Partai Ka’bah dan Bayang-bayang Konflik Internal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pembukaan Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara pada Sabtu (27/9/2025), diwarnai kericuhan antara kubu kader yang berseberangan.
Aksi adu mulut hingga saling lempar kursi meletus ketika Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono menyampaikan sambutan.
Sejumlah kader meneriakkan tuntutan “perubahan”.
Kericuhan ini memicu bentrokan fisik yang mengakibatkan beberapa kader terluka, sehingga mengundang keprihatinan dari internal partai, termasuk permintaan agar kader menahan diri.
Meski demikian, Muktamar tetap berlanjut dan Mardiono akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum untuk periode 2025–2030.
Pihak Mardiono mengecam insiden tersebut dan menyebutnya sebagai ulah penyusup yang sengaja membuat gaduh, serta berencana menempuh jalur hukum terhadap para pelaku.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai, kericuhan ini bukan hanya insiden biasa, melainkan potensi serius yang dapat memicu perpecahan partai.
“Kalau kericuhan ini makin memanas, bisa jadi muktamar malah tidak bisa dilanjutkan, atau malah masing-masing kubu membuat muktamar sendiri-sendiri, sehingga perpecahan tidak terhindarkan,” kata Djayadi.
Menurut Djayadi, adu kuat ini sudah tercium sejak suasana menjelang muktamar, yang melibatkan kubu Mardiono dan Agus Suparmanto.
Kericuhan yang berkelanjutan dapat mencacatkan legitimasi seluruh proses berikutnya, mulai dari penentuan tata tertib hingga pemilihan ketua umum.
“Kalau muktamar tetap berlangsung, hasilnya bisa jadi tidak diterima pihak yang kalah. Maka akan muncul perpecahan,” ujar dia.
Djayadi menganalisis bahwa akar masalah konflik internal PPP adalah kecenderungan pengurus yang lebih suka bergantung pada penguasa dan melupakan aspirasi pemilihnya.
Fenomena ini memicu ego kelompok dan pertengkaran yang tak kunjung usai, padahal PPP sejatinya memiliki akar dan infrastruktur yang bagus.
Dalam pidato pembukaannya, Plt Ketua Umum Muhammad Mardiono secara blak-blakan menunjuk hidung sendiri.
Ia menyatakan bahwa penyebab utama kegagalan PPP pada Pemilu 2024 adalah konflik internal.
“Penyebab utama adalah di dalam tubuh kita sendiri,” kata Mardiono, seraya meminta kader untuk berani jujur mengakui bahwa konflik internal adalah musuh utama perjuangan partai.
Ia menyebut, kegagalan meloloskan partai ka’bah ke parlemen bukan hanya merugikan PPP, tetapi juga umat Islam karena kehilangan akses formal dalam menentukan kebijakan nasional.
Mardiono bahkan menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada kader, ulama, dan habaib.
Mardiono menekankan bahwa tidak ada pihak yang diuntungkan dari konflik, yang ada hanyalah kekalahan bersama.
Oleh karena itu, ia meminta momen Muktamar X digunakan untuk mengakhiri perpecahan.
Menanggapi pentingnya menjaga partai dari konflik, Mardiono mengenang masa paling kelam PPP.
Ia menyebut periode 2014-2019 sebagai konflik terburuk sepanjang sejarah Partai Persatuan Pembangunan.
Saat itu, partai Ka’bah terbelah menjadi dua kubu: Djan Faridz (hasil Muktamar Jakarta) dan Muhammad Romahurmuziy atau Gus Romy (hasil Muktamar Surabaya).
Konflik tersebut digambarkan Mardiono sebagai situasi yang terstruktur dan massif, memecah Dewan Pimpinan Pusat (DPP) hingga ke tingkat pimpinan cabang.
Ia menilai, tidak mudah bagi PPP untuk bisa pulih dari situasi tersebut.
“Banyak tokoh-tokoh yang akhirnya memutuskan meninggalkan kita semua,” kenang Mardiono, yang menyiratkan kerugian besar akibat friksi internal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Djayadi Hanan
-
/data/photo/2025/09/27/68d7ff7b6f2b5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Partai Ka’bah dan Bayang-bayang Konflik Internal Nasional 28 September 2025
-
/data/photo/2025/09/27/68d7cdd709f1b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Muktamar PPP Ricuh, Pengamat: Pengurus Lupa Akar Pemilihnya Nasional 28 September 2025
Muktamar PPP Ricuh, Pengamat: Pengurus Lupa Akar Pemilihnya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai kericuhan yang terjadi saat Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) disebabkan oleh pengurus yang lebih suka bergantung pada penguasa.
Para pengurus ini dinilai melupakan aspirasi dari para pemilihnya sehingga mementingkan ego kelompok masing-masing.
“PPP ini sebetulnya adalah partai yang punya akar dan infrastruktur yang bagus. Sayang sekali, para pengurusnya lebih suka bergantung pada kekuasaan, sehingga melupakan akar pemilihnya,” kata Djayadi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/9/2025). “Akibatnya mereka terus bertengkar,” tuturnya lagi.
Djayadi mengatakan, kericuhan yang terjadi akan berdampak pada berjalannya Muktamar X PPP yang dijadwalkan berlangsung selama tiga hari ini.
Jika tidak bisa segera diredakan, Djayadi menilai akan ada friksi perpecahan yang semakin melebar.
“Kalau suasana ricuh ini tidak berhasil dikendalikan, maka bisa membuat cacat legitimasi proses berikutnya seperti penentuan tata tertib, LPJ, dan proses pemilihan ketua umum. Atau kalau muktamar tetap berlangsung, hasilnya bisa jadi tidak diterima pihak yang kalah,” ucapnya.
Diketahui, pelaksanaan Muktamar X PPP yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9/2025) sempat ricuh.
Adu mulut hingga perkelahian antarmuktamirin pecah akibat perbedaan pendapat soal calon ketua umum yang mereka usung.
Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PPP, Rusli Effendi, meminta agar para muktamirin (peserta muktamar) menahan diri dan berperilaku sesuai ajaran agama Islam dalam pelaksanaan Muktamar X.
“Perbedaan pendapat pasti ada dalam pemilihan ketua umum. Namun, bedanya ada yang mengedepankan kesantunan dan ada yang tidak. Jadi kami minta untuk semua muktamirin menahan diri untuk tidak mencederai proses pelaksanaan Muktamar X,” kata Rusli.
PPP sebagai partai Islam, kata Rusli, tidak sepatutnya mengedepankan perkelahian dan keributan.
“Kalau maunya ribut terus dan hanya cari sensasi saja, bagaimana mau mendapatkan simpati dari umat,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/08/67f524c2d66ff.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mensesneg: Tidak Semua Partai Harus Gabung Pemerintahan Nasional 18 April 2025
Mensesneg: Tidak Semua Partai Harus Gabung Pemerintahan
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Sekretaris Negara (
Mensesneg
)
Prasetyo Hadi
menyatakan, pertemuan antara Presiden
Prabowo Subianto
dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
PDI-P
),
Megawati Soekarnoputri
tak membahas bergabungnya PDI-P ke dalam
koalisi
.
“Kita nggak tahu ya, pembicaraan hanya berdua, hanya empat mata. Rasa-rasanya bukan perkara itu (koalisi),” kata Prasetyo melansir Antara, Kamis (17/4/2025).
Prasetyo menilai, tidak semua partai politik harus bergabung ke dalam pemerintahan. Selain itu, ia memastikan, hubungan PDI-P dengan pemerintah tetap berjalan dengan baik.
Megawati pun hingga kini masih menjabat sebagai Ketua Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Tidak harus semuanya gabung pemerintahan, meskipun dalam kapasitas beliau sebagai pengarah BRIN, PDIP tidak ada masalah,” kata Prasetyo.
Ketua DPP PDI-P yang juga putri Megawati, Puan Maharani memastikan akan ada pertemuan lanjutan antara ibunya dengan Prabowo.
“Akan ada silaturahmi dan pertemuan-pertemuan yang selanjutnya,” kata Puan di Gedung DPR/MPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Meski begitu, Puan tidak menjelaskan lebih lanjut soal wacana pertemuan berikutnya itu.
Dia hanya menjelaskan, pertemuan Prabowo dengan Megawati sesuai harapan PDI-P dan Partai Gerindra yang kerap mendiskusikannya.
“Waktu itu kan saya juga dengan teman-teman dari Gerindra sudah mengatakan insya Allah bahwa dalam waktu yang dekat akan ada silaturahmi antara Ibu Mega dengan Pak Prabowo,” ujar Puan.
“Dan alhamdulillah kemudian itu bisa terlaksana bahwa ada silaturahmi antara Ibu Mega dan Pak Prabowo dalam rangka silaturahmi pada hari Lebaran,” sambungnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengaku khawatir jika PDI-P bergabung ke pemerintahan Prabowo.
Sebab hal tersebut akan berdampak buruk terhadap konstelasi politik dalam negeri, ketika seluruh partai politik mendukung pemerintahan.
“Itu berdampak buruk untuk jangka panjang, demokrasi menjadi tidak imbang, pemerintahan menjadi seperti pemerintahan satu partai yang super gemuk,” kata Djayadi.
Jika PDI-P bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo, kelompok masyarakat sipil akan kehilangan mitranya dalam menjalankan fungsi pengawasan.
“Kelompok kritis di masyarakat dan khususnya civil society serta media kehilangan partner yang bersuara kritis untuk mengontrol pemerintahan. Kualitas pemerintahan kita akan melemah,” kata Djayadi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Survei LSI: Penegakan Hukum Masih Dinilai Positif di 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyampaikan hasil temuan atau survei terbarunya yang mengambil fokus pada kondisi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran.
Hasil survei menunjukkan penegakan hukum di Indonesia masih dinilai positif masyarakat.
“Ada 41,6 persen masyarakat menilai sangat baik atau baik, jadi ini kalau dirangkum ini menjadi penilaian positif ada 41,6 persen yang menilai positif terhadap penegakan hukum,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam hasil survei yang digelar secara daring pada Minggu (9/2/2024).
Sementara itu kata Djayadi, yang menilai penegakan hukum masih buruk atau sangat buruk berjumlah 25,1 persen.
Selanjutnya, terhadap masyarakat yang menilai penegakan hukum sedang-sedang saja sebanyak 31,0 persen.
“Jadi yang bisa kita nilai dari hasil survei ini adalah, penegakan hukum kita dinilai positif dalam arti yang menilai positif dengan negatif itu masih lebih banyak yang positif,” kata Djayadi.
Meski terbilang positif, kata dia, masih ada 25 persen lebih masyarakat yang menilai penegakan hukum di Indonesia buruk atau sangat buruk.
Sehingga, menurut Djayadi, temuan pihaknya ini harus dijadikan catatan untuk para penegak hukum di Indonesia dalam menjalankan penegakan hukum.
Sementara itu, dalam survei ini, LSI juga menampilkan hasil perihal penilaian masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam hasilnya, dominan masyarakat juga menilai positif terhadap upaya pemberantasan korupsi.
“Sama penilaian nya sekarang positif ada 44,9 persen yang menilai pemberantasan korupsi pada Januari 2025 ini katakanlah setelah 100 hari pemerintahan itu di angka 44 persen, positif dibandingkan dengan yang menilai buruk atau negatif itu 26,2 persen yang sedang 24,4 persen,” kata Djayadi.
Meski dinilai positif, dirinya beranggapan kalau penilaian publik di awal pemerintahan ini bisa jadi tercampur antara evaluasi dengan harapan.
Kata Djayadi, apabila penilaian positif itu tinggi maka bukan tidak mungkin ada juga harapan yang tinggi dari publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Tapi ini catatan juga seperti yang saya kira banyak kita sepakati bahwa penilaian masyarakat di awal-awal pemerintahan itu seringkali merupakan gabungan antara evaluasi kinerja sekaligus harapan juga sebenarnya,” kata dia.
“Itu yang saya kira perlu menjadi catatan, jadi penilaian positif pada saat ini harus diterjemahkan juga sebagai harapan yang tinggi kepada pemerintahan yang baru termasuk kepada para penegakan hukum,” ucap Djayadi.
Sebagai informasi, survei tersebut dilakukan dalam periode 20-28 Januari 2025.
Populasi survei yakni seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih yakni mereka yang berusia 17 tahun atau lebih.
Dari populasi tersebut dipilih secara random (multistage random sampling) sebanyak 1.220 untuk menjadi responden.
Adapun responden terpilih diwawancarai melalui tatap muka.
Margin of error dari survei ini sebesar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
-

Survei LSI: 41,6 Persen Publik Nilai Penegakan Hukum Berjalan Positif pada 100 Hari Prabowo
Jakarta, Beritasatu.com – Hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan sebanyak 41,6 persen masyarakat menilai penegakan hukum di Indonesia berjalan positif dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Masyarakat kita ketika ditanya bagaimana evaluasinya terhadap penegakan hukum, ada 41,6 persen menilai sangat baik atau baik. Jadi ini kalau dirangkum menjadi penilaian positif,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei, Minggu (9/2/2025).
Dia menjelaskan dari 41,6 persen masyarakat yang menilai positif itu terdiri atas 4,7 persen responden menyatakan penegakan hukum berjalan sangat baik, dan 36,9 persen lagi menyatakan baik.
Di sisi lain, terdapat 30,9 persen masyarakat yang menilai penegakan hukum berjalan sedang atau biasa-biasa saja, sementara 21,7 persen menilai buruk, dan 3,4 persen menilai sangat buruk.
Menurut Djayadi, temuan itu menjadi catatan baik yang mesti diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini mengingat meski jumlah yang menilai penegakan hukum telah berjalan baik, responden yang menilai buruk juga masih banyak.
“Yang menilai positif belum mencapai 50 persen. Artinya, belum mayoritas, sementara lebih dari seperempat masyarakat kita menilai penegakan hukumnya buruk,” ujarnya dikutip dari Antara.
Tren kondisi penegakan hukum nasional pada Januari 2025 mengalami peningkatan 3,2 persen dibandingkan periode Januari 2024. Pada bulan yang sama tahun lalu, total responden yang menyatakan penegakan hukum baik adalah 38,4 persen.
Djayadi mengatakan data tersebut menunjukkan penegakan hukum nasional mengalami perbaikan, walau tidak signifikan.
“Lumayan, tetapi tidak signifikan karena kalau signifikan itu peningkatannya harus di atas 5,8 persen, ini meningkatnya 3,2 persen saja,” tuturnya.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menjadi lembaga penegakan hukum yang paling dipercaya oleh masyarakat, yakni 77 persen. Menyusul setelahnya, antara lain, pengadilan 73 persen, KPK 72 persen, dan Polri 71 persen.
Survei nasional LSI dilakukan pada 20–28 Januari 2025 terhadap 1.220 responden yang dipilih secara acak atau multistage random sampling. Margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Adapun, populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah. Responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Hasilnya 41,6 persen masyarakat menilai penegakan hukum berjalan positif dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo.
-
/data/photo/2022/12/06/638f1cac3808b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bukan KPK, Kejagung Justru Paling Dipercaya untuk Berantas Korupsi Nasional 9 Februari 2025
Bukan KPK, Kejagung Justru Paling Dipercaya untuk Berantas Korupsi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hasil survei yang dilaksanakan
Lembaga Survei Indonesia
(LSI) pada 20-28 Januari 2025 menunjukkan bahwa
Kejaksaan Agung
(Kejagung) adalah lembaga yang paling dipercaya publik untuk memberantas korupsi.
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, kepercayaan publik terhadap Kejagung untuk memberantas korupsi berada di angka 73 persen, unggul dibandingkan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) yang mendapat angka 69 persen.
“Tingkat kepercayaan terhadap pemberantasan korupsi pada lembaga-lembaga yang melaksanakan pemberantasan korupsi. Kejaksaan Agung nomor satu 73 persen yang percaya dan sangat percaya, pengadilan dipercaya masyarakat di angka 71 persen, KPK itu di angka 69 persen,” kata Djayadi dalam rilis secara daring, Minggu (9/2/2025).
Djayadi mengatakan, Kejagung mendapatkan poin tinggi karena tengah menangani sejumlah kasus besar, misalnya megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Sementara itu, survei mencatat ada 66 persen responden yang mempercayai
Polri
dalam memberantas korupsi sehingga lembaga itu berada di posisi paling buncit.
Urutan tersebut identik dengan hasil survei yang menanyakan penilaian masyarakat terkait lembaga yang paling dipercaya untuk menegakkan hukum.
Pada penilaian tersebut, Kejagung memperoleh angka 77 persen, pengadilan 73 persen, KPK 72 persen, dan Polri 71 persen.
Menurut LSI, torehan itu positif karena menandakan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum sudah tinggi.
Bahkan, LSI menyebut angka-angka ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara semisal Amerika Serikat.
“Memang kalau kita lihat dari angka ini, kalau kita bandingkan dengan tingkat kepercayaan masyarakat di negara seperti Amerika Serikat, misalnya, ini angkanya tinggi, karena sering kali tingkat kepercayaan kepada lembaga-lembaga di Amerika itu di bawah 50 persen,” ujar Djayadi.
“Tapi kalau kita lihat di Indonesia, angka di atas 70-an itu boleh kita katakan angka yang sedang,” ujar dia.
Adapun survei ini dilakukan LSI melalui proses wawancara tatap muka terhadap para responden yang berusia 17 tahun atau lebih di seluruh wilayah Indonesia.
Sebanyak 1.220 responden dipilih secara acak dan mewakili seluruh wilayah provinsi di Indonesia.
Margin of error
hasil survei ini berada di kisaran angka 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/13/6784a9cb79f4d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Survei LSI: 77 Persen Publik Percaya Hasto Terlibat Kasus Harun Masiku Nasional 9 Februari 2025
Survei LSI: 77 Persen Publik Percaya Hasto Terlibat Kasus Harun Masiku
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa 77 persen masyarakat percaya bahwa Sekretaris Jenderal PDI-P
Hasto Kristiyanto
terlibat dalam kasus suap yang Harun Masiku.
Direktur Eksektufit LSI Djayadi Hanan mengatakan, kasus ini masih menyita perhatian publik, meskipun tidak sebesar isu korupsi lainnya.
“Di sini lagi-lagi seperti yang kita duga, cukup menyita perhatian masyarakat. Ada 36,2 persen masyarakat yang tahu atau mengikuti isu ini,” kata Djayadi dalam konferensi pers daring, Minggu (9/2/2025).
Tidak heran, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus ini hingga menetapkan tersangka Hasto mendapat dukungan luas dari publik.
“Langkah KPK tersebut didukung oleh masyarakat karena masyarakat meyakini kalau yang bersangkutan itu memang terlibat kasus,” ujar Djayadi.
Dalam paparannya, Djayadi menyebutkan 15,3 persen responden menyatakan sangat percaya Hasto terlibat kasus korupsi Harun Masiku.
Sedangkan 61,7 persen responden percaya Sekjen PDI-P terlibat korupsi tersebut.
LSI mencatat, hanya 15,5 persen publik yang kurang percaya Sekjen PDI-P itu terlibat dalam kasus Harun Masiku.
Sementara responden yang menyatakan tidak percaya sama sekali sebesar 0,9 persen.
“Jadi kalau di sini kita lihat, ada 77 persen masyarakat percaya bahwa Sekjen PDI-P itu memang terlibat dalam kasus Harun Masiku ini, kasus yang sudah berlangsung cukup lama, sudah 6 tahunan,” kata Djayadi.
Ia menambahkan, kasus Hasto memberikan citra positif bagi KPK dan berkontribusi pada penilaian positif terhadap pemberantasan korupsi di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Jadi ini mencerminkan salah satu penyebab mengapa masyarakat memberikan penilaian masih positif kepada kinerja pemberantasan korupsi,” ucap Djayadi.
Diberitakan sebelumnya,
survei LSI
mencatat bahwa 44,9 persen masyarakat menilai positif kinerja pemberantasan korupsi dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo.
Penilaian tersebut turut dipengaruhi oleh langkah-langkah hukum lain, seperti pengajuan banding atas vonis Harvey Moeis dan penangkapan tiga hakim yang diduga menerima suap dalam kasus pembebasan terdakwa Ronald Tanur.
Survei LSI
dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 1.220 responden berusia 17 tahun ke atas di seluruh Indonesia yang dipilih secara acak.
Survei ini memiliki margin of error sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Adapun Hasto kini berstatus tersangka karena diduga ikut menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan jalan Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Survei LSI, Kepuasan Publik terhadap 100 Hari Kinerja Prabowo Lebih Baik dari SBY dan Jokowi
loading…
Kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari pertama Presiden Prabowo Subianto mencapai 81,4 persen berdasarkan hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI). Foto/Dok Setpres
JAKARTA – Kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari pertama Presiden Prabowo Subianto lebih baik dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo ( Jokowi ). Hal tersebut berdasarkan hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengungkapkan bahwa hal itu terpotret dalam data surveinya dengan membandingkan angka kepuasan publik atas kinerja Presiden Prabowo, SBY, dan Jokowi. Dalam survei ini, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari pertama Prabowo mencapai 81,4 persen.
“Ada beberapa hal menarik yang bisa kita bandingkan di sini. Pertama, di masa awal pemerintahan periode pertama untuk 100 hari ya, terlihat angka untuk Pak Prabowo ini paling tinggi dibandingkan dengan Pak SBY maupun Pak Jokowi,” kata Djayadi dalam paparan hasil surveinya secara daring, Rabu (5/2/2025).
Baca Juga: Plus Minus 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
Dari data yang dipaparkan, Djayadi menunjukkan pada hasil survei LSI pada Maret 2005 atau 100 hari pertama kinerja SBY, kepuasan publik yang didapat berada di angka sekitar 65 persen. “Sedangkan Pak Jokowi, di sekitar Januari 2015 itu angkanya kecil sekali, di 50-an persen,” ujarnya.
Djayadi meyakini tingkat kepuasan tersebut berpengaruh terhadap angka inflasi pada 100 hari pertama era kepemimpinan masing-masing. Saat era SBY yakni Maret 2005, angka inflasinya berada di 8,81 persen.
Sementara, di era 100 hari kinerja Jokowi, angka inflasinya pada Januari 2015 itu berada di 6,25 persen. Djayadi berpendapat, ada hubungan yang negatif antara tingkat inflasi dengan tingkat kepuasan kepada presiden.
“Kalau inflasi tinggi itu artinya ekonomi buruk atau tidak stabil, maka tingkat kepuasan rendah. Tapi kalau inflasi rendah, maka tingkat kepuasan tinggi,” tuturnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4978007/original/051996600_1729686149-WhatsApp_Image_2024-10-23_at_19.16.49.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Survei LSI: Tingkat Kepuasan Terhadap Kinerja Prabowo 81,4 Persen – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terbaru dengan tajuk ‘100 Hari Pemerintahan Prabowo Menurut Publik: Kondisi Umum, Kinerja Program, dan Tingkat Kepuasan’ pada Rabu (5/2) siang.
Tercatat, sebanyak 81,4 responden menyatakan sangat puas atau cukup puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“81,4 persen menyatakan sangat puas atau cukup puas terhadap kinerja presiden,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, dalam paparan secara daring, Rabu (5/2).
Sementara, responden yang menyatakan kurang puas sebanyak 14,9 persen. Kemudian merasa tidak puas sama sekali 8,6 persen, dan tt/tj 3,1 persen.
Namun, Djayadi menjelaskan, hasil survei tersebut tidak hanya terpaku pada kepuasan terhadap kinerja. Sebab, pada awal pemerintahan biasanya terdapat harapan atau dukungan dari masyarakat untuk pemerintahan.
“Jadi kalau ditanya kenapa tinggi, kalau kita lihat dari perspektif itu bisa jadi bukan hanya evaluasi, tapi juga harapan sekaligus dukungan kepada pemerintahan baru atau presiden baru yang sedang memulai program-program pemerintahannya. Jadi menurut saya tidak memulu kinerja, tapi bisa juga harapan sekaligus dukungan,” jelasnya.
