Tag: Dicky Budiman

  • Ini Perbedaan HMPV dengan Covid-19

    Ini Perbedaan HMPV dengan Covid-19

    Jakarta, Beritasatu.com – Dunia kesehatan kembali dihebohkan dengan kemunculan virus baru yang dianggap menyerupai Covid-19 di China, yaitu human metapneumovirus (HMPV). Meski memiliki beberapa kesamaan dalam penularan, HMPV memiliki perbedaan signifikan dengan Covid-19, baik dari segi risiko kematian maupun penanganannya.

    Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan, HMPV sebenarnya bukan virus baru. HMPV sudah dikenal sejak lama, bahkan lebih dari 300 tahun lalu.

    “Jadi ini namanya kan human metapneumovirus. Human itu kan manusia. Itu sudah dikenal sejak lama, bahkan lebih dari 300 tahun yang lalu, pertama kali ditemukan pada avian atau burung (avian metapneumovirus). Saat ini ada metapneumovirus manusia, tetapi dua (virus) ini berbeda,” ujar Dicky kepada Beritasatu.com di Jakarta, Senin (13/1/2025).

    Dicky menambahkan, meskipun ada kesamaan dalam penularan antara Covid-19 dan HMPV, keduanya berbeda dalam cara penyebarannya. HMPV tidak dapat menginfeksi burung atau hewan lainnya, sementara Covid-19 dapat menular antara hewan dan manusia, yang pada akhirnya menyebabkan pandemi global.

    Selain itu, meski penularan Covid-19 dan HMPV terjadi melalui droplet, yakni cairan yang tersebar ketika seseorang berbicara, batuk, atau bersin, risiko HMPV lebih rendah dibandingkan Covid-19.

    Pada Covid-19, angka kematian bisa sangat tinggi, terutama pada individu dengan komorbiditas, lansia, atau gangguan imunitas. Sebaliknya, HMPV memiliki tingkat fatalitas yang sangat rendah, yakni kurang dari 1% pada kelompok rentan, bahkan lebih kecil (sekitar 0,1%) pada masyarakat umum.

    Penanganan HMPV juga tidak memerlukan langkah yang kompleks seperti Covid-19. Hingga saat ini, HMPV belum memiliki vaksin, tetapi masih dapat dikendalikan dengan langkah pencegahan standar, seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.

    Perbedaan lainnya, HMPV tidak menunjukkan potensi untuk menjadi pandemi global seperti Covid-19. Meski demikian, kewaspadaan tetap diperlukan, terutama bagi kelompok rentan.

  • Lansia dan Anak Masuk Kelompok Rentan Terjangkit Virus HMPV

    Lansia dan Anak Masuk Kelompok Rentan Terjangkit Virus HMPV

    Jakarta, Beritasatu.com – Virus Human Metapneumovirus (HMPV) tetap perlu diwaspadai meskipun tidak menyebabkan pandemi, karena lansia dan anak-anak termasuk kelompok yang rentan terjangkit virus ini.

    Epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan, meskipun angka kematian akibat HMPV tergolong rendah, yakni sekitar 1% atau lebih rendah, virus ini tetap serius, terutama mengingat banyaknya jumlah anak dan lansia di Indonesia.

    “Jumlah anak di bawah dua tahun, bahkan di bawah satu tahun, cukup besar. Kelompok ini rentan dan bisa mengalami fatalitas jika terinfeksi. Selain itu, jumlah lansia di Indonesia juga semakin meningkat,” kata Dicky saat dihubungi Beritasatu.com, Minggu (12/1/2025).

    Tidak hanya anak-anak dan lansia, kelompok dengan gangguan imunitas juga berisiko tinggi dan berpotensi mengalami ancaman serius dari virus ini.

    “Ini yang harus disadari. Semua penyakit saluran napas, misalnya batuk atau pilek, tidak boleh dianggap sepele. Jangan anggap batuk atau pilek biasa, karena bisa jadi gejala dari infeksi yang lebih serius,” ucap Dicky.

    Dicky juga menekankan, masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus menjadikan situasi ini sebagai momen untuk saling mengingatkan dan menyadarkan satu sama lain. 

    Perilaku hidup bersih dan penanganan serius terhadap sakit apa pun sangat penting, agar tidak menularkan penyakit kepada kelompok yang lebih rentan, seperti lansia, anak-anak, dan individu dengan gangguan imunitas terhadap virus HMPV.

  • Ini Perbedaan HMPV dengan Covid-19

    Epidemiolog Sebut Virus HMPV Tak Berpotensi Jadi Pandemi

    Jakarta, Beritasatu.com – Epidemiolog Dicky Budiman menyebut virus Human Metapneumovirus (HMPV) tidak berpotensi menjadi pandemi, sehingga masyarakat tidak perlu terlalu khawatir. Meski begitu, masyarakat diminta tetap waspada dengan penyebaran HMPV.

    “Probabilitas atau kemungkinannya (virus HMPV menjadi pandemi) mendekati 0%. Jadi kecil sekali,” kata Dicky saat dihubungi Beritasatu.com, pada Minggu (12/1/2025).

    Menurut Dicky, syarat dari satu penyakit ataupun patogen, baik virus atau bakteri menjadi satu pandemi, yaitu harus baru. Sementara, virus HMPV bukan merupakan hal yang baru.

    Dengan virus baru, berarti manusia di bumi ini belum memiliki kekebalan terhadap virus atau bakteri tersebut, sehingga infeksi itu terjadi.

    Selain itu, ia juga memberikan contoh dengan menyebutkan H1N1, flu yang sudah ada sejak 100 tahun lalu, serta Covid-19, yaitu SARS-CoV-2 yang merupakan penyakit baru.

    Epidemiolog Dicky Budiman – (Beritasatu.com/Stefani Wijaya)

    Dicky menjelaskan, HMPV berbeda dengan Covid karena sudah ada sejak sekitar 1950 bahkan jauh sebelum itu sudah terdeteksi infeksi di dunia.

    Menurutnya, kemungkinan sangat besar mayoritas sudah memiliki kekebalan yang tidak akan berdampak seperti Covid-19.

    Dicky mengatakan, meskipun belum ada obat atau vaksin spesifik untuk HMPV, gejala yang ditimbulkannya cenderung lebih ringan dan sedang jika dibandingkan dengan Covid-19, karena banyak orang yang sudah memiliki imunitas.

    “Bahkan bagi  yang terjangkit HMPV bisa diobati atau menjalani perawatan di rumah sendiri yang akan pulih dalam lima atau tujuh hari paling lama,” tandas Dicky yang menjelaskan HMPV tidak akan menjadi pandemi.

  • Infografis Waspada Penyebaran Virus HMPV di Tanah Air, Gejala hingga Pencegahannya – Page 3

    Infografis Waspada Penyebaran Virus HMPV di Tanah Air, Gejala hingga Pencegahannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Perhatian global saat ini tertuju pada Human Metapneumovirus atau HMPV. Virus HMVP sedang meningkat di China belakangan ini, terutama di bagian utara.

    Selain itu, virus HMVP juga menjadi perhatian khusus karena mayoritas kasus ditemukan pada anak-anak di bawah umur 14 tahun. Para ahli menduga peningkatan ini juga dipengaruhi oleh infeksi virus Influenza A.

    Lalu, apakah itu virus HMVP? Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, menjelaskan Human Metapneumovirus bukanlah virus baru.

    Dicky menyebutkan virus ini pertama kali diidentifikasi pada 2001. HMVP memiliki kemiripan dengan Respiratory Syncytial Virus (RSV).

    “Influenza A itu memang jadi salah satu penyebab utama flu musiman. Virus ini bukan virus baru dan sudah lama bersirkulasi. Hal ini mengacu pada dua virus yang menyebabkan banyak kasus di China, yaitu Influenza A dan HMPV,” ujar Dicky kepada Liputan6.com, Rabu 1 Januari 2025.

    Menurut Dicky, virus HMPV di China terutama menyerang individu dengan imunitas tubuh yang lemah. Kelompok yang paling rentan, yakni anak-anak, orang tua, dan individu muda yang memiliki masalah kesehatan terkait daya tahan tubuh.

    Penularan Human Metapneumovirus atau HMPV lewat droplet seperti saat batuk atau bersin. Selain itu, kontak fisik seperti bersalaman, berpelukan dan menyentuh permukaan terkontaminasi virus yang teridentifikasi pada 2001 itu juga bisa menular.

    Mengingat cara penularan HMPV sama seperti flu dan COVID-19, maka upaya pencegahan masih dengan cara 5M. Apa saja 5M? Mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menjaga jarak.

    Adapun Malaysia mulai mencatatkan 327 kasus infeksi HMPV pada 2024. Meningkat 45 persen ketimbang 225 kasus pada 2023.

    Kementerian Kesehatan Malaysia pada Sabtu 4 Januari 2025 menyatakan, HMPV, infeksi saluran pernapasan yang disebabkan virus dari keluarga Pneumoviridae, bukanlah penyakit baru.

    Kasus virus HMVP pun terdeteksi di Indonesia. Semua kasus di Tanah Air melibatkan anak-anak. Meski demikian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan masyarakat tidak perlu khawatir, karena virus HMPV ini bukanlah ancaman baru.

    “HMPV sudah lama ditemukan di Indonesia. Kalau dicek apakah ada, itu ada. Saya sendiri kemarin melihat data di beberapa lab, ternyata beberapa anak ada yang terkena HMPV,” ucap Menkes Budi.

    Menkes Budi menjelaskan, HMPV yang kini kasus di China jadi sorotan itu tidak mematikan. Dia juga mengatakan, HMPV bukanlah virus baru. HMPV teridentifikasi pada 2001, sedangkan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 baru ditemukan pada 2019.

    Apa itu sebenarnya virus HMVP? Bagaimana gejala dan cara mencegahnya? Lantas, bagaimana saat ini kasus virus HMVP di Indonesia? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Penyakit HMPV Merebak di China, Kelompok Ini Paling Rentan Terpapar

    Penyakit HMPV Merebak di China, Kelompok Ini Paling Rentan Terpapar

    Jakarta

    Wabah Human metapneumovirus (HMPV) di China belakangan tengah disorot dunia, termasuk Indonesia. Virus ini menyebar dengan sangat luar dan cepat, memicu lonjakan kasus yang signifikan di wilayah China bagian utara.

    Sampai saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia. Meski begitu,masyarakat diimbau untuk menjaga kesehatan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, guna mencegah penularan berbagai virus yang berpotensi mengancam kesehatan

    Saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, dikutip dari keterangan yang diterima detikcom, Sabtu (4/1/2025).

    Pemerintah Indonesia juga terus memantau perkembangan situasi wabah HMPV di China dan negara-negara lain. Langkah antisipasi dilakukan melalui peningkatan kewaspadaan di pintu-pintu masuk negara, termasuk pengawasan kekarantinaan kesehatan bagi pelaku perjalanan internasional yang menunjukkan gejala Influenza Like Illness (ILI).

    Kelompok yang Paling Rentan Terpapar HMPV

    Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa HMPV yang tengah naik kasusnya di China rentan menyerang kelompok dengan imunitas rendah.

    “HMPV ini rentan menyerang orang dengan gangguan imunitas rendah, seperti anak di bawah 14 tahun dan orang lanjut usia,” kata Dicky kepada detikcom, Minggu (6/1/2025).

    Dicky mengatakan bahwa HMPV bukanlah virus baru dan peningkatan kasus biasanya terjadi di bulan Desember dan Januari. Di bulan-bulan tersebut memang Bumi belahan utara mengalami musim dingin.

    Ia juga menyebut HMPV menjadi sorotan lantaran ada peningkatan kasus lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan terjadi mutasi yang membuat virus tersebut mudah menyebar saat ini.

    “Ini setelah dilakukan pemeriksaan secara genomik memang terjadi mutasi yang membuat virus ini lebih mudah menyebar saat ini,” katanya.

    Terlebih ditambah momen orang mudik untuk Tahun Baru juga jelang Tahun Baru China pada akhir Januari nanti.

    “Jadi ada peningkatan ini karena penduduk sedang terkonsentrasi padat dan dalam ruangan sehingga rentan meningkat,” lanjutnya lagi.

    Sebelumnya, provinsi utara China baru-baru ini mengalami tren peningkatan kasus HMPV di antara orang-orang yang berusia di bawah 14 tahun.

    Menurut pernyataan resmi, terjadi peningkatan infeksi penyakit pernapasan akut di China pada minggu tanggal 16 hingga 22 Desember 2024.

    (suc/suc)

  • Hari Ini 190 Dapur di 26 Provinsi Mulai ‘Ngebul’ Pasok Makan Bergizi Gratis: Sejarah Bagi Indonesia – Halaman all

    Hari Ini 190 Dapur di 26 Provinsi Mulai ‘Ngebul’ Pasok Makan Bergizi Gratis: Sejarah Bagi Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – 190 dapur dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di 26 provinsi mulai ngebul atau beroperasi pada Senin (6/1/2024).

    Ratusan dapur tersebut beroperasi setelah pemerintah mulai melaksanaakn program MBG hari ini.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan, patut disyukuri, tidak menunggu 100 hari atau tepat hari ke-78 Prabowo Subianto menjadi Presiden, program MBG telah dimulai. 

    “Ini merupakan tonggak bersejarah untuk bangsa Indonesia, untuk pertama kalinya Indonesia melaksanakan program pemenuhan gizi berskala nasional untuk balita, anak-anak sekolah, santri ibu hamil, dan menyusui,” kata Hasan dikutip Senin (6/1/2025).

    Menurutnya jumlah dapur tersebut akan terus meningkat setiap harinya. 

    Diharapkan target 937 Dapur MBG dapat tercapai pada akhir Januari 2025, dengan pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing daerah.

    Dapur-dapur yang siap beroperasi tersebut tersebar di 26 provinsi, mulai dari Aceh, Bali, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, D.K.I. Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua Barat dan Papua Selatan.

    “Setiap Dapur MBG dikelola oleh seorang kepala SPPG yang ditunjuk langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN),” katanya.

    Kepala SPPG ini bekerja sama dengan seorang ahli gizi dan seorang akuntan untuk memastikan pengawasan ketat terhadap kualitas gizi dan kelancaran distribusi makanan. 

    Selain memastikan kecukupan gizi dalam setiap porsi MBG, SPPG juga bertugas mengawasi standar kebersihan, pengelolaan gizi, dan pengolahan limbah di setiap Dapur MBG dengan ketat.

    “BGN berkomitmen untuk meminimalkan limbah. Bahkan, untuk mendukung keberlanjutan, nampan penyajian dirancang menggunakan bahan stainless steel yang higienis dan dapat digunakan ulang,” jelasnya.

    Seperti disampaikan oleh Presiden Prabowo, lanjut Hasan, pemerintah tidak libur pada Tahun Baru termasuk Sabtu dan Minggu, untuk memastikan kelancaran program MBG.

    Momentum dimulainya program ini juga bertepatan dengan dimulainya kegiatan belajar mengajar sebagian besar sekolah pada pekan ini. 

    Pemerintah menempatkan kesiapan Dapur MBG sebagai prioritas utama agar layanan dapat berjalan maksimal.

    Jadi Penguatan Karakter Didik

    Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 10 tahun 2024 tentang Panduan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Lingkungan Pesantren.

    Direktur Jenderal Pendis Abu Rokhmad menuturkan, surat edaran yang diterbitkan pada 31 Desember 2024 diperuntukkan bagi seluruh pondok pesantren di Indonesia.

    “Seluruh entitas Pendidikan Islam siap menyukseskan Makan Bergizi Gratis yang merupakan program prioritas Presiden Prabowo. Edaran kali ini kami terbitkan untuk menjadi panduan implementasi MBG di pondok pesantren,” tutur Abu Rokhmad di Jakarta, Minggu (5/1/2025).

    Menurut Abu Rokhmad implementasi program MBG tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi tetapi juga sebagai bagian dari penguatan karakter peserta didik. 

    “Program MBG bukan sekadar inisiatif untuk memenuhi kebutuhan gizi peserta didik tetapi juga menjadi media pembelajaran karakter,” kata Abu Rokhmad.

    “Misalnya, dalam pelaksanaan MBG, ada pembiasaan bagi para santri untuk mempraktikan nilai spiritual karena diajarkan berdoa sebelum makan, mempraktikan nilai toleransi  karena mereka diajarkan untuk antre, tidak saling serobot dan sebagainya,” imbuhnya.

    Karenanya, lanjut Abu Rokhmad, program MBG ini harus dimanfaatkan oleh para pimpinan pondok pesantren untuk memperkuat penanaman karakter bagi para santri.

    Ada Potensi Masalah

    Pengamat Kesehatan dari Griffith University Australia Dicky Budiman melihat ada potensi masalah yang harus dimitigasi. 

    “Ada potensi masalah yang harus di mitigasi betul. Diperhatikan, dimonitor dan terus dievaluasi,” ungkapnya pada Tribunnnews, Minggu (5/1/2025). 

    Potensi masalah pertama adalah logistik dan distribusi.

    Program ini memiliki tantangan pada pengiriman makanan bergizi ke daerah terpencil.

    Terutama pada daerah yang memiliki infrastruktur transportasi terbatas.

    Kedua, menurut Dicky perlu ada pengawasan dan transparansi. 

    “Ini kaitan dengan ya adanya risiko penyalahgunaan dana dan korupsi dalam pelaksanaan (program) ini. Selalu ada celah untuk itu. Artinya, harus betul-betul ada pengawasan yang sangat kuat,” imbuhnya. 

    Ketiga, Dicky mengingatkan adanya potensi penurunan kualitas gizi karena ketidaksesuaian standar.

    Karenanya, Dicky mengusulkan beberapa langkah mitigasi. 

    Di antaranya, membentuk penguatan pengawasan dan pelibatan komunitas masyarakat. 

    Selain itu pemerintah juga perlu mendorong masyarakat setempat untuk melaporkan jika ada pelanggaran.

    Serta, memberi masukan atas pelaksanaan program tersebut. 

    Tidak hanya itu. Jalannya program ini, kata Dicky juga perlu dijaga secara berkala oleh pihak independen.

    “Sangat penting juga melibatkan posyandu untuk literasi. Termasuk edukasi pada publik dengan kader-kader kesehatan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM),” imbuhnya. 

    Di sisi lain, menurutnya pemerintah juga harus mengoptimalkan teknologi untuk memonitor distribusi makanan dari dapur hingga penerima manfaat.

    Sehingga, dapat memastikan dengan mudah kolaborasi antar lembaga.

    Ia juga menyarankan adanya diversifikasi pangan untuk melahirkan menu variatif.

    Agar, dapat mencegah kebosanan sekaligus meningkatkan cakupan gizi . 

    Dicky menekankan jika program ini, jika terlaksana dengan baik, menjadi satu potensi besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

    Keberadaan makan bergizi gratis ini juga sekaligus mendukung pembangunan sumber daya manusia yang unggul.

    “Namun sekali lagi, keberhasilan dari program makan bergizi ini bergantung pada komitmen semua pihak. Dari mulai pusat pemerintah hingga masyarakat. Dan sebaiknya setelah seminggu atau beberapa hari, pemerintah bersama-sama melakukan evaluasi,” tutupnya.

     

  • Program Makan Bergizi Gratis Dimulai Besok, Pakar Ingatkan Potensi Masalah dan Mitigasinya  – Halaman all

    Program Makan Bergizi Gratis Dimulai Besok, Pakar Ingatkan Potensi Masalah dan Mitigasinya  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bakal dimulai besok, Senin (6/1). 

    Ada 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur yang siap beroperasi.

    Tentang hal ini, pengamat kesehatan dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, melihat ada potensi masalah yang harus dimitigasi. 

    “Ada potensi masalah yang harus di mitigasi betul. Diperhatikan, dimonitor dan terus dievaluasi,” ungkapnya kepada Tribunnnews, Minggu (5/1/2025). 

    Potensi masalah pertama adalah logistik dan distribusi.

    Program ini memiliki tantangan pada pengiriman makanan bergizi ke daerah terpencil, terutama pada daerah yang memiliki infrastruktur transportasi terbatas.

    Kedua, menurut Dicky perlu ada pengawasan dan transparansi. 

    “Ini kaitan dengan ya adanya risiko penyalahgunaan dana dan korupsi dalam pelaksanaan (program) ini. Selalu ada celah untuk itu. Artinya, harus betul-betul ada pengawasan yang sangat kuat,” imbuhnya. 

    Ketiga, Dicky mengingatkan adanya potensi penurunan kualitas gizi karena ketidaksesuaian standar.

    Karena itu, Dicky mengusulkan beberapa langkah mitigasi. Di antaranya membentuk penguatan pengawasan dan pelibatan komunitas masyarakat. 

    Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong masyarakat setempat untuk melaporkan jika ada pelanggaran dan memberi masukan atas pelaksanaan program tersebut. 

    Jalannya program ini, kata Dicky, juga perlu dijaga secara berkala oleh pihak independen.

    “Sangat penting juga melibatkan posyandu untuk literasi. Termasuk edukasi pada publik dengan kader-kader kesehatan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM),” imbuhnya. 

    Di sisi lain, menurutnya pemerintah juga harus mengoptimalkan teknologi untuk memonitor distribusi makanan dari dapur hingga penerima manfaat sehingga dapat memastikan dengan mudah kolaborasi antarlembaga.

    Ia juga menyarankan adanya diversifikasi pangan untuk melahirkan menu variatif agar dapat mencegah kebosanan sekaligus meningkatkan cakupan gizi . 

    Dicky menekankan jika program ini terlaksana dengan baik, program ini akan menjadi satu potensi besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

    Keberadaan makan bergizi gratis ini juga sekaligus mendukung pembangunan sumber daya manusia yang unggul.

    “Namun sekali lagi, keberhasilan dari program makan bergizi ini bergantung pada komitmen semua pihak. Dari mulai pusat pemerintah hingga masyarakat. Dan sebaiknya setelah seminggu atau beberapa hari, pemerintah bersama-sama melakukan evaluasi,” katanya.

  • Mewabah di China, Akankah Virus HMPV Picu Pandemi seperti Covid-19? Ini Kata Pakar – Halaman all

    Mewabah di China, Akankah Virus HMPV Picu Pandemi seperti Covid-19? Ini Kata Pakar – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus penyakit yang disebabkan Human Metapneumovirus (HMPV) meningkat di China, tepat lima tahun setelah munculnya pandemi Covid-19. 

    Diketahui, virus ini dikenal sebagai penyebab gejala mirip flu. 

    Virus HMPV ini termasuk infeksi saluran pernapasan, pneumonia, serta dapat memperburuk kondisi paru obstruktif kronis (PPOK).

    Lantas, akankah virus HMPV bisa sebabkan pandemi seperti Covid-19? 

    Terkait hal ini, Pakar Kesehatan  sekaligus Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman beri penjelasan. 

    Menurutnya, kemungkinan ini sangat kecil terjadi. 

    “Kalau bicara seperti Covid-19, tentu kecil kemungkinan. Karena, virus khusus HPV ini, virus sudah deteksi sejak 2021. Artinya, sudah terjadi penyebaran sebelumnya dan polanya musiman.  Khususnya menjelang awal dan akhir tahun,” ungkap Dicky pada keterangannya, Jumat (3/1/2025). 

    Penyebarannya pun semakin masif saat ini, terlebih di belahan bumi bagian utara sedang mengalami musim dingin. 

    Sehingga ada dugaan kuat, penduduk Asia Timur,  termasuk China, sudah memiliki kekebalan dari virus ini.

    Di sisi lain, HMPV punya perbedaan dengan Covid-19. 

    Pada saat kemunculannya, Covid-19 adalah penyakit baru dan belum ditemukan obat atau pun vaksin.

    “Sehingga (virus HMPV) sangat mudah menginfeksi manusia mayoritas di dunia,” imbuhnya . 

    Lebih lanjut, untuk mencegah masuknya penyakit ini, Dicky menekankan pentingnya skrining di pintu masuk negara. 

    Skrining dasar seperti pengukuran suhu, deteksi hingga pengenalan gejala. 

    Jika ada gejala yang mencurigakan, maka perlu dilakukan karantina. 

    “Kemudian untuk masyarakat saat ini harus selalu diingat pembelajaran pandemi perilaku hidup bersih dan sehat,” imbaunya. 

    Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk pencegahan seperti mengenakan masker di tengah keramaian. 

    Bahkan kalau bisa menghindari keramaian itu sendiri. Menjaga ventilasi sirkulasi udara dan rutin mencuci tangan.

    “Itu yang harus rutin dilakukan. Selain tentu vaksinasi flu juga sangt penting. Meski tidak spesifik mencegah HMPV, setidaknya meningkatkan imunitas, dan mengurangi gejala keparahan ketika terinfeksi,” sambung Dicky. 

    Terakhir, menurut Dicky pemerintah juga perlu meningkatkan kemampuan teknologi untuk diagnosis. 

    Teknologi ini harus diperkuat dengan kualitas deteksi di laboratorium pusat di setiap provinsi. 

    “Khususnya berbatasan dengan negara lain, seperti singapura atau wilayah lain yang ada penerbangan internasional,” tutupnya. 

     

  • Pakar Beberkan Tantangan Kesehatan yang Dihadapi Indonesia di Tahun 2025, Ada Pandemi Baru? – Halaman all

    Pakar Beberkan Tantangan Kesehatan yang Dihadapi Indonesia di Tahun 2025, Ada Pandemi Baru? – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Kesehatan sekaligus Epidemiolog, Dicky Budiman ungkap apa saja tantangan. Kesehatan yang akan dihadapi pada 2025. 

    “Indonesia menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks pada 2025. Termasuk ancaman penyakit menular yang sudah ada (malaria, HIV, TBC, DHF), risiko pandemi flu burung, dan resistensi antimikroba,” ungkapnya pada Tribunnnews, Kamis (2/1/2024). 

    Selain itu, ada tantangan lagi yang mungkin dihadapi seperti zoonosis, sanitasi buruk, minim akses air bersih dan masalah gangguan gizi.

    Dampak perubahan iklim juga akan semakin memperumit upaya pengendalian penyakit.

    Lebih lanjut, Dicky pun membuat rincian potensi ancaman kesehatan utama di tahun 2025:

    1. Penyakit Menular yang Masih Menjadi Beban Besar

    Malaria, HIV, dan Tuberkulosis (TBC), diperkirakan tetap menjadi masalah besar di Indonesia pada 2025, mengingat tingkat kematian globalnya mencapai sekitar 2 juta jiwa setiap tahun.

    Malaria masih menjadi endemik di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah timur seperti Papua dan Nusa Tenggara.

    Sedang HIV,  Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan akses pengobatan antiretroviral (ARV) dan mengurangi stigma sosial.

    Tuberkulosis di Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi, dan timbulnya resistensi antibiotic dapat memperburuk situasi.

    2. Flu Burung (H5N1) dan Risiko Pandemi Baru

    Flu burung tipe H5N1, yang telah menyebar luas pada unggas domestik dan liar, menjadi perhatian global dan nasional.

    “Di Amerika Serikat, kasus penularan pada manusia meningkat dengan angka kematian mencapai 30 persen dari total infeksi manusia,” imbuhnya. 

    Di Indonesia, populasi unggas yang besar dan kurangnya pengawasan ketat meningkatkan risiko transmisi ke manusia, terutama di peternakan kecil yang belum tersentuh regulasi ketat.

    Di sisi lain, ada kemungkinan terjadi pada mutasi. Satu mutasi genetik saja pada virus ini dapat membuatnya lebih mudah menular antar manusia, yang berpotensi memicu pandemi.

    3. Resistensi Antimikroba (AMR)

    Penyalahgunaan antibiotik, resep obat tidak terkontrol dan antimikroba dapat menyebabkan peningkatan kasus infeksi yang sulit diobati.

    Penyakit yang disebabkan oleh patogen resisten, seperti HIV drug resistant, TBC resisten obat, gonorrhoea resisten antibiotik dan infeksi bakteri lainnya, menjadi ancaman serius. 

    Resistensi antibiotik dapat membuat pengobatan penyakit yang sebelumnya mudah diobati menjadi sulit dan berbiaya tinggi.

    4. Zoonosis dan Penyakit Baru yang Muncul

    Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis), seperti Mpox (cacar monyet), Ebola, Zika dan rabies, tetap menjadi tantangan.

    Terutama di daerah dengan literasi rendah, kontak dengan alam liar dan populasi hewan liar yang tinggi serta tingkat vaksinasi hewan yang rendah.

    5. Dampak Perubahan Iklim pada Penyebaran Penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD): Perubahan iklim yang meningkatkan suhu dan curah hujan di beberapa wilayah memperluas habitat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama DBD.

    Penyakit pernapasan: Polusi udara dan kebakaran hutan dapat memicu peningkatan kasus penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan asma.

    6. Lonjakan Penyakit Mental

    Masalah kesehatan mental diprediksi terus meningkat akibat stres ekonomi, ketidakpastian global, dan isolasi sosial.

    Depresi, kecemasan, dan bunuh diri menjadi tantangan utama, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

    7. Permasalahan penyakit tidak menular

    Penyakit yang dimaksud seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung serta pembuluh darah akan semakin meningkat. 

    Seiring dengan populasi penduduk di atas 60 tahun semakin meningkat, gaya sedentary life yang makin merebak. 

    Ditambah dengan pola makan minum yang tinggi kalori, lemak dan gula garam. 

    Masyarakat juga cenderung semakin terpapar polutan dan tata kota yang tidak ramah pejalan kaki dan ruang terbuka hijau semakin menjauhkan publik dari kualitas hidup sehat. 

    8. Masalah BPJS Kesehatan 

    Potensi kisruh akibat defisit dana jaminan sosial BPJS Kesehatan bisa terjadi, jika tidak ada Solusi cepat dan bijak dari pemerintah. 

    9. Krisis Kesehatan Anak dan Gizi Buruk

    Pertama malnutrisi, baik kekurangan gizi maupun obesitas, menjadi masalah besar di negara berkembang dan maju.

    Kemudian penyakit terkait gizi buruk, seperti stunting dan diabetes tipe 2 pada anak, memerlukan intervensi lebih besar. 

    Tidak cukup hanya dengan program makan bergizi gratis yang direncanakan akan dimulai di tahun 2025 

    “Selain penuh tantangan dari sisi pelaksanaannya yang memerlukan konsistensi, keberlanjutan dan kualitas, program ini juga harus disertai dengan perubahan pola hidup. Serta juga perubahan aspek atau sektor lain,” saran Dicky. 

    Perubahan ini, kata Dicky berkaitan dengan lingkungan, sanitasi, air bersih dan lain-lain . Sehingga dapat mendukung peningkatan status gizi masyarakat Indonesia. (*)

  • Kasus Penyakit Pernapasan ‘Ngegas’ di China, RI Gimana? Kemenkes Bilang Gini

    Kasus Penyakit Pernapasan ‘Ngegas’ di China, RI Gimana? Kemenkes Bilang Gini

    Jakarta

    Belum lama ini sebuah video ramai di media sosial menunjukkan membludaknya antrean pasien pada rumah sakit besar China. Belakangan diketahui, pasien-pasien tersebut terpapar penyakit pernapasan termasuk influenza A dan human metapneumovirus (hMPV).

    Muncul kekhawatiran kasus tersebut juga mulai menyebar luas ke luar China, termasuk Indonesia.

    Juru bicara Kementerian Kesehatan RI drg Widyawati, MKM, menyebut sejauh ini belum ditemukan wabah yang sama seperti di China. Mengutip data World Health Organization (WHO), Widyawati menekankan lonjakan kasus influenza maupun hMPV hanya menyebar di China.

    Dari data yang kami himpun khususnya dari WHO, hingga saat ini kasus influenza A dan HMPV masih menyebar di wilayah tiongkok saja

    “Kasus influenza tipe A untuk varian H5N1 pernah terjadi di Indonesia, pada 2005 hingga 2017,” terang dia dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (2/1/2025).

    “Namun sejak 2018 belum ada kasus baru pada manusia. Untuk varian h5N6 dan H9N2 dilaporkan terjadi beberapa kasus di Tiongkok tapi belum pernah dilaporkan kedua varian tersebut terjadi di indonesia,” lanjutnya.

    Pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia menyebut virus influenza A maupun hMPV bukanlah virus baru. Kedua penyakit pernapasan ini sudah lama menyebar dan termasuk kategori endemik, menetap dan terus muncul di beberapa wilayah tertentu.

    Virus influenza A, menjadi salah satu varian virus yang tengah dipantau ketat lantaran diwaspadai berisiko memicu pandemi bila menyebar luas antarmanusia.

    “Ini yang dikhawatirkan kalau bicara influenza A. Jadi dikatakan serius, serius sebetulnya. Namun saat ini pada level yang belum membahayakan atau belum meningkatkan kekhawatiran sebetulnya,” katanya lagi.

    Berbeda dengan hMPV, virus pernapasan yang ditemukan pada 2001 ini sama dengan RSV atau respiratory syncytial virus. Lebih rentan menyerang anak-anak, tetapi bisa juga menular di kelompok dewasa saat imunitas mereka menurun.

    “Nah kalau sampai ke Indonesia bicara dua penyakit ini ya tentu tetap ada kasus impor. Terutama melalui pelancong internasional atau pelaku perjalanan khususnya berarti dari Asia Timur itu,” tuturnya.

    “Namun dengan sekali lagi pengendalian perbatasan dan protokol kesehatan tentu risiko wabah besar bisa diminimalkan. Apalagi di Indonesia harusnya orang sudah mulai terbiasa untuk update atau booster imunitas dengan vaksinasi,” pungkas dia.

    (naf/kna)