Tag: Dian Ediana Rae

  • OJK Isyaratkan Satu Lagi Bank Syariah Baru Akan Beroperasi di Indonesia  – Halaman all

    OJK Isyaratkan Satu Lagi Bank Syariah Baru Akan Beroperasi di Indonesia  – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyebut tahun ini akan ada bank syariah baru yang asetnya mendekati Bank Syariah Indonesia (BSI).

    Hal itu diungkap Dian saat konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025 di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    “Pada tahun ini itu mestinya sudah akan terjadi dua bank baru ya, dua konsolidasi bank syariah yang diharapkan ini akan mendekati lah ukuran BSI gitu kan,” katanya.

    Dian belum bisa menyebutkan nama-nama banknya, tetapi yang jelas mereka sudah bisa memenuhi ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang diterbitkan pada Juli 2023.

    “Nah itu sekurang-kurangnya dua bank itu mungkin tahun ini akan terjadi seperti itu,” ujar Dian.

    Sebagaimana diketahui, saat ini PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) telah memulai proses akuisisi terhadap bank umum syariah, yakni PT Bank Victoria Syariah (BVIS).

    BTN telah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) dengan para pihak pemegang saham BVIS yang bertempat di Jakarta pada Rabu, 15 Januari 2025. 

    Dalam perjanjian tersebut, BTN akan mengambil alih 100 persen saham BVIS dari para pemegang sahamnya, yakni PT Victoria Investama Tbk, PT Bank Victoria International Tbk, dan Balai Harta Peninggalan (BHP) Jakarta. 

    Berdasarkan Ringkasan Rancangan Pengambilalihan yang telah diterbitkan kedua belah pihak ke publik, Victoria Investama merupakan pemegang saham mayoritas BVIS dengan kepemilikan 80,18 persen saham, disusul Bank Victoria International sebesar 19,80 persen dan BHP Jakarta 0,0016 persen.

    Melalui akuisisi tersebut, BTN akan menjadi pemilik penuh Bank Victoria Syariah dengan kepemilikan saham sebanyak-banyaknya sebesar 100 persen seluruh modal ditempatkan disetor penuh dalam BVIS dengan total nominal sebesar Rp 1,06 triliun. 

    BTN melakukan pembelian BVIS dengan sumber pendanaan internal yang telah disiapkan sesuai rencana bisnis bank.

    Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, aksi korporasi BTN terhadap BVIS merupakan bagian dari rencana BTN untuk membentuk suatu bank umum syariah (BUS) melalui strategi anorganik. 

    Setelah mendapatkan persetujuan atas rencana aksi akuisisi BVIS dari regulator, BTN akan memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN, yakni BTN Syariah, dan mengintegrasikannya ke dalam BVIS menjadi sebuah BUS baru.

    “BTN menilai perkembangan perekonomian syariah di Indonesia perlu didukung dengan adanya pemain yang memiliki kekuatan daya saing atau competitive advantage dengan proposisi layanan perbankan dan keuangan komprehensif untuk sektor perumahan.” 

    “Aksi korporasi ini akan mendukung pengembangan BTN Syariah untuk memenuhi posisi tersebut dan menjawab kebutuhan nasabah di pasar syariah. Kedua belah pihak, yakni BTN dan para pemegang saham Bank Victoria Syariah telah mencapai kesepakatan mutual untuk mendukung upaya tersebut,” ujar Nixon.

    Penandatanganan CSPA tersebut didasari atas kesepakatan kedua belah pihak yang telah dicapai setelah proses uji tuntas (due diligence) yang dilakukan BTN terhadap Bank Victoria Syariah selama beberapa bulan ke belakang. 

    Nixon mengatakan, BTN memilih untuk mengakuisisi bank umum syariah dan menggabungkannya dengan BTN Syariah karena prosesnya tidak rumit dan tidak terlalu memakan waktu. 

    Pasalnya, aturan dan perundang-undangan tentang bank umum konvensional yang memiliki anak usaha bank syariah mewajibkan BTN untuk segera menyapih unit usaha syariahnya sebelum tahun 2026.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juncto Undang-Undang Nomor  4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023, Unit Usaha Syariah diwajibkan untuk dipisahkan dari induk bank konvensional-nya jika nilai aset mencapai 50 persen total nilai aset induknya, atau memiliki aset paling sedikit Rp50 triliun. 

    Pemisahan tersebut wajib dilakukan maksimal dua tahun setelah laporan keuangan triwulan terakhir yang menyebutkan total asetnya sudah memenuhi ketentuan.

    Per kuartal III-2024, BTN Syariah telah mencatat aset sebesar Rp58 triliun, bertumbuh sebesar 19,2 persen year-on-year (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp48 triliun. 

    Berdasarkan proyeksi yang dilakukan BTN, lanjut Nixon, nilai aset BTN Syariah setelah menjadi bank umum syariah nantinya dapat mencapai sekitar Rp66 triliun-Rp67 triliun.

    Sementara itu, Bank Victoria Syariah dinilai sebagai kandidat yang tepat karena size-nya sebagai bank umum syariah yang memadai dan bisnis yang terus bertumbuh. Berdasarkan laporan keuangan per triwulan III-2024, aset Bank Victoria Syariah mencapai sebesar Rp3,32 triliun, meningkat 8,02 persen secara yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,08 triliun.

    Dengan disepakatinya CSPA tersebut, BTN selaku pihak pembeli saham BVIS akan melakukan langkah selanjutnya sesuai prasyarat, yakni mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham BTN dan BVIS,  memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk BTN selaku calon pemegang saham pengendali, dan persetujuan dari OJK atas transaksi pengambilalihan yang diusulkan.

    Nixon berharap seluruh proses akuisisi ini dapat selesai sebelum semester I-2025 berakhir sehingga proses merger antara Unit Usaha Syariah BTN dan BVIS bisa dijalankan. 

    “Berdasarkan timeline yang telah kami rencanakan, BTN Syariah bisa segera spin-off menjadi bank umum syariah pada tahun ini,” tegas Nixon.

    Selama proses ini berlangsung, BTN menyatakan belum ada perubahan operasional bisnis dari BTN Syariah dan aktivitas bisnis BTN Syariah masih berjalan seperti biasa sampai unit usaha syariah tersebut telah berubah secara legal dan formal menjadi bank umum syariah dalam bentuk perseroan terbatas (PT).

     

  • Mengukur Dampak Kebijakan Donald Trump ke Sektor Jasa Keuangan RI – Page 3

    Mengukur Dampak Kebijakan Donald Trump ke Sektor Jasa Keuangan RI – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengatakan kebijakan ekonomi yang diterapkan di bawah kepemimpinan Donald Trump, seperti kebijakan proteksionisme dan ketidakpastian perdagangan internasional menciptakan tantangan besar bagi perbankan Indonesia, utamanya menyangkut fluktuasi nilai tukar rupiah.

    “Apa yang terjadi kebijakan di bawah Donald Trump itu bisa dikatakan mereverse kebijakan AS sekarang yang sangat luar biasa, dan bisa mengcreate uncertainty yang luar biasa,” kata Dian dalam konferensi pers PTIJK 2025, di JCC, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Selain itu, dampak dari perubahan kebijakan ini juga menciptakan ketidakpastian yang berpotensi memperburuk likuiditas di pasar keuangan Indonesia.

    Tak hanya itu, kata Dian, keputusan The Federal Reserve AS untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga akan mempengaruhi arus masuk dan keluar dana dari negara berkembang, sehingga memperbesar ketidakpastian dan risiko pasar.

    “Apakah The Federal Reserve akan menaikkan, menurunkan, dan mepertahankan suku bunga, ini akan mempengaruhi dana investasi yang masuk keluar ke negeara-negara berkembang. Ini memang sala satu isu yang harus kita hadapi,” ujarnya.

    Sektor Perbankan RI Miliki Dasar yang Kuat Hadapi Ketidakpastian Global

    Kendati demikian, Dian menyebut, sektor perbankan Indonesia memiliki dasar yang cukup kuat dalam menghadapi tantangan ini. Karena bank-bank di Indonesia sejauh ini telah menerapkan prinsip kehati-hatian yang baik, terutama pasca-reformasi 1998, dan telah memenuhi standar internasional yang diharapkan.

    Melalui orinsip kehati-hatian inilah yang menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian, bagi sektor perbankan.

    “Kabar baiknya. Karena memang dalam penerapan prinsip kehati-hatian bank kita sudah cukup bagus bahkan semenjak reformasi 1998 banyak sekali perubahan peraturan perundang-undangan dan juga peningkatan rasio-rasio keuangan yang sesuai dengan internasional standar,” ujar Dian.

    Disamping itu, OJK sebagai regulator yang mengawasi sektor ini, selalu mengedepankan kebijakan yang mendukung ketahanan dan pengelolaan risiko dalam perbankan.

    Salah satu langkah yang diambil OJK adalah mendorong penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan risiko kredit dan likuiditas.Selain itu, kebijakan untuk mendukung pertumbuhan perbankan juga penting, terutama di sektor yang berkaitan dengan hilirisasi dan proyek-program pemerintah lainnya.

     

  • Waspada! Efisiensi Anggaran Bisa Berdampak ke Perbankan – Page 3

    Waspada! Efisiensi Anggaran Bisa Berdampak ke Perbankan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Instruksi ini soal efisiensi anggaran negara sebesar Rp 306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025.

    Langkah ini mencakup pengurangan belanja kementerian/lembaga dan alokasi dana transfer ke daerah, dengan tujuan utama mendukung program-program pemerintah yang berdampak cepat.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengatakan pemangkasan anggaran negara yang mencapai Rp 306 triliun tentunya akan memberi dampak pada kegiatan bisnis di dalam negeri, termasuk sektor perbankan.

    Menurutnya, dengan anggaran yang lebih terbatas, konsumsi domestik dan investasi sektor publik dapat mengalami penurunan, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    Bagi bank, hal ini mungkin memengaruhi volume kredit dan kinerja investasi, yang berimbas pada target pertumbuhan kredit yang diperkirakan akan melambat.

    Prinsip Kehati-hatian

    Namun, sektor perbankan Indonesia memiliki dasar yang cukup kuat dalam menghadapi tantangan ini. Karena bank-bank di Indonesia sejauh ini telah menerapkan prinsip kehati-hatian yang baik, terutama pasca-reformasi 1998, dan telah memenuhi standar internasional yang diharapkan.

    Prinsip kehati-hatian inilah yang menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian.

    “Kabar baiknya. Karena memang dalam penerapan prinsip kehati-hatian bank kita sudah cukup bagus bahkan semenjak reformasi 1998 banyak sekali perubahan peraturan perundang-undangan dan juga peningkatan rasio-rasio keuangan yang sesuai dengan internasional standar,” kata Dian dalam konferensi pers PTIJK 2025, di JCC Jakarta, Selasa (11/2/2025).

     

  • Wamenkeu Thomas dilantik jadi ADK OJK Ex-officio dari Kemenkeu

    Wamenkeu Thomas dilantik jadi ADK OJK Ex-officio dari Kemenkeu

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas A.M. Djiwandono dilantik sebagai Anggota Dewan Komisioner (ADK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ex-officio dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Dilaporkan bahwa pengucapan sumpah jabatan Thomas dilakukan di hadapan Ketua Mahkamah Agung (MA) RI Sunarto di Gedung MA Jakarta pada Kamis.

    “Pelantikan Thomas melengkapi jajaran Anggota Dewan Komisioner OJK menjadi 11 orang yang terdiri dari sembilan ADK hasil panitia seleksi dan dua ADK Ex-officio Bank Indonesia dan Kemenkeu,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi di Jakarta, Kamis.

    Thomas ditetapkan menjadi Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Kemenkeu berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4/P Tahun 2025 tentang Penggantian Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex-officio dari Kementerian Keuangan.

    Pelantikan Thomas menjadi ADK OJK Ex-officio Kemenkeu turut dihadiri oleh sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih, jajaran pejabat Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, serta Anggota Dewan Komisioner OJK beserta jajaran pejabat OJK lainnya.

    Berikut daftar lengkap jajaran Anggota Dewan Komisioner OJK:

    – Ketua: Mahendra Siregar

    – Wakil Ketua: Mirza Adityaswara

    – Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan: Dian Ediana Rae

    – Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon: Inarno Djajadi

    – Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun: Ogi Prastomiyono

    – Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen: Friderica Widyasari Dewi

    – Anggota Dewan Komisioner/Ketua Dewan Audit: Sophia Issabella Wattimena

    – Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya: Agusman

    – Anggota Dewan Komisioner/Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto: Hasan Fawzi

    – Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Bank Indonesia: Doni P. Juwono

    – Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Kemenkeu: Thomas A.M. Djiwandono

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Jurus OJK Tangani Ancaman Siber di Perbankan – Page 3

    Jurus OJK Tangani Ancaman Siber di Perbankan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Serangan siber yang mengancam sektor perbankan semakin meningkat seiring dengan pesatnya digitalisasi.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa OJK telah mengeluarkan beberapa regulasi terkait dengan teknologi informasi (TI) dan keamanan siber untuk memperkuat tata kelola dan memitigasi risiko yang dihadapi industri perbankan.

    Beberapa regulasi penting yang diterbitkan termasuk POJK Nomor 11/POJK.03/2022, SEOJK Nomor 29/SEOJK.03/2022, dan SEOJK Nomor 24/SEOJK.03/2023.

    Ketentuan tersebut bertujuan untuk untuk memperkuat tata kelola dalam penyelenggaraan teknologi informasi agar penyelenggaraan teknologi informasi, bank dapat memberikan nilai tambah bagi bank melalui optimalisasi sumber daya untuk memitigasi risiko yang dihadapi oleh bank, termasuk menjaga keamanan Sistem Elektronik yang dimiliki dari serangan siber.

    Namun juga perbankan perlu memiliki kemampuan dalam mendeteksi dan memulihkan keadaan pasca terjadinya insiden siber, hingga kematangan dalam penyelenggaraan TI.

    Seiring dengan meningkatnya digitalisasi di sektor perbankan, risiko terjadinya insiden siber di industri perbankan Indonesia menjadi semakin signifikan.

    “Salah satu ancaman utama adalah serangan dari peretas (hackers) yang melihat peluang keuntungan besar, di antaranya melalui pencurian data sensitif yang dimiliki oleh perbankan dan pembobolan rekening nasabah,” kata Dian dalam jawaban tertulisnya, Jumat (31/1/2025).

    Menruutnya, sebagai salah satu fondasi perekonomian, sektor perbankan perlu dijaga dengan memastikan keamanan seluruh infrastruktur teknologi informasinya dari potensi ancaman siber.

    Ancaman ini tidak hanya berpotensi mengganggu operasional bank, tetapi juga dapat merusak reputasi industri perbankan serta mengancam stabilitas sistem keuangan nasional.

    Oleh karena itu, kata Dian, peran aktif dari setiap bank, khususnya melalui Chief Information Security Officer (CISO), menjadi sangat penting untuk memastikan operasional bisnis yang aman serta penerapan langkah-langkah pencegahan dan perlindungan terhadap Infrastruktur Informasi Vital (IIV) di masing-masing bank.

     

  • `Decentralized finance` berpotensi tingkatkan inklusi keuangan

    `Decentralized finance` berpotensi tingkatkan inklusi keuangan

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae. ANTARA FOTO/Khalis Surry/wpa.

    OJK: `Decentralized finance` berpotensi tingkatkan inklusi keuangan
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 27 Januari 2025 – 10:41 WIB

    Elshinta.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan decentralized finance (DeFi), yang merupakan ekosistem aplikasi keuangan berbasis blockchain dan dapat beroperasi tanpa otoritas pusat seperti bank atau institusi keuangan lainnya, berpotensi meningkatkan inklusi keuangan.

    “OJK memandang DeFi sebagai tantangan dan juga sebagai peluang dalam ekosistem keuangan. DeFi yang beroperasi melalui blockchain memiliki potensi untuk meningkatkan inklusi keuangan, transparansi dan efisiensi,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin.

    Dian menuturkan implementasi DeFi di Indonesia memiliki peluang untuk berkembang, terutama bagi masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan perbankan formal atau masyarakat yang ingin mendapatkan peluang dan manfaat lain. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, tingkat inklusi keuangan di Indonesia saat ini sebesar 75,02 persen dan indeks literasi keuangan 65,43 persen.

    Sementara, melalui Blueprint Payment System 2024-2045, Bank Indonesia (BI) menargetkan untuk membawa 91,3 juta unbanked dan 92,9 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ke dalam ekonomi dan keuangan formal secara berkelanjutan melalui digitalisasi. Menurut Dian, perkembangan DeFi dipicu oleh adanya manfaat dan keunggulan teknologi blockchain yang dapat meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, transparansi dan aksesibilitas terhadap berbagai produk keuangan.

    Namun demikian, sifat DeFi yang decentralized, borderless, dan anonim menghadirkan risiko-risiko seperti pencucian uang, pembiayaan teroris, volatilitas pasar, dan isu mengenai pelindungan konsumen. Selain itu, pemanfaatan pinjaman melalui DeFi di Indonesia masih terbatas dari segi kegunaannya.

    OJK akan terus mencermati perkembangan DeFi ini khususnya untuk sektor perbankan, dan bagaimana potensinya untuk mendistorsi lembaga perbankan yang ada. Meskipun transaksi berbasis blockchain mulai berkembang, namun masih terbatas pada sektor investasi, terutama dalam bentuk aset kripto. Sektor-sektor lainnya, seperti pembayaran atau pinjaman berbasis blockchain, belum diterima secara luas di Indonesia mengingat cryptocurrency tidak legitimate sebagai alat pembayaran berdasarkan konstitusi Indonesia.

    Sebagian besar masyarakat Indonesia bertransaksi melalui sistem keuangan tradisional yang berbasis fiat. Oleh karena itu, OJK akan lebih dulu fokus mempelajari dampak dan risiko dari DeFi, serta secara bertahap menjajaki langkah-langkah regulasi yang diperlukan. Selain itu, OJK juga menyadari pentingnya meningkatkan literasi masyarakat terkait teknologi blockchain, termasuk melakukan transaksi di dalam ekosistem DeFi.

    Dian mengatakan teknologi blockchain saat ini sudah menjadi bagian dari inovasi yang dilakukan bank dalam megimplementasikan berbagai emerging technology untuk mendukung kegiatan usaha bank, agar mampu bersaing di era digital.

    Untuk mendukung akselerasi transformasi digital perbankan termasuk implementasi berbagai emerging technology, OJK telah menerbitkan berbagai roadmap, panduan dan pengaturan antara lain Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Buku Panduan Resiliensi Digital, Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.

    Kemudian, ada juga Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 29 Tahun 2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber bagi Bank Umum, dan SEOJK Nomor 24 Tahun 2023 tentang Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum, dan ke depan juga akan diterbitkan Pedoman Tata Kelola AI di Sektor Perbankan.

    Di samping itu, OJK sedang mempersiapkan peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital dan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.

    OJK melaksanakan serangkaian inisiatif antara lain yaitu berkoordinasi dengan Bappebti, menyusun POJK dan SEOJK terkait penyelenggaraan perdagangan aset kripto, menyiapkan perangkat infrastruktur sistem informasi, menyusun buku panduan transisi dan pedoman pengawasan, serta koordinasi dengan seluruh stakeholder dalam rangka memperkuat pengawasan terhadap aset keuangan digital dan aset kripto.

    Sumber : Antara

  • Kredit Perbankan Diproyeksikan Tumbuh Positif di 2025

    Kredit Perbankan Diproyeksikan Tumbuh Positif di 2025

    JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan kredit perbankan masih melanjutkan pertumbuhan positif pada 2025, yang didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik.

    “Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih akan cukup baik diharapkan menarik minat investasi ke domestik dan berhasil mendatangkan aliran dana ke domestik sehingga meningkatkan investasi, perluasan usaha, serta meningkatkan demand kredit,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengutip Antara.

    Dari sisi domestik, OJK menuturkan kinerja perekonomian masih terjaga stabil. Tingkat inflasi headline (CPI) menurun menjadi 1,55 persen year on year (yoy) dengan inflasi inti naik menjadi 2,26 persen yoy. Surplus neraca perdagangan juga berlanjut dan PMI manufaktur terus membaik.

    Kredit perbankan masih melanjutkan pertumbuhan dua digit pada November 2024, yakni sebesar 10,79 secara year on year (yoy) menjadi Rp7.717 triliun.

    Sementara, likuiditas industri perbankan pada November 2024 tetap memadai dengan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,94 persen dan 25,57 persen.

    Berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 masih akan solid pada kisaran 4,7-5,5 persen. Terjaganya tingkat inflasi dan stabilitas nilai tukar, disertai dengan cadangan devisa yang tinggi turut memperkuat optimisme prospek positif Indonesia di mata investor dunia.

    Selain itu, Dian menuturkan proyeksi penurunan suku bunga domestik pada 2025 juga diharapkan dapat berdampak positif pada penurunan biaya dana namun tetap cukup menarik bagi nasabah penyimpan (saver) menempatkan dananya di perbankan, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).

    Menurut dia, jika penghimpunan dana cukup positif, maka ketersediaan likuiditas akan terjaga dan menjadi sumber dana utama dalam melaksanakan penyaluran kredit perbankan.

    Namun demikian, lanjut Dian, perlu diwaspadai risiko yang timbul akibat ketidakpastian global seperti melambatnya penurunan suku bunga global seiring kecenderungan meningkatnya laju inflasi, meningkatnya volatilitas pasar keuangan dan fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas yang disebabkan “Trump Effect”, serta ketegangan geopolitik yang masih berlanjut.

  • Penghapusan Utang UMKM, Bank-bank BUMN Masih Lakukan Pemetaan dan Klasifikasi Debitur

    Penghapusan Utang UMKM, Bank-bank BUMN Masih Lakukan Pemetaan dan Klasifikasi Debitur

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah telah memutuskan untuk menghapus utang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat ini, pihak perbankan, khususnya BUMN telah melakukan klasifikasi debitur.  

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa bank-bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tengah mengupayakan pemetaan dan klasifikasi debitur UMKM yang memenuhi syarat untuk penghapusan piutang macet secara bertahap.  

    “Secara bertahap Himbara hingga saat ini masih terus melakukan proses mapping dan penentuan debitur UMKM yang memenuhi klasifikasi dapat dihapus tagih sesuai kriteria PP HBHT,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin (27/1/2025), dilansir dari Antara.

    OJK bersama pemerintah dan Himbara terus berkoordinasi secara berkala untuk mendukung pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP HBHT).

    Kebijakan penghapusan piutang macet ini mencakup berbagai sektor UMKM, seperti pertanian, perkebunan, dan peternakan; perikanan dan kelautan; serta sektor lain, termasuk mode, kuliner, dan industri kreatif.  

    Sebelumnya, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyampaikan bahwa pemerintah telah menghapus utang sekitar 67.000 debitur UMKM di seluruh Indonesia dengan total nilai mencapai Rp2,5 triliun.  

    Dalam pernyataannya setelah menghadiri rapat kabinet di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat (3/1/2025), Maman menjelaskan bahwa ini merupakan langkah awal dari target yang lebih besar, yaitu menghapuskan utang lebih dari 1 juta debitur UMKM dengan total nilai Rp14 triliun.  

    “Ada sekitar satu juta debitur UMKM yang telah tercatat dalam hapus buku. Saat ini, 67.000 di antaranya sudah memenuhi syarat untuk hapus tagih,” ungkapnya.  

    Menurut Maman, debitur yang telah mendapatkan status hapus tagih dapat kembali mengakses pembiayaan baru, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk bangkit dan mengembangkan usahanya lagi.  

    Sebagai informasi, hapus buku merupakan tindakan administratif yang dilakukan untuk menghapus kredit macet dari neraca, tanpa menghapus hak tagih dari debitur. Sedangkan hapus tagih adalah tindakan bank untuk menghapus kewajiban debitur atas kredit yang tidak dapat diselesaikan dengan menghilangkan hak tagih. Hapus tagih ini yang menjadi sasaran program pemerintah untuk melakukan penghapusan utang UMKM.

  • BTN Syariah Diprediksi Jadi Pemain Utama di Bisnis Perbankan Syariah – Halaman all

    BTN Syariah Diprediksi Jadi Pemain Utama di Bisnis Perbankan Syariah – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – BTN Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) diperkirakan akan menjadi pesaing utama di industri perbankan syariah nasional jika sudah resmi menjadi Bank Umum Syariah (BUS) sebelum akhir 2025 ini.

    Pasalnya, BTN Syariah memiliki basis pertumbuhan bisnis yang solid dan keunikan yang tidak dimiliki UUS dan BUS lainnya.

    BTN Syariah terus mencatatkan pertumbuhan yang pesat dalam kinerja keuangannya. 

    Total aset BTN Syariah telah mencapai Rp 58 triliun per kuartal III-2024, bertumbuh double digit atau 19,2 persen year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 48 triliun.

    Per akhir 2024, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengungkapkan, aset BTN Syariah telah mencapai Rp60 triliun.

    “Kalau hitungan saya, dengan kecepatan yang sama, seharusnya (dalam waktu) tiga tahun (aset) BTN Syariah sudah (mencapai) Rp100 triliun,” ujar Nixon di Jakarta belum lama ini.

    Baru-baru ini, BTN selaku induk usaha mewujudkan keseriusannya untuk mengembangkan BTN Syariah melalui pengumuman akuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS).

    BVIS akan diintegrasikan dengan BTN Syariah sebagai bagian dari proses spin-off BTN Syariah menjadi BUS, yang diharapkan dapat selesai pada semester II-2025.

    Menurut Nixon, BTN Syariah memiliki potensi menjadi pemain besar di industri perbankan syariah karena ditunjang kapabilitas dan keunikannya sebagai UUS yang saat ini memimpin pasar KPR berbasis syariah di Indonesia.

    Berdasarkan data BTN Syariah, saat ini market share BTN Syariah di pasar KPR syariah di Indonesia telah mencapai lebih dari 90 persen.

    “(Dengan berubah dari UUS menjadi BUS) kepercayaan masyarakat segmen syariah akan jauh lebih tinggi, karena menurut mereka, UUS itu masih setengah-setengah atau abu-abu.”

    “Kalau sudah clear, black or white, kepercayaan atau trust level-nya naik. Sehingga, biasanya yang pertama naik itu DPK (dana pihak ketiga). Hitungan kami seperti itu,” ujar Nixon.

    Dari sisi pembiayaan, BTN Syariah juga turut menopang kiprah induknya di Program Tiga Juta Rumah melalui penyaluran pembiayaan rumah subsidi dengan menggunakan akad syariah.

    Apalagi, kata Nixon, sekitar 20-25 persen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menginginkan akad KPR dengan skema syariah.

    “Setidaknya ada dua BUMN yang bergerak di bidang perbankan syariah, karena yang mau dilayani ini besar. Jadi, tolong dilihat bahwa kuenya ini gede banget. Marketnya (BTN Syariah) tidak akan terlalu compete dengan mereka (bank-bank syariah lainnya),” tutur Nixon.

    Harapan akan adanya kehadiran bank syariah baru yang berskala besar juga diutarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator industri perbankan dan keuangan.

    Pada awal Januari, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa perbankan syariah Indonesia saat ini masih cenderung didominasi oleh satu entitas.

    “Sehingga ini tentu tidak kondusif untuk persaingan antarbank syariah sendiri maupun persaingan antara bank syariah dengan bank konvensional,” ujar Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK bulanan, Selasa (7/1/2025).

    Oleh sebab itu, kata Dian, OJK mendorong terjadinya konsolidasi di perbankan syariah, terutama melalui aksi korporasi berupa spin-off, merger, ataupun akuisisi.

    Senada dengan penilaian BTN dan OJK, pengamat perbankan melihat pasar perbankan syariah nasional memang membutuhkan pemain yang spesifik dan telah berpengalaman di bidang tersebut. 

    Menurut Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, BTN Syariah memiliki kapabilitas tersebut dan paling berpengalaman.

    “BTN Syariah saat ini menjadi satu-satunya pemain syariah yang fokusnya di sektor perumahan karena bertumbuh berbarengan dengan induknya. Ini menjadi bekal kuat untuk BTN Syariah melayani lebih banyak segmen masyarakat syariah ketika sudah di-spin-off menjadi BUS,” kata Piter.

  • OJK: KPR yang disalurkan perbankan masih tunjukkan tren pertumbuhan

    OJK: KPR yang disalurkan perbankan masih tunjukkan tren pertumbuhan

    Data yang ada menunjukkan bahwa KPR yang disalurkan perbankan itu masih menunjukkan pertumbuhan

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyebutkan penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR) oleh industri perbankan masih menunjukkan adanya tren pertumbuhan dan diproyeksikan masih akan tumbuh positif ke depan.

    “Data yang ada menunjukkan bahwa KPR yang disalurkan perbankan itu masih menunjukkan pertumbuhan, dan perbankan juga memproyeksikan pertumbuhan kredit ke depan yang masih cukup positif,” kata Dian dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa.

    Terkait dengan suku bunga yang menjadi salah satu pendorong permintaan, Dian mengingatkan bahwa secara umum suku bunga KPR mengikuti pergerakan suku bunga kredit yang diberikan perbankan.

    Pergerakan tingkat suku bunga tersebut turut dipengaruhi berbagai faktor yang tidak terlepas dari dinamika-dinamika dalam perekonomian, termasuk pengaruh dari global yang saat ini sangat dinamis dan diwarnai oleh unsur ketidakpastian terkait dengan situasi geopolitik.

    “Fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas, kemudian juga tingkat inflasi, kebijakan suku bunga di berbagai jurisdiksi dalam merespon dinamika tersebut,” ujar Dian.

    Dian mengatakan bahwa dukungan berbagai program pemerintah, terutama yang dapat mendorong penguatan daya beli masyarakat dan bauran kebijakan, akan menjadi pendorong bagi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan meningkatkan intermediasi termasuk dalam mendorong pertumbuhan KPR ke depan.

    OJK dan pemerintah juga akan terus berkomunikasi dalam implementasi berbagai program strategis pemerintah, termasuk program penyediaan tiga juta unit rumah. Dalam hal ini, OJK senantiasa mendorong perbankan agar tetap optimal dalam perannya sebagai salah satu agen pembangunan nasional.

    Dian mengatakan program penyediaan tiga juta rumah memiliki target market yang pasti, yaitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan maksimal penghasilan sebesar Rp8 juta per bulan untuk membiayai KPR rumah tapak dan susun dengan jangka waktu hingga 20 tahun. Bank juga dapat menghitungkan subsidi uang muka (SBUM) sehingga rasio loan to value (LTV) calon debitur MBR dapat meningkat.

    Dalam mendukung program tiga juta rumah, Dian menjelaskan bahwa OJK telah memiliki kebijakan terkait dengan perhitungan pembobotan ATMR kredit yang sejalan dengan tingkat loan to value atas pemberian kredit.

    Kebijakan lainnya termasuk penetapan kualitas kredit yang dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga berdasarkan satu pilar untuk kredit jumlah tertentu, serta dapat memiliki kualitas kredit yang berbeda untuk debitur yang memiliki sumber pembayaran dan proyek yang berbeda.

    Kemudian, terdapat kebijakan pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK) yang dapat diberikan untuk penyediaan perumahan yang ditujukan kepada masyarakat kategori MBR.

    “Bank dapat mengoptimalkan bauran kebijakan dimaksud dengan tetap memperhatikan risk appetite dan tentu aspek prudential banking lainnya,” kata Dian.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menambahkan bahwa program tiga juta rumah akan menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan dan konstruksi yang juga sangat penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

    “Untuk itu, bentuk dukungan yang telah dilakukan, termasuk menyampaikan surat kepada perbankan dan lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Mahendra.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025