Tag: Dian Ediana Rae

  • OJK Catat Utang Paylater Warga RI Capai Rp 24,05 Triliun – Page 3

    OJK Catat Utang Paylater Warga RI Capai Rp 24,05 Triliun – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat porsi kredit Buy Now Pay Later (BNPL) perbankan sebesar 0,30 persen dari total kredit perbankan dan terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan per Juli 2025, baki debet paylater mencapai Rp24,05 triliun atau naik 33,56 persen secara tahunan.

    Angka ini meningkat dibanding Juni 2025 yang tercatat Rp22,99 triliun dengan pertumbuhan 29,75 persen yoy. Jumlah rekening pengguna BNPL juga bertambah pesat. Pada Juli 2025, tercatat ada 28,25 juta rekening, naik dari bulan sebelumnya sebanyak 26,96 juta.

    “Per Juli 2025, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK, tumbuh 33,56 persen yoy Rp24,05 triliun dengan jumlah rekening mencapai 28,25 juta,” ujar Dian dalam RDKB OJK Agustus, ditulis Minggu (7/9/2025).

    OJK memproyeksikan kinerja perbankan 2025 tetap stabil dengan pertumbuhan kredit yang termoderasi dari tahun lalu. Hal ini sejalan dengan langkah bank untuk tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit, khususnya pada segmen berisiko tinggi, namun tetap ekspansif pada sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian dan memiliki prospek baik.

    Dian mengatakan, OJK terus memantau perkembangan dan berkoordinasi dengan industri perbankan. Secara umum infrastruktur perbankan masih terjaga dengan baik sehingga layanan keuangan bagi masyarakat dapat tetap berjalan optimal di tengah gejolak sosial-politik baru-baru ini di berbagai wilayah.

    “OJK selaku otoritas perbankan akan terus memantau dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan terhadap berbagai potensi gangguan terhadap kinerja bank, gangguan terhadap stabilitas sistem perbankan, dan kepercayaan publik untuk terus memastikan kontribusi sektor perbankan terhadap ekonomi Indonesia yang semakin meningkat, dan tentu saja berkoordinasi dengan berbagai lembaga/kementrian terkait, khususnya Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” jelasnya.

     

  • BNI: Penurunan BI-Rate buka ruang penyesuaian bunga kredit bertahap

    BNI: Penurunan BI-Rate buka ruang penyesuaian bunga kredit bertahap

    penyesuaian dilakukan secara gradual sambil tetap mengutamakan kualitas aset

    Jakarta (ANTARA) – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menyampaikan bahwa penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate membuka ruang bagi perbankan, termasuk BNI, untuk melakukan penyesuaian suku bunga kredit secara bertahap dan terukur.

    Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan antara lain struktur dan jangka waktu kredit, profil risiko nasabah, kondisi likuiditas bank, serta dinamika persaingan di pasar.

    “Keputusan tersebut memerlukan pertimbangan yang komprehensif, tidak hanya dari sisi profitabilitas bank dan perilaku nasabah, tetapi juga mempertimbangkan dinamika kompetisi di pasar. Oleh karena itu, penyesuaian dilakukan secara gradual sambil tetap mengutamakan kualitas aset,” kata Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Perseroan menyampaikan, pihaknya akan konsisten melakukan evaluasi menyeluruh dan berkala terhadap portofolio kreditnya.

    Penyesuaian suku bunga kredit pasca penurunan BI-Rate akan dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan kesiapan masing-masing segmen pembiayaan.

    Okki mengatakan bahwa langkah ini ditempuh untuk menjaga keseimbangan antara memberikan manfaat bagi nasabah dengan tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian perbankan.

    “Dengan demikian, BNI berkomitmen memastikan kebijakan moneter yang berlaku dapat tersalurkan dengan baik sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Okki.

    Dengan respons ini, menurut perseroan, BNI memposisikan diri sebagai institusi yang mendukung kebijakan otoritas moneter dan siap menjadi mitra dalam mendorong pemulihan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

    Secara umum, BNI menilai langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00 persen per Agustus 2025 sebagai stimulus positif yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

    Kebijakan moneter ini dinilai tepat untuk menjaga momentum perekonomian di tengah dinamika global yang masih bergejolak.

    Okki mengatakan penurunan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) merupakan langkah strategis. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong permintaan kredit dan memperkuat daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan menopang pertumbuhan ekonomi.

    “Kebijakan penurunan suku bunga acuan merupakan langkah strategis yang diharapkan mampu mendorong permintaan kredit dan memperkuat daya beli masyarakat, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Okki.

    Sebagai informasi, sejak September 2024, bank sentral Indonesia mulai menurunkan BI-Rate setelah periode pengetatan moneter. Pada bulan tersebut, BI-Rate dipangkas sebesar 25bps menjadi di level 6 persen.

    Selanjutnya, sejak awal tahun ini, BI telah menurunkan BI-Rate pada Januari, Mei dan Juli masing-masing sebesar 25bps.

    Terbaru, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025 ini, bank sentral kembali memangkas BI-Rate sebesar 25bps sehingga kini berada pada level 5 persen.

    Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa suku bunga kredit perbankan menunjukkan tren menurun, seiring penurunan suku bunga acuan.

    Pada Juli 2025, rata-rata tertimbang suku bunga kredit rupiah turun 7 basis poin (bps) dibanding tahun sebelumnya, terutama pada kredit produktif.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangannya, Minggu (24/8), mengatakan bahwa umumnya, penurunan BI-Rate akan diikuti penurunan bunga kredit dengan jeda waktu tertentu, sehingga diperkirakan tren penurunan masih berlanjut sepanjang 2025.

    Namun, penurunan suku bunga bergantung pada struktur biaya dana (cost of fund/CoF) tiap bank, karena sebagian masih mengandalkan dana mahal (time deposit) dalam komposisi dana pihak ketiga (DPK).

    “Oleh karena itu, bank perlu mengelola strategi pendanaan, khususnya dengan meningkatkan porsi dana murah, untuk menciptakan ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan,” kata Dian.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sinergi dengan bank besar dinilai bisa menekan CoF bank syariah daerah

    Sinergi dengan bank besar dinilai bisa menekan CoF bank syariah daerah

    Jakarta (ANTARA) – Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) memandang bahwa bank syariah di daerah bisa berkolaborasi dengan bank syariah besar untuk menekan biaya dana (cost of fund/CoF), bahkan biaya modal (cost of capital), yang relatif tinggi akibat keterbatasan modal.

    “Sebenarnya kolaborasi itu yang harus diperkuat. Kita bicara permodalan, kita bicara cost of capital atau cost of fund dalam hal ini. Itu bisa saling disinergikan satu sama lain,” kata Anggota KPKS M Gunawan Yasni dalam webinar OJK Institute, di Jakarta, Kamis.

    Gunawan mengatakan, biasanya bank syariah di daerah dituntut mengakomodasi banyak pengusaha lokal berskala kecil. Padahal, mereka memiliki modal terbatas, sehingga biaya penyaluran cenderung tinggi.

    Adanya sinergi dengan bank syariah besar, beban pembiayaan kepada pelaku usaha kecil di daerah diharapkan tidak semakin berat.

    Oleh sebab itu, Gunawan menekankan pentingnya bank syariah besar untuk tidak dipandang sebagai kompetitor bagi bank-bank daerah.

    Menurutnya, anggapan bahwa bank syariah besar, seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), mengambil pangsa pasar bank syariah daerah merupakan cara pandang yang keliru. Justru, kolaborasi diperlukan agar kedua pihak dapat saling melengkapi.

    “Jadi, jangan melihat bahwa bank besar ini (bank syariah besar) adalah kompetitor dalam hal ini,” ujar dia lagi.

    Gunawan menjelaskan, dalam perbankan konvensional, setiap bank besar bisa berjalan berdampingan tanpa harus saling mengambil pangsa pasar secara langsung. Artinya, setiap bank memiliki peran dan strategi pasar (market niche) masing-masing.

    Di sisi lain, Gunawan menekankan bahwa bank syariah besar juga harus membantu menumbuhkembangkan bank syariah daerah.

    Sebab, bank besar tetap memerlukan keberadaan mitra atau counter-party di daerah yang memahami pasar lokal dan lebih dekat dengan masyarakat. Kolaborasi ini diyakini akan memperkuat posisi keduanya sekaligus memperluas akses pembiayaan.

    Lebih jauh, ia menegaskan bahwa dalam perspektif syariah, hubungan antarbank seharusnya tidak dipahami sebagai persaingan untuk saling mengalahkan. Prinsip utama yang perlu dipegang yakni berlomba-lomba dalam kebaikan, sehingga kolaborasi merupakan jalan untuk memperbesar manfaat bersama.

    Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap beberapa bank syariah sebesar BSI bisa lahir dalam waktu dekat.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae melalui jawaban tertulis beberapa waktu lalu menyampaikan, target jangka menengahnya yakni terciptanya 3 hingga 5 bank syariah dengan skala bisnis yang sebanding dengan BSI.

    OJK juga selalu mendorong konsolidasi perbankan termasuk konsolidasi di industri perbankan syariah, yang dilakukan antara lain melalui spin off unit usaha syariah (UUS) dan dimungkinkan pula dapat diikuti oleh penggabungan usaha dengan bank syariah lain agar menghasilkan bank umum syariah (BUS) yang sehat dengan skala usaha lebih besar.

    Pada akhir tahun ini, diharapkan BUS baru lahir yang merupakan hasil dari spin off UUS BTN atau BTN Syariah yang akan digabungkan dengan Bank Victoria Syariah (BVIS) sebagai perusahaan cangkang.

    Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BVIS pada bulan ini, telah menyepakati perubahan nama perseroan menjadi PT Bank Syariah Nasional (BSN). Dengan perubahan nama ini, maka BTN Syariah setelah menjadi BUS juga berubah nama menjadi Bank Syariah Nasional (BSN).

    RUPSLB BVIS juga telah menyetujui susunan direksi baru dengan Alex Sofjan Noor ditunjuk untuk mengisi jabatan Direktur Utama.

    Selain itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk juga tengah melangsungkan proses spin off UUS. Perseroan memutuskan untuk memisahkan UUS dengan mendirikan BUS bernama PT Bank CIMB Niaga Syariah sebagai BUS hasil pemisahan. Hal ini telah disetujui dalam RUPSLB pada 26 Juni 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK perkuat peran BPD sebagai pilar penting pembangunan ekonomi

    OJK perkuat peran BPD sebagai pilar penting pembangunan ekonomi

    Dengan dukungan pemegang saham, direksi dan dewan komisaris, BPD diharapkan mampu mewujudkan dirinya sebagai regional champion

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya dalam memperkuat peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai pilar penting pembangunan ekonomi nasional di daerah, baik sebagai lembaga intermediasi maupun penggerak ekonomi wilayah.

    Dalam hal ini, OJK mendorong BPD melakukan transformasi untuk menghadapi persaingan di bidang perbankan yang semakin mengedepankan teknologi informasi.

    “Transformasi BPD bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan dukungan pemegang saham, direksi dan dewan komisaris, BPD diharapkan mampu mewujudkan dirinya sebagai regional champion melalui sinergi, kolaborasi, dan berinovasi demi memperkuat perekonomian daerah sekaligus menopang daya saing nasional,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Kinerja BPD menunjukkan capaian yang solid dengan rata-rata pertumbuhan aset sebesar 7,29 persen.

    Kredit BPD tumbuh 6,82 persen, mendekati capaian bank umum. Sementara dana pihak ketiga (DPK) BPD mampu mencatat pertumbuhan 7,30 persen.

    BPD juga tetap mampu menjaga kualitas kredit dan level permodalan yang memadai. Meskipun terdapat beberapa keterbatasan struktural, kinerja intermediasi dan daya tahan BPD masih terjaga dengan baik.

    “Meski menghadapi keterbatasan struktural, BPD terbukti mampu menjaga kinerja intermediasi dan ketahanan perbankan dengan baik. Peran strategis BPD sebagai mitra pemerintah daerah menjadikannya lokomotif pembangunan dan inklusi keuangan di seluruh pelosok negeri,” ujar Dian.

    OJK juga mendorong sinergi antar-BPD melalui pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB). Pelaksanaan KUB ini diharapkan dapat memperkuat resiliensi BPD dan meningkatkan daya saing melalui sinergi yang baik antara induk dengan anggota KUB.

    Dengan jaringan yang begitu dekat dengan masyarakat, BPD memiliki potensi untuk memperkuat struktur perekonomian daerah, sekaligus menopang daya saing nasional.

    Penguatan peran BPD di daerah juga diharapkan dapat terlaksana dalam bentuk konsolidasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah/Kota di bawah BPD.

    Sinergi antara BPD dan BPR yang dimiliki oleh BPD diharapkan dapat meningkatkan kontribusi perbankan terhadap penyaluran kredit untuk level mikro dan meningkatkan kualitas penerapan tata kelola di BPR.

    Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin dinamis, BPD dituntut untuk mampu menghadapi beragam tantangan dan peluang di era global dan digital.

    Hal ini menjadikan transformasi BPD semakin penting untuk meningkatkan daya saing BPD dan menjadikannya tetap eksis di tengah persaingan industri perbankan yang ketat.

    Transformasi BPD diharapkan berjalan terarah dan berkelanjutan melalui empat pilar utama, sebagaimana tertuang dalam Roadmap Penguatan BPD 2024-2027.

    Keempatnya antara lain penguatan struktur dan keunggulan BPD, akselerasi transformasi digital, penguatan peran terhadap perekonomian daerah dan nasional, serta penguatan perizinan, pengaturan dan pengawasan BPD.

    Dian juga menekankan pentingnya perhatian khusus dari pemegang saham dan pengurus BPD untuk melakukan investasi terhadap infrastruktur dan sumber daya teknologi informasi terutama dalam aspek keamanan dan ketahanan siber.

    OJK melalui Panduan Digital Resilience telah menyediakan kerangka yang dapat digunakan bank untuk meningkatkan aspek keamanan siber dan daya tahan bisnis secara menyeluruh, agar bank mampu tetap beroperasi, beradaptasi, dan bertahan menghadapi disrupsi maupun perubahan mendadak dalam dunia usaha.

    Selain itu, OJK juga telah menerbitkan Panduan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial (AI) Perbankan Indonesia untuk memastikan pemanfaatan AI berjalan secara bertanggung jawab, aman, transparan, serta mendukung keberlanjutan industri keuangan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kredit Perbankan Tumbuh 7,03% hingga Juli 2025 – Page 3

    Kredit Perbankan Tumbuh 7,03% hingga Juli 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, sektor perbankan Indonesia menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah dinamika perekonomian dan politik global.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menuturkan, kinerja perbankan diprediksi tetal stabil meskipun terdapat perlambatan pertumbuhan kredit yang sejalan dengan siklus ekonomi. 

    Industri perbankan Indonesia masih menunjukkan resiliensi yang kuat dengan kinerja yang positif terhadap dinamika global yang terjadi. Pada Juli 2025, kredit perbankan tetap tumbuh solid sebesar 7,03% yoy didukung oleh kualitas aset yang tetap baik dengan Non Performing Loan (NPL) terjaga di level 2,28% dan Loan at Risk (LaR) menurun menjadi sebesar 9,68%.

    “Pertumbuhan kredit juga masih diikuti dengan pertumbuhan kredit investasi yang naik 12,42% yoy dengan didorong oleh sektor berbasis ekspor (pertambangan, Perkebunan) serta transportasi, industri dan jasa sosial,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan resmi, Minggu (24/8/2025).

    Pertumbuhan kredit tersebut masih sejalan dengan sektor yang menjadi penopang pertumbuhan pada kuartal kedua 2025. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 7 persen yoy sehingga turut menjadi salah satu faktor pendorong penguatan likuiditas perbankan.

     

     

  • OJK akan atur ulang pengelolaan rekening dormant

    OJK akan atur ulang pengelolaan rekening dormant

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    OJK akan atur ulang pengelolaan rekening dormant
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 20 Agustus 2025 – 15:41 WIB

    Elshinta.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam waktu dekat akan mengatur ulang pengelolaan rekening bank khususnya terkait dengan rekening dormant atau tidak aktif, dalam rangka memastikan implementasi perlindungan dan memberikan kepastian hukum bagi para nasabah dan perbankan.

    “OJK meminta masyarakat untuk tetap tenang menyikapi informasi mengenai penanganan rekening bank yang tidak aktif atau dormant, OJK menjamin dana masyarakat yang disimpan di bank tetap aman,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Rabu.

    Dian menjelaskan, perbankan memiliki prosedur yang telah diatur dan diawasi dalam menangani rekening tidak aktif, guna tetap menjaga keamanan data dan rekening nasabah, serta integritas sistem keuangan.

    Ia melanjutkan, implementasi atas prosedur pengamanan rekening nasabah menjadi cakupan regulasi dan pengawasan OJK, sehingga pihaknya akan terus memantau tindak lanjut bank untuk memulihkan kembali akses terhadap rekening nasabah.

    “OJK juga senantiasa berkoordinasi dengan seluruh stakeholders terkait dengan penanganan rekening dormant tersebut,” ujar Dian.

    Dian memastikan, OJK senantiasa melakukan koordinasi dengan pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan perlindungan nasabah tetap diterapkan dalam segala aspek yang bersinggungan dengan kepemilikan nasabah atas produk bank, sebagai upaya tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan.

    Menurutnya, sinergi dan kolaborasi antar lembaga terkait merupakan elemen kunci dalam menjaga integritas dan stabilitas sistem keuangan nasional secara berkelanjutan.

    “OJK bersama pemerintah akan memastikan keamanan dan ketenangan, kepastian, dan kenyamanan nasabah dalam melakukan kegiatan dengan bank, dan memastikan agar bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Dian.

    OJK selaku lembaga negara diamanatkan oleh UU RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), memiliki tugas dan kewenangan mengatur dan mengawasi industri perbankan, termasuk menjaga pengelolaan bank agar kondusif bagi masyarakat dalam menyimpan dana, bertransaksi, dan menerima kredit/pembiayaan.

    Saat ini, kinerja perbankan masih menunjukkan kinerja yang resilien dan stabil dengan tingkat likuiditas yang tetap terjaga, tercermin pada posisi Juni 2025, rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing sebesar 199,04 persen dan 129,59 persen di atas threshold sebesar 100 persen.

    Sumber : Antara

  • OJK tanggapi soal BPR bermasalah yang terus bertambah

    OJK tanggapi soal BPR bermasalah yang terus bertambah

    OJK telah memiliki pengaturan mengenai exit policy, atau untuk menyelesaikan bank-bank yang bermasalah termasuk BPR bermasalah

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons maraknya pencabutan izin usaha Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan menegaskan pentingnya penguatan tata kelola dan konsolidasi industri BPR.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa otoritas secara konsisten mendorong industri perbankan, termasuk BPR dan BPR Syariah (BPRS), agar meningkatkan ekspansi kredit secara hati-hati melalui penerapan prinsip prudential banking, manajemen risiko, serta tata kelola yang baik.

    “Kemudian juga berinovasi, terutama menjaga integritas juga mendorong industri perbankan yang luas hingga resilien ya, memiliki daya tahan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan,” kata Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Senin.

    Sebagaimana diketahui, dalam kurun waktu satu tahun terakhir, OJK telah mencabut izin usaha 22 BPR di berbagai daerah.

    Dian menyatakan dalam hal ini OJK telah memiliki kebijakan exit policy untuk menangani bank-bank bermasalah, termasuk BPR dan BPRS, dengan pendekatan deteksi dini dan langkah penyehatan.

    “OJK telah memiliki pengaturan mengenai exit policy, atau untuk menyelesaikan bank-bank yang bermasalah termasuk BPR bermasalah yang menitikberatkan deteksi sejak awal terhadap permasalahan dan kondisi BPR atau BPRS (Syariah) yang dianggap membahayakan kelangsungan usaha, maupun langkah penyehatan sebagai upaya perbaikan tingkat solvabilitas dan atau juga likuiditas,” jelasnya.

    Kemudian terkait proyeksi jumlah BPR yang berpotensi dicabut izin usahanya tahun ini, Dian menilai hal itu masih terlalu dini dan sangat tergantung pada efektivitas penyehatan yang dilakukan manajemen bank masing-masing.

    Ia juga membeberkan saat ini ada lebih dari 100 BPR dan BPRS yang tengah menjalani proses konsolidasi sebagai bagian dari langkah penguatan industri.

    Konsolidasi diatur dalam POJK Nomor 7 Tahun 2024 yang mewajibkan penggabungan atau peleburan bagi BPR/BPRS dalam satu kepemilikan dan wilayah.

    “POJK menerapkan kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPRS dalam kepemilikan dan atau pemegang saham pengendali yang sama, atau satu grup dalam satu wilayah pulau atau kepulauan utama melalui skema penggabungan atau peleburan. Yang pertama adalah paling lama dua tahun atau tiga tahun bagi BPR dan BPRS dari pemilik pemerintah daerah,” jelas Dian.

    Maka dari itu, pihaknya menegaskan komitmen untuk terus memperkuat struktur dan daya saing industri BPR dan BPRS.

    Penguatan mencakup peluang BPR untuk terlibat dalam sistem pembayaran nasional serta akses pendanaan melalui pasar modal, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Adapun yang terakhir, OJK telah mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Dwicahaya Nusaperkasa atau disebut Bank Cahaya yang beralamat di Jalan Ir. Soekarno No.199, Mojorejo, Kecamatan Junrejo Kota Batu Provinsi Jawa Timur.

    Pencabutan izin usaha itu tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-47/D.03/2025 tanggal 24 Juli 2025 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perekonomian Rakyat Dwicahaya Nusaperkasa.

    Pada 8 November 2024, OJK telah menetapkan BPR Dwicahaya Nusaperkasa dengan status pengawasan bank dalam penyehatan (BDP) karena memiliki rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM) kurang dari 12 persen, cash ratio rata-rata selama tiga bulan terakhir kurang dari 5 persen, dan tingkat kesehatan (TKS) memiliki predikat “kurang sehat”.

    Selanjutnya pada 9 Juli 2025, OJK menetapkan status BPR Dwicahaya Nusaperkasa sebagai bank dalam resolusi (BDR).

    Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa OJK telah memberikan waktu yang cukup kepada pengurus BPR dan pemegang saham untuk melakukan upaya penyehatan, termasuk mengatasi permasalahan permodalan dan likuiditas sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 28 Tahun 2023.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK selesaikan 85 persen aduan tentang KPR subsidi sejak Januari 2025

    OJK selesaikan 85 persen aduan tentang KPR subsidi sejak Januari 2025

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelesaikan 85 persen pengaduan terkait pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi rumah bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dilaporkan sepanjang Januari hingga Juli 2025.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan di Jakarta, Senin, bahwa masyarakat dapat menyampaikan pengaduan tersebut ke nomor kontak OJK 157.

    Ia mengatakan pihaknya telah menyiapkan kanal khusus di nomor kontak tersebut bagi masyarakat yang mengalami kendala dalam proses pengajuan KPR subsidi.

    “Dalam rangka mendukung program pemerintah di sektor perumahan, OJK juga telah menyiapkan kanal pengaduan khusus pada kontak 157,” ujarnya.

    Friderica menuturkan sejak Januari hingga Juli 2025, OJK telah menerima 62 pengaduan terkait kendala pengajuan KPR yang berhubungan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

    “Dan telah ditindaklanjuti dengan tingkat penyelesaian sebesar 85 persen dari total pengaduan yang masuk,” ucapnya.

    Selain pengaduan, ia menyampaikan bahwa pihaknya juga menerima pertanyaan mengenai implementasi SLIK dalam pengajuan KPR FLPP.

    “Selain itu, ada juga pertanyaan terkait dengan KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang terkait dengan SLIK,” kata Friderica Widyasari Dewi.

    Hingga 14 Juli, OJK telah menerima 268.908 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), termasuk 24.975 pengaduan.

    Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan OJK kini tengah membahas penyederhanaan proses SLIK untuk mempermudah masyarakat untuk mengakses KPR subsidi.

    Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait melakukan pertemuan dengan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin lalu (28/7).

    Pertemuan tersebut membahas penyelarasan kebijakan SLIK untuk mendukung percepatan realisasi KPR subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    “Saya mengapresiasi komitmen OJK dan dunia perbankan dalam mendukung program rumah subsidi. Kami ingin memastikan proses pengajuan KPR subsidi tidak terhambat hanya karena faktor administratif dalam sistem SLIK, padahal aturannya sudah jelas,” ujar Maruarar Sirait.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK sudah minta bank blokir 25.912 rekening terkait judi online

    OJK sudah minta bank blokir 25.912 rekening terkait judi online

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah meminta perbankan untuk memblokir sebanyak 25.912 rekening yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judi daring atau judi online (judol).

    Langkah tersebut, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Juli 2025 di Jakarta, Senin, diambil berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    Ia mengatakan OJK terus mengembangkan laporan dari Komdigi dengan meminta bank menutup rekening yang sesuai dengan identitas kependudukan (KTP) dan menerapkan Enhanced Due Diligence (EDD).

    “OJK telah meminta bank untuk memblokir sekitar 25.912 rekening berdasarkan data dari Komdigi, serta menindaklanjuti dengan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan nomor identitas kependudukan dan menerapkan EDD,” ujar Dian.

    Selain pemblokiran, OJK juga meminta bank meningkatkan kewaspadaan terhadap penyalahgunaan rekening agar tidak digunakan dalam kejahatan keuangan seperti jual beli rekening.

    “Dengan meningkatnya ancaman siber yang lebih sistematis dan terorganisir, OJK juga telah meminta bank untuk kembali meningkatkan dan memperkuat kemampuan deteksi ‘insider cyber’ dengan melakukan pemantauan setiap saat terhadap anomali transaksi keuangan yang berpotensi fraud,” katanya, menjelaskan.

    Adapun dalam konferensi pers sebelumnya pada Selasa (8/7), OJK melaporkan telah meminta pemblokiran terhadap 17.026 rekening yang terindikasi judol. Angka tersebut meningkat signifikan dalam waktu kurang dari satu bulan.

    “OJK juga telah meminta bank untuk memantau rekening ‘dormant’ agar tidak digunakan untuk kejahatan keuangan dan meningkatkan efektivitas dalam penanganan jual beli rekening,” kata Dian.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kredit Perbankan Tumbuh 7,03% hingga Juli 2025 – Page 3

    OJK Akan Revisi Aturan Rekening Dormant, Ini Tujuannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meninjau ulang pengelolaan rekening bank terutama rekening pasif (dormant). Hal ini sebagai upaya OJK menjaga stabilitas sistem keuangan dan memberikan kepastian serta memperjelas hak bank serta nasabah.

    “OJK dalam kewenangan berdasarkan undang-undang akan melakukan menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan, yang penting itu,” kata Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae seperti dikutip dari Antara, Minggu (3/8/2025).

    “Termasuk di dalamnya itu, upaya kita untuk me-revisit kira-kira begitu, terhadap peraturan-peraturan yang terkait rekening, termasuk rekening dormant. Ini untuk memastikan hak-hak bank dan nasabah itu kemudian semakin diperjelas,” Dian menambahkan.

    Ia menuturkan, OJK juga telah meminta perbankan untuk memantau rekening dormant agar tidak ada kejahatan keuangan, serta perlunya meningkatkan efektivitas perbankan dalam menangani jual beli rekening.

    Ketentuan mengenai rekening dormant umumnya diatur dalam kebijakan internal bank, dan mengacu pada prinsip kehati-hatian serta perlindungan konsumen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

    PPATK pada awal pekan ini mengumumkan penghentian sementara transaksi pada rekening pasif (dormant) untuk mencegah kejahatan keuangan. Namun, nasabah tetap bisa mengaktifkannya kembali dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan.

    Berdasarkan PPATK, rekening dormant yang dimaksud merupakan rekening tabungan, baik perorangan atau perusahaan, rekening giro, maupun rekening rupiah/valuta asing yang tidak digunakan untuk transaksi apapun selama 3 hingga 12 bulan.

    Dana masyarakat di rekening pasif yang dihentikan sementara, menurut PPATK, dijamin tetap aman dan tidak akan hilang.