindak cerdas dan terencana tapi kecelakaan lalu lintas masih tetap terjadi, baru kita bisa bilang itu nasib. Tetapi kalau kondisi pembiaran itu terjadi terus menerus, tidak bisa dikatakan itu nasib dan tidak bisa pula kesalahannya dibebankan pada masyarakat. Pemerintah harus bertanggung jawab,” pungkas Djoko.

    (rgr/lth)

  • Pelajaran dari Kecelakaan Maut Bus Tabrak Truk di Cipularang

    Pelajaran dari Kecelakaan Maut Bus Tabrak Truk di Cipularang

    Jakarta

    Kecelakaan maut kembali terjadi di Tol Cipularang. Sebuah bus menabrak truk di KM 80 Tol Cipularang, pada Kamis (26/12/2024) pukul 01.35 WIB. Akibat kecelakaan ini, dua orang meninggal dunia.

    Dikutip detikJabar, kecelakaan itu melibatkan bus yang membawa rombongan wisata religi. Bus itu melaju dari arah Bandung menuju Jakarta. Di lokasi kejadian, bus menabrak bagian belakang truk di depannya.

    Senior Manager Representative Office 3 Jasamarga Metropolitan Tollroad Agni Mayvinna mengatakan, kecelakaan tersebut diduga karena pengemudi bus mengantuk sehingga tidak melihat adanya truk di depan.

    “Berdasarkan keterangan petugas di lapangan, diduga pengemudi bus dalam kondisi mengantuk sehingga kurang antisipasi kendaraan di depannya dan menyebabkan terjadinya tabrak belakang,” kara Agni dalam keterangannya.

    Praktisi keselamatan berkendara yang juga Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI), Sony Susmana, menegaskan kondisi mengantuk tidak bisa disepelekan. Mengantuk saat mengemudi ada tanda-tandanya. Jika sudah ada tanda-tanda mengantuk, jangan disepelekan. Satu-satunya cara menghilangkan ngantuk adalah beristirahat.

    “Ketika dirasa mulai berkurang durasi kedipannya maka waspada untuk segera berhenti. Biasanya (tanda-tanda sopir mengantuk) mencari-cari kesibukan, menggerak-gerakkan pundaknya, kucek-kucek mata, garuk-garuk kepala, melakukan pengulangan aktivitas,” kata Sony kepada detikOto beberapa waktu lalu.

    Jika penumpang melihat gerak-gerik sopir bus mengantuk tersebut, segera ingatkan untuk istirahat. Jangan sampai kecelakaan maut terjadi akibat sopir mengantuk.

    Sony mengatakan, mengantuk saat berkendara disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang tidur, lelah, terlalu lama duduk mengemudi, bosan akibat highway hypnosis, hingga faktor usia.

    “Yang paling paham kemampuan, kekurangan dari tubuh kita adalah diri sendiri. Ngantuk tidak tiba-tiba menghinggap, tapi ada tanda-tanda sebelumnya. Pegal, mata perih, persepsi jarak mulai ngaco, pandangan buram sampai dengan kecepatan melambat,” kata Sony.

    Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menegaskan, waktu kerja dan waktu istirahat sopir harus diatur. Jangan sampai karena dikejar tenggat waktu, sopir sampai mengabaikan keselamatan.

    “Lama/durasi tidur bagi orang dewasa yang normal adalah 6-8 jam per hari di malam hari. Tidur yang dianggap berkualitas adalah tidur yang memenuhi 4-5 kali siklus tidur, di mana setiap siklusnya membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam. Satu siklus tidur terdiri dari fase tidur NREM (Non Rapid Eye Movement) dan fase tidur REM (Rapid Eye Movement) karena pada fase-fase inilah tubuh berusaha untuk mengembalikan kemampuan organ-organ yang mengalami kelelahan agar menjadi bugar seperti semula,” kata Djoko dalam keterangan tertulis belum lama ini.

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur mengenai waktu kerja untuk pengemudi Kendaraan Bermotor Umum. Pasal 90 menyebutkan setiap perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan bermotor umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama 8 jam sehari. Setelah mengemudikan kendaraan selama 4 jam berturut-turut, wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Dalam hal tertentu pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 jam.

    (rgr/lth)

  • MTI kritik rencana penghapusan Koridor 1 Transjakarta

    MTI kritik rencana penghapusan Koridor 1 Transjakarta

    Foto : Radio Elshinta Rizki Rian Saputra

    Dikhawatirkan akan menambah pengguna kendaraan pribadi atau motor

    MTI kritik rencana penghapusan Koridor 1 Transjakarta
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Rabu, 25 Desember 2024 – 16:07 WIB

    Elshinta.com – Rencana penghapusan Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota menuai kritik di masyarakat. Pemerntah Provinsi Jakarta beralasan penghapusan koridor ini dilakukan bila MRT Lebak Bulus-Kota sudah tersambung untuk mengurangi tumpang-tindih layanan. 

    Menanggapi wacana tersebut, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Tranportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menyatakan penolakannya. Menurutnya Koridor 1 adalah cikal bakal Transjakarta, bahkan transportasi modern di Indonesia.

    “Koridor 1 Transjakarta adalah cikal bakal transportasi modern yang diterapkan di Indonesia,” ungkap Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Tranportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno dalam wawancara di Radio Elshinta Rabu 25/12/2024.

    Joko menceritakan pembangunan koridor 1 Transjakarta yang menuai pro kontra di tengah masyarakat begitu luar biasa, namun bisa diwujudkan oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu Sutiyoso (bang Yos) yang memasuki periode keduanya.

    Meskipun pembangunan koridor Transjakarta yang berjumlah 13 sempat tidak berlanjut usai kepemimpinan bang Yos, pembangunan hingga koridor terakhir yakni koridor 13 selesai dan beroperasi di tahun 2017.

    “Berbicara mengenai angkutan umum tergantung waktu dan momen yang tepat, dan pada saat itu koridor 1 Transjakarta Blok M-Kota dibangun pada momen yang tepat sehingga bisa dibilang sebagai kebangkitan transportasi modern di Indonesia,” jelas Djoko Setijowarno. 

    Djoko menambahkan model transportasi Transjakarta ditemukan di sejumlah daerah di Indonesia. Djoko mengatakan, kemunculan Transjakarta dilanjutkan dengan moda transportasi MRT sepanjang 17 KM dari Lebak Bulus – Bundaran HI dan rencananya akan dibangun hingga utara Jakarta. 

    Djoko menjelaskan, di negara maju himpitan ekonomi nyaris tidak ada karena jenjang antara orang kaya dan miskin tidak begitu jauh. Berbeda dengan di Indonesia, rentang antara kaya dan miskin. Sehingga menurutnya pengguna transportasi seperti Transjakarta dan MRT tentu berbeda 

    “Dikhawatirkan jika koridor 1 Transjakarta dihapus, justru pengguna kendaraan roda dua atau sepeda motor justru semakin banyak, sehingga berpotensi menambah kemacetan” tambahnya.

    Djoko mengatakan, melihat visi misi gubernur terpilih Jakarta yakni meningkatkan jumlah pengguna transportasi umum, maka menurutnya tidak ada pengapusan koridor Transjakarta.

    “Problem di Jakarta adalah bagaimana mengalihkan warga menggunakan angkutan umum. Biarkan saja koridor 1 Transjakarta tetap beroperasi, selain menjadi koridor bersejarah, penggunanya masih banyak, konektivitasnya tinggi, dan potensinya masih cukup besar,” jelas Djoko Setijowarno yang juga akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata.

    Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan wacana menghapus Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota bila MRT Lebak Bulus-Kota sudah tersambung untuk mengurangi tumpang-tindih layanan. 
    Sementara Penjabat Gubernur (Pj) Jakarta, Teguh Setyabudi, mengungkapkan hingga saat ini belum ada keputusan terkait penutupan layanan Transjakarta Koridor 1 karena masih  dalam tahap pembahasan oleh Dinas Perhubungan Jakarta bersama DPRD. 

    Penulis : Dwi Iswanto

    Sumber : Radio Elshinta

  • Pengamat minta pemerintah serius awasi angkutan logistik

    Pengamat minta pemerintah serius awasi angkutan logistik

    Armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas

    Jakarta (ANTARA) – Pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno meminta pemerintah lebih serius dalam mengawasi angkutan logistik.

    Pasalnya, Djoko mengatakan kecelakaan angkutan logistik setiap hari terjadi, bahkan bisa mencapai tujuh kali kejadian dalam sehari.

    “Armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Pengawasan terhadap operasional angkutan barang belum maksimal. Memang ini punya konsekuensi terhadap tarif angkutan barang. Tidak masalah, yang paling penting adalah jaminan keselamatan bertransportasi bagi semua warga,” kata Djoko di Jakarta, Rabu.

    Menurut Djoko, kecelakaan truk dipastikan bakal terus terjadi kalau kompetensi para pengemudi masih rendah dan kondisi kendaraan kurang terawat.

    Selain persoalan kelebihan muatan, Djoko menyebut Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (2024) juga mencatat masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.

    Di sisi lain, meski banyaknya faktor kesalahan, Djoko mengatakan segala kesalahan jika terjadi kecelakaan truk logistik selalu ditumpukan kepada pengemudi.

    “Jarang sekali pengusaha angkutan barang dan pemilik barang diperkarakan. Andai diperkarakan pun setelah ada desakan dari media sosial. Itu pun jika tidak diawasi tidak sampai pengadilan, sehingga tidak ada efek jera,” kata Djoko.

    Oleh sebab itu, Djoko mengatakan revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dilakukan, agar pengemudi tidak selalu menjadi obyek kesalahan.

    “Harus ada pembenahan menyeluruh dari bisnis angkutan truk. Lini bisnis ini perlu dijalankan secara lebih profesional dengan sistem manajemen keselamatan serta hubungan industrial yang optimal. Untuk itu, proses perekrutan pengemudi juga dilakukan dengan benar. Kompetensi, batasan jam kerja, dan pendapatan minimal juga jadi syarat mutlak,” kata Djoko.

    Kementerian Ketenagakerjaan, lanjut Djoko, juga perlu menyusun regulasi yang mengatur upah standar minimum bagi para pengemudi truk.

    Berbarengan dengan pendidikan formal para sopir yang diharapkan dapat menekan angka kecelakaan di jalan. Jam kerja dan istirahat pengemudi yang belum diatur secara jelas juga menambah risiko kelelahan yang memicu kecelakaan.

    Djoko menjelaskan hal ini selaras amanat pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.

    “Saatnya pemerintah bertindak secara cerdas dan terencana. Kalau sudah bertindak cerdas dan terencana tapi kecelakaan lalu lintas masih tetap terjadi, baru kita bisa bilang itu nasib. Tetapi kalau kondisi pembiaran itu terjadi terus menerus, tidak bisa dikatakan itu nasib,” kata Djoko.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Lagi-lagi Kecelakaan Truk, Pemerintah Dinilai Tak Serius Benahi Regulasi Angkutan Barang

    Lagi-lagi Kecelakaan Truk, Pemerintah Dinilai Tak Serius Benahi Regulasi Angkutan Barang

    Jakarta

    Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai pemerintah tidak serius membenahi regulasi angkutan barang. Padahal kecelakaan truk masih sering terjadi di jalan raya, hingga menimbulkan korban meninggal.

    “Kecelakaan angkutan logistik setiap hari terjadi di negeri ini, bahkan bisa tujuh kali kejadian dalam sehari. Armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan, meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Pengawasan terhadap operasional angkutan barang masih belum maksimal. Memang ini punya konsekuensi terhadap tarif angkutan barang. Tidak masalah, yang paling penting adalah keselamatan bertransportasi bagi semua warga terjamin,” ungkap Djoko.

    Terbaru, terjadi kecelakaan bus pariwisata Tirto Agung bernomor polisi S 7607 UW yang mengangkut rombongan pelajar SMP IT Darul Qur’an Mulia Putri Bogor, Jawa Barat. Bus tersebut menabrak truk pengangkut pakan ternak bernomor polisi S 9126 UU di KM 77 tol Pandaan-Malang, Jawa Timur, Senin (23/12/2024) sore. Sebanyak 4 orang meninggal dunia. Hal ini menunjukkan masih buruknya penyelenggaraan angkutan logistik yang karut marut, berujung pada kecelakaan yang kerap terjadi.

    “Rangkaian kecelakaan yang melibatkan truk akibat rendahnya kompetensi para pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat terus terjadi. Seolah tidak belajar dari berbagai insiden sebelumnya, kejadian-kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola, serta kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah,” sambung Djoko.

    Selain persoalan kelebihan muatan, kata Djoko, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga mencatat terjadi masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi, akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.

    “Truk besar berperan penting dalam logistik guna mengangkut barang lebih eifisien. Namun, ukuran yang besar kerap menjadi bumerang dalam operasionalnya, jika tidak dikendalikan oleh pengemudi yang andal dan perawatan kendaraan yang rutin,” kata Djoko lagi.

    “Untuk menyelenggarakan perawatan rutin pasti memerlukan biaya yang tinggi. Juga mendapat driver yang andal perlu upah yang standar demi kesejahteraannya. Biaya perawatan minim dampak dari liberalisasi angkutan barang,” ungkapnya.

    (lua/riar)

  • Pemprov Disarankan Naikkan Tarif Transjakarta Dibanding Hapus Rute Blok M-Kota

    Pemprov Disarankan Naikkan Tarif Transjakarta Dibanding Hapus Rute Blok M-Kota

    Pemprov Disarankan Naikkan Tarif Transjakarta Dibanding Hapus Rute Blok M-Kota
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyarankan Pemprov Jakarta menaikkan tarif Transjakarta dibandingkan menghapus koridor 1 Blok M-Kota.
    “Kalau memang merasa beban, Transjakarta itu tarifnya harus naik,” ujar Djoko Setijowarno saat diwawancarai Kompas.com, Senin (24/12/2024).
    Djoko mengatakan, Transjakarta bisa menaikkan tarif seperti sebelum 2010. Saat itu, rute Transjakarta ada enam koridor.
    Rute ke-6 tersebut merupakan Ragunan-Kuningan. Saat itu, para penumpang diminta membayar tarif di atas Rp 5.000 dan tidak keberatan.
    “Waktu itu kan mereka disuruh bayar di atas Rp 5.000, mau tuh. Karena itu kan premium gitu kan, yang penting buat mereka tepat waktu,” kata Djoko.
    Djoko menilai, banyak masyarakat yang rumahnya di Kuningan tetap mau naik Transjakarta meski tarifnya naik saat itu.
    Namun, khusus untuk kelompok tertentu seperti lansia dan lainnya, Djoko menyarankan agar tarifnya tetap.
    “Jadi, tarifnya sekarang Rp 3.500 dinaikkan Rp 5.000. Tapi, ada yang tetap bertahan di Rp 3.500, khusus kelompok tertentu,” tegas Djoko.
    Sebelumnya diberitakan, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jakarta mengungkapkan rencana penghapusan rute Transjakarta yang bersinggungan dengan MRT.
    Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Syafrin Liputo menuturkan, langkah itu diambil supaya tidak terjadi tumpang tindih antarmoda transportasi umum.
    “Contohnya untuk MRT Lebak Bulus sampai Kota (jika sudah) terbangun, maka untuk koridor satu Transjakarta dari Blok M sampai Kota itu nanti ditiadakan,” kata Syafrin saat dikonfirmasi, Jumat (20/12/2024).
    Syafrin menyebut, penghapusan bakal dilakukan setelah pengerjaan jalur MRT rute Lebak Bulus sampai Kota rampung.
    “Memang sudah masuk dalam rencana induk transportasi Jakarta,” ucap dia.
    Selain itu, Dishub juga berencana menghapus rute Transjakarta koridor dua Pulo Gadung-Harmoni jika seluruh jaringan MRT sudah terbangun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengamat: Karakteristik Penumpang Harus Diperhatikan Sebelum Hapus Koridor 1 Transjakarta

    Pengamat: Karakteristik Penumpang Harus Diperhatikan Sebelum Hapus Koridor 1 Transjakarta

    Pengamat: Karakteristik Penumpang Harus Diperhatikan Sebelum Hapus Koridor 1 Transjakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengimbau Dinas Perhubungan (Dishub) Jakarta untuk mempertimbangkan karakteristik penumpang Transjakarta sebelum memutuskan penghapusan
    koridor 1
    Blok M-Kota dan menggantikannya dengan MRT.
    “Artinya, harus lihat karakternya penumpang MRT dengan penumpang Transjakarta,” ujar Djoko saat diwawancarai
    Kompas.com
    , Senin (24/12/2024).
    Djoko menjelaskan, karakteristik penumpang Transjakarta dan MRT berbeda, terutama dari segi sosial ekonomi. Menurutnya, perbedaan tersebut harus menjadi perhatian mengingat disparitas sosial masyarakat Indonesia yang masih tinggi.
    “Coba Indonesia, direktur ada yang gaji di atas Rp 100 juta kan? Tapi ada orang yang gaji hanya UMR saja, itu beda beberapa kali lipat,” ucap Djoko.
    Ia menambahkan, penumpang Transjakarta tidak bisa dipaksa untuk beralih ke MRT karena perbedaan tarif dan aksesibilitas.
    “Kalau Transjakarta itu kan plus ke bawah rata-rata. MRT beda tarifnya. Kalau office boy ditanya pilih MRT atau Transjakarta, maka mereka lebih milih Transjakarta,” jelasnya.
    Sebelumnya, Dishub DKI Jakarta mengumumkan rencana penghapusan rute Transjakarta yang bersinggungan dengan MRT. Salah satunya adalah
    Koridor 1
    Blok M-Kota, yang akan dihapus setelah MRT rute Lebak Bulus-Kota selesai dibangun dan beroperasi penuh.
    “Contohnya untuk MRT Lebak Bulus sampai Kota (jika sudah) terbangun, maka untuk
    Koridor 1 Transjakarta
    dari Blok M sampai Kota itu nanti ditiadakan,” ujar Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, Jumat (20/12/2024).
    Syafrin menuturkan, langkah ini diambil untuk menghindari tumpang tindih antarmoda transportasi umum.
    “Memang sudah masuk dalam rencana induk transportasi Jakarta,” katanya.
    Selain itu, Dishub juga berencana menghapus rute Transjakarta Koridor 2 Pulo Gadung-Harmoni jika seluruh jaringan MRT selesai dibangun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.