Tag: Dian Ediana Rae

  • OJK Keluarkan Aturan Rekening Nganggur 5 Tahun Jadi Dormant, Begini Ketentuannya

    OJK Keluarkan Aturan Rekening Nganggur 5 Tahun Jadi Dormant, Begini Ketentuannya

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan baru. Rekening tanpa aktivitas selama lima tahun ditetapkan sebagai rekening dortmant.

    Itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 24 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Rekening pada Bank Umum. Hal tersebut dikonfirmasi Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.

    “Dengan diberlakukannya POJK ini, pengelolaan rekening harus dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik untuk memastikan perlindungan bagi semua nasabah dan mencegah praktik penipuan atau perlindungan,“ kata Dian dikutip Kamis, (27/11/2025).

    Aturan ini diharapkan menjaga stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan nasional. Selain itu dapat mengurangi perbedaan perlakuan antarbank.

    OJK juga mengharapkan aturan tersebut memberikan kepastian hak dan kewajiban bagi nasabah. Serta meningkatkan transparansi layanan perbankan.

    Di regulasi itu, bank diminta menetapkan tiga klasifikasi rekening. Pertama, rekening aktif yaitu rekening yang memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo.

    Kedua, rekening tidak aktif yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 360 hari. Ketiga, rekening dormant yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 1.800 hari.

    Dian mengatkan, POJK ini mengharuskan bank memiliki kebijakan dan prosedur serta melakukan pengawasan dalam pengelolaan rekening. Bank juga perlu memastikan nasabah mendapatkan kemudahan pengaktifan dan penutupan rekening melalui kanal bank melalui jaringan kantor fisik dan jaringan digital.

  • OJK: Kredit hijau didominasi Himbara, bank swasta dan BPD mulai naik

    OJK: Kredit hijau didominasi Himbara, bank swasta dan BPD mulai naik

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat saat ini sebagian besar penyaluran kredit hijau didominasi oleh bank-bank besar khususnya Himbara, namun tren positif juga mulai terlihat pada bank swasta nasional dan bank pembangunan daerah (BPD).

    “Tren positif mulai terlihat pada bank swasta nasional dan BPD yang mulai mengembangkan portofolio hijau serta produk berorientasi ESG (Environmental, Social, and Governance), meskipun skalanya masih terbatas,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin.

    OJK mencatat bahwa hingga tahun 2024, total penyaluran kredit berkelanjutan (KUBL) mencapai Rp2.074 triliun, atau sekitar 26,24 persen dari total kredit nasional.

    Portofolio ini didominasi oleh sektor usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM (69,01 persen), diikuti oleh keanekaragaman hayati (16,59 persen) dan kegiatan berwawasan lingkungan (3,34 persen).

    Menurut OJK, data ini menunjukkan bahwa sebagian besar pembiayaan berkelanjutan masih berakar pada sektor produktif rakyat dan kegiatan ekonomi yang bersentuhan langsung dengan alam, sebuah potensi besar untuk dikembangkan menjadi green lending yang lebih terarah dan berdampak.

    Dian menyampaikan bahwa perubahan iklim memang semakin nyata dampaknya terhadap sektor-sektor yang bergantung pada kondisi alam seperti pertanian, perikanan, dan kehutanan. Dari perspektif regulator, hal ini memunculkan dua sisi bagi sektor keuangan.

    Pertama, risiko iklim, baik fisik maupun transisi, meningkatkan ketidakpastian terhadap kinerja sektor-sektor tersebut. Risiko gagal panen, gangguan rantai pasok, hingga penurunan produktivitas dapat berdampak pada peningkatan risiko kredit.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK: Transmisi BI-Rate dan Nataru dorong kredit konsumsi di akhir 2025

    OJK: Transmisi BI-Rate dan Nataru dorong kredit konsumsi di akhir 2025

    OJK menekankan pemulihan kredit konsumsi bergantung pada perbaikan permintaan domestik, transmisi penurunan suku bunga ke lending rate, serta perbaikan pendapatan rumah tangga yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat,

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang, transmisi kebijakan moneter yang semakin membaik hingga dorongan belanja musiman rumah tangga jelang Natal dan Tahun Baru akan mendorong kinerja kredit konsumsi hingga akhir 2025 dan awal tahun 2026.

    Di samping itu, faktor tren penurunan suku bunga pinjaman serta percepatan belanja pemerintah/investasi swasta juga dapat mendorong pertumbuhan kredit pada periode yang sama.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin, menilai bahwa kredit konsumsi sejauh ini masih tumbuh meskipun termoderasi.

    Hal ini sejalan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang bersumber dari konsumsi rumah tangga maupun indikator terkait daya beli konsumen yang masih tumbuh terbatas.

    Hingga September 2025, kredit konsumsi tumbuh sekitar 7,42 persen year on year (yoy). OJK mencatat risiko kredit sedikit meningkat di segmen konsumsi pada periode tersebut, tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) yang meningkat menjadi sebesar 2,37 persen dibandingkan posisi September 2024 sebesar 1,85 persen.

    “OJK menekankan pemulihan kredit konsumsi bergantung pada perbaikan permintaan domestik, transmisi penurunan suku bunga ke lending rate, serta perbaikan pendapatan rumah tangga yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat,” kata Dian.

    Menurut catatan OJK, perlambatan paling nyata terjadi pada kredit pemilikan rumah (KPR) serta kredit kendaraan bermotor (KKB).

    KPR tumbuh termoderasi pada September 2025 sebesar 7,26 persen dibandingkan posisi September 2024 sebesar 10,89 persen. Sedangkan KKB pada September 2025 tumbuh sebesar 0,72 persen dibandingkan posisi September 2024 sebesar 9,00 persen sehingga berkontribusi menahan laju pertumbuhan kredit konsumsi.

    “Lemahnya pertumbuhan KKB juga sejalan dengan masih terkontraksinya penjualan kendaraan bermotor selama setahun terakhir,” ujar Dian.

    Namun demikian, imbuh Dian, terjadi pertumbuhan cepat pada segmen buy now pay later (BNPL) sebesar 25,49 persen menjadi Rp24,86 triliun, meskipun porsi BNPL terhadap total kredit perbankan masih relatif kecil dengan rasio NPL yang tetap terjaga sebesar 2,61 persen.

    Adapun secara keseluruhan, kredit pada September 2025 tumbuh sebesar 7,70 persen yoy, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 7,56 persen. Total outstanding kredit pada periode ini mencapai Rp8.162,8 triliun.

    Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit konsumsi menempati posisi kedua tertinggi. Kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 15,18 persen yoy, sementara kredit modal Kerja tumbuh moderat 3,37 persen yoy.

    OJK mencatat, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) telah direspon secara bertahap oleh sektor perbankan melalui penyesuaian suku bunga kredit dan dana pihak ketiga (DPK).

    Secara tahunan, terjadi penurunan rerata suku bunga kredit rupiah, masing-masing sebesar 50 bps untuk kredit investasi (September 2025: 8,25 persen; September 2024: 8,75 persen) dan sebesar 41 bps untuk kredit modal kerja (September 2025: 8,46 persen; September 2024: 8,87 persen).

    Penurunan BI-Rate umumnya cenderung diikuti dengan penurunan suku bunga kredit meskipun dengan jeda waktu tertentu, seiring dengan proses transmisi kebijakan moneter.

    Suku bunga kredit diperkirakan masih memiliki ruang untuk melanjutkan penurunan sebagai respons dari penurunan BI-Rate pada 2025, khususnya jika suku bunga global juga turun.

    Dengan adanya ekspektasi penurunan suku bunga global pada triwulan IV 2025, OJK menilai bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, meskipun implementasinya akan sangat bergantung pada strategi masing-masing bank serta struktur biaya yang dimiliki khususnya terkait dengan biaya dana (cost of fund/CoF).

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hasil survei OJK: Bank optimis kinerja tetap solid hingga akhir 2025

    Hasil survei OJK: Bank optimis kinerja tetap solid hingga akhir 2025

    Mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan pada triwulan IV-2025 masih terjaga dan terkendali.

    Jakarta (ANTARA) – Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) menunjukkan bahwa perbankan optimis kinerja akan tetap solid hingga akhir 2025, tercermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) triwulan IV-2025 yang tercatat sebesar 66 (zona optimis).

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan di Jakarta, Minggu, mengungkapkan ekspektasi akan membaiknya kondisi makroekonomi domestik menjadi alasan utama responden menyatakan bahwa kinerja perbankan tetap baik didukung keyakinan bahwa perbankan cukup mampu mengelola risiko yang dihadapi.

    Prediksi akan membaiknya kondisi makroekonomi domestik menyebabkan Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) pada triwulan IV-2025 kembali ke level optimis, yaitu sebesar 63.

    Hal itu terutama didorong oleh prakiraan akan meningkatnya pertumbuhan ekonomi domestik seiring penurunan BI-Rate serta ditopang oleh penguatan nilai tukar rupiah.

    Konsumsi masyarakat yang biasanya meningkat pada Hari Raya Natal dan tahun baru diyakini akan mampu mendongkrak permintaan terhadap barang dan jasa.

    Selain itu, stimulus 8+4+5 dari Pemerintah diperkirakan juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Di sisi lain, inflasi juga diperkirakan akan turut meningkat sebagai akibat peningkatan aktivitas ekonomi dan konsumsi ini.

    Seiring dengan kondisi makroekonomi yang diperkirakan membaik, mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan pada triwulan IV-2025 masih terjaga dan terkendali.

    Hal itu terlihat dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 57 atau berada pada zona optimis seiring dengan keyakinan bahwa kualitas kredit tetap terjaga baik dan Posisi Devisa Netto (PDN) tetap rendah dengan aset dan tagihan valuta asing (valas) yang lebih besar dibandingkan kewajiban valas (long position).

    Pada sisi lain, net cashflow perbankan diproyeksikan menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, cash outflow perbankan juga diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya penarikan dana untuk kebutuhan operasional nasabah serta pembayaran belanja pemerintah daerah yang biasanya cukup besar di akhir tahun.

    Ekspektasi terhadap kinerja perbankan pada triwulan IV-2025 juga berada pada level optimis dengan Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) sebesar 78.

    Optimisme pertumbuhan pada triwulan IV-2025 didorong oleh ekspektasi bahwa kredit masih akan tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan kredit serta didukung dengan usaha bank dalam melakukan ekspansi kredit pada pipeline yang tersedia.

    Sektor ekonomi yang diyakini menjadi motor pertumbuhan kredit antara lain adalah sektor industri pengolahan yang pada September 2025 tumbuh sebesar 8,64 persen year on year (yoy).

    Selain sektor tersebut, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pengangkutan dan pergudangan yang tumbuh masing-masing 19,15 persen (yoy) dan 19,32 persen (yoy) pada September 2025, juga diyakini mampu menjadi penggerak pertumbuhan kredit perbankan.

    Dari sisi penghimpunan dana, responden memperkirakan bahwa pada triwulan IV-2025, dana pihak ketiga (DPK) juga diperkirakan tumbuh sejalan dengan usaha bank dalam memperoleh sumber dana untuk mendukung pertumbuhan kredit dan menjaga likuiditas.

    Untuk diketahui, survei dilakukan pada Oktober 2025 dengan melibatkan 102 bank dengan nilai aset mencapai sebesar 99,25 persen dari total aset seluruh bank umum pada September 2025.

    Pada SBPO periode ini, OJK juga menghimpun informasi dari responden terkait proyeksi pencapaian target Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2025.

    Mendekati akhir tahun, bank telah dapat memproyeksikan apakah target kredit dan DPK dapat tercapai di tengah kondisi ekonomi saat ini. Berdasarkan hasil SBPO, sebagian besar bank optimis bahwa target kredit dan DPK dapat tercapai sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK Rilis Aturan Baru Rekening Bank demi Cegah Penipuan

    OJK Rilis Aturan Baru Rekening Bank demi Cegah Penipuan

    Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengeluarkan aturan baru perihal rekening perbankan. Tujuan rilis aturan ini sebagai langkah strategis untuk mendorong standarisasi dan penguatan tata kelola pengelolaan rekening di sektor Perbankan.

    Aturan baru rekening bank tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Rekening pada Bank Umum.

    “Dengan diberlakukannya POJK ini, pengelolaan rekening harus dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik untuk memastikan pelindungan bagi semua nasabah dan mencegah praktik penipuan atau penyalahgunaan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Berdasarkan POJK ini lanjut Dian, bank harus memiliki kebijakan dan prosedur serta melakukan pengawasan dalam pengelolaan rekening.

    Bank juga perlu memastikan bahwa nasabah mendapatkan kemudahan pengaktifan dan penutupan rekening melalui kanal bank melalui jaringan kantor fisik dan jaringan digital.

    Melalui penerbitan POJK ini, OJK menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sektor perbankan nasional.

    Standarisasi pengelolaan rekening nasabah diharapkan dapat mengurangi perbedaan perlakuan antarbank, memberikan kepastian hak dan kewajiban bagi nasabah, serta meningkatkan transparansi layanan perbankan.

    Dalam melakukan pengelolaan rekening, bank perlu membagi klasifikasi rekening menjadi tiga yaitu:

    Rekening aktif yaitu rekening yang memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo
    Rekening tidak aktif yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 360 hari
    Rekening dormant yaitu rekening yang tidak memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo lebih dari 1.800 hari. 

  • OJK dorong perbankan berinovasi dan perluas akses keuangan syariah

    OJK dorong perbankan berinovasi dan perluas akses keuangan syariah

    Ini adalah pencapaian penting yang menunjukkan daya tahan dan prospek besar keuangan syariah di Indonesia

    Surabaya (ANTARA) – Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mendorong perbankan untuk berinovasi dan memperluas akses keuangan syariah bagi seluruh lapisan masyarakat.

    “Di era seperti saat ini penting sekali untuk melakukan inovasi dan perluasan akses keuangan syariah bagi seluruh lapisan masyarakat,” katanya dalam Indonesia Islamic Finance Summit (IIFS) 2025 Bank Jatim di Surabaya, Minggu.

    Dian mengatakan kesadaran publik terhadap nilai-nilai ekonomi berbasis syariah terus meningkat namun masih dibutuhkan langkah-langkah nyata untuk memperluas pemahaman dan penggunaan produk keuangan syariah secara lebih merata.

    Bahkan permintaan terhadap layanan keuangan syariah terus tumbuh sehingga penting untuk meresponsnya melalui inovasi, efisiensi produk, serta integrasi ekosistem.

    Ia menekankan inovasi keuangan syariah harus mampu menggabungkan nilai ekonomi dan sosial agar memberikan keberkahan bagi masyarakat.

    Terlebih, industri keuangan syariah nasional mencatat pencapaian yang menggembirakan yakni hingga Agustus 2025 total agregasi aset industri keuangan syariah nasional telah mencapai Rp3.030 triliun.

    Pertumbuhan aset keuangan syariah menunjukkan peningkatan yang signifikan yakni aset perbankan syariah nasional saat ini mencapai Rp975,94 triliun atau dengan pangsa pasar 7,44 persen sedangkan pasar modal syariah mencapai Rp1.832,3 triliun dengan pangsa pasar 19,92 persen.

    Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sinergi lintas sektor terutama antara regulator, lembaga keuangan, akademisi, dan pemerintah daerah dalam memperkuat inklusi dan literasi keuangan syariah di berbagai wilayah.

    “Ini adalah pencapaian penting yang menunjukkan daya tahan dan prospek besar keuangan syariah di Indonesia,” ujar Dian.

    ​​​​​​​

    Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bank Salurkan Kredit Rp 8.162,8 Triliun hingga September 2025, Tumbuh 7,7%

    Bank Salurkan Kredit Rp 8.162,8 Triliun hingga September 2025, Tumbuh 7,7%

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan sebesar 7,70 persen secara tahunan (YoY) pada akhir September 2025. Sehingga total penyaluran kredit hingga bulan kesembilan tahun ini mencapai Rp 8.162,8 triliun. 

    “Pada September 2025, kredit tumbuh sebesar 7,70 persen year on year. Agustus sebelumnya adalah sebesar 7,56 persen, menjadi Rp 8.162,8 triliun,” jelas Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Jumat (7/11/2025).

    Berdasarkan jenis penggunaan, Dian melanjutkan, kredit investasi tumbuh tertinggi sebesar 15,18 persen. Fiikuti oleh kredit konsumsi sebesar 7,42 persen, sedangkan kredit modal kerja tumbuh sebesar 3,37 persen (YoY). 

    “Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 11,53 persen sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 0,23 persen,” terang dia. 

    Dian juga turut menyoroti adanya penurunan suku bunga kredit rupiah sebesar 50 basis poin (bps) dibanding periode sama tahun sebelumnya. Mengikuti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang kini berada di posisi 4,75 persen.   

    Dari sisi lain, dana pihak ketiga atau DPK tercatat tumbuh sebesar 11,81 persen secara tahunan menjadi Rp 9.695,4 triliun. Adapun pertumbuhan DPK per Agustus 2025 tercatat sebesar 8,51 persen year on year.

    Rasio Alat Likuid

    OJK pun menganggap likuiditas industri perbankan pada September 2025 memadai, dengan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,47 persen dan 29,30 persen.

    “Masih di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen. Adapun liquidity coverage ratio atau LCR berada di level 205,94 persen,” imbuh Dian. 

     

     

  • Stimulus Rp 200 T Pemerintah Disebut Bisa Tekan Bunga Kredit Bank

    Stimulus Rp 200 T Pemerintah Disebut Bisa Tekan Bunga Kredit Bank

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebijakan penempatan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun di bank-bank pemerintah akan membuka ruang bagi penurunan bunga kredit perbankan. Kebijakan ini diinisiasi oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan penempatan dana tersebut akan meningkatkan likuiditas perbankan sehingga memberikan ruang cukup untuk menurunkan cost of fund.

    Hal ini diharapkan dapat mendorong penurunan suku bunga kredit bank agar lebih menarik bagi pelaku usaha. Namun, penurunan suku bunga kredit biasanya membutuhkan jeda waktu beberapa periode hingga efeknya mulai terasa.

    “OJK melihat bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga. Namun penurunannya akan sangat tergantung pada struktur biaya masing-masing bank, terutama terkait dengan biaya dana atau cost of fund,” kata Dian dalam konferensi pers hasil RDKB September 2025 secara daring, Kamis (9/10/2025).

    Dian menjelaskan, sejumlah bank masih mengandalkan dana mahal sebagai sumber pendanaan. Dana mahal ini umumnya berupa deposito yang membutuhkan cost of fund lebih tinggi dibandingkan dengan dana murah.

    Di sisi lain, terjadi perlambatan pada pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di industri perbankan. Kondisi ini membuat bank perlu mengelola strategi pendanaan, khususnya dengan meningkatkan porsi dana murahnya untuk menciptakan ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan.

    Per Agustus 2025, penyaluran kredit tercatat sebesar Rp 8.075 triliun, naik 7,56% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi 53 basis poin (bps) dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, DPK tumbuh 8,51% yoy menjadi Rp 9.386 triliun.

    Pertumbuhan kredit dan DPK yang berimbang menandakan bahwa perbankan memiliki ruang likuiditas yang lebih besar untuk menyalurkan kredit ke depan.

    OJK juga mengapresiasi langkah pemerintah menyalurkan SAL ke perbankan, yang kini tengah direalisasikan secara bertahap dengan porsi signifikan.

    “OJK mengapresiasi berbagai stimulus pemerintah untuk mendorong perekonomian, baik dari sisi permintaan maupun pasokan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” ujar Dian.

    (shc/rrd)

  • OJK Ungkap Pihak yang Bakal Ganti Rugi di Kasus Pembobolan RDN

    OJK Ungkap Pihak yang Bakal Ganti Rugi di Kasus Pembobolan RDN

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kerugian akibat insiden pembobolan rekening dana nasabah (RDN) PT Bank Central Asia Tbk ditanggung Lembaga Jasa Keuangan (LJK) terkait. Artinya, PT Panca Global Sekuritas akan menanggung kerugian tersebut.

    “OJK telah berkomunikasi dengan LJK terkait, di mana seluruh kerugian yang terjadi akibat insiden ‘pembobolan’ RDN tersebut ditanggung sepenuhnya oleh LJK, sehingga nasabah sama sekali tidak dirugikan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi dalam keterangannya, dikutip Jumat (10/10/2025).

    Inarno memandang serangan siber sebagai ancaman serius terhadap integritas dan stabilitas pasar modal. Insiden serangan siber pembobolan RDN yang terjadi beberapa waktu yang lalu belum dikategorikan sebagai insiden sistemik, namun sangat berpotensi menjadi sistemik.

    “Oleh karena itu, OJK bekerja sama dengan SRO memperkuat pengawasan terhadap aspek keamanan IT di pelaku industri pasar modal, mendorong penguatan insfrastruktur keamanan siber, dan menjalin koordinasi lintas lembaga, termasuk juga melalui Indonesia Anti Scam Center, untuk memastikan respon cepat dan terkoordinasi apabila terjadi insiden,” terangnya.

    Dalam kasus pembobolan RDN BCA milik Panca Global, OJK telah melakukan investigasi atas kasus serangan siber di Perusahaan Efek (PE). Berdasarkan investigasi tersebut OJK telah mengidentifikasi poin-poin penting terkait keamanan siber yang perlu menjadi perhatian oleh PE.

    Selanjutnya, secara simultan, OJK terus berkoordinasi dengan dan Self Regulatory Organization (SRO) untuk dapat meningkatkan keamanan siber agar tidak dapat dieksploitasi oleh pihak eksternal.

    Berdasarkan koordinasi tersebut, SRO telah mengeluarkan Surat Edaran Bersama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tanggal 12 September 2025 untuk dapat ditindaklanjuti oleh Perusahaan Efek dan Bank Penyedia RDN.

    “Bagi OJK, keamanan aset nasabah merupakan hal utama yang perlu dijaga, sehingga peningkatan keamanan siber perlu menjadi prioritas bagi PE,”jelasnya.

    Lebih lanjut, Inarno mengatakan atas insiden yang terjadi serta meningkatnya ancaman serangan siber, OJK telah mengambil sejumlah langkah untuk memperkuat perlindungan investor. Salah satunya adalah dengan menerbitkan surat kepada PE dan Bank RDN yang menekankan peningkatan keamanan teknologi informasi dan penguatan manajemen risiko termasuk perbaikan Fraud Detection System.

    “Terkait modus serangan siber yang mengeksploitasi koneksi host-to-host (API) antara sistem back office milik PE dengan sistem milik Bank RDN, berdasarkan koordinasi OJK dan SRO, telah dikeluarkan Surat Edaran Bersama (SEB) SRO yang mengatur penghentian koneksi host-to-host tersebut setiap hari kecuali telah memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan,” tuturnya.

    Diketahui kasus pembobolan RDN BCA milik Panca Global bermula dari sejumlah pemberitaan bahwa seorang nasabah Panca Global Sekuritas telah kehilangan dana Rp 70 miliar. BCA merupakan mitra dari Panca Global sebagai penyedia layanan Rekening Dana Nasabah.

    Namun, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Panca Global Kapital Tbk (PEGE) selaku induk dari Panca Global Sekuritas menyatakan jumlah kerugian tidak mencapai angka yang diberitakan. Panca Global Sekuritas juga telah mengembalikan dana yang dicuri hacker tersebut ke RDN nasabah terkait

    “Manajemen PGS telah melakukan tindakan pada tanggal 10 September 2025 dengan mengembalikan dana pada RDN yang terdampak,” tulis keterbukaan informasi Panca Global Kapital.

    Mengingat BCA merupakan mitra Panca Global, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan regulator telah melakukan investigasi kepada BCA maupun kepada Panca Global Sekuritas. Dalam kasus ini dan tidak menemukan insiden dalam infrastruktur IT BCA.

    “Terkait insiden RDN telah dilakukan penelitian dan dipastikan tidak terdapat insiden pada infrastruktur IT BCA,” ujar Dian, dikutip dari artikel CNBC Indonesia.

    (acd/acd)

  • Aset Industri Asuransi Tembus Rp 1.170 Triliun, Modal Tetap Solid – Page 3

    Aset Industri Asuransi Tembus Rp 1.170 Triliun, Modal Tetap Solid – Page 3

    Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa kinerja intermediasi perbankan nasional tetap stabil dengan profil risiko yang terjaga dan aktivitas operasional yang optimal dalam memberikan layanan keuangan kepada masyarakat.

    Dian menjelaskan, pada Agustus 2025 kredit perbankan tumbuh sebesar 7,56% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 8.075 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 13,86%, diikuti oleh kredit konsumsi sebesar 7,89%, sementara kredit modal kerja tumbuh 3,53%.

    “Kredit korporasi tumbuh sebesar 10,79% sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 1,35%,” ujar Dian Ediana Rae dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB September 2025, Kamis (9/10/2025).

    Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mencatat pertumbuhan sebesar 8,51% yoy menjadi Rp 9.385,8 triliun. Kondisi ini menunjukkan likuiditas industri perbankan masih memadai, dengan rasio alat likuid terhadap non-core deposit sebesar 120,25% dan terhadap DPK sebesar 27,25%, jauh di atas ambang batas minimum masing-masing 50% dan 10%.