Tag: Dian Ediana Rae

  • Tertinggi Sepanjang Masa! Aset Bank Syariah RI Tembus Rp 1.028 T

    Tertinggi Sepanjang Masa! Aset Bank Syariah RI Tembus Rp 1.028 T

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan aset perbankan syariah RI menembus Rp 1.028,18 triliun pada Oktober 2025, tumbuh 11,34% secara tahunan (YoY). Angka ini merupakan nominal tertinggi (all time high) sepanjang berdirinya industri di Tanah Air.

    Pencapaian positif ini juga ditunjukkan dari sisi pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penyaluran pembiayaan mencapai Rp 685,55 triliun atau tumbuh 7,78% YoY dan DPK yang dihimpun mencapai Rp 820,79 triliun atau tumbuh 14,26% YoY, nominal tertinggi selama bank syariah beroperasi.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, ekspektasi membaiknya perekonomian nasional pada akhir 2025 diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perbankan syariah hingga akhir tahun ini.

    “Berbagai pencapaian tersebut menunjukkan arah kebijakan pengembangan perbankan syariah berada di jalur yang tepat,” kata Dian, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

    Menurut Dian, kebijakan penguatan struktur industri melalui spin-off dan konsolidasi akan terus didorong sebagai katalis untuk melahirkan bank syariah dengan economic of scale yang lebih memadai. Penguatan ini penting karena mayoritas Bank Umum Syariah (BUS) masih berada pada kelompok KBMI 1.

    Dengan skala ekonomi yang lebih besar, bank syariah dapat memperluas pembiayaan, mengembangkan model bisnis yang lebih inovatif, meningkatkan efisiensi biaya, memperkuat infrastruktur TI, serta meningkatkan kualitas SDM. Skala ekonomi yang memadai juga akan membuat industri perbankan syariah semakin kontributif terhadap perekonomian nasional.

    Bank syariah juga didorong semakin agile di tengah persaingan bisnis industri perbankan yang semakin ketat melalui pemanfaatan uniqueness product syariah, sinergi dengan Bank Induk, maupun optimalisasi keuangan sosial syariah.

    Ketiga inisiatif tersebut diharapkan mampu memperkuat karateristik perbankan syariah yang berorientasi pada pembangunan sosial-ekonomi dan meningkatkan inklusivitas perbankan syariah untuk seluruh lapisan masyarakat.

    “OJK terus memastikan implementasi Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027 akan terus dilakukan untuk mendukung industri perbankan syariah yang terakselerasi dan tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Dian.

    (shc/fdl)

  • Tertinggi Sepanjang Masa! Aset Bank Syariah RI Tembus Rp 1.028 T

    Tertinggi Sepanjang Masa! Aset Bank Syariah RI Tembus Rp 1.028 T

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan aset perbankan syariah RI menembus Rp 1.028,18 triliun pada Oktober 2025, tumbuh 11,34% secara tahunan (YoY). Angka ini merupakan nominal tertinggi (all time high) sepanjang berdirinya industri di Tanah Air.

    Pencapaian positif ini juga ditunjukkan dari sisi pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penyaluran pembiayaan mencapai Rp 685,55 triliun atau tumbuh 7,78% YoY dan DPK yang dihimpun mencapai Rp 820,79 triliun atau tumbuh 14,26% YoY, nominal tertinggi selama bank syariah beroperasi.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, ekspektasi membaiknya perekonomian nasional pada akhir 2025 diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perbankan syariah hingga akhir tahun ini.

    “Berbagai pencapaian tersebut menunjukkan arah kebijakan pengembangan perbankan syariah berada di jalur yang tepat,” kata Dian, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).

    Menurut Dian, kebijakan penguatan struktur industri melalui spin-off dan konsolidasi akan terus didorong sebagai katalis untuk melahirkan bank syariah dengan economic of scale yang lebih memadai. Penguatan ini penting karena mayoritas Bank Umum Syariah (BUS) masih berada pada kelompok KBMI 1.

    Dengan skala ekonomi yang lebih besar, bank syariah dapat memperluas pembiayaan, mengembangkan model bisnis yang lebih inovatif, meningkatkan efisiensi biaya, memperkuat infrastruktur TI, serta meningkatkan kualitas SDM. Skala ekonomi yang memadai juga akan membuat industri perbankan syariah semakin kontributif terhadap perekonomian nasional.

    Bank syariah juga didorong semakin agile di tengah persaingan bisnis industri perbankan yang semakin ketat melalui pemanfaatan uniqueness product syariah, sinergi dengan Bank Induk, maupun optimalisasi keuangan sosial syariah.

    Ketiga inisiatif tersebut diharapkan mampu memperkuat karateristik perbankan syariah yang berorientasi pada pembangunan sosial-ekonomi dan meningkatkan inklusivitas perbankan syariah untuk seluruh lapisan masyarakat.

    “OJK terus memastikan implementasi Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027 akan terus dilakukan untuk mendukung industri perbankan syariah yang terakselerasi dan tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Dian.

    (shc/fdl)

  • OJK Beri Tambahan Waktu Laporan untuk Bank dan Asuransi Sumatera-Aceh

    OJK Beri Tambahan Waktu Laporan untuk Bank dan Asuransi Sumatera-Aceh

    Jakarta, Beritasatu.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi waktu pelaporan bagi industri perbankan dan asuransi yang terdampak bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, kebijakan waktu tambahan laporan ini diberikan agar lembaga jasa keuangan tetap dapat menyampaikan laporan secara akurat tanpa terbebani kondisi operasional di wilayah terdampak.

    “OJK memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan yang terdampak berupa perpanjangan batas waktu akhir pelaporan selama 10 hari kerja,” ungkap Mahendra dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).

    Ia menjelaskan, relaksasi pelaporan tersebut diberikan bersamaan dengan kebijakan perlakuan khusus atas kredit atau pembiayaan bagi debitur terdampak bencana. Perlakuan khusus ini mencakup kemudahan restrukturisasi serta penilaian kualitas kredit yang lebih fleksibel untuk para debitur.

    Industri asuransi juga diminta melakukan pendataan awal atas kerugian yang masuk cakupan pertanggungan, baik asuransi umum maupun jiwa. OJK juga memberikan relaksasi kewajiban pelaporan dengan memperpanjang batas waktu penyampaian laporan bagi lembaga penjamin dan dana pensiun.

    Untuk laporan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) periode data November 2025, batas waktu penyampaian yang semula 12 Desember diundur menjadi 30 Desember 2025. Penjelasan rinci terkait laporan masing-masing industri disampaikan oleh kepala eksekutif pengawas terkait.

    “Kebijakan relaksasi ini diharapkan dapat memastikan aktivitas pelaporan tetap berjalan tanpa membebani operasional OJK dan atau pelapor SLIK yang terdampak langsung bencana,” jelas Mahendra.

    Kepala Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa laporan bank umum untuk periode data November 2025 yang seharusnya jatuh pada 8 Desember diundur menjadi 22 Desember 2025. Sementara laporan yang jatuh pada 15 Desember diundur menjadi 31 Desember 2025.

    Untuk BPR dan BPRS, laporan berkala bulanan yang jatuh pada 10 Desember diundur menjadi 24 Desember 2025, sementara laporan rencana bisnis bank (RBB) yang jatuh 15 Desember diundur menjadi 31 Desember 2025.

    Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan industri asuransi memperpanjang tenggat laporan bagi lembaga penjamin dan dana pensiun yang jatuh pada 10 Desember menjadi 24 Desember 2025.

    Industri asuransi juga telah diminta melakukan pendataan awal atas kerugian di wilayah bencana yang terlihat dari klaim asuransi.

  • OJK Terbitkan Kebijakan Perlakuan Khusus Kredit dan Pembiayaan Korban Bencana Sumatera

    OJK Terbitkan Kebijakan Perlakuan Khusus Kredit dan Pembiayaan Korban Bencana Sumatera

    Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar buka peluang relaksasi kredit bagi korban terdampak bencana Sumatera. Relaksasi kredit juga pernah diberikan saat masa pandemi Covid-19.

    Mahendra mengatakan, kemungkinan pemberian relaksasi itu tengah dihitung oleh OJK serta melibatkan perusahaan pemberi pembiayaan dan kredit.

    “Apakah sampai memerlukan suatu aktivasi dari pengaturan yang terkait dengan penanggulangan bencana, atau bisa dilakukan langsung oleh masing-masing lembaga jasa keuangan, ini juga sedang dikoordinasi lebih dalam lagi oleh kami,” kata Mahendra disela OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025, di Sanur, Bali, Senin (1/12/2025).

    Kajian serius tengah dijalankan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae di sektor perbankan. Serta, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Agusman untuk sektor pembiayaan.

    “Ini merupakan prioritas dan fokus kami bersama terkait dengan bagaimana dampak-dampak konsekuensi pembiayaan maupun keuangan yang terjadi di kawasan di sana,” tutur Mahendra.

    Mahendra juga meminta anak buahnya untuk mengkaji klaim asuransi dari dampak bencana. “Sedang dilakukan tentunya assessment mengenai bagaimana dampaknya dan terkait dengan klaim maupun penggantian asuransi yang terjadi secara menyeluruh,” ujar dia.

  • BIG Conference 2025: Meneropong Arah Ekonomi 2026

    BIG Conference 2025: Meneropong Arah Ekonomi 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Bisnis Indonesia Group (BIG) akan menggelar kegiatan BIG Conference, ajang yang mempertemukan kalangan pelaku ekonomi, bisnis, dan pemerintahan dalam sesi diskusi interaktif yang bakal membahas prospek ekonomi pada 2026.
     
    BIG Conference dijadwalkan berlangsung pada Senin, 8 Desember 2025 dengan mengusung tema Arah Bisnis 2026: Menuju Kedaulatan Ekonomi.
     
    Kegiatan BIG Conference melibatkan para pemangku kepentingan baik dari pemerintahan dan swasta untuk mengupas secara mendalam mengenai tantangan ekonomi mendatang.
     
    Selain diisi pembicara kunci, BIG Conference menghadirkan sesi Leader’s Talk dari kalangan menteri dan pmipinan lembaga.
     
    BIG Conference kali ini mengusung tema Arah Bisnis 2026: Menuju Kedaulatan Ekonomi. Nantinya, kegiatan tersebut diramaikan dengan sesi diskusi interaktif yang menghadirkan narasumber-narasumber berkompeten di bidangnya.
     
    Menurut Direktur Bisnis Indonesia Group Hery Trianto, BIG Conference digelar sebagai rangkaian dari perayaan ulang tahun ke-40 Bisnis Indonesia.
     
    “Tepatnya pada 14 Desember, Bisnis Indonesia Group genap berusia 40 tahun. Dalam rangkaian kegiatan menyambut ulang tahun ini, kami sudah melaksanakan sejumlah rangkaian kegiatan, termasuk menyelenggarakan BIG Conference,” ujarnya melalui keterangan resmi, Sabtu (6/12/2025).
     
    Sebagai media yang fokus pada pemberitaan di sektor ekonomi dan bisnis, Bisnis Indonesia Group berkeinginan mengantar para pemangku kepentingan untuk bisa mengetahui lebih dalam berbagai perspektif tentang capaian sepanjang tahun ini serta langkah antisipatif yang perlu dilakukan tahun depan lewat ajang tersebut.
     
    Jika tidak berhalangan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dijadwalkan membuka rangkaian kegiatan BIG Conference.
     
    Adapun, bertindak sebagai pembicara kunci atau keynote speech yakni Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.
     
    Dalam sesi Leader’s Talk, rencananya diisi oleh Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, hingga Kepala Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Anggito Abimanyu.

    Sesi Diskusi

    Selain itu, terdapat sejumlah sesi diskusi panel dengan beragam tema menarik. Pada sesi diskusi awal membahas tema Financial Deepening: Fungsi Intermediasi Sektor Keuangan dalam Memompa Pertumbuhan Ekonomi.
     
    Dalam sesi ini, tampil sebagai pembicara dijadwalkan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Hery Gunardi, dan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Anggoro Eko Cahyo.
     
    Sesi berikutnya, akan mengulas Menggapai Pertumbuhan Ekonomi 8%, Menilik Peran Danantara hingga Swasta yang dijdwalkan dihadiri oleh perwakilan dari BPI Danantara, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie, Direktur Ekseksutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Gilman Pradana, dan Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Putrama Wahju Setyawan.
     
    Dua sesi diskusi panel lainnya juga tak kalah menarik dengan mengusung tema Akselerasi Ekonomi Kerakyatan Prabowo: dari Makan Bergizi Gratis, 3 Juta Rumah, hingga Koperasi Merah Putih.
     
    Hadir selaku pembicara dalam sesi ini dijadwalkan, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayan; Satgas Koperasi Desa Merah Putih/Deputi Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan Kemenko Pangan Tatang Yuliono; Hirwandi Gafar, Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.; dan Benny Z Minang, Anggota Satgas Perumahan.
     
    Tema diskusi lain yang turut diangkat dalam diskusi BIG Conference yakni Kedaulatan Energi dan Pangan di Tengah Gejolak Politik Dunia.
     
    Dalam sesi ini, pembicara yang dijadwalkan hadir antara lain Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Eddy Soeparno, Wakil Ketua MPR RI; Joao Mota, Direktur Utama Agrinas Pangan Nusantara (Persero); dan  Zulfan Zahar, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI).
     
    Sebagai puncak dari kegiatan BIG Conference, Bisnis Indonesoa Group juga akan memberikan penghargaan kepada 40 figur yang turut berkontribusi bagi perkembangan perekonomian dan aspek-aspek sosial kemasyarakatan serta penguatan hubungan publik.
     
    Tidak hanya itu, Bisnis Indonesia Group juga memberi apresiasi kepada sejumlah korporasi yang menyertai perjalanan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu. (*)

  • OJK Keluarkan Aturan Rekening Nganggur 5 Tahun Jadi Dormant, Begini Ketentuannya

    OJK Keluarkan Aturan Rekening Nganggur 5 Tahun Jadi Dormant, Begini Ketentuannya

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan baru. Rekening tanpa aktivitas selama lima tahun ditetapkan sebagai rekening dortmant.

    Itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 24 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Rekening pada Bank Umum. Hal tersebut dikonfirmasi Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.

    “Dengan diberlakukannya POJK ini, pengelolaan rekening harus dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik untuk memastikan perlindungan bagi semua nasabah dan mencegah praktik penipuan atau perlindungan,“ kata Dian dikutip Kamis, (27/11/2025).

    Aturan ini diharapkan menjaga stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan nasional. Selain itu dapat mengurangi perbedaan perlakuan antarbank.

    OJK juga mengharapkan aturan tersebut memberikan kepastian hak dan kewajiban bagi nasabah. Serta meningkatkan transparansi layanan perbankan.

    Di regulasi itu, bank diminta menetapkan tiga klasifikasi rekening. Pertama, rekening aktif yaitu rekening yang memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo.

    Kedua, rekening tidak aktif yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 360 hari. Ketiga, rekening dormant yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 1.800 hari.

    Dian mengatkan, POJK ini mengharuskan bank memiliki kebijakan dan prosedur serta melakukan pengawasan dalam pengelolaan rekening. Bank juga perlu memastikan nasabah mendapatkan kemudahan pengaktifan dan penutupan rekening melalui kanal bank melalui jaringan kantor fisik dan jaringan digital.

  • OJK: Kredit hijau didominasi Himbara, bank swasta dan BPD mulai naik

    OJK: Kredit hijau didominasi Himbara, bank swasta dan BPD mulai naik

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat saat ini sebagian besar penyaluran kredit hijau didominasi oleh bank-bank besar khususnya Himbara, namun tren positif juga mulai terlihat pada bank swasta nasional dan bank pembangunan daerah (BPD).

    “Tren positif mulai terlihat pada bank swasta nasional dan BPD yang mulai mengembangkan portofolio hijau serta produk berorientasi ESG (Environmental, Social, and Governance), meskipun skalanya masih terbatas,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin.

    OJK mencatat bahwa hingga tahun 2024, total penyaluran kredit berkelanjutan (KUBL) mencapai Rp2.074 triliun, atau sekitar 26,24 persen dari total kredit nasional.

    Portofolio ini didominasi oleh sektor usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM (69,01 persen), diikuti oleh keanekaragaman hayati (16,59 persen) dan kegiatan berwawasan lingkungan (3,34 persen).

    Menurut OJK, data ini menunjukkan bahwa sebagian besar pembiayaan berkelanjutan masih berakar pada sektor produktif rakyat dan kegiatan ekonomi yang bersentuhan langsung dengan alam, sebuah potensi besar untuk dikembangkan menjadi green lending yang lebih terarah dan berdampak.

    Dian menyampaikan bahwa perubahan iklim memang semakin nyata dampaknya terhadap sektor-sektor yang bergantung pada kondisi alam seperti pertanian, perikanan, dan kehutanan. Dari perspektif regulator, hal ini memunculkan dua sisi bagi sektor keuangan.

    Pertama, risiko iklim, baik fisik maupun transisi, meningkatkan ketidakpastian terhadap kinerja sektor-sektor tersebut. Risiko gagal panen, gangguan rantai pasok, hingga penurunan produktivitas dapat berdampak pada peningkatan risiko kredit.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK: Transmisi BI-Rate dan Nataru dorong kredit konsumsi di akhir 2025

    OJK: Transmisi BI-Rate dan Nataru dorong kredit konsumsi di akhir 2025

    OJK menekankan pemulihan kredit konsumsi bergantung pada perbaikan permintaan domestik, transmisi penurunan suku bunga ke lending rate, serta perbaikan pendapatan rumah tangga yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat,

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang, transmisi kebijakan moneter yang semakin membaik hingga dorongan belanja musiman rumah tangga jelang Natal dan Tahun Baru akan mendorong kinerja kredit konsumsi hingga akhir 2025 dan awal tahun 2026.

    Di samping itu, faktor tren penurunan suku bunga pinjaman serta percepatan belanja pemerintah/investasi swasta juga dapat mendorong pertumbuhan kredit pada periode yang sama.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin, menilai bahwa kredit konsumsi sejauh ini masih tumbuh meskipun termoderasi.

    Hal ini sejalan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang bersumber dari konsumsi rumah tangga maupun indikator terkait daya beli konsumen yang masih tumbuh terbatas.

    Hingga September 2025, kredit konsumsi tumbuh sekitar 7,42 persen year on year (yoy). OJK mencatat risiko kredit sedikit meningkat di segmen konsumsi pada periode tersebut, tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) yang meningkat menjadi sebesar 2,37 persen dibandingkan posisi September 2024 sebesar 1,85 persen.

    “OJK menekankan pemulihan kredit konsumsi bergantung pada perbaikan permintaan domestik, transmisi penurunan suku bunga ke lending rate, serta perbaikan pendapatan rumah tangga yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat,” kata Dian.

    Menurut catatan OJK, perlambatan paling nyata terjadi pada kredit pemilikan rumah (KPR) serta kredit kendaraan bermotor (KKB).

    KPR tumbuh termoderasi pada September 2025 sebesar 7,26 persen dibandingkan posisi September 2024 sebesar 10,89 persen. Sedangkan KKB pada September 2025 tumbuh sebesar 0,72 persen dibandingkan posisi September 2024 sebesar 9,00 persen sehingga berkontribusi menahan laju pertumbuhan kredit konsumsi.

    “Lemahnya pertumbuhan KKB juga sejalan dengan masih terkontraksinya penjualan kendaraan bermotor selama setahun terakhir,” ujar Dian.

    Namun demikian, imbuh Dian, terjadi pertumbuhan cepat pada segmen buy now pay later (BNPL) sebesar 25,49 persen menjadi Rp24,86 triliun, meskipun porsi BNPL terhadap total kredit perbankan masih relatif kecil dengan rasio NPL yang tetap terjaga sebesar 2,61 persen.

    Adapun secara keseluruhan, kredit pada September 2025 tumbuh sebesar 7,70 persen yoy, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 7,56 persen. Total outstanding kredit pada periode ini mencapai Rp8.162,8 triliun.

    Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit konsumsi menempati posisi kedua tertinggi. Kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 15,18 persen yoy, sementara kredit modal Kerja tumbuh moderat 3,37 persen yoy.

    OJK mencatat, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) telah direspon secara bertahap oleh sektor perbankan melalui penyesuaian suku bunga kredit dan dana pihak ketiga (DPK).

    Secara tahunan, terjadi penurunan rerata suku bunga kredit rupiah, masing-masing sebesar 50 bps untuk kredit investasi (September 2025: 8,25 persen; September 2024: 8,75 persen) dan sebesar 41 bps untuk kredit modal kerja (September 2025: 8,46 persen; September 2024: 8,87 persen).

    Penurunan BI-Rate umumnya cenderung diikuti dengan penurunan suku bunga kredit meskipun dengan jeda waktu tertentu, seiring dengan proses transmisi kebijakan moneter.

    Suku bunga kredit diperkirakan masih memiliki ruang untuk melanjutkan penurunan sebagai respons dari penurunan BI-Rate pada 2025, khususnya jika suku bunga global juga turun.

    Dengan adanya ekspektasi penurunan suku bunga global pada triwulan IV 2025, OJK menilai bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, meskipun implementasinya akan sangat bergantung pada strategi masing-masing bank serta struktur biaya yang dimiliki khususnya terkait dengan biaya dana (cost of fund/CoF).

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hasil survei OJK: Bank optimis kinerja tetap solid hingga akhir 2025

    Hasil survei OJK: Bank optimis kinerja tetap solid hingga akhir 2025

    Mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan pada triwulan IV-2025 masih terjaga dan terkendali.

    Jakarta (ANTARA) – Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) menunjukkan bahwa perbankan optimis kinerja akan tetap solid hingga akhir 2025, tercermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) triwulan IV-2025 yang tercatat sebesar 66 (zona optimis).

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan di Jakarta, Minggu, mengungkapkan ekspektasi akan membaiknya kondisi makroekonomi domestik menjadi alasan utama responden menyatakan bahwa kinerja perbankan tetap baik didukung keyakinan bahwa perbankan cukup mampu mengelola risiko yang dihadapi.

    Prediksi akan membaiknya kondisi makroekonomi domestik menyebabkan Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) pada triwulan IV-2025 kembali ke level optimis, yaitu sebesar 63.

    Hal itu terutama didorong oleh prakiraan akan meningkatnya pertumbuhan ekonomi domestik seiring penurunan BI-Rate serta ditopang oleh penguatan nilai tukar rupiah.

    Konsumsi masyarakat yang biasanya meningkat pada Hari Raya Natal dan tahun baru diyakini akan mampu mendongkrak permintaan terhadap barang dan jasa.

    Selain itu, stimulus 8+4+5 dari Pemerintah diperkirakan juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Di sisi lain, inflasi juga diperkirakan akan turut meningkat sebagai akibat peningkatan aktivitas ekonomi dan konsumsi ini.

    Seiring dengan kondisi makroekonomi yang diperkirakan membaik, mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan pada triwulan IV-2025 masih terjaga dan terkendali.

    Hal itu terlihat dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 57 atau berada pada zona optimis seiring dengan keyakinan bahwa kualitas kredit tetap terjaga baik dan Posisi Devisa Netto (PDN) tetap rendah dengan aset dan tagihan valuta asing (valas) yang lebih besar dibandingkan kewajiban valas (long position).

    Pada sisi lain, net cashflow perbankan diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, cash outflow perbankan juga diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya penarikan dana untuk kebutuhan operasional nasabah serta pembayaran belanja pemerintah daerah yang biasanya cukup besar di akhir tahun.

    Ekspektasi terhadap kinerja perbankan pada triwulan IV-2025 juga berada pada level optimis dengan Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) sebesar 78.

    Optimisme pertumbuhan pada triwulan IV-2025 didorong oleh ekspektasi bahwa kredit masih akan tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan kredit serta didukung dengan usaha bank dalam melakukan ekspansi kredit pada pipeline yang tersedia.

    Sektor ekonomi yang diyakini menjadi motor pertumbuhan kredit antara lain adalah sektor industri pengolahan yang pada September 2025 tumbuh sebesar 8,64 persen year on year (yoy).

    Selain sektor tersebut, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pengangkutan dan pergudangan yang tumbuh masing-masing 19,15 persen (yoy) dan 19,32 persen (yoy) pada September 2025, juga diyakini mampu menjadi penggerak pertumbuhan kredit perbankan.

    Dari sisi penghimpunan dana, responden memperkirakan bahwa pada triwulan IV-2025, dana pihak ketiga (DPK) juga diperkirakan tumbuh sejalan dengan usaha bank dalam memperoleh sumber dana untuk mendukung pertumbuhan kredit dan menjaga likuiditas.

    Untuk diketahui, survei dilakukan pada Oktober 2025 dengan melibatkan 102 bank dengan nilai aset mencapai sebesar 99,25 persen dari total aset seluruh bank umum pada September 2025.

    Pada SBPO periode ini, OJK juga menghimpun informasi dari responden terkait proyeksi pencapaian target Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2025.

    Mendekati akhir tahun, bank telah dapat memproyeksikan apakah target kredit dan DPK dapat tercapai di tengah kondisi ekonomi saat ini. Berdasarkan hasil SBPO, sebagian besar bank optimis bahwa target kredit dan DPK dapat tercapai sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK Rilis Aturan Baru Rekening Bank demi Cegah Penipuan

    OJK Rilis Aturan Baru Rekening Bank demi Cegah Penipuan

    Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengeluarkan aturan baru perihal rekening perbankan. Tujuan rilis aturan ini sebagai langkah strategis untuk mendorong standarisasi dan penguatan tata kelola pengelolaan rekening di sektor Perbankan.

    Aturan baru rekening bank tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Rekening pada Bank Umum.

    “Dengan diberlakukannya POJK ini, pengelolaan rekening harus dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik untuk memastikan pelindungan bagi semua nasabah dan mencegah praktik penipuan atau penyalahgunaan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Berdasarkan POJK ini lanjut Dian, bank harus memiliki kebijakan dan prosedur serta melakukan pengawasan dalam pengelolaan rekening.

    Bank juga perlu memastikan bahwa nasabah mendapatkan kemudahan pengaktifan dan penutupan rekening melalui kanal bank melalui jaringan kantor fisik dan jaringan digital.

    Melalui penerbitan POJK ini, OJK menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sektor perbankan nasional.

    Standarisasi pengelolaan rekening nasabah diharapkan dapat mengurangi perbedaan perlakuan antarbank, memberikan kepastian hak dan kewajiban bagi nasabah, serta meningkatkan transparansi layanan perbankan.

    Dalam melakukan pengelolaan rekening, bank perlu membagi klasifikasi rekening menjadi tiga yaitu:

    Rekening aktif yaitu rekening yang memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo
    Rekening tidak aktif yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 360 hari
    Rekening dormant yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 1.800 hari.